Soegih Arto
Letnan Jenderal TNI (Purn.) Soegih Arto (22 Desember 1923 – 29 Desember 2008) adalah Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1966 - 1973. Sebelumnya menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Singapura dari tahun 1961 hingga 1963. Setelah menjabat sebagai Jaksa Agung RI mengemban tugas sebagai Dubes RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di India periode 1974-1977. Pensiun dari Dinas Militer tahun 1979.
Soegih Arto | |
---|---|
Jaksa Agung Republik Indonesia Ke-8 | |
Masa jabatan 1966–1973 | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Yogyakarta, Hindia Belanda | 22 Desember 1923
Meninggal | 29 Desember 2008 Jakarta, Indonesia | (umur 85)
Makam | Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata, Jakarta Selatan, DKI Jakarta |
Almamater | Hogere Kriegjschool (1952) |
Profesi | Jaksa, TNI |
Karier militer | |
Dinas/cabang | TNI Angkatan Darat |
Masa dinas | 1945 - 1979 |
Pangkat | Letnan Jenderal TNI |
Satuan | Infanteri |
Komando |
|
Pertempuran/perang | Revolusi Nasional Indonesia |
Sunting kotak info • L • B |
Kehidupan pribadi
suntingSoegih Arto lahir di Yogyakarta pada tanggal 22 Desember 1923 dari pasangan Wirjohardjo dan Ibu yang namanya tidak diketahui.[1] Ia memulai pendidikan formalnya dari jenjang Frobelschool (Taman Kanak-Kanak) hingga Hollands Inlandsche Kweekschool (Sekolah Guru) atau disingkat menjadi HIK,[2] akan tetapi karena Belanda menyerah tanpa syarat terhadap Jepang maka pendidikan Soegih Arto di pun tidak selesai akan tetapi hal itu tidak lama karena di Bulan Oktober 1942, Soegih Arto yang termasuk bekas Siswa HIK mendapat panggilan untuk melanjutkan pendidikannya di Kootoo Shihan Gakkoo atau dalam bahasa indonesianya adalah Kursus Guru.[3]
Karier
suntingSetelah lulus dari Kootoo Shihan Gakkoo maka Soegih Arto ditempatkan di SMP Manggarai sebaga Guru Bahasa Jepang, Sejarah dan Olahraga akan tetapi hal itu tidak lama karena minatnya yang besar terhadap Dunia kemiliteran maka Soegih Arto pun mendaftar menjadi Anggota Tentara PETA dan setelah itu ia lulus seleksi dan mengikuti pelatihan di Jawa Boei Kanbu Giyugun Resentai, Bogor selama 18 Bulan dan kemudian setelah lulus di beri pangkat Giyu-Shoi (Letnan Dua) dan menjabat sebagai Perwira Administrasi atau Keiri Shodancho dalam bahasa jepangnya.
Pasca proklamasi kemerdekaan, Shodancho Soegih Arto bergabung kedalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan bertugas sebagai Pengangkut beras untuk persediaan Dapur BKR akan tetapi tidak lama kemudian saat BKR berganti nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) maka Soegih Arto pun dipercaya menjadi Ajudan Komandan Resimen 8 Divisi 3 TKR Komandemen Jawa Barat dengan pangkat Letnan Satu disamping merangkap sebagai Liasion Officer (Perwira Penghubung) ke Tentara Inggris.
Akan tetapi tidak lama kemudian Soegih Arto mendapat kenaikan pangkat Kapten dan menjabat sebagai Komandan Batalyon 2 Resimen 9 Divisi 3, kemudian di Tahun 1946 saat terjadi penggabungan Divisi 1 hingga Divisi 3 menjadi Divisi Siliwangi maka Kapten Soegih Arto dipercaya menjadi Komandan Batalyon 22 / Jaya Pangerot Brigade Guntur Divisi Siliwangi.
Kemudian di Tanggal 31 Mei 1948, Kapten Soegih Arto tertangkap oleh Tentara Belanda dan dijatuhi Hukum 10 Tahun Penjara dengan tuduhun melakukan tindakan subversif terhadap negara Pasundan akan tetapi pasca perang kemerdekaan usai maka Kapten Soegih Arto pun dibebaskan dan mendapat kenaikan pangkat Mayor di Tahun 1950 serta menjabat sebagai Kepala Staf Brigade B Divisi IV / Siliwangi kemudian menjadi Komandan KMKB Bandung merangkap Komandan Resimen Infanteri 11 T&T III / Siliwangi dan setelah itu menjadi Kepala Staf Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD).
Tahun 1956, Mayor Soegih Arto mendapat kenaikan pangkat menjadi Letnan Kolonel dan menjabat sebagai Komandan KMKB Medan T&T I / Bukit Barisan dan pada tahun 1959 ia menjadi Kepala Staf Komando Pendidikan dan Latihan AD dan tidak lama kemudian ia mengikuti Kursus Militer Atase di Jakarta dan mendapat kenaikan pangkat Kolonel serta menjabat sebagi Kepala KJRI (Sekarang KBRI) Singapura.
Dan setelah itu menjadi Penasihat Menteri Koordinator Keuangan dengan pangkat Brigadir Jenderal dan di Tahun 1965 menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di Birma (Sekarang Myanmar) akan tetapi setahun setelah peristiwa G30S/PKI dipercaya menjadi Asisten Intelijen Men / Pangad dan setelah itu menjadi Jaksa Agung periode 1966-1973 dan pada tahun 1970 mendapat kenaikan pangkat Letnan Jenderal.
Setelah itu pada tahun 1974 diangkat menjadi Dubes RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di India periode 1974-1977 dan pensiun dari Dinas Militer di Tahun 1979.
Riwayat Jabatan
sunting- Guru Bahasa Jepang, Sejarah dan Olahraga di Cugakko (SMP) Manggarai (1943)
- Keiri Shodancho Boei Giyugun (1943-1945).
- Ajudan Komandan Resimen 8 Divisi 3 TKR Komandemen Jawa Barat (1945-1946)
- Komandan Batalyon 2 Resimen 9 Divisi Siliwangi (1946-1947).
- Komandan Batalyon 22 / Djaja Pangerot Brigade Guntur Divisi IV / Siliwangi (1947-1948).
- Ditangkap dan dipenjara 10 Tahun oleh Negara Pasundan.
- Kepala Staf Brigade B Divisi IV / Siliwangi (1950-1951).
- Komandan KMKB Bandung & Resimen Infanteri 11 T&T III / Siliwangi (1951-1953).
- Kepala Staf Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (1953-1956).
- Komandan KMKB Medan T&T I / Bukit Barisan (1956-1958).
- Kepala Staf Komando Pendidikan dan Latihan AD (1958-1959).
- Kepala KJRI Singapura (1959-1963).
- Penasihat pada Menteri Koordinator Keuangan Kabinet Kerja IV (1963-1964).
- Duta Besar RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di Burma / Myanmar (1964-1965).
- Asisten Intelijen Menteri / Panglima Angkatan Darat dan Pj Ketua Pusat Intelijen ABRI (1965-1966).
- Jaksa Agung Republik Indonesia (1966-1973).
- Duta Besar RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di India (1974-1977).
- Perwira Tinggi diperbantukan Mabes TNI AD (1977-1979)
- Pensiun (1979).
Kepangkatan
sunting- Giyu Shoi (1943-1945).
- Letnan Satu Inf (1945-1946).
- Kapten Inf (1946-1950).
- Mayor Inf (1950-1955).
- Letnan Kolonel Inf (1955-1959).
- Kolonel Inf (1959-1963).
- Brigadir Jenderal TNI (1963-1966).
- Mayor Jenderal TNI (1966-1970).
- Letnan Jenderal TNI (1970-1979).
Referensi
sunting- ^ Soegih Arto (1989). Sanul Daca : Pengalaman Pribadi Letjen (Pur) Soegih Arto. Jakarta: Meredeka Sarana Usaha. hlm. 5, 13.
- ^ Soegih Arto (1989). Sanul Daca : Pengalaman Pribadi Letjen (Pur) Soegih Arto. Jakarta: Meredeka Sarana Usaha. hlm. 18.
- ^ Soegih Arto (1989). Sanul Daca : Pengalaman Pribadi Letjen (Pur) Soegih Arto. Jakarta: Meredeka Sarana Usaha. hlm. 33.
Pranala luar
suntingJabatan pemerintahan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: A. Soethardio |
Jaksa Agung Republik Indonesia 1966–1973 |
Diteruskan oleh: Ali Said |
Jabatan lain | ||
Didahului oleh: |
Ketua Umum Persatuan Atlet Seluruh Indonesia 1966–1973 |
Diteruskan oleh: Sayidiman Suryohadiprojo |
Jabatan diplomatik | ||
Didahului oleh: GPH Djatikusumo |
Duta Besar Indonesia untuk Singapura 1961–1963 |
Diteruskan oleh: Abdul Rahman Ramly |
Didahului oleh: Suska |
Duta Besar Indonesia untuk Myanmar 1964–1965 |
Diteruskan oleh: Imam Sukarto |
Didahului oleh: S. Tjakradipura |
Duta Besar Indonesia untuk India 1974–1977 |
Diteruskan oleh: Syamsul Bahri |