Karakteristik teknik bahan pertanian

Karakteristik teknik bahan pertanian adalah sifat fisik dari bahan pertanian yang dianalisis dengan tujuan memudahkan dalam mendesain proses dan alat dan mesin yang terkait dengan penanganan dan aplikasi bahan pertanian. Contoh bahan pertanian yaitu benih, pupuk, hasil pertanian, hingga limbah biologis hasil aktivitas pertanian. Sifat fisik yang dianalisis adalah ukuran sederhana (bentuk, panjang, luas permukaan, volume, massa, massa jenis), sifat listrik, sifat panas (mencakup konduktivitas, difusivitas, kemampuan pindah panas, dan sebagainya), karakteristik air (mencakup kadar air, higroskopisitas, kadar air kesetimbangan, dan sebagainya), sifat optik, tegangan mekanis, rheologi, sifat aerodinamika dan hidrodinamika, dan sebagainya. Karakteristik tak langsung seperti gesekan yang terjadi antara bahan pertanian dan bahan pertanian dengan media lain serta kerusakan mekanik dan fisik juga dianalisis.

Umbi salah satu spesies talas (xanthosoma sagittifolium) sedang diuji sifat rheologi, di Institut Pertanian Bogor

Ukuran sederhana sunting

Bentuk dan ukuran sunting

Fungsi dari kebanyakan mesin pertanian sangat dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran bahan yang diproses. Contoh mesin tanam, ayakan (sifter), dan saringan membutuhkan pengetahuan mengenai dimensi ukuran bahan yang diproses agar dapat bekerja dengan baik. Pada proses tertentu, selain bentuk juga kerapatan bahan (bulk density).

Bentuk produk juga mempengaruhi koefisien pengepakan dalam suatu kontainer. Koefisien pengepakan secara teoretis nilainya mudah dihitung jika diasumsikan bahwa bentuk bahan adalah bulat sempurna. Namun kenyataan di lapangan, tidak ada bahan pertanian yang memiliki bentuk bulat sempurna. Selain itu, bentuk bahan pertanian juga dapat berubah akibat proses penanganan yang tidak benar sehingga menimbulkan kerusakan mekanis.

Indeks bentuk yang sering digunakan adalah kebulatan (roundness, sphericity), rasio kebulatan, rasio aksial, dan sebagainya. Berikut adalah deskripsi bentuk bahan pertanian:[1]

Bentuk Deskripsi
Bulat Mendekati bola
Oblate Pipih di ujung tangkai
Oblong Diameter vertikal > diameter horizontal
Mengerucut (conic) Mengecil ke arah ujung
Ovate Berbentuk telur, agak lebar di ujung tangkai
Blique Sumbu yang berhubungan dengan tangkai
Obovate Kebalikan dari ovate
Eliptik Mendekati bentuk elipsoid
Truncate Memiliki dua akhir bertingkat atau rata
Berrusuk Potongan melintang ke dalam, sisi-sisi lebih atau kurang siku
Regular Bentuk potongan horisontal mendekati lingkaran
Irregular Bentuk potongan melintang horisontal menyimpang dari lingkaran

Luas permukaan sunting

Luas permukaan bahan-bahan hasil pertanian bermanfaat untuk berbagai kebutuhan seperti menentukan kapasitas laju fotosintesis, menentukan hubungan tanaman, tanah, dan air (transpirasi, evapotranspirasi); menentukan efisiensi penggunaan pestisida, hingga pengujian kualitas produk hasil pertanian (misal kualitas daun tembakau). Metode yang digunakan adalah planimeter di mana bayangan benda diproyeksikan di atas kertas, lalu luas bayangan benda. Metode lain yang lebih maju adalah dengan menggunakan alat yang disebut dengan air-flow planimeter. Perkembangan teknologi sinar laser dan optik yang dihubungkan dengan komputer mempercepat proses ini dengan fasilitas pemrosesan gambar (image processing).

Berdasarkan teori bahan,[2] ditemukan bahwa:

 

di mana,

  adalah volume (m3)
  adalah luas permukaan bahan yang berbentuk cembung (m2)

Volume dan massa jenis sunting

Volume dan massa jenis berbagai produk pertanian berperan penting pada teknologi proses dan dalam evaluasi kualitas produk. Penggunaan sifat ini ada pada teknologi pengeringan, penyimpanan, penentuan tingkat kemasakan buah, dan lain-lain. Umumnya keduanya diukur secara bersamaan menggunakan metode displacement (perpindahan massa) setelah berat bahan diukur.

 

di mana,

  adalah volume bahan (m3),
  adalah massa air yang dipindahkan (kg), dan
  adalah massa jenis air (kg/m3)

Beberapa jenis bahan pertanian dapat menyerap air selama pengukuran menggunakan metode ini, sehingga perlu diganti dengan fluida lain, misal toluena yang hampir tidak diserap oleh bahan pertanian.

Porositas sunting

Porositas bahan dan gabungan sejumlah bahan curah berperan penting dalam pengeringan karena mempengaruhi pergerakan air dan udara di dalam bahan (bahan tunggal) atau di antara bahan (bahan curah). Porositas merupakan rasio antara volume rongga terhadap volume total produk.

Reologi sunting

Bahan pertanian merupakan benda yang dapat terus menerus terpapar gaya selama pemrosesan, dari pemanenan, pengemasan, pemrosesan, transportasi, dan penyimpanan. Sehingga pengetahuan tentang sifat reologi penting untuk mencegah kerusakan dan mengefisiensikan proses penanganan bahan pertanian.

Istilah reologi yang umum seperti modulus Young, kekuatan tensil, dan sebagainya dapat diaplikasikan. Beberapa ilmuwan seperti Mohsenin, Sitkei, dan Tsytovich menggunakan istilah bioyield point untuk menggambarkan sifat reologi yang tidak ditemui pada bahan lain. Bioyield point adalah titik pada kurva tegangan-deformasi di mana tegangan berkurang atau konstan dengan peningkatan deformasi.[3] Titik ini mencerminkan sensitivitas dari bahan biologis terhadap kerusakan. Definisinya hampir sama dengan yield point, hanya berbeda bentuk ketika diaplikasikan ke dalam kurva.

Berikut adalah tabel sifat reologi beberapa bahan pertanian.[3]

Bahan Beban pada puncak
(N)
Tegangan pada puncak
(N/mm2)
Regangan pada puncak
(%)
Beban ketika patah
(N)
Tegangan ketika patah
(N/mm2)
Regangan ketika patah
(%)
Beban pada titik yield
(N)
Tegangan pada titik yield
(N/mm2)
Regangan pada titik yield
(%)
Modulus Young
(N/mm2)
Beras 25032 16.46 18.79 25032 16.46 18.79 5482.0 3.61 6.24 85.79
Jagung 15085 9.92 28.95 15085 9.92 28.95 3460.0 2.28 12.51 31.06
Sorgum 15034 9.89 39.82 15034 9.89 39.82 5147.0 3.39 28.69 26.83
Cowpea 15015 9.87 29.49 15012 9.87 29.50 3197.0 2.10 10.97 24.62
Garri 15031 9.89 40.27 15031 9.89 40.27 5015.1 3.30 27.75 22.37
Catatan: Garri adalah adonan yang dibuat dari tepung tapioka, makanan khas wilayah Afrika Barat

Sifat aero-hidrodinamika sunting

 
Koefisien hambat berbagai bentuk dasar benda

Penanganan bahan pertanian sering kali memanfaatkan sifat ketahanannya terhadap udara dan air, misal penanganan biji-bijian menggunakan elevator biji-bijian tipe konveyor udara. Hal yang paling mudah terliat, seperti kayu yang telah ditebang juga dipindahkan ke tempat lain dengan dialirkan di sungai. Penanganan lain seperti pemisahan endosperma gandum dari sekamnya menggunakan sifat kelajuan terminal (terminal velocity) dari gandum dan sekamnya, dengan menggunakan kipas udara berkecepatan tertentu sehingga mampu menerbangkan sekam namun tidak menerbangkan endosperma gandum.

Benda yang berada dalam medium mengalir menerima gaya friksi dan gaya tekan, yang diistilahkan dengan gaya hambat (drag force). Besarnya gaya hambat dihitung dengan persamaan:

 

dengan

  adalah koefisien hambat,
 ' adalah luas penampang bahan (m2),
  adalah massa jenis fluida (kg/m3), dan
  adalah laju aliran fluida.

Berikut adalah koefisien hambat dan kecepatan terminal dari berbagai bahan pertanian:[4]

Jenis produk Koefisien hambat Kecepatan terminal
(m/s)
Gandum 0.50
0.85[5]
9.6
8.41-9.06[5]
Barley 0.50
0.98[5]
7.6
7.23-7.24[5]
Jagung 0.56-0.7 11.4
Lentil 0.76[5] 10.40-10.47[5]
Kacang arab 0.81[5] 14.47-16.27[5]
Kedelai 0.45 14.5
Oat 0.47-0.51 6.6
Kentang 0.64 32.0
Apel 42.0
Aprikot 34.0
Ceri 24.0
Persik 42-44
Plum 32-34

Gesekan pada bahan pertanian sunting

Gesekan pada banyak kasus sangat penting untuk dianalisis pada semua bidang teknik pertanian. Gesekan selalu terjadi pada beberapa bentuk selama pergerakan bahan dan mempengaruhi gaya yang dihasilkan. Di dalam silo dan struktur penyimpanan lainnya, beban vertikal pada dinding ditentukan oleh koefisien gesekan. Selama pemindahan secara pneumatis, khususnya pada bahan berkonsentrasi tinggi, gesekan antara bahan dengan dinding merupakan hambatan yang cukup penting. Elemen tertentu pada alat pengangkut, misalnya konveyor skrup, dapat dihitung jika koefisien gesekan diketahui. Perilaku produk curah dan butiran sangat tergantung pada nilai koefisien gesekan. Gesekan berperan selama proses pemotongan dan pengepresan produk pertanian.

Di bawah ini merupakan tabel koefisien gesek beberapa bahan pertanian.[6] Perhitungan gaya geseknya sama dengan perhitungan gaya gesek biasa.

Bahan Permukaan Koefisien gesek
statis
Koefisien gesek
dinamis
Alfalfa, pelet Baja 0.22 0.17
Alfalfa, pelet Kayu 0.39 0.28
Alfalfa, potongan Baja 0.37 0.34
Alfalfa, potongan Kayu 0.49 0.37
Barley Beton 0.52
Barley Kayu 0.31
Barley Lembaran logam
galvanis
0.31
Jagung pipil Beton 0.35-0.54
Jagung pipil Kayu 0.37
Jagung pipil Lembaran logam
galvanis
0.37
Jagung pipil Polietilena 0.38
Jagung pipil Teflon 0.12
Jagung pipil Karet 0.44
Jagung fermentasi Baja 0.60 0.66-0.70
Oat Beton 0.44
Oat Kayu 0.29
Oat Lembaran metal
galvanis
0.24
Cangkang kerang Baja 0.38 0.35
Cangkang kerang Kayu 0.60
Beras Baja 0.45
Beras Kayu 0.44
Kedelai Beton 0.52
Kedelai Kayu 0.35
Kedelai Lembaran logam
galvanis
0.20
Kedelai Karet 0.22
Jerami Baja 0.20 0.30
Gandum Beton 0.51
Gandum Kayu 0.31
Gandum Lembaran logam
galvanis
0.10
 
Sudut tenang dari suatu tumpukan bahan curah

Ketika suatu bahan curah atau butiran dikeluarkan dari bukaan bagian bawah silo (funneling), atau ketika ditumpahkan ke lantai silo dan membentuk tumpukan (filling), koefisien gesek antar partikel akan mempengaruhi sudut kemiringan tumpukan dari dasar ke puncak tumpukan. Sudut ini disebut dengan sudut tenang (angle of repose). Pengetahuan mengenai sudut tenang ini penting dalam mendesain silo dan mesin pemanen kombinasi yang dilengkapi dengan penampungan hasil panen. Sudut tenang bahan pertanian ketika dalam proses funneling dan filling dapat berbeda. Umumnya sudut tenang meningkat ketika kadar air bahan lebih tinggi.[6]

Berikut adalah sudut tenang beberapa bahan pertanian:[6][7]

Bahan Sudut tenang (derajat)
Abu kayu 40°
Kulit kayu 45°
Bekatul 30–45°
Kapur 45°
Biji Clover 28°
Kelapa parut 45°
Biji kopi segar 35–45°
Tanah 30–45°
Tepung jagung 30-40°
Tepung terigu 45°
Malt 30–45°
Urea (butiran) 27° [8]
Gandum 27-41°
Barley 28-34.6°
Jagung pipil 27-38°
Biji flax 25°
Oat 32°
Beras 34-36°
Kedelai 29°

Sifat optis bahan pertanian sunting

Penggunaan cahaya dalam pertanian utamanya terkait dengan pensortiran bahan pertanian secara otomatis yang dideteksi dengan berbagai spektrum cahaya, dari infra merah sampai ultra ungu. Indikator yang dapat diukur dari penggunaan sifat optis ini antara lain kadar nutrisi, kadar air, kepadatan buah, dan kondisi fisik luar. Selain itu, sifat optis juga digunakan dalam pemanenan, misalnya untuk mengukur kadar gula dalam buah sebelum dipetik untuk mendapatkan hasil kematangan yang optimal. Selain untuk pengujian kualitas, cahaya juga digunakan untuk berbagai proses fisik dan kimiawi seperti pengeringan (karena cahaya infra merah berintensitas tinggi mampu menguapkan sejumlah besar air yang terkandung di dalam bahan pertanian) dan reaksi fotokimia pada bahan pertanian.[6]

Interaksi cahaya sunting

 
Cohtoh grafik yang dihasilkan dari pengukuran nilai reflektan apel. Setiap bahan pertanian mempunyai grafik yang unik.

Interaksi antara cahaya dan bahan pertanian terdiri dari reflektan, absorban, dan transmitan, kesemuanya dihitung dalam satuan rasio atau persen terhadap sejumlah cahaya yang dipaparkan ke bahan pertanian. Reflektan adalah sejumlah cahaya yang dipantulkan oleh bahan pertanian, absorban adalah sejumlah cahaya yang diserap oleh bahan pertanian, dan transmitan adalah sejumlah cahaya yang diteruskan oleh bahan pertanian. Umumnya yang diukur adalah reflektan dan transmitan, dan selisihnya adalah absorban.

Secara sederhana, dapat digambarkan sebagai berikut:

 

Dengan

  adalah jumlah intensitas awal cahaya yang dipaparkan ke buah,
  adalah reflektan,
  adalah absorban, dan
  adalah transmitan. Satuannya dapat berbeda-beda pada setiap jenis alat ukur.

Pemrosesan gambar sunting

Pemrosesan gambar terkait dengan sifat cahaya tampak dengan indikator berupa sistem warna (hue, dapat berupa RGB maupun CMYK), value (tingkat kecerahan warna), dan chroma (tingkat kejenuhan warna). Pemrosesan gambar digunakan untuk membandingkan penampakan dari luar untuk menentukan kualitas dan ukuran bahan pertanian. Misal digunakan dalam sistem sortasi bunga yang baru dipanen dengan memperhatikan warna yang dimiliki bunga.

Sifat panas bahan pertanian sunting

Sifat panas pada bahan pertanian penting dalam berbagai proses pemanasan (misal pengeringan, dehidrasi, evaporasi, sterilisasi, pasteurisasi, dan perebusan) dan pendinginan (pembekuan, pengeringan beku, pendinginan) sehingga energi yang digunakan untuk melakukan proses tersebut optimal dan tidak banyak yang terbuang. Karena dalam pertanian industri, jumlah bahan pertanian yang diproses bisa sangat banyak.

Sifat panas yang diukur yaitu panas jenis, konduktivitas panas, dan difusivitas panas.

Panas jenis bahan pertanian sunting

Panas jenis adalah sejumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan temperatur satu unit massa sebanyak satu derajat. Panas jenis dalam satuan SI adalah kJ/kgK. Begitu panas jenis diketahui, jumlah panas yang dibutuhkan,  , untuk menaikan temperatur zat bermassa   dari temperatur awal   ke temperatur akhir,   dapat dihitung dengan rumus:

 

Berikut adalah tabel yang berisi nilai panas jenis beberapa bahan pertanian.[6]

Bahan Kadar air
(% basis basah)
Panas jenis
(kJ/kgK)
di atas titik beku
Panas jenis
(kJ/kgK)
di bawah titik beku
Avokad 65 3.30 1.66
Apel 75-85 3.72-4.02
Beras 12.0 1.65
Daging ayam 74 3.53 1.77
Daging domba muda 90 3.89
Daging kalkun 64 3.28 1.65
Daging sapi (otot 60%) 49 2.90 1.46
Daging sapi (otot 54%) 45 2.80 1.41
Gandum keras 9.2 1.55
Gandum lunak 9.0 1.57
Ham (otot 74%) 56 3.08 1.55
Ikan cod, fillet 80 3.68 1.85
Ikan tuna utuh 70 3.43 1.72
Jagung 14.7 2.03
Jamur 90 3.94
Jeruk 87 3.90 1.96
Kacang tanah dengan kulit 6 1.82 0.92
Kacang tanah dengan kulit, sangrai 2 1.72 0.87
Keju Cheddar 37 2.60 1.31
Keju Cottage 60-70 3.27
Kentang rebus 80 3.64
Kentang segar 75 3.52
Kentang, sup 88 3.94
Makaroni 12.5-13.5 1.84
Marshmallow 17 2.10 1.05
Mentega 16 2.07 1.04
Oat 12.0 1.67
Pecan 3 1.75 0.88
Pistachio segar 39 2.3
Pistachio kering 8 1.1
Persik segar 89 3.90 1.96
Plum segar 75-78 3.52
Susu (lemak 3.7%) 87 3.85 1.94
Tepung terigu 12-13.5 1.84
Tin kering 23 2.25 1.13
Tin segar 78 3.63 1.82
Tomat matang 94 4.03 2.02
Wortel 86-90 3.88 1.95

Metode penentuan panas jenis dapat dilakukan dengan persamaan empiris, metode pencampuran dengan kalorimeter, metode guarded-plate, dan metode kalorimeter penskalaan diferensial.

Persamaan empiris sunting

Dengan persamaan empiris Siebel[9] untuk temperatur di atas titik beku:

 

Untuk temperatur di bawah titik beku:

 

Dengan,

  adalah panas jenis (kJ/kgK) dan
  adalah kadar air bahan pertanian yang dinilai dalam bentuk rasio terhadap total massa bahan

Persamaan empiris lainnya yaitu persamaan Choi dan Okos.[6]:

 

dengan

  adalah fraksi massa air,
  adalah fraksi massa protein,
  adalah fraksi massa lemak,
  adalah fraksi massa karbohidrat, dan
  adalah fraksi massa abu

Persamaan lain dalam menentukan panas jenis bahan segar berdasarkan kadar air dan panas jenis bahan kering yang telah diketahui sebelumnya, yaitu:[10]

 

Di mana

  adalah panas jenis bahan kering (J/kgK),
  adalah panas jenis air (J/kgK), dan
  adalah kadar air basis basah bahan.

Persamaan empiris umum lainnya dapat ditemukan dengan variabel dan derajat error yang bervariasi, seperti persamaan Lamb dan Dominguez serta persamaan Heldman dan Singh.

Kalorimeter sunting

 
Kalorimeter

Setiap kalorimeter memiliki konstanta yang bervariasi, yang biasanya dikalibrasi secara periodik atau sebelum dilakukan pengujian. Kalorimeter bekerja dengan menggunakan prinsip pencampuran panas yang sangat efisien di mana panas yang keluar dari sistem sangatlah sedikit. Panas yang dihasilkan didapatkan dari pengukuran fluida yang digunakan di dalam kalorimeter, biasanya air, sebelum dan sesudah pengujian, dikalibrasikan dengan konstanta kalorimeter.

Metode guarded-plate sunting

Metode ini memanfaatkan plat logam yang mengelilingi dan memanaskan bahan pertanian.[11] Bahan pertanian dipanaskan dengan pemanasan listrik. Energi listrik yang dikeluarkan dibandingkan dengan perbedaan panas yang didapatkan bahan pertanian. Persamaam umum yang digunakan yaitu:

 

Dengan

  adalah panas yang dihasilkan (Joule, J),
  adalah panas jenis (kJ/kgK),
  adalah massa sampel (kg),
  adalah perubahan temperatur (K),
  adalah tegangan listrik (Volt),
  adalah kuat arus listrik (ampere),
  adalah waktu pemanasan (detik), dan
  adalah efisiensi pemanasan.

Konduktivitas panas sunting

Konduktivitas panas adalah parameter yang menunjukan kemampuan bahan untuk mentransmisikan panas dari satu titik ke titik lainnya dari bahan tersebut dalam satuan waktu tertentu. Pengetahuan dari sifat ini bermanfaat untuk berbagai aplikasi, di antaranya untuk menentukan waktu sterilisasi dari proses pengalengan bahan pangan, menentukan besarnya energi yang digunakan dalam proses pemanasan atau pendinginan, dan menentukan lama pendinginan/pembekuan. Besarnya nilai konduktivitas panas dari suatu bahan bergantung pada struktur fisik, densitas, temperatur, komposisi kimia (air, protein, lemak, dan sebagainya), dan fase bahan (padat, cair, atau gas).

Secara umum, konduktivitas diilustrasikan dengan persamaan:

 

di mana,

  adalah panas yang diberikan (Joule),
  adalah waktu (detik),
  adalah temperatur (K),
  adalah panjang atau tebal (m),
  adalah luas penampang (m2), dan
  adalah konduktivitas termal (W/mK).

Berikut adalah tabel konduktivitas dan difusivitas termal beberapa bahan pertanian:

Bahan Konduktivtas termal (W/mK) Difusivitas termal (m2/jam) Keterangan
Apel 0.342 0.000399 Kadar air 85% [12]
Beras 0.35 kadar air 15%[13]
Daging ayam 0480-0.488 [14]
Daging babi, paha 1.23 kadar lemak 6%, kadar air 72%, temperatur -8oC tegak lurus dengan ruas otot[15]
Daging babi, paha 1.41 kadar lemak 6%, kadar air 72%, temperatur -8oC sejajar dengan ruas otot[15]
Daging babi strip loin 0.388 0.000372 [15]
Daging sapi cincang 0.452 kadar lemak 3%, kadar air 74.6%[16]
Gandum, biji 0.129 0.000307 kadar air 10.3%[17]
Grapefruit, daging buah 0.462 [18]
Grapefruit, kulit buah 0.237 [18]
Jagung pipil curah 0.159 0.000326 kadar air 14.7%[17]
Jeruk Valencia, daging buah 0.435 [18]
Jeruk Valencia, kulit buah 0.179 [18]
Kacang merah 0.102 Kadar air 11.5%[19]
Kayu oak 0.208 0.000380 tegak lurus serat kayu[20]
Kayu oak 0.342 0.000640 sejajar serat kayu[20]
Kayu pinus 0.104 0.000270 tegak lurus serat kayu[20]
Kayu pinus 0.242 0.000622 sejajar serat kayu[20]
Kedelai curah 0.106 kadar air 11.2%[21]
Keju cheddar 0.310 kadar air 37%[22]
Keju mozarella 0.370 kadar air 45.4%[22]
Kentang 0.648 0.000616 [23]
Krim 0.310 kadar lemak 47.5%, kadar air 48%[24]
Mentega 0.210 kadar air 16.5%[22]
Minyak jagung 0.170 [25]
Minyak kacang tanah 0.167 [26]
Persik segar 0.581 0.000504 kadar air 89%[14][27]
Pistachio, tunggal 0.112 kadar air 10%[28]
Pistachio, curah 0.030 kadar air 10%[28]
Susu 0.550-0.580 Kadar lemak 3.7%, kadar air 83%[27]
Susu skim 0.573 kadar air 89.9%[24]
Susu skim bubuk 0.258 kadar air 4%[29]
Tin kering 0.310 0.000306 kadar air 40% [27]

Referensi sunting

  1. ^ Mohsenin, Nuri N. (1965). Terms, Definitions, and Measurements Related to Mechanical Harvesting of Selected Fruits and Vegetables. Pennsylvania State University. 
  2. ^ Bonnesen, Tommy; Fenchel, Werner (1948). Theorie der konvexen Körper. ISBN 0-8284-0054-7. 
  3. ^ a b Ogunlela, A. O. "Some Rheological and Frictional Properties of Soils and Agricultural Grains" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 19 September 2013. 
  4. ^ Suastawa, I Nengah (2005). Sifat dan Fenomena Aero-Hidrodinamika. Institut Pertanian Bogor. 
  5. ^ a b c d e f g h Gürsoy, S.; Güzel, E. (2010). "Determination of Physical Properties of Some Agricultural Grains" (PDF). Research Journal of Applied Sciences, Engineering, and Technology. Maxwell Scientific Organization. 2 (5): 492–498. ISSN 2040-7467. Diakses tanggal 18 September 2013. 
  6. ^ a b c d e f Stroshine, Richard L. (1998). Physical Properties of Agricultural Material and Food Products (PDF). Purdue University. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-08-29. Diakses tanggal 19 September 2013. 
  7. ^ Clover, Thomas J. Pocket Ref. Littleton, Colorado: Sequoia Publishing, Inc., 1998.
  8. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-04-12. Diakses tanggal 2013-09-18. 
  9. ^ Smith, P.G. (2011). Introduction to Food Process Engineering, 2nd ed. Springer. ISBN 978-1-4419-7661-1. Diakses tanggal 19 September 2013. 
  10. ^ Jiřičková, Milena; Pavlík, Zbyšek; Černý, Robert (2006). "Thermal Properties of Biological Agricultural Materials" (PDF). Diakses tanggal 20 September 2013. 
  11. ^ Zarr, Robert R.; Healy, William (2002). "Design Concepts for a New Guarded Hot Plate Apparatus for Use Over an Extended Temperature Range" (PDF). Insulation Materials; Testing and Applications. ASTM International. ISBN 0-8031-2898-3. Diakses tanggal 19 September 2013. 
  12. ^ Bennett, A.H.; Chace, Jr, W.G.; Cubbedge, R.H. (1969). "Heat Transfer Properties and Characteristics of Appalachian Area "Red Delicious" Apples". ASHRAE Transactions. 75: 133–142. 
  13. ^ Kameoka, T.; Odaka, S. (1986). Thermal Conductivity of Rough Rice. China Academic Publishers. 
  14. ^ a b Sweat, V.E.; Haugh, C.G. (1974). "A Thermal COnductivity Probe for Small Food Samples". Transactions of ASAE. 17 (1): 56–58. 
  15. ^ a b c Lentz, C.P. (1961). "Thermal Conductivity of Meats, Fats, Gelatin Gels, and Ice". Food Technology. 15 (5): 243–247. 
  16. ^ Baghe-Khandan, M.S.; Okos, M.R.; Sweat, V.E. (1982). "The Thermal Conductivity of Beef as Affected by Temperature and Composition". Transactions of ASAE. 25 (4): 1118–1122. 
  17. ^ a b Kazarian, E.A.; Hall, C.W. (1965). "Thermal Properties of Grain". Transactions of ASAE. 8 (1): 33–48. 
  18. ^ a b c d Bennett, A.H.; Chace, Jr, W.G.; Cubbedge, R.H. (1964). "Thermal Conductivity of Valencia Orange and Marsh Grapefruit Rind and Juice Vesicles". ASHRAE Transactions. 70: 256–259. 
  19. ^ Zuritz, C.A.; Sastry, S.K.; McCoy, S.C.; Murakami, E.G.; Blaisdell, J.L. (1989). "A Modified Fitch Device for Measuring the Thermal Conductivity of Small Food Particles". Transactions of ASAE. 32 (2): 711–718. 
  20. ^ a b c d Kreith, F. (1967). Principles of Heat Transfer. Scranton, Pennsylvania: International Textbook Company. 
  21. ^ Jasansky, A.; Bilanski, W.K. (1973). "Thermal Conductivity of Whole and Ground Soybeans". Transactions of ASAE. 16 (1): 100–103. 
  22. ^ a b c Sweat, V.E.; Parmelee, C.E (1978). "Measurement of Thermal Conductivity of Dairy Products and Margarines". Journal of Food Process Engineering. 2: 187–197. 
  23. ^ Chen, Der-Sheng. A New Method for HTST Sterilization of Particulate Foods, a Ph. D. Thesis. Purdue University, W. Lafayette, Indiana. 
  24. ^ a b Spells, K.E. (1961). "Thermal COnductivity of Some Biological Fluids". Physics in Medicine and Biology. 5 (2): 139–153. 
  25. ^ Lewis, M.J. (1987). Physical Properties of Foods and Food Processing Systems. Deerfield Beach, Florida: VCH Publishers. 
  26. ^ Charm, S.E. (1971). The Fundamentals of Food Engineering. AVI Publishing Company. 
  27. ^ a b c ASHRAE (1989). Thermal Properties of Foods, dalam ASHRAE Handbook of Fundamentals. American Society of Heating, Refrigerating, and Air COnditioning Engineers, Atlanta, Georgia. 
  28. ^ a b Hsu, M.H.; Mannapperuma, J.D.; Singh, R.P. (1991). "Physical and Thermal Properties of Pistachios". Journal of Agricultural Engineering Research. 49: 311–321. 
  29. ^ Farrall, A.W.; Chen, A.C.; Wang, P.Y.; Dhanak, A.M.; Hendrick, T.I.; Heldman, D.R. (1970). "Thermal Conductivity of Dry Milk in a Packed Bed". Transactions of ASAE. 13 (3): 391–394. 

Bahan bacaan terkait sunting

Pranala luar sunting

Contoh penelitian sunting