Jambu mete

Spesies tumbuhan. Lihat Q7885904 untuk kacangnya, lihat Q28788218 untuk "buah"nya
(Dialihkan dari Jambu monyet)

Jambu mete[1] atau jambu monyet (Anacardium occidentale) adalah sejenis tanaman dari suku Anacardiaceae yang berasal dari Brasil dan memiliki "buah" yang dapat dimakan. Jambu mete juga dikenal karena bentuknya yang mirip dengan hidung monyet bekantan asal Kalimantan; bijinya biasa dikeringkan dan digoreng untuk dijadikan berbagai macam penganan. Secara botani, tumbuhan ini sama sekali bukan anggota jambu-jambuan (Myrtaceae) maupun kacang-kacangan (Fabaceae), melainkan malah lebih dekat kekerabatannya dengan mangga (suku Anacardiaceae).

Jambu mete
Jambu monyet yang sudah matang
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Kerajaan: Plantae
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Eudikotil
Klad: Rosid
Ordo: Sapindales
Famili: Anacardiaceae
Genus: Anacardium
Spesies:
A. occidentale
Nama binomial
Anacardium occidentale

Dikenal juga dengan berbagai nama seperti jambu mèdè (Sd.); mangga monyèt (Btw.); jambu mété atau jambu ménté (Jw.); jhambu monyèt (Md.); jambu dwipa, jambu jipang, nyambu monyèt (Bl.); nyambuk nyĕbèt (Sas.); jambu érang, jambu monyé (Mink.); jambu dipa (Banj.); janggus(Mhy.);buwah monyet (Timor); buwah yaki (Manado); buwa yakis, wo yakis (Sulut); buwa yaki (Ternate, Tidore); buwa jakis (Galela); jambu daré, jambu masong (Makassar); jampu sèrĕng, jampu tapĕsi (Bug.); dan lain-lain.[2]

Dalam bahasa Inggris dinamakan cashew (tree), yang diturunkan dari perkataan Portugis untuk menamai buahnya, caju, yang sebetulnya juga merupakan pinjaman dari nama dalam bahasa Tupi, acajú. Sementara nama marganya (Anacardium) merujuk pada bentuk buah semunya yang seperti jantung terbalik.

Mete merupakan biji yang memiliki karakteristik dengan bentuk melengkung dan dapat dimakan. Biji jambu mete tinggi akan kandungan minyak [3] dan memiliki rasa yang khas, serta kaya akan kandungan protein yang berkualitas premium. Biji mete ini banyak dikonsumsi sebagai makanan, baik dikonsumsi secara langsung maupun diaplikasikan dengan produk makanan lainnya. Di samping bagian biji dari tanaman mete merupakan bagian yang banyak digunakan serta dikonsumsi, tanaman ini menghasilkan kayu yang berguna dalam ekonomi lokal untuk barang-barang praktis seperti karang dan arang. Di samping itu, biji kacang mete juga diaplikasikan dalam pembuatan permen karet [4]

Kondisi Pertumbuhan

sunting
 
Mixed nuts. Kacang-kacangan yang biasanya termasuk dalam kacang campuran komersial. Dari kiri atas searah jarum jam: Brazil nut, hazelnut, peanut, pecan, cashew, almond. Kacang-kacangan banyak mengandung protein.

Jambu mete merupakan tanaman asli dari timur laut Brasil. Kemudian, pada misionaris Portugis membawanya ke Afrika Timur dan India selama akhir abad ke-16, sehingga tanaman ini menjadi berlimpah di daratan rendah dekat pantai laut. Di dunia, jambu mete banyak dikultivasi di wilayah sekitar Brasil dan India. Di samping itu, banyak juga dikonsumsi pada wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara. Tanaman ini dapat tumbuh hingga 12 meter di tanah subur dengan kelembapan yang tinggi.[4] Jambu mete tumbuh baik pada wilayah dengan temperatur yang cukup hangat yaitu sekitar 25–40oC. Jambu mete ditanam dengan menanam biji segar dari jambu mete pada tanah yang lembap dan kaya akan nutrisi. Kemudian, biji dari jambu mete akan tumbuh dalam waktu 4–5 hari. Penanaman pohon dilakukan dengan jarak sekitar 10 meter antar pohon, serta dilakukan pada tanah yang memiliki banyak kandungan pasirnya.[5] Di samping itu, jambu mete dapat tumbuh pada ketinggian 1–1.200 mdpl dengan optimum pada ketinggian 700 mdpl. Jambu mete juga cocok dikembangkan pada wilayah dengan kelembapan yang cukup tinggi yaitu sekitar 70–80%, tetapi memiliki toleransi untuk dapat tetap tumbuh pada kelembapan 60–70%. Daerah yang paling sesuai untuk budi daya jambu mete, berdasarkan curah hujannya yaitu daerah dengan curah hujan rata-rata 1.000–2.000 mm/tahun dengan 4–6 bulan kering (<60 mm). Berdasarkan jenis tanahnya, jenis tanah yang paling cocok untuk pertumbuhan tanaman jambu mete yaitu tanah berpasir, tanah lempung berpasir, dan tanah ringan berpasir dengan pH sekitar 6,3–7,3 dan dapat tetap hidup pada pH 5,5–6,3.[6]

Penanaman

sunting

Penanaman jambu mete depat dilakukan dengan dua cara pembibitan yaitu dengan cara generatif menggunakan biji dan cara vegetatif menggunakan cangkok, stek, dan tempel. Sejauh ini, metode yang banyak digunakan adalah dengan cara vegetatif atau menggunakan bibit vegetatif. Bibit vegetatif tersebut akan menghasilkan buah yang sangat identik dengan induknya. Tanah yang akan digunakan untuk budi daya terlebih dahulu dibajak atau dicangkul supaya lebih gembur. Kemudian dibuat lubang tanam dengan kedalaman 50 cm dan memiliki lebar 35–40 cm dengan jarak tanam sekitar 5 m. Karena kacang mete merupakan tanaman yang optimum tumbuh pada kondisi lingkungan lembap, maka harus dilakukan proses penyiraman secara teratur hingga usia satu bulan. Tanaman jambu mete tersebut juga harus diberi pupuk agar pertumbuhannya lebih maksimal.[7]

Potensi di Indonesia

sunting

Jambu mete merupakan komoditas perkebunan yang memiliki nilai penting dalam perekonomian Indonesia. Saat ini, jambu mete menjadi andalan bagi perkonomian masyarakat Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara, dan Jawa Timur. Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak mengekspor jambu mete dalam bentuk gelondong. Namun, Indonesia belum dapat mengembangkan jambu mete dari bentuk gelondong menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi seperti kandungan biji mete murni, minyak mete yang banyak dimanfaatkan dalam industri kimia, serta produk bernilai ekonomi lainnya. Saat ini luas kawasan yang memanfaatkan jambu mete ada sekitar yang tersebar di 21 provinsi, terutama di provinsi Sulawesi Tenggara (138.830 ha), Nusa Tenggara Timur (126.828 ha), Sulawesi Selatan (70.467 ha), Jawa Timur (57.794 ha), Nusa Tenggara Barat (46.196 ha), dan Jawa Tengah (30.815 ha) (Listya dan Sudjarmoko, 2011). Untuk wilayah provinsi Jawa Barat, terdapat empat kota yang memiliki perkebunan jambu mete dengan total produksi biji mete rata-rata (Kg/Ha) tertinggi di Kota Garut, diikuti oleh Subang, Sukabumi, dan Sumedang. Berdasarkan data statistik perkembangan luas dan produksi perkebunan jambu mete Provinsi Jawa Barat tahun 2013–2017 memiliki luas lahan perkebunan yang cenderung menurun secara terus-menerus untuk setiap tahunnya. Di samping itu, untuk produksi biji mete yang dihasilkan, cenderung mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan untuk setiap tahunnya [6]

Produk yang Dihasilkan

sunting

Produk utama dari tanaman jambu mete adalah bagian bijinya. Saat ini sudah ada standar internasional terhadap biji mete yaitu memiliki warna cokelat terang, light ivory, kuning, keabuan, serta memiliki ukuran yang beragam. Di samping itu, biji mete yang baik hanya memiliki aperture sekitar 4,75 mm, serta dikemas dalam kemasan yang layak serta steril. Standar yang dicantumkan di sini merupakan standar pemenuhan kualitas untuk biji dari jambu mete atau biasa juga disebut sebagai kacang mete sebagai produk utama dari jambu mete. Varietas jambu mete yang digunakan dalam standar ini adalah Anacardium occidentale yang berasal dari family Anacardiaceae dan biasa ditemukan pada wilayah Asia Tenggara. Oleh karena itu, komoditas tersebut banyak ditemukan di wilayah Asia Tenggara, ASEAN membuat standar mutu terhadap kacang mete yang diproduksi pada masing-masing negara di bawahnya. Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam mengklasifikasikan standar dari kacang mete, yaitu whole dan broken. Whole adalah keseluruhan bentuk dari kacang mete. Keberadaan lubang kecil pada bagian ujung proksimal atau bagian sentral crack dari kacang mete tidak termasuk ke dalam produk cacat. Sedangkan, yang dimaksud dengan broken di sini adalah terbaginya kacang mete ke dalam beberapa bagian. Broken di sini dikelompokkan lagi ke dalam butts (tidak kurang dari 3/8 dari seluruh kacang mete yang telah dipecah melintang tetapi kotiledonnya masih melekat secara alami), splits (kacang mete terbelah memanjang secara alami), dan pieces (biji yang telah dipecah menjadi lebih dari dua bagian) [8]

Dalam pemenuhan standarnya, kualitas kacang mete diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas. Namun, untuk semua kelas dari kualitas kacang mete, terdapat standar minimum yang harus dimiliki oleh kacang mete pada kelas mana pun. Standar minimum tersebut yaitu kacang mete yang akan dikonsumsi harus berada dalam keadaan bersih dan bebas dari semua bahan yang berbahaya apabila dikonsumsi, memiliki karakteristik rasa dan aroma dari varietas tertentu maupun tipe komersial, bebas pestisida, bebas jamur yang tumbuh pada kacang tersebut, bebas dari bau atau rasa yang tidak enak, bebas dari testa atau cairan shell, bebas dari anyir, dan berada dalam keadaan kering. Kualitas kacang mete dibagi ke dalam tiga bagian yaitu kelas ekstra, kelas I, dan kelas II. Kelas ekstra merupakan kualitas paling tinggi dari kacang mete dengan warna putih hingga pale ivory, pale ash-grey atau kuning terang. Kacang harus berada dalam keadaan utuh, tidak ada kacang yang layu, serta memiliki ukuran dan bentuk yang seragam. Kacang mete tersebut harus terbebas dari cacat, kecuali cacat yang sangat sedikit dan tidak memengaruhi penampilan umum dari produk dan kualitas dari kacang mete. Kacang mete kelas I merupakan kacang mete dengan kualitas yang baik dan memiliki warna cokelat terang, light ivory, kuning, light ash-grey, atau deep ivory sebagai hasil dari pemanasan yang terlalu lama dalam proses pengolahannya. Kacang mete kelas II merupakan kelompok kacang mete yang tidak termasuk ke dalam klasifikasi dua kelas sebelumnya, tetapi tetap harus bebas dari insektisida dan pestisida. Warna dari kacang mete kelas II yaitu cokelat tua, kuning, atau biru tua.[8]

Di samping standardisasi tersebut, terdapat juga standardisasi kualitas kacang mete berdasarkan pada keseragaman, pengemasan, dan kontainer yang digunakan. Berdasarkan pada keseragamannya, isi setiap paket kacang mete harus seragam dan hanya berisi biji mete dengan asal, varietas dan/atau jenis komersial yang sama, serta kualitas dan ukuran yang sama. Berdasarkan pada pengemasannya, biji mete harus dikemas sedemikian rupa untuk melindungi produk dengan benar. Bahan-bahan yang digunakan di dalam kemasan tersebut harus bersih dan berkualitas baik, sehingga tidak akan menimbulkan kerusakan pada produk. Tinta dan lem yang digunakan dalam kemasan untuk bahan kemasan berupa kertas diharuskan tidak berasal dari bahan yang beracun.[8]

Produk Sekunder yang Dihasilkan

sunting

Produk sekunder dari jambu mete merupakan produk yang dihasilkan selain dari bagian biji jambu mete. Hal tersebut disebabkan produk utama yang banyak dimanfaatkan dan diaplikasikan dari jambu mete adalah bagian bijinya yang memiliki rasa serta kaya akan kandungan nutrisi. Bagian dari buah kacang mete banyak digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan gum dari pohon jambu mete. Di samping itu, banyak juga dikembangkan untuk menghasilkan jus, selai, dan pengembangan bahan baku industri donat sebagai bahan pengganti lemak, sehingga dihasilkan produk donut dengan kandungan rendah lemak.[9] Kandungan damar di dalam cangkang buah digunakan sebagai insektisida dan digunakan juga dalam produksi plastik. Di samping itu, kandungan damar tersebut juga banyak digunakan dan diaplikasikan dalam obat-obatan tradisional. Di samping itu, bagian buah dari tanaman jambu mete digunakan secara lokal untuk minuman, selai, dan juga jeli. Sedangkan, bagian bijinya memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga proses penanganannya harus sangat dilakukan secara hati-hati karena dapat menyebabkan alergi pada beberapa orang. Alergi tersebut disebabkan jambu mete mengandung resin kaustik yang dapat bersifat beracun apabila proses pemanggangan dalam penanganannya tidak dilakukan dengan benar.[4] Di samping itu, akar jambu mete dapat menjadi pencuci perut serta kulit batang pohon jambu mete dapat berperan sebagai obat kumur atau obat seriawan. Daun jambu mete juga banyak dikonsumsi secara langsung sebagai lalap dan dapat digunakan untuk obat luka bakar. Kulit kayu jambu mete juga mengandung cairan berwarna cokelat yang apabila terkena udara, cairan tersebut dapat berubah menjadi hitam dan digunakan sebagai bahan tinta, pencelup, dan pewarna.[6]

Kajian Metabolomik

sunting

Kajian metabolomik yang dilakukan pada jambu mete yaitu menganalisis manfaat kandungan serat dalam jambu mete yang mencegah kandungan lemak tinggi yang dapat memicu terjadi obesitas baik pada hewan maupun pada manusia. Analisis metabolomik ini tidak dilakukan secara langsung pada jambu mete, melainkan dilakukan analisis terhadap serum dan feses dari hewan dalam hal ini mencit untuk dianalisis kandungan komponen-komponen yang dapat memicu terjadinya diabetes setelah diberi perlakuan dengan diberi jambu mete untuk kurun waktu tertentu serta diamati perubahannya dengan menggunakan Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Saat ini, belum banyak analisis metabolomik secara langsung terhadap kandungan dari jambu mete. Komponen dalam makanan merupakan merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan untuk mencegah terjadinya penyakit kronis. Komponen-komponen dalam makanan yang mengandung serat dapat mencegah beberapa penyakit. Salah satu komponen yang kaya akan kandungan serat adalah jambu mete yang banyak menjadi limbah dalam produksi biji mete. Oleh karena itu, dengan melakukan analisis metabolomik terhadap serum atau feses dari mencit yang telah mengkonsumsi serat dari jambu mete dapat meningkatkan produksi serta kualitas dari jambu mete selain bagian bijinya yang memang memiliki kandungan nutrisi yang tinggi serta banyak dikonsumsi sebagai bahan makanan. Berdasarkan hasil NMR dengan menggunakan analisis PCA, serum dan feses dari mencit yang telah mengonsumsi serat dari jambu mete untuk kurun waktu tertentu mengandung hiperglusemia, hyperinsulinemia, dan hipertrigliseridemia untuk mencegah proses inflamatori dan reduksi dari liver injury yang disebabkan oleh high fat diet (HFD). Di samping itu, mencit yang telah mengonsumsi serat dari jambu mete tersebut mengalami perbaikan dalam metabolisme glukosa serta lipid. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa konsumsi kandungan fiber dari jambu mete dapat memberikan efek yang mencegah obesitas.[10]

Kajian metabolomik yang dapat dilakukan untuk penentuan kualitas serta peningkatan produksi dari makanan yang dapat mencegah terjadinya obesitas dapat dilakukan dengan melakukan analisis khasiat dari kandungan fiber tersebut pada manusia. Di samping itu, berdasarkan analisis metabolomik, kandungan serat yang diperoleh dari jambu mete dapat digunakan sebagai fingerprint untuk produksi kandungan serupa baik secara sintesis maupun dengan melakukan modifikasi dari kandungan lain.[10]

Pemerian

sunting
 
Pohon jambu monyet yang tumbuh di tepi jalan di Palabuhanratu.

Pohon berukuran sedang, tinggi sampai dengan 12 m, dengan tajuk melebar, sangat bercabang-cabang, dan selalu hijau. Tajuk bisa jadi tinggi dan menyempit, atau rendah dan melebar, bergantung pada kondisi lingkungannya.[11]

Daun-daun terletak pada ujung ranting. Helai daun bertangkai, bundar telur terbalik, kebanyakan dengan pangkal meruncing dan ujung membundar, melekuk ke dalam, gundul, 8–22 × 5–13 cm.[12]

Berumah satu (monoesis), bunga-bunga berkelamin campuran, terkumpul dalam sebuah malai rata berambut halus, lebar 15–25 cm. Kelopak berambut, 4–5 mm. Mahkota runcing, lk 1 cm, putih kemudian merah, berambut. Buah geluk berwarna cokelat tua, membengkok, tinggi lk 3 cm.[12]

Kegunaan

sunting
 
Buah jambu monyet yang telah masak; yang berwarna merah adalah buah semunya.
 
Kacang mete

Tanaman ini dikembangkan terutama untuk dipungut buah sejatinya. Yang dikenal umum sebagai "buah", yakni bagian lunak yang membengkak berwarna kuning atau merah, sesungguhnya adalah dasar bunga (receptaculum) yang mengembang setelah terjadinya pembuahan. Buah sesungguhnya adalah bagian "monyet"nya yang keras, cokelat kehitaman berisi biji yang dapat diolah menjadi makanan; yakni kacang mete yang lezat.[13] Secara tradisional kacang ini biasanya digoreng sebagai camilan teman minum teh atau kopi; sedangkan secara modern kini umum dijumpai sebagai pengisi dan penghias penganan semacam cokelat dan kue-kuean.

Kacang mete, mentah
Nilai nutrisi per 100 g (3,5 oz)
Energi2.314 kJ (553 kcal)
30.19 g
Gula5.91 g
Serat pangan3.3 g
43.85 g
18.22 g
VitaminKuantitas
%AKG
Tiamina (B1)
37%
.42 mg
Riboflavin (B2)
5%
.06 mg
Niasin (B3)
7%
1.06 mg
Asam pantotenat (B5)
17%
.86 mg
Vitamin B6
32%
.42 mg
Folat (B9)
6%
25 μg
Vitamin C
1%
.5 mg
MineralKuantitas
%AKG
Kalsium
4%
37 mg
Zat besi
51%
6.68 mg
Magnesium
82%
292 mg
Fosfor
85%
593 mg
Potasium
14%
660 mg
Seng
61%
5.78 mg
Persen AKG berdasarkan rekomendasi Amerika Serikat untuk orang dewasa.

Meskipun dianggap sebagai kacang di dalam dunia boga, dalam ilmu botani kacang mete sebenarnya merupakan biji tunggal dari buah sejatinya. Biji ini dikelilingi oleh cangkang ganda yang mengeluarkan getah yang mengandung urushiol, yang dapat mengakibatkan iritasi pada kulit manusia. Beberapa orang alergi terhadap kacang mete, tetapi sesungguhnya kacang mete jarang mengakibatkan alergi pada manusia jika dibandingkan dengan kacang lainnya.

Dari kacang mete juga dapat diekstrak minyak yang berkualitas tinggi. Hasil sampingnya, yakni kulit biji, dimanfaatkan untuk pakan unggas. Sejenis minyak juga dihasilkan dari cangkang buah mete (CNSL, cashew nut shell liquid), yang dipakai dalam industri dan juga sebagai bahan untuk mengawetkan kayu atau jala.[13]

Buah semu jambu monyet kadang-kadang juga dijual di pasar. Buah ini agak disenangi orang oleh karena rasanya yang asam segar, akan tetapi sering pula tercampur rasa sepat.[2] Rasa manis dari buah jambu monyet ini memungkinkan untuk dikembangkan sebagai sirup atau difermentasi untuk mendapatkan jenis minuman beralkohol. Anggur (sari buah yang agak terfermentasi) dari jambu mede dinikmati pada masa panen, dan dapat didistilasi untuk dijadikan minuman berkandungan alkohol tinggi.[13] Buah semu yang tak terolah di wilayah-wilayah produksinya dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Daun-daun muda jambu monyet disukai sebagai lalap, mentah atau dimasak. Daun yang tua dimanfaatkan sebagai obat penyakit kulit, untuk mengatasi ruam-ruam pada kulit. Semua bagian pohonnya juga dapat dimanfaatkan dalam ramuan obat tradisional, terutama untuk menyembuhkan sakit kulit; untuk pembersih mulut; dan untuk obat pencahar (purgativa).[13]

Kayunya berwarna cokelat muda dan bernilai rendah, sangat jarang dipergunakan;[2] meski dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar atau kayu perkakas bermutu rendah.[13] Sejenis getah yang mengeras di udara terbuka (gom) dihasilkan dari batang yang dilukai. Gom ini dapat menjadi perekat buku yang baik, sekaligus mencegah serangan rayap;[2] yang juga baik untuk merekat kusen atau kayu lapis.[13]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ "Arti kata jambu mete". Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud. KBBI Daring. Diakses tanggal 21 Maret 2022. 
  2. ^ a b c d Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 2:1223-1225. Terj. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta
  3. ^ Parker, Sybil, P (1984). McGraw-Hill Dictionary of Biology. McGraw-Hill Company. 
  4. ^ a b c "cashew | Description, Poison, & Processing". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-04-25. 
  5. ^ "Growing Cashews, How To Grow Cashew Trees, Nuts And Apples". www.tropicalpermaculture.com. Diakses tanggal 2019-04-25. 
  6. ^ a b c Media, 4 Vision. "Jambu Mete". Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-25. Diakses tanggal 2019-04-25. 
  7. ^ "Peluang Usaha Budidaya Jambu Mete dan Analisis Usahanya". Agrowindo. 2017-06-09. Diakses tanggal 2019-04-25. 
  8. ^ a b c "ASEAN Trade Repository". atr.asean.org. Diakses tanggal 2019-04-25. 
  9. ^ Gyedu‐Akoto, Esther (2011-11). "Utilization of some cashew by‐products". Nutrition & Food Science (dalam bahasa Inggris). 41 (6): 393–400. doi:10.1108/00346651111181949. ISSN 0034-6659. 
  10. ^ a b Calvalho, Diana Valesca., Silca, Lorena Mara., Filho, Elenilson., Santos Flavia. 2019. Cashew apple fiber prevents high fat diet-induced obesity in mice: an NMR metabolomic evaluation. The Royal Society of Chemistry. DOI: 10.1039/x0xx00000x
  11. ^ ICRAF Agroforestry Database: Anacardium_occidentale L.
  12. ^ a b Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 271
  13. ^ a b c d e f van Eijnatten, C.L.M. 1991. Anacardium occidentale L. Diarsipkan 2021-08-20 di Wayback Machine. dalam Verheij, E.W.M. dan R.E. Coronel (eds.) 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-buahan yang dapat dimakan. PROSEA–Gramedia. Jakarta. ISBN 979-511-672-2 Hal. 61-64

Pranala luar

sunting