Lintah

subkelas dari cacing bersegmen

Lintah adalah kelompok hewan dalam keluarga cacing beruas (Annelida) yang berbadan pipih serta memiliki alat pengisap darah di ujung kepala dan ujung ekornya. Sekitar tiga perempat spesies lintah hidup sebagai parasit yang mengisap darah inangnya, sedangkan sisanya merupakan pemangsa. Secara taksonomi, hewan ini dikelompokkan sebagai subkelas Hirudinea. Hewan ini berkerabat dengan Oligocheata (seperti cacing tanah) yang sama-sama memiliki tubuh lunak, berotot, beruas, dapat memendek serta memanjang, memiliki klitelum, serta bersifat hermafrodit. Lintah dibedakan dari kerabatnya tersebut oleh kedua alat pengisapnya, serta oleh ketaksesuaian antara cincin-cincin tubuh luarnya dengan ruas-ruas tubuh dalamnya. Tubuhnya berotot dan relatif padat. Berbeda dengan Annelida lainnya yang memiliki selom (rongga tubuh) berukuran besar, selom lintah telah berubah menjadi saluran-saluran kecil.

Lintah
Rentang waktu: Perem Tengah–kini
(+ potensi catatan fosil dari seri Virgilium/sub-kala Kasimovium)
Hirudo medicinalis mengisap darah
Helobdella sp.
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Domain: Eukaryota
Kerajaan: Animalia
Filum: Annelida
Klad: Pleistoannelida
Klad: Sedentaria
Kelas: Clitellata
Subkelas: Hirudinea
Lamarck, 1818

Kebanyakan lintah hidup di habitat air tawar, sementara sebagian kecil hidup di darat atau di air laut. Spesies yang paling umum dikenal di antaranya adalah lintah medis (Hirudo medicinalis) yang bersifat hematofagus (pemakan darah). Spesies ini melekatkan pengisapnya di tubuh inang, lalu mengeluarkan senyawa peptida bernama hirudin untuk mencegah penggumpalan darah sebelum mengisapnya. Spesies ini memiliki rahang untuk menembus kulit inangnya, sedangkan sebagian spesies lain memiliki probosis (semacam belalai) yang dapat dijulurkan dan menusuk kulit seperti tombak. Sebagian kecil spesies lintah tidak mengisap darah tetapi memangsa hewan-hewan avertebrata kecil.

Lintah berkembang biak dengan bertelur dan menyimpan telur-telurnya dalam sarung khusus; lintah air tawar biasanya melekatkan telur ini ke suatu benda di bawah permukaan air. Salah satu kelompok lintah air tawar, Glossiphoniidae, mengerami telurnya. Lintah darat sering meletakkan sarung telurnya di tempat tersembunyi di bawah kayu, dalam celah-celah, atau di tanah yang lembap. Hampir 700 spesies lintah telah diketahui; sebagian besar lintah hidup di air tawar, selebihnya sekitar 100 hidup di air laut dan sekitar 90 hidup di darat.

Hingga abad ke-19, lintah umum digunakan untuk mengisap darah pasien. Dalam ilmu pengobatan di berbagai budaya sejak zaman kuno, hal ini dianggap dapat menyembuhkan penyakit-penyakit tertentu. Dalam bidang kedokteran modern, penggunaan lintah dibatasi untuk mengobati beberapa penyakit sendi seperti epikondilitis dan osteoartritis, varikosa, dan untuk pemulihan setelah bedah mikro. Hirudin yang dihasilkan lintah digunakan sebagai obat antikoagulan untuk menyembuhkan beberapa kelainan terkait penggumpalan darah.

Ragam dan asal usul

 
Haemadipsa zeylanica, lintah darat yang ditemukan di daerah pegunungan Jepang
 
Placobdelloides siamensis, lintah yang hidup sebagai parasit bagi kura-kura di Thailand. Kiri: sisi dorsal (punggung), kanan: sisi ventral (perut) beserta banyak anak lintah.[1]

Sekitar 680 spesies lintah telah dideskripsikan; sekitar 100 di antaranya hidup di laut, 90 di darat, dan sisanya hidup di air tawar.[2][3] Lintah terkecil memiliki panjang 1 cm, sedangkan lintah terbesar, yaitu lintah raksasa amazon (Haementeria ghilianii) dapat mencapai panjang 30 cm. Lintah dapat ditemukan di seluruh benua, kecuali Antarktika,[2] tetapi paling banyak ditemukan di danau-danau dan kolam-kolam di daerah beriklim sedang di paruh Bumi utara. Kebanyakan lintah air tawar lebih menyukai daerah pinggir danau atau kolam yang tenang, dangkal, dan ditumbuhi tumbuhan, atau genangan dekat sungai atau aliran air lambat, dan hanya sedikit yang mampu bertahan di air deras. Lintah dapat ditemui dengan kepadatan tinggi di tempat-tempat yang cocok, seperti misalnya 10.000 ekor lintah per m2 yang tercatat di lingkungan air penuh polutan organik di Illinois, Amerika Serikat. Beberapa spesies melakukan estivasi (tidak aktif atau dorman pada musim kemarau) dan mampu bertahan hidup walaupun kehilangan 90% bobot tubuhnya.[4] Di antara lintah air tawar terdapat kelompok Glossiphoniidae, hewan yang berbentuk pipih dan bertindak sebagai parasit di tubuh hewan seperti kura-kura, dan merupakan satu-satunya hewan Annelida yang mengerami telurnya dan membawa anak-anaknya di bagian bawah tubuhnya.[5]

Anggota kelompok lintah darat Haemadipsidae umumnya merupakan hewan asli daerah tropis dan subtropis,[4] sedangkan kelompok Hirudinidae yang hidup di air memiliki jangkauan yang lebih luas di seluruh dunia. Kedua kelompok ini memperoleh makanannya dari mengisap darah mamalia, termasuk manusia.[4] Sementara itu, ikan adalah inang utama untuk famili Piscicolidae, yang hidup di air laut atau tawar dan memiliki tubuh berbentuk silinder dan pengisap berbentuk corong.[6] Tidak semua lintah mengisap darah; kelompok Erpobdelliformes, yang hidup di air maupun bersifat amfibi, merupakan karnivora dan memiliki mulut tak bergigi yang cukup besar untuk menelan bulat-bulat berbagai larva, moluska, dan hewan-hewan Annelida.[7] Sementara itu, lintah menjadi mangsa ikan, burung, dan sejumlah avertebrata.[8]

Seluruh lintah digolongkan dalam subkelas Hirudinea, yang berasal dari bahasa latin hirudo atau hirudinis, yang berarti lintah.[9] Nama ini berasal dari nama Les hirudinées yang diberikan ahli alam Prancis Jean-Baptiste Lamarck pada 1818.[10] Imbuhan -bdella yang sering muncul di nama kelompok-kelompok lintah berasal dari kata Yunani βδέλλα bdella, yang juga berarti lintah.[11] Dalam taksonomi tradisional, kelompok lintah dibagi ke dalam dua infrakelas, yaitu Acanthobdellidea dan Euhirudinea.[12] Euhirudinea (secara harfiah berarti "lintah sejati") memiliki pengisap di ujung kepala dan ujung ekornya, dan secara tradisional dibagi menjadi dua kelompok yaitu "Rhynchobdellida" yang memiliki probosis ("belalai"), dan sisanya digolongkan sebagai "Arhynchobdellida" ("yang tanpa probosis"), termasuk sejumlah spesies yang memiliki rahang.[13]

Pohon filogenetika lintah dan kerabat-kerabatnya dalam kelompok Annelida di bawah ini berasal dari analisis molekul terhadap susunan DNA pada tahun 2019. Dua kelompok yang sebelumnya dianggap kelas, "Oligochaeta" (termasuk cacing tanah) dan "Polychaeta", adalah kelompok parafiletik, yaitu kelompok yang baru bisa menjadi klad sempurna jika digabungkan dengan kelompok-kelompok di bawahnya dalam pohon filogenetika tersebut. Kelompok Branchiobdellida adalah kerabat terdekat dari klad lintah, yaitu Hirudinida, yang isinya kurang lebih sama dengan subkelas tradisional Hirudinea, tetapi tidak sama persis. Kelompok utama lintah adalah Rhynchobdellida and the Arhynchobdellida, yang keduanya bergabung membentuk sebuah klad yang juga setingkat dengan kelompok lintah lain, Acanthobdella.[13]

Annelida

"Polychaeta" (kecuali "Oligochaeta")  

Clitellata

"Oligochaeta" (kecuali Lumbriculidae)  

Lumbriculidae  

Branchiobdellida

 

simbion
Hirudinida

Acanthobdella  

Euhirudinea
Arhynchobdellida

Erpobdellidae  

Hirudiniformes  

Rhynchobdellida

Glossiphoniidae  

Oceanobdelliformes

Piscicolidae  

ektoparasit

Ozobranchidae  

parasit

Evolusi

 
Fosil yang kemungkinan berasal dari lintah zaman Silur di Wisconsin, Amerika Serikat

Kelompok paling tua dalam Annelida adalah Polychaeta, yang terbentuk melalui evolusi pada zaman Kambrium dan banyak ditemukan di Serpih Burgess sekitar 500 juta tahun lalu. Oligochaeta berevolusi dari Polychaeta dan kelompok lintah berevolusi dari Oligochaeta. Spesies-spesies Oligochaeta maupun lintah tidak memiliki bagian keras sehingga jarang menjadi fosil.[14] Fosil lintah tertua yang ditemukan berasal dari zaman Jura sekitar 150 juta tahun lalu, tetapi sebuah fosil hewan Annelida yang tampaknya memiliki sebuah pengisap berukuran besar ditemukan di Wisconsin pada tahun 1980-an. Jika fosil ini berasal dari seekor lintah, hal ini mengindikasikan adanya riwayat evolusi kelompok ini sejak sekitar 437 juta tahun lalu, yaitu pada zaman Silur.[15][16]

Anatomi dan fisiologi

Semua anggota kelompok lintah menunjukkan kemiripan sangat tinggi dalam morfologinya, dan sangat berbeda dari anggota Annelida lainnya yang umumnya berbentuk silinder dengan selom (rongga tubuh) tunggal berisi cairan. Dalam tubuh lintah, selom telah berubah menjadi empat saluran yang membujur di tubuhnya, dan bagian dalam tubuhnya berisi dermis yang padat yang memisahkan organ-organ. Umumnya tubuh lintah berbentuk pipih di lokasi dorsal (punggung) dan ventral (perut) dan mengecil di ujung anterior (depan) dan posterior (belakang/ekor). Selain otot-otot longitudinal (membujur) dan sirkular (melingkar) di dinding tubuh, lintah juga memiliki otot diagonal yang membuatnya mampu melenturkan tubuhnya dalam berbagai bentuk. Kebanyakan lintah memiliki pengisap di ujung anterior (kepala) dan posterior (ekor), tetapi sebagian lintah primitif hanya memiliki satu pengisap di ekor.[4][17]

 
Penampang lintang tubuh lintah yang menunjukkan anatominya: tubuhnya berupa padatan, selom (rongga tubuh) hanya tersisa sebagai empat saluran. Lintah memiliki otot-otot sirkular, longitudinal, dan diagonal sehingga tubuhnya kuat dan lentur.

Seperti anggota Annelida lainnya, lintah adalah hewan beruas, tetapi ruas-ruas tubuh lintah tertutup oleh anulus atau cincin di bagian luar tubuhnya.[18] Permukaan tubuh lintah terbagi menjadi 102 cincin,[19] sedangkan tubuhnya hanya memiliki 33 ruas. Lima ruas terdepan digolongkan sebagai kepala, tempat beradanya otak anterior, oselus dorsal (mata sederhana) serta pengisap di bagian ventral. Sebanyak 21 ruas selanjutnya merupakan pertengahan tubuh, yang masing-masing memiliki ganglion saraf, dan secara keseluruhan memiliki organ reproduksi (gonopori), yaitu sebuah organ betina serta testis sebanyak sembilan pasang. Tujuh ruas terakhir ditempati otak posterior dan melebur bersama membentuk pengisap bagian ekor.[4]

Dinding tubuh lintah terdiri dari sebuah lapisan kutikula (kulit ari), sebuah lapisan epidermis (kulit luar), dan sebuah lapisan tebal yang terdiri dari jaringan ikat berserat yang juga ditempati otot-otot sirkular, diagonal, dan longitudinal. Lintah juga memiliki otot dorsoventral. Keempat saluran pengganti selom membujur di sepanjang tubuh lintah, dan dua saluran utamanya berada di sisi kiri dan kanan. Saluran ini menggantikan fungsi sistem hema (pembuluh darah) yang ada di anggota Annelida lainnya. Epitelium yang melapisi saluran ini terdiri dari sel kloragogen yang digunakan untuk menyimpan nutrisi dan dalam ekskresi (pembuangan). Lintah memiliki 10 hingga 17 metanefridium (sejenis organ ekskresi) di bagian pertengahan tubuh. Umumnya, kotoran dari organ-organ ini mengalir lewat sebuah saluran menuju sebuah kandung kemih, lalu dibuang melalui sebuah bukaan yang disebut nefridiopori.[4]

Reproduksi dan pertumbuhan

Lintah bersifat hermafrodit protandri, artinya organ reproduksi jantannya yaitu testis matang terlebih dahulu sebelum ovarium. Sepasang lintah berkopulasi dengan menjajarkan tubuh mereka dengan kepala satu lintah searah dengan ekor lintah lainnya, dan bersentuhan di daerah klitelum sehingga gonopori jantan salah satu lintah menyentuh gonopori betina lintah lainnya. Sebuah spermatofora berisi sperma dikeluarkan dari penis menuju gonopori betina, dan sperma yang dikandungnya kemudian dipindahkan ke vagina dan kemungkinan disimpan di sana.[4]

Sebagian lintah tanpa rahang (Rhynchobdellida) dan lintah tanpa probosis (Arhynchobdellida) tidak memiliki penis sehingga berkopulasi dengan suntikan hipodermik. Sepasang lintah saling melilitkan tubuh mereka dan "mencengkeram" satu sama lain dengan pengisapnya. Sebuah spermatofora disuntikkan dari salah satu lintah melalui integumen lintah lainnya, biasanya di daerah klitelum. Sperma kemudian dilepas dan mengalir menuju kantong telur, kadang melalui saluran pengganti selom maupun melalui jalur jaringan-jaringan khusus.[4]

Sekian waktu setelah kopulasi, lintah mengeluarkan telur-telur yang kecil dan relatif tanpa kuning telur. Dalam kebanyakan spesies, sebuah sarung yang berisi albumin disekresikan oleh klitelum dan diisi satu atau banyak telur saat melewati gonopori betina.[4] Contohnya, spesies Erpobdella punctata di Amerika Utara menghasilkan sekitar sepuluh sarung yang masing-masing berisi sekitar lima telur.[20] Lintah air menempatkan sarung ini di sebuah benda yang tenggelam di bawah air, sedangkan lintah darat menempatkannya di bawah batu atau di tanah yang lembap. Sarung telur Hemibdella soleae ditempelkan ke seekor ikan yang menjadi inang.[4][21] Kelompok Glossiphoniidae mengerami telurnya dengan menempatkan sarung telur di permukaan substrat dan menutupinya dengan bagian ventral tubuhnya, atau dengan melekatkan sarung telur ke permukaan perutnya. Kelompok ini bahkan menggendong anak-anaknya yang baru lahir untuk mencari makanan pertamanya.[22]

Saat musim kawin, kebanyakan lintah air laut meninggalkan inangnya dan hidup bebas di kawasan estuari. Lintah-lintah tersebut mengeluarkan sarung telurnya di sana, induknya mati setelah itu (dalam kebanyakan spesies). Saat telurnya menetas, anak-anak lintah mencari calon-calon inang saat mereka mendekati pantai.[22] Kebanyakan lintah memiliki daur hidup tahunan atau setengah tahun.[4]

Makanan dan pencernaan

 
Bekas gigitan lintah di pangkal puting sapi perah

Sekitar tiga perempat spesies lintah bersifat parasit yang mengisap darah inangnya, sedangkan sisanya merupakan predator. Sebagian lintah memiliki faring yang dapat dijulurkan, yang disebut probosis atau belalai, dan sebagian lain memiliki faring yang tidak dapat dijulurkan, yang kadang dilengkapi rahang.[4]

Lintah tanpa probosis dapat memiliki rahang di bagian depan mulutnya, dan memiliki tiga gigi yang membentuk sebuah sudut tertentu. Saat mengisap darah, ketiga gigi ini menusuk kulit inang, menorehkan bekas berbentuk huruf Y. Mulut lintah berada di bagian ventral di ujung anterior. Mulut ini terhubung dengan faring, esofagus, tembolok (pada beberapa spesies), lambung, dan usus belakang yang terhubung dengan anus yang terletak di atas pengisap ekor. Lambung lintah dapat berbentuk silinder sederhana, sedangkan tembolok (jika ada) adalah pembesaran usus di bagian tengah yang terdiri dari beberapa pasang sekum (usus buntu) yang menyimpan darah yang telah dicerna. Lintah mengeluarkan senyawa hirudin yang bersifat antikogulan (pencegah menggumpalnya darah) sehingga darah dapat dicerna sebelum menggumpal.[4] Sebagian lintah mengisap darah manusia atau mamalia lainnya, sedangkan lintah lain mengisap darah hewan-hewan lainnya, seperti ikan, kura-kura, dan burung.[23] Seekor lintah medis dewasa dapat mencukupi kebutuhannya dengan hanya mengisap darah dua kali setahun, dan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mencerna darah yang diisapnya.[17]

Lintah predator memiliki tubuh yang mirip, tetapi banyak yang memiliki sebuah probosis alih-alih rahang. Probosis ini normalnya disimpan di dalam mulut, dan digunakan untuk menyerang mangsa seperti sebuah tombak. Lintah-lintah ini menggunakan strategi menunggu dan menyergap mangsanya jika kesempatan muncul.[24] Makanan predator-predator ini adalah avertebrata kecil seperti siput, cacing tanah, dan larva serangga. Mangsa tersebut kemudian diisap dan ditelan bulat-bulat. Sebagian Rhynchobdellida mengisap jaringan-jaringan lunak mangsanya sehingga dapat dikatakan bersifat pertengahan antara predator dan pengisap darah.[4]

 
Seekor lintah menyerang mangsanya.

Saat lintah sedang lapar, hewan ini menggunakan pengisap anteriornya untuk mengisap darah inangnya. Begitu pengisap ini terpasang, lintah menggunakan daya isap serta mukosa untuk tetap melekat, dan menyuntikkan hirudin ke dalam aliran darah inang. Umumnya, lintah pengisap darah tidak memiliki inang tetap, dan melepaskan dirinya setelah selesai makan tanpa menimbulkan akibat berarti bagi inangnya. Namun, sebagian lintah air laut terus melekat kepada inangnya sampai saatnya kawin. Jika seekor inang memiliki banyak lintah seperti ini, hal tersebut bisa membahayakan inang tersebut hingga dapat menyebabkan kematian.[22]

Salah satu sifat lintah yang tidak umum adalah tidak adanya enzim amilase, lipase, dan endopeptidase.[4] Akibat ketiadaan endopeptidase, mekanisme pencernaan protein tidak bisa dilakukan seperti kebanyakan hewan lain yang menggunakan endopeptidase untuk memecah protein menjadi molekul-molekul peptida yang kemudian diuraikan oleh eksopeptidase.[25] Namun, lintah memiliki eksopeptidase dalam ususnya yang berfungsi memisahkan asam amino satu per satu dari molekul panjang protein, kadang dibantu enzim protease dari bakteri-bakteri yang hidup sebagai endosimbion di usus belakangnya.[26] Strategi pencernaan yang mengandalkan eksopeptidase ini merupakan hasil evolusi yang membedakan Hirudinea dengan Oligocheata, dan mungkin menyebabkan lambatnya pencernaan lintah.[4]

Kekurangan enzim pencernaan dan vitamin B kompleks dalam lintah digantikan oleh enzim-enzim dan vitamin-vitamin yang dihasilkan mikroflora yang berendosimbiosis dengan lintah. Dalam lintah medis, zat-zat tersebut dihasilkan oleh dua bakteri yang bersimbiosis mutualisme dengan lintah, yaitu Aeromonas veronii dan sebuah spesies Rikenella yang belum tercirikan. Lintah yang tak mengisap darah (seperti Erpobdella punctata) adalah inang bagi tiga bakteria yang bersimbiosis, yaitu spesies dari Pseudomonas, Aeromonas, dan Klebsiella. Bakteri ini disebarkan dari induk lintah ke anaknya saat pembentukan sarung telur.[25]

Sistem saraf

 
Diagram sederhana sistem saraf lintah medis

Sistem saraf lintah terdiri dari beberapa sel saraf berukuran besar sehingga banyak digunakan sebagai organisme model untuk penelitian sistem saraf avertebrata. Saraf utama (yang kadang dibandingkan dengan otak) terletak di bagian depan, yang terdiri dari gumpalan jaringan saraf di bagian prostomium (di depan mulut), ganglion terdepan ("supraesofagus"), dan ganglion empat ruas berikutnya yang menyatu membentuk satu ganglion besar ("subesofagus"). Sebuah tali saraf membujur dari "otak" ini di dalam salah satu saluran pengganti selom (tepatnya saluran bagian ventral/perut), dengan 21 pasang ganglion di ruas ke-6 hingga ruas ke-26. Di ruas ke-27 hingga ke-33, pasangan-pasangan ganglion lainnya menyatu membentuk ganglion ekor (kaudal).[4] Beberapa sel indra terhubung langsung ke ganglion otak, tetapi ada juga sel indra dan sel saraf penggerak yang terhubung ke ganglion tali di bagian ventral yang ada di setiap ruas.[17]

Berbagai spesies lintah memiliki antara dua hingga sepuluh alat penglihatan sederhana yang disebut oselus bintik pigmen, tersusun berpasangan di bagian depan tubuhnya. Selain itu ada papila indra yang tersusun dalam sebuah barisan di sebuah anulus di setiap ruas. Setiap papila mengandung banyak sel indra. Sebagian lintah Rhynchobdellida memiliki kemampuan mengganti warna secara drastis dengan memindahkan pigmen di sel-sel kromatofora. Proses ini dikendalikan oleh sistem saraf tetapi fungsinya tidak jelas karena perubahan warna ini tidak terlihat terkait dengan warna di sekelilingnya.[4]

Lintah dapat mendeteksi sentuhan, getaran, gerakan benda-benda yang dekat, serta zat-zat kimia yang dilepaskan inangnya. Lintah air tawar dapat merayap atau berenang menuju seekor calon inang yang berada di kolamnya dalam waktu beberapa detik. Spesies yang membutuhkan inang berdarah panas cenderung bergerak menuju benda yang lebih hangat. Banyak lintah menghindari cahaya, tetapi sebagian lintah pengisap darah bergerak menuju cahaya saat mereka ingin makan, kemungkinan untuk meningkatkan peluang menemukan inang.[17]

Pertukaran gas

Lintah hidup di lingkungan yang lembap dan umumnya melakukan respirasi melalui kulitnya. Kelompok Piscicolidae adalah satu-satunya pengecualian: tonjolan lateral (menuju sisi kiri dan kanan) dari dinding tubuh membentuk insang. Sebagian anggota Rhynchobdellida memiliki pigmen hemoglobin di luar sel yang mampu mengangkut oksigen, tetapi ini hanya mencukupi untuk setengah dari kebutuhan pengangkutan oksigen di tubuh lintah, sementara sisanya terjadi melalui difusi.[4]

Gerakan

Lintah bergerak menggunakan otot longitudinal dan sirkularnya, dan gerakannya merupakan adaptasi dari gerakan peristalsis yang ada pada Annelida lain seperti cacing tanah, yaitu mendorong diri sendiri dengan cara berseling mengontraksikan (menegangkan dan memendekkan) lalu memanjangkan bagian tubuhnya (lihat ilustrasi di bawah). Lintah menggunakan kedua pengisapnya (yang terletak di ujung depan dan ujung ekor tubuhnya) untuk bergerak kedepan dengan bergelung. Dalam gerakan ini, pengisap ekor dilekatkan ke sebuah permukaan, lalu bagian depan tubuhnya dijulurkan oleh gerakan peristalsis otot-otot sirkularnya hingga pengisap depan menyentuh permukaan sejauh mungkin di depan. Selanjutnya, ujung belakang dilepaskan dan ditarik oleh otot-otot longitudinal sehingga ekornya maju dan dapat melekat di permukaan dekat ujung depan. Kemudian ujung depan dilepas lagi dan gerakan sebelumnya diulangi, dan demikian seterusnya.[17][27] Lintah dapat menjelajahi daerah sekitarnya dengan menggerakkan kepalanya atau melambaikan tubuhnya.[28] Kelompok Hirudinidae dan Erpobdellidae dapat berenang dengan cepat menggunakan gerakan naik turun seperti gelombang, sedangkan kelompok Glossiphoniidae merupakan perenang yang buruk dan akan menggulung dan tenggelam ke dasar jika diganggu.[29]

Interaksi dengan manusia

 
Lintah dapat dilepas dengan ditarik langsung, karena gigitannya tidak mencapai ke bawah kulit dan kepalanya tidak akan tertinggal di tempat gigitan.[30][31]

Gigitan

Gigitan lintah biasanya hanya mengejutkan saja dan tidak berbahaya untuk manusia.[32] Tindakan yang disarankan adalah melepaskan lintah, menghentikan keluarnya darah, dan menghindari infeksi.[33] Segelintir orang memiliki reaksi alergi atau anafilaksis sehingga membutuhkan perawatan medis secepatnya. Di antara gejala reaksi ini adalah bisul merah atau bintil yang terasa gatal di sekujur tubuh, bengkak-bengkak di sekitar bibir atau mata, perasaan pusing atau ingin pingsan, dan kesulitan bernapas.[32] Seekor lintah yang melekat di kulit luar akan melepaskan diri setelah kenyang, yang dapat dicapai setelah 20 menit hingga 2 jam.[32] Air garam telah terbukti dapat mempercepat lepasnya lintah, tetapi dapat menyebabkan masuknya darah dari lintah ke tubuh manusia sehingga meningkatkan risiko infeksi.[33] Perdarahan dari luka yang ditimbulkan dapat berlanjut setelah lintah melepaskan diri,[32] yang dapat dihentikan dengan perban atau obat penghenti perdarahan.[33] Jika lintah mengisap di bagian dalam tubuh, seperti bagian dalam hidung, ada kemungkinan diperlukan tindakan medis.[34]

Bakteri, virus, dan parasit dari darah sebelumnya yang diisap lintah dapat bertahan selama beberapa bulan di tubuh lintah, tetapi hanya sedikit kasus penularan patogen melalui lintah yang pernah dilaporkan. Beberapa contoh yang pernah dilaporkan melibatkan Streptococcus, Clostridium tetani, virus demam babi klasik, dan Aeromonas. Namun, dalam penggunaan lintah medis untuk pengobatan (dijelaskan di bagian selanjutnya), infeksi cukup sering terjadi, terutama infeksi Aeromonas hydrophila yang hidup dalam simbiosis di saluran pencernaan lintah.[23][35]

Terdapat banyak kepercayaan bahwa liur lintah mengandung senyawa anestesia yang dapat menghilangkan rasa sakit di bagian yang digigit, tetapi hal ini belum pernah dibuktikan.[36] Zat seperti morfin telah ditemukan dalam berbagai lintah, tetapi hanya di jaringan saraf dan bukan di kelenjar liur. Zat tersebut digunakan oleh lintah untuk mengatur sel imun (kekebalan) dan bukan untuk membius daerah gigitan di inang.[37] Kekuatan gigitan lintah berbeda-beda, dapat cukup menyakitkan atau hampir tidak terasa oleh inang, tergantung spesies dan ukuran lintah yang menggigit.[38][39]

Dalam pengobatan

Beberapa spesies lintah, termasuk lintah yang disebut lintah medis atau Hirudo medicinalis, telah digunakan untuk membuang darah dengan tujuan pengobatan sejak 2.500 tahun yang lalu. Teks Ayurweda menjelaskan penggunaan lintah untuk pembuangan darah di India Kuno. Di Yunani Kuno, pembuangan darah dilakukan berdasarkan teori humor yang pada waktu itu merupakan teori utama pengobatan di Yunani, dan ditulis di Koleksi Hipokratik dari abad ke-5 SM. Menurut teori ini, kesehatan seseorang tergantung dari keseimbangan antara empat humor yaitu darah, empedu kuning, empedu hitam, dan flegma (ingus). Jika seorang tabib menganggap pasien memiliki terlalu banyak darah sehingga menganggu keseimbangan, lintah digunakan untuk membuangnya.[40][41]

Plinius Tua (23/24–79 M) menulis bahwa lintah juga digunakan untuk pengobatan di Romawi Kuno, khususnya untuk mengobati pirai sehingga ada pasien yang sampai kecanduan.[42] Dalam bahasa Inggris kuno, kata untuk lintah adalah lǣce juga digunakan untuk menyebut seorang tabib, dan ilmu pengobatan disebut juga lǣcecraft (bahasa Inggris modern: leechcraft) atau "ilmu/keterampilan lintah".[43][44]

Puisi karya William Wordsworth pada tahun 1802, Resolution and Independence (Kebulatan Tekad dan Kemandirian), menggambarkan para pemungut lintah di Britania yang menjelajahi negara tersebut untuk menangkap lintah liar. Akibat aktivitas tersebut, keberadaan lintah menurun drastis kecuali di tempat seperti Romney Marsh. Pada tahun 1863, rumah sakit di Britania sudah berganti mengandalkan impor sebagai sumber lintahnya. Sekitar tujuh juta ekor lintah diimpor ke ibu kota London pada tahun itu.[43]

Pada abad ke-19, kebutuhan lintah terus meningkat hingga peternakan lintah (hirudikultura) dapat menjadi usaha yang menguntungkan.[45] Penggunaan lintah menurun drastis seiring ditinggalkannya teori humor dalam dunia pengobatan, tetapi pada tahun 1980-an penggunaan ini sedikit mencuat dengan adanya bedah mikro, operasi bedah yang menggunakan mikroskop. Operasi ini dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah akibat kurangnya penyaluran darah; lintah dapat digunakan untuk mengurangi pembengkakan di jaringan dan membantu penyembuhan, terutama untuk mengembalikan aliran darah setelah bedah mikro untuk memasang kembali anggota tubuh yang lepas.[46][47] Di antara penggunaan klinis lainnya adalah untuk varikosa, kram otot, tromboflebitis, dan penyakit sendi seperti epikondilitis dan osteoartritis.[48][49][50][51]

Cairan sekresi lintah mengandung beberapa zat bioaktif dengan efek antiradang, antikoagulan, dan antimikroba. Salah satu bahan aktifnya adalah hirudin, protein kecil yang merupakan komponen antikoagulan dalam air liur lintah. Zat ini banyak digunakan sebagai antikoagulan untuk mengobati kelainan-kelainan terkait penggumpalan darah, dan diproduksi sebagai obat menggunakan teknologi DNA rekombinan.[52][53] Komplikasi yang dapat terjadi dari penggunaan lintah medis adalah penularan penyakit dan kehilangan darah.[35]

Budaya

Dalam Kitab Amsal di Perjanjian Lama, lintah digambarkan sebagai simbol keserakahan.[54] Dalam bahasa Indonesia, "lintah darat" adalah ungkapan untuk tengkulak atau orang yang memberi pinjaman uang dengan bunga sangat tinggi.[55] Dalam bahasa Inggris, leech (lintah) dapat berarti seseorang yang mengakrabi atau mengikuti orang lain demi mencari keuntungan bagi dirinya.[56]

Polusi air

Estrogen sintesis, yang digunakan dalam obat kontrasepsi, dapat memasuki ekosistem air tawar melalui sistem air limbah kota, dan dapat memengaruhi sistem reproduksi lintah yang terpapar. Sekalipun lintah tidak sesensitif ikan terhadap bahan ini, tetap ditemukan perubahan-perubahan fisiologi dalam lintah setelah terjadi pemaparan, termasuk memanjangnya kantong sperma dan bulbus vestibuli, dan mengurangi berat epididimis.[57]

Referensi

  1. ^ Chiangkul, Krittiya; Trivalairat, Poramad; Purivirojkul, Watchariya (2018). "Redescription of the Siamese shield leech Placobdelloides siamensis with new host species and geographic range". Parasite. 25: 56. doi:10.1051/parasite/2018056 . ISSN 1776-1042. 
  2. ^ a b Sket, Boris; Trontelj, Peter (2008). "Global diversity of leeches (Hirudinea) in freshwater". Hydrobiologia. 595 (1): 129–137. doi:10.1007/s10750-007-9010-8. 
  3. ^ Fogden, S.; Proctor, J. (1985). "Notes on the Feeding of Land Leeches (Haemadipsa zeylanica Moore and H. picta Moore) in Gunung Mulu National Park, Sarawak". Biotropica. 17 (2): 172–174. doi:10.2307/2388511. JSTOR 2388511. 
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s Ruppert, Edward E.; Fox, Richard, S.; Barnes, Robert D. (2004). Invertebrate Zoology (edisi ke-7th). Cengage Learning. hlm. 471–482. ISBN 978-81-315-0104-7. 
  5. ^ Siddall, Mark E. (1998). "Glossiphoniidae". American Museum of Natural History. Diakses tanggal 1 Mei 2018. 
  6. ^ Meyer, Marvin C. (Juli 1940). "A Revision of the Leeches (Piscicolidae) Living on Fresh-Water Fishes of North America". Transactions of the American Microscopical Society. 59 (3): 354–376. doi:10.2307/3222552. JSTOR 3222552. 
  7. ^ Oceguera, A.; Leon, V.; Siddall, M. (2005). "Phylogeny and revision of Erpobdelliformes (Annelida, Arhynchobdellida) from Mexico based on nuclear and mitochondrial gene sequences" (PDF). Revista Mexicana de Biodiversidad. 76 (2): 191–198. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-06-16. Diakses tanggal 2018-05-01. 
  8. ^ "Leeches". Australian Museum. 14 November 2019. Diakses tanggal 3 Juni 2020. 
  9. ^ "Hirudinea etymology". Fine Dictionary. Diakses tanggal 9 Juli 2018. 
  10. ^ Lamarck, Jean-Baptiste (1818). Histoire naturelle des animaux sans vertèbres ... précédée d'une introduction offrant la détermination des caractères essentiels de l'animal, sa distinction du végétal et des autres corps naturels, enfin, l'exposition des principes fondamentaux de la zoologie. Volume 5. Paris: Verdière. 
  11. ^ Scarborough, John (1992). Medical and Biological Terminologies: Classical Origins. University of Oklahoma Press. hlm. 58. ISBN 978-0-8061-3029-3. 
  12. ^ WoRMS (2018). "Hirudinea". World Register of Marine Species. Diakses tanggal 7 Mei 2018. 
  13. ^ a b Phillips, Anna J.; Dornburg, Alex; Zapfe, Katerina L.; Anderson, Frank E.; James, Samuel W.; Erséus, Christer; Moriarty Lemmon, Emily; Lemmon, Alan R.; Williams, Bronwyn W. (2019). "Phylogenomic Analysis of a Putative Missing Link Sparks Reinterpretation of Leech Evolution". Genome Biology and Evolution. 11 (7): 1712–1722. doi:10.1093/gbe/evz120. ISSN 1759-6653. PMC 6598468 . PMID 31214691. 
  14. ^ Margulis, Lynn; Chapman, Michael J. (2009). Kingdoms and Domains: An Illustrated Guide to the Phyla of Life on Earth. Academic Press. hlm. 308. ISBN 978-0-08-092014-6. 
  15. ^ Thorp, James H.; Covich, Alan P. (2001). Ecology and Classification of North American Freshwater Invertebrates. Academic Press. hlm. 466. ISBN 978-0-12-690647-9. 
  16. ^ Mikulic, D. G.; Briggs, D. E. G.; Kluessendorf, J. (1985). "A new exceptionally preserved biota from the Lower Silurian of Wisconsin, U.S.A." Philosophical Transactions of the Royal Society of London B. 311: 75–85. 
  17. ^ a b c d e Brusca, Richard (2016). Hirudinoidea: Leeches and Their Relatives. Invertebrates. Sinauer Associates. hlm. 591–597. ISBN 978-1-60535-375-3. 
  18. ^ Buchsbaum, Ralph; Buchsbaum, Mildred; Pearse, John; Pearse, Vicki (1987). Animals Without Backbones  (edisi ke-3rd). The University of Chicago Press. hlm. 312–317. ISBN 978-0-226-07874-8. 
  19. ^ Payton, Brian (1981). Muller, Kenneth; Nicholls, John; Stent, Gunther, ed. Neurobiology of the Leech. Cold Spring Harbor Laboratory. hlm. 35–50. ISBN 978-0-87969-146-2. 
  20. ^ Sawyer, R.T. (1970). "Observations on the Natural History and Behavior of Erpobdella punctata (Leidy) (Annelida: Hirudinea)". The American Midland Naturalist. 83 (1): 65–80. doi:10.2307/2424006. JSTOR 2424006. 
  21. ^ Gelder, Stuart R.; Gagnon, Nicole L.; Nelson, Kerri (2002). "Taxonomic Considerations and Distribution of the Branchiobdellida (Annelida: Clitellata) on the North American Continent". Northeastern Naturalist. 9 (4): 451–468. doi:10.1656/1092-6194(2002)009[0451:TCADOT]2.0.CO;2. JSTOR 3858556. 
  22. ^ a b c Rohde, Klaus (2005). Marine Parasitology. CSIRO Publishing. hlm. 185. ISBN 978-0-643-09927-2. 
  23. ^ a b Ahl-Khleif, A.; Roth, M.; Menge, C.; Heuser, J.; Baljer, G.; Herbst, W. (2011). "Tenacity of mammalian viruses in the gut of leeches fed with porcine blood". Journal of Medical Microbiology. 60 (6): 787–792. doi:10.1099/jmm.0.027250-0 . PMID 21372183. 
  24. ^ Govedich, Fredric R.; Bain, Bonnie A. (14 Maret 2005). "All about leeches" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2010-08-21. Diakses tanggal 19 Januari 2010. 
  25. ^ a b Sawyer, Roy T. "Leech biology and behaviour" (PDF). biopharm-leeches.com. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 10 September 2011. 
  26. ^ Dziekońska-Rynko, Janina; Bielecki, Aleksander; Palińska, Katarzyna (2009). "Activity of selected hydrolytic enzymes from leeches (Clitellata: Hirudinida) with different feeding strategies". Biologia. 64 (2). doi:10.2478/s11756-009-0048-0 . 
  27. ^ Elder, H. Y. (1980). Elder, H. Y.; Trueman, E. R., ed. Peristaltic Mechanisms. Society for Experimental Biology, Seminar Series: Volume 5, Aspects of Animal Movement. CUP Archive. hlm. 84–85. ISBN 978-0-521-29795-0. 
  28. ^ Sawyer, Roy (1981). Kenneth, Muller; Nicholls, John; Stent, Gunther, ed. Neurobiology of the Leech. Cold Spring Harbor Laboratory. hlm. 7–26. ISBN 978-0-87969-146-2. 
  29. ^ Smith, Douglas Grant (2001). Pennak's Freshwater Invertebrates of the United States: Porifera to Crustacea. John Wiley & Sons. hlm. 305. ISBN 978-0-471-35837-4. 
  30. ^ Burke, Don (2005). The complete Burke's backyard: the ultimate book of fact sheets. Murdoch Books. ISBN 978-1-74045-739-2. 
  31. ^ Fujimoto, Gary; Robin, Marc; Dessery, Bradford (2003). The Traveler's Medical Guide. Prairie Smoke Press. ISBN 978-0-9704482-5-5. 
  32. ^ a b c d Victorian Poisons Information Centre: Leeches Victorian Poisons Information Centre. Retrieved 28 Juli 2007
  33. ^ a b c Conley, K.; Jamal, Z.; Juergens, A. (2020). "Leech Bite". StatPearls. 
  34. ^ Chow, C. K.; Wong, S. S.; Ho, A. C.; Lau, S. K. (2005). "Unilateral epistaxis after swimming in a stream". Hong Kong Medical Journal. 11 (2): 110–2. PMID 15815064. RingkasanReuters. 
  35. ^ a b Daane, S. (2010). "Leeches". Plastic Surgery Secrets Plus. hlm. 721–723. doi:10.1016/B978-0-323-03470-8.00111-3. 
  36. ^ Meir, Rigbi; Levy, Haim; Eldor, Amiram; Iraqi, Fuad; Teitelbaum, Mira; Orevi, Miriam; Horovitz, Amnon; Galun, Rachel (1987). "The saliva of the medicinal leech Hirudo medicinalis—II. Inhibition of platelet aggregation and of leukocyte activity and examination of reputed anaesthetic effects". Comparative Biochemistry and Physiology C. 88 (1): 95–98. doi:10.1016/0742-8413(87)90052-1. 
  37. ^ Laurent, V.; Salzet, B.; Verger-Bocquet, M.; Bernet, F.; Salzet, M. (2000). "Morphine-like substance in leech ganglia. Evidence and immune modulation". European Journal of Biochemistry. 267 (8): 2354–2361. doi:10.1046/j.1432-1327.2000.01239.x. PMID 10759861. 
  38. ^ Siddall, Mark; Borda, Liz; Burreson, Gene; Williams, Juli. "Blood Lust II". Laboratory of Phylohirudinology, American Museum of Natural History. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-18. Diakses tanggal 15 December 2013. 
  39. ^ Yi-Te Lai; Jiun-Hong Chen (2010). 臺灣蛭類動物志: Leech Fauna of Taiwan-Biota Taiwanica. 國立臺灣大學出版中心. hlm. 89. ISBN 978-986-02-2760-4. 
  40. ^ Payton, Brian (1981). Muller, Kenneth; Nicholls, John; Stent, Gunther, ed. Neurobiology of the Leech. Cold Spring Harbor Laboratory. hlm. 27–34. ISBN 978-0-87969-146-2. 
  41. ^ Mory, Robert N.; Mindell, David; Bloom, David A. (2014). "The Leech and the Physician: Biology, Etymology, and Medical Practice with Hirudinea medicinalis". World Journal of Surgery. 24 (7): 878–883. doi:10.1007/s002680010141. hdl:2027.42/42411 . 
  42. ^ Pliny (1991). Natural History: A Selection. Diterjemahkan oleh Healy, John F. Penguin Books. hlm. 283. ISBN 978-0-14-044413-1. 
  43. ^ a b Marren, Peter; Mabey, Richard (2010). Bugs Britannica. Chatto & Windus. hlm. 45–48. ISBN 978-0-7011-8180-2. 
  44. ^ Clark Hall, J. R. (1960) [1894]. A Concise Anglo-Saxon Dictionary  (edisi ke-4th). University of Toronto Press. hlm. 208. ISBN 978-0-8020-6548-3. 
  45. ^ The Journal of Agriculture. William Blackwood & Sons. 1859. hlm. 641. 
  46. ^ Cho, Joohee (4 Maret 2008). "Some Docs Latching Onto Leeches". ABC News. Diakses tanggal 27 April 2018. 
  47. ^ Adams, Stephen L. (1988). "The Medicinal Leech: A Page from the Annelids of Internal Medicine". Annals of Internal Medicine. 109 (5): 399–405. doi:10.7326/0003-4819-109-5-399. PMID 3044211. 
  48. ^ Teut, M.; Warning, A. (2008). "Leeches, phytotherapy and physiotherapy in osteo-arthrosis of the knee—a geriatric case study". Forsch Komplementärmed. 15 (5): 269–72. doi:10.1159/000158875. PMID 19001824. 
  49. ^ Michalsen, A.; Moebus, S.; Spahn, G.; Esch, T.; Langhorst, J.; Dobos, G.J. (2002). "Leech therapy for symptomatic treatment of knee osteoarthritis: Results and implications of a pilot study". Alternative Therapies in Health and Medicine. 8 (5): 84–88. PMID 12233807. 
  50. ^ Sig, A. K.; Guney, M.; Uskudar Guclu, A.; Ozmen, E. (2017). "Medicinal leech therapy—an overall perspective". Integrative Medicine Research. 6 (4): 337–343. doi:10.1016/j.imr.2017.08.001. PMC 5741396 . PMID 29296560. 
  51. ^ Abdualkader, A. M.; Ghawi, A. M.; Alaama, M.; Awang, M.; Merzouk, A. (2013). "Leech Therapeutic Applications". Indian Journal of Pharmacological Science. 75 (2 (Maret-April)): 127–137. PMC 3757849 . PMID 24019559. 
  52. ^ Haycraft, John B. (1883). "IV. On the action of a secretion obtained from the medicinal leech on the coagulation of the blood". Proceedings of the Royal Society of London. 36 (228–231): 478–487. doi:10.1098/rspl.1883.0135 . 
  53. ^ Fischer, Karl-Georg; Van de Loo, Andreas; Bohler, Joachim (1999). "Recombinant hirudin (lepirudin) as anticoagulant in intensive care patients treated with continuous hemodialysis". Kidney International. 56 (Suppl. 72): S46–S50. doi:10.1046/j.1523-1755.56.s72.2.x. PMID 10560805. 
  54. ^ "Proverbs 30:15 | Ellicott's Commentary for English Readers". BibleHub. Diakses tanggal 27 April 2018. 
  55. ^ "lintah darat". Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016. 
  56. ^ "Leech". Merriam-Webster. Diakses tanggal 27 April 2018. 
  57. ^ Kidd, Karen A.; Graves, Stephanie D.; McKee, Graydon I.; Dyszy, Katarzyna; Podemski, Cheryl L. (2020). "Effects of Whole-Lake Additions of Ethynylestradiol on Leech Populations". Environmental Toxicology and Chemistry. 39 (8): 1608–1619. doi:10.1002/etc.4789. ISSN 1552-8618. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-02. Diakses tanggal 2020-09-26. 

Pranala luar