John Lie

pahlawan nasional Indonesia
(Dialihkan dari John Lie Tjeng Tjoan)

Laksamana Muda TNI (Purn.) John Lie atau yang dikenal sebagai Jahja Daniel Dharma (9 Maret 1911 – 27 Agustus 1988) adalah salah seorang perwira tinggi di Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dari etnis Tionghoa dan Pahlawan Nasional Indonesia.

John Lie
Informasi pribadi
Lahir
Lie Tjeng Tjoan (李正泉)

(1911-03-09)9 Maret 1911[1]
Menado, Celebes, Hindia Belanda
Meninggal27 Agustus 1988(1988-08-27) (umur 77)
Jakarta, Indonesia
Sebab kematianStroke
Suami/istriMargaretha Dharma Angkuw
Orang tuaLie Kae Tae (bapak)
Oei Tjeng Nie Nio (ibu)
ProfesiTentara
Penghargaan sipilPahlawan Nasional Indonesia
AgamaKristen Protestan
Karier militer
Pihak Indonesia
Dinas/cabang TNI Angkatan Laut
Masa dinas1924 – 1966
Pangkat Laksamana Muda TNI
KomandoPPB 58 LB / The Outlaw
Pertempuran/perangRevolusi Nasional Indonesia
Invasi Ambon
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini
John Lie Tjeng Tjoan
Hanzi tradisional: 李正泉
Hanzi sederhana: 李正泉

Latar belakang

sunting

Ia lahir pada tanggal 9 Maret 1911 di Kanaka, Manado, Sulawesi Utara, dari pasangan suami isteri Lie Kae Tae dan Oei Tjeng Nie Nio.[2] Ayahnya (Lie Kae Tae) pemilik perusahaan pengangkutan Vetol (Veem en transportonderneming Lie Kay Thai). Pada usia 7 tahun (1918), ia menempuh pendidikan sekolah dasar di Holland Chinese School (HCS) dan kemudian pindah ke Christelijke Lagere School.[2]

Sebagaimana yang diceritakan oleh Rita Tuwasey Lie—keponakan John Lie—pada usia 17 tahun John Lie kabur ke Batavia karena ingin menjadi pelaut. Di kota ini ia mengikuti kursus navigasi sembari menjadi buruh pelabuhan. Setelah itu, John Lie menjadi klerk mualim III pada kapal Koninklijk Paketvaart Maatschappij, perusahaan pelayaran Belanda. Pada 1942, John Lie bertugas di Khorramshahr,Iran, dan mendapatkan pendidikan militer.

Ketika Perang Dunia II berakhir dan Indonesia merdeka, ia pulang ke Indonesia dengan menumpang kapal Ophir pada bulan April 1946. Ia bergabung dengan Kesatuan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) sebelum akhirnya diterima di Angkatan Laut RI pada bulan Mei 1946. Semula ia bertugas di Cilacap, Jawa Tengah, dengan pangkat kapten. Di pelabuhan ini selama beberapa bulan ia berhasil membersihkan ranjau yang ditanam Jepang untuk menghadapi pasukan Sekutu. Atas jasanya, pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor. Kemudian dia memimpin misi menembus blokade Belanda guna menyelundupkan senjata, bahan pangan, dan lainnya. Daerah operasinya meliputi Singapura, Penang, Bangkok, Rangoon, Manila, dan New Delhi.

Karier angkatan laut

sunting

Sebagai penyelundup

sunting

Ia lalu ditugaskan mengamankan pelayaran kapal yang mengangkut komoditas ekspor Indonesia untuk diperdagangkan di luar negeri dalam rangka mengisi kas negara yang saat itu masih tipis. Pada masa awal (tahun 1947), ia pernah mengawal kapal yang membawa karet 800 ton untuk diserahkan kepada Kepala Perwakilan RI di Singapura, Oetojo Ramelan. Sejak itu, ia secara rutin melakukan operasi menembus blokade Belanda. Karet atau hasil bumi lain dibawa ke Singapura untuk dibarter dengan senjata. Senjata yang mereka peroleh lalu diserahkan kepada pejabat republik yang ada di Sumatra seperti Bupati Riau sebagai sarana perjuangan melawan Belanda. Perjuangan mereka tidak ringan karena selain menghindari patroli Belanda, juga harus menghadang gelombang samudera yang relatif besar untuk ukuran kapal yang mereka gunakan.

Untuk keperluan operasi ini, John Lie memiliki kapal kecil cepat, dinamakan The Outlaw pada bulan September 1947. Operasi perdana The Outlaw melayari rute Singapura, Labuan Bilik dan Port Swattenham pada Oktober 1947.[3] Seperti dituturkan dalam buku yang disunting Kustiniyati Mochtar (1992), paling sedikit sebanyak 15 kali ia melakukan operasi "penyelundupan". Pernah saat membawa 18 drum minyak kelapa sawit, ia ditangkap perwira Inggris. Di pengadilan di Singapura ia dibebaskan karena tidak terbukti melanggar hukum. Ia juga mengalami peristiwa menegangkan saat membawa senjata semi otomatis dari Johor ke Sumatra, ia dihadang pesawat terbang patroli Belanda. John Lie mengatakan kapalnya sedang kandas. Dua penembak, seorang berkulit putih dan seorang lagi berkulit gelap tampaknya berasal dari Maluku, mengarahkan senjata ke kapal mereka. Entah mengapa, komandan tidak mengeluarkan perintah tembak. Pesawat itu lalu meninggalkan the Outlaw tanpa insiden, mungkin persediaan bahan bakar menipis sehingga mereka buru-buru pergi.

Setelah menyerahkan senjata kepada Bupati Usman Effendi dan komandan batalyon Abusamah, mereka lalu mendapat surat resmi dari syahbandar bahwa kapal the Outlaw adalah milik Republik Indonesia dan diberi nama resmi PPB 58 LB. Seminggu kemudian John Lie kembali ke Port Swettenham di Malaya untuk mendirikan pangkalan AL yang menyuplai bahan bakar, bensin, makanan, senjata, dan keperluan lain bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Akhir karier militer

sunting

Pada awal 1950 ketika ada di Bangkok, ia dipanggil pulang ke Surabaya oleh KASAL, Laksamana TNI R. Soebijakto dan ditugaskan menjadi komandan kapal perang Radjawali. Pada masa berikutnya ia aktif dalam penumpasan Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku lalu PRRI/Permesta. Ia mengakhiri pengabdiannya di TNI Angkatan Laut pada Desember 1966 dengan pangkat terakhir Laksamana Muda.[3]

Menurut kesaksian Jenderal Besar TNI AH. Nasution pada 1988, prestasi John Lie ”tiada taranya di Angkatan Laut” karena dia adalah ”panglima armada (TNI AL) pada puncak-puncak krisis eksistensi Republik”, yakni dalam operasi-operasi menumpas kelompok-kelompok separatis seperti Republik Maluku Selatan, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, dan Perjuangan Rakyat Semesta.

Jabatan

sunting
  1. Komandan KRI PPB 58 LB " The Outlaw " (1946-1949)
  2. Komandan KRI Radjawali (1950-1952)
  3. Staf Kepala Operasi IV Markas Besar ALRI (1952-1954)
  4. Kepala Dinas Angkutan & Logistik ALRI (1953-1955)
  5. Komandan Komando Daerah Maritim Jakarta (1955-1957)
  6. Perwira Siswa di Defense Service Staff College, Wellington, India (1958-1959)
  7. Ketua dan Kepala Inspektorat Pengangkatan Kerangka Kapal Wilayah Perairan Indonesia (1960-1966).
  8. Pensiun (1966)[4]

Riwayat Pangkat [5]

sunting
  1. Mayor Laut (1946-1957)
  2. Letnan Kolonel Laut (1957-1960)
  3. Kolonel Laut (1960-1961)
  4. Komodor Laut (1961-1964)
  5. Laksamana Muda TNI (1964-1966)

Kehidupan pribadi dan kematian

sunting
 
Makam John Lie di Taman Makam Pahlawan Kalibata

Kesibukannya dalam perjuangan membuat ia baru menikah pada usia 55 tahun, dengan Pdt. Margaretha Dharma Angkuw. Pada 30 Agustus 1966 John Lie mengganti namanya dengan Jahja Daniel Dharma.

Ia meninggal dunia karena Stroke pada 27 Agustus 1988 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Atas segala jasa dan pengabdiannya, ia dianugerahi Bintang Mahaputera Utama oleh Presiden Soeharto pada 10 November 1995, Bintang Mahaputera Adipradana dan gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 9 November 2009.[3]

Terdapat beberapa buku dan liputan mengenai John Lie, sebagai berikut:

  1. “Guns—And Bibles—Are Smuggled to Indonesia”, yang terbit pada 26 Oktober 1949, oleh Roy Rowan, wartawan majalah Life.
  2. "John Lie Penembus Blokade Kapal-kapal Kerajaan Belanda" yang terbit pada 1988, oleh Solichin Salam.
  3. "Dari Pelayaran Niaga ke Operasi Menembus Blokade Musuh Sebagaimana Pernah Diceritakannya Kepada Wartawan" yang dimuat dalam buku "Memoar Pejuang Republik Indonesia Seputar 'Zaman Singapura' 1945-1950" karya Kustiniyati Mochtar terbitan Gramedia Pustaka Utama, 2002.
  4. "Memenuhi Panggilan Ibu Pertiwi: Biografi Laksamana Muda John Lie" (2008), yang diterbitkan Penerbit Ombak, Yogyakarta dan Yayasan Nabil, oleh M Nursam.

Tanda Jasa

sunting
 
     
     
     
     
     
     
Baris ke-1 Bintang Mahaputera Adipradana (6 November 2009)[6]
Baris ke-2 Bintang Mahaputera Utama (7 Agustus 1995)[7] Bintang Dharma Bintang Gerilya
Baris ke-3 Bintang Jalasena Pratama Bintang Jalasena Nararya Bintang Kartika Eka Paksi Nararya
Baris ke-4 Bintang Swa Bhuwana Paksa Nararya Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia Satyalancana Kesetiaan 16 Tahun
Baris ke-5 Satyalancana Perang Kemerdekaan I Satyalancana Perang Kemerdekaan II Satyalancana G.O.M III
Baris ke-6 Satyalancana G.O.M IV Satyalancana G.O.M V Satyalancana Sapta Marga
Baris ke-7 Satyalancana Satya Dharma Satyalancana Wira Dharma Satyalancana Penegak

Referensi

sunting
  1. ^ Mengenal John Lie yang akan jadi nama kapal sekelas KRI Usman Harun diakses pada 2014-02-25.
  2. ^ John Dari Penyelundup Menjadi Laksamana diakses pada 2014-02-25

Daftar Pustaka

sunting
  1. ^ Administrator (ed.). "Merayakan ultah ke-70 john lie". Tempo.co. Diakses tanggal 2021-10-24. 
  2. ^ a b Wutsqaa, Urwatul. "Mengenal Laksamana Muda John Lie, Penyelundup Andal TNI AL dari Manado". detiksulsel. Diakses tanggal 2023-11-18. 
  3. ^ a b c RS, Zen. "Sejarah Hidup John Lie, Penyelundup Sekaligus Penyelamat Republik". tirto.id. Diakses tanggal 2023-11-18. 
  4. ^ Lie, John (2009). Kusuma, Eddie, ed. Kisah Perjuang Mempertahankan Kemerdekaan NKRI Dalam Operasi Lintas Laut Militer Menerobos Blokade Belanda. Lembaga Pengkajian SAKTI. hlm. 149. ISBN 978-979-18779-0-9. 
  5. ^ Lie, John (2009). Kusuma, Eddie, ed. Kisah Perjuang Mempertahankan Kemerdekaan NKRI Dalam Operasi Lintas Laut Militer Menerobos Blokade Belanda. Lembaga Pengkajian SAKTI. hlm. 148. ISBN 978-979-18779-0-9.
  6. ^ Daftar WNI Yang Memperoleh Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Tahun 2004 - Sekarang (PDF). Diakses tanggal 25 Agustus 2021. 
  7. ^ Daftar WNI yang Mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera tahun 1959 s.d. 2003 (PDF). Diakses tanggal 4 Oktober 2021. 

Pranala luar

sunting