Sengketa perbatasan antarnegara di Asia Tenggara
Sengketa perbatasan antarnegara di Asia Tenggara terjadi karena persoalan demarkasi dan isu-isu perbatasan wilayah. Penyelesaian konflik akibat sengketa ini diatur melalui Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara 1976 dan Piagam Perbara 2007. Pihak yang diberikan kewenangan dalam penyelesaiannya adalah Dewan Tinggi yang anggotanya ditetapkan oleh anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, dan Mahkamah Internasional.
Penyebab
suntingPermasalahan mengenai batas-batas wilayah antarnegara yang tergabung dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Perbara) menjadi penyebab terjadinya sengketa perbatasan antarnegara di Asia Tenggara. Permasalahan ini berkaitan dengan persoalan demarkasi dan isu-isu mengenai perbatasan wilayah negara. Isu-su ini antara lain isu pengungsian dan penyelundupan.[1]
Kasus
suntingSengketa perbatasan antarnegara di Mekong Raya
suntingSengketa perbatasan antarnegara di Candi Preah Vihear
suntingSetelah Kerajaan Siam mengubah namanya menjadi Thailand, Pemerintah Thailand mengklaim bahwa peta perjanjian perbatasan antara Prancis dan Kerajaan Siam mengalami kesalahan pembuatan. Pada tahun 1954, Thailand melakukan pendudukan atas Candi Preah Vihear dengan menempatkan tentara di sekitar candi. Tujuannya sebagai bentuk pembatalan perbatasan yang ditetapkan dalam Perjanjian Prancis-Siam tahun 1904 dan tahun 1907. Pendudukan ini dilakukan selama masa pemberian kemerdekaan dari Prancis kepada Kamboja pada tahun 1953.[2] Sengketa ini kemudian dilaporkan oleh Kamboja ke Mahkamah Internasional pada tanggal 6 Oktober 1959.[3] Pada tanggal 15 Juni 1962, Mahkamah Internasional memutuskan bahwa wilayah Candi Preah Vihear menjadi bagian dari Kamboja. Alasannya adalah peta perbatasan Thailand telah dibuat sejak tahun 1908 dan tidak ada klaim hingga tahun 1958. Sengketa antara Thailand dan Kamboja ini akhirnya berakhir dengan pemulangan tentara Thailand dari wilayah candi.[3]
Setelah keputusan tersebut, hubungan diplomasi dan kemiliteran antara Thailand dan Kamboja kembali normal. Isu sengketa di Candi Preah Vihear tidak dibahas lagi hingga tahun 2000.[3] Isu kepemilikan Candi Preah Vihear kembali dimulai pada tahun 2003 setelah akses ke perbatasan mulai membaik.[3] Sengketa perbatasan antarnegara di Candi Preah Vihear dimulai lagi berkaitan dengan politik di Thailand dan politik di Kamboja. Kedua pihak di masing-masing negara ini memanfaatkan isu sengketa perbatasan di Candi Preah Vihear untuk memperoleh dukungan dalam pemilihan umum. Di Thailand, sengketa dilakukan oleh pihak oposisi, sedangkan di Kamboja dilakukan oleh pihak pemerintah.[4]
Sengketa perbatasan antarnegara di Sungai Mekong
suntingSengketa perbatasan antarnegara di Sungai Mekong pernah terjadi antara Thailand dan Laos. Perbatasan kedua negara ini di Sungai Mekong ditentukan oleh pembagian garis tengah sungai. Namun, penentuan garis tengah sungai sulit diterapkan karena ketika air sungai dalam kondisi surut, muncul daratan kecil yang disebut Daratan Don Taeng. Keberadaan daratan ini membuat Thailand dan laos mengalami sengketa perbatasan dan berakhir terjadinya konflik perebutan wilayah pada tahun 1975.[5]
Penyelesaian sengketa
suntingPembentukan Dewan Tinggi
suntingPenyelesaian kasus sengketa perbatasan antarnegara Perbara telah diatur dalam Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara. Perjanjian ini disepakati oleh para negara anggota Perbara pada tahun 1976. Kemudian, penyelesaian kasus sengketa perbatasan antarnegara Perbara diatur kembali dalam Piagam Perbara yang disepakati pada tahun 2007.[1]
Dalam kedua aturan tersebut disepakati bahwa Dewan Tinggi akan dibentuk bila terjadi pertikaian mengenai perbatasan antarnegara anggota Perbara. Anggota Dewan Tinggi terdiri dari para perwakilan negara yang jabatannya setingkat dengan menteri. Perwakilan ini dipilih dari negara-negara yang tidak sedang memililiki persengketaan wilayah dengan negara-negara yang sedang mengalami sengketa perbatasan negara.[1]
Pengadilan oleh Mahkamah Internasional
suntingPenggunaan Dewan Tinggi dalam penyelesaian sengketa perbatasan antarnegara di Asia Tenggara sangat jarang dilakukan. Penyelesaian sengketa lebih sering melalui pengadilan oleh Mahkamah Internasional. Model penyelesaian ini tetap termasuk dalam mekanisme penyelesaian sengketa perbatasan antarnegara Perbara karena berkaitan dengan persoalan kawasan regional.[6]
Referensi
suntingCatatan kaki
sunting- ^ a b c Sitohang, dkk. 2017, hlm. 1.
- ^ Raharjo 2013, hlm. 112-113.
- ^ a b c d Raharjo 2013, hlm. 113.
- ^ Irewati 2018, hlm. 21.
- ^ Irewati 2018, hlm. 8.
- ^ Sitohang, dkk. 2017, hlm. 2.
Daftar pustaka
sunting- Irewati, Awani (2018). Dinamika Kerja Sama Subregional di Asia Tenggara: Greater Mekong Subregion (PDF). Jakarta: LIPI Press. ISBN 978-979-799-992-6.
- Raharjo, Sandy Nur Ikfal (2013). "Tantangan Konflik Perbatasan Thailand-Kamboja Bagi Stabilitas ASEAN". Jurnal Kajian Wilayah. 4 (1). ISSN 2087-2119.
- Sitohang, J., dkk. (2017). Irewati, Awani, ed. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Perbatasan di Asia Tenggara. Tangerang: Mahara Publishing. ISBN 978-602-466-001-7.