Nahdlatul Ulama

gerakan Islam bercabang dari Sunni
Revisi sejak 23 September 2015 07.51 oleh Kenrick95Bot (bicara | kontrib) (Bot: Penggantian teks otomatis (- di masa + pada masa , -Di masa +Pada masa , - di Masa + pada Masa ))

Nahdlatul 'Ulama (Kebangkitan 'Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam besar di Indonesia.[3] Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.

Nahdlatul 'Ulama
Lambang Jam'iyyah Nahdlatul 'Ulama
Tanggal pendirian16 Rajab 1344 (31 Januari 1926)
TipeOrganisasi
TujuanKeagamaan dan sosial (Islam)
Kantor pusatDKI Jakarta, Indonesia
Wilayah layanan
Indonesia
Jumlah anggota
85 juta (2014)[1][2]
Rais Aam Syuriah
Dr.(HC).KH. Ma'ruf Amin
Ketua Umum Tanfidziyah
Dr. K.H. Said Aqil Siradj, MA
Situs webSitus web resmi

Sejarah

Akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan terus menyebar - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.

Merespon kebangkitan nasional tersebut, Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) dibentuk pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar).

Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.

Berangkat dari munculnya berbagai macam komite dan organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, karena tidak terakomodir kyai dari kalangan tradisional untuk mengikuti konverensi Islam Dunia yang ada di Indonesia dan Timur Tengah akhirnya muncul kesepakatan dari para ulama pesantren untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926) di Kota Surabaya. Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.

Ada banyak faktor yang melatarbelakangi berdirinya NU. Diantara faktor itu adalah perkembangan dan pembaharuan pemikiran Islam yang menghendaki pelarangan segala bentuk amaliah kaum Sunni. Sebuah pemikiran agar umat Islam kembali pada ajaran Islam "murni", yaitu dengan cara umat islam melepaskan diri dari sistem brmadzhab. Bagi para kiai pesantren, pembaruan pemikiran keagamaan sejatinya tetap merupakan suatu keniscayaan, namun tetap tidak dengan meninggalkan tradisi keilmuan para ulama terdahulu yang masih relevan. Untuk itu, Jam'iyah Nahdlatul Ulama cukup mendesak untuk segera didirikan.

Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Anggaran Dasar Utama

Organisasi yang resmi tentu membutuhkan pijakan dan dasar yang kuat untuk melindungi keberlangsungan pada masa yang akan datang. Menyadari hal-hal tersebut maka disusunlah Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama sebagai berikut.

BAB I NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 1

Jam’iyah ini bernama Nahdlatul Ulama disingkat NU. Didirikan di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dgn tanggal 31 Januari 1926 M utk waktu yang tidak terbatas.

Pasal 2

Pengurus Besar Jam’iyah Nahdlatul Ulama berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia.

BAB II

AQIDAH/ASAS

Pasal 3

Nahdlatul Ulama sebagai Jam’iyah Diniyah islamiah beraqidah/berasas Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah dan menganut salah satu dari empat mashab empat Hanafi Maliki Syafii dan Hambali. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Nahdlatul Ulama berpedoman kepada Ketuhanan Yang Maha Esa kemanusiaan yg adil dan berdab persatuan Indonesia kerakyatan yg dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

BAB III

LAMBANG

Pasal 4

Lambing Nahdlatul Ulama berupa gambar bola dunia yg dilingkari tali tersimpul dikitari oleh 9 bintang 5 bintang terletak melingkari di atas garis khatulistiwa yg tersebar di antaranya terletak di tengah atas sedang 4 bintang lainnya terletak melingkar di bawah khatulistiwa dgn tulisan NAHDLATUL ULAMA dalam huruf Arab yg melintang dari sebelah kanan bola dunia ke sebelah kiri; semua terlukis dgn warna putih di atas dasar hijau.[4]

Paham Keagamaan

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber hukum Islam bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi/ Tauhid/ketuhanan. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.

Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.

Daftar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
 
Lambang Nahdlatul UIama
 
K.H. Miftachul Akhyar
Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama


 
Dr. (H.C.) K.H. Yahya Cholil Staquf
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
SingkatanNU
Dibentuk31 Januari 1926[5]
Pejabat pertamaK.H. M. Hasyim Asy’ari (Rais Akbar)
H. Hasan Gipo (Ketua Umum)
Situs webwww.nu.or.id

Kepengurusan Nahdlatul Ulama terdiri dari dua jajaran, yakni Syuriah (senat) dan Tanfidziyah (eksekutif). Jabatan tertinggi Syuriah disebut Rais' Aam, sedangkan jabatan tertinggi Tanfidziyah disebut Ketua Umum. Kedudukan pimpinan tertinggi berada di posisi Rais ‘Aam dan membawahi Ketua Umum. Aktivitas organisasi dan segala program yang dilakukan oleh Ketua Umum harus atas izin dan restu dari Rais ‘Aam selaku pimpinan tertinggi dan sesepuh di dalam organisasi Nahdlatul Ulama.

Daftar Rais 'Aam

Rais 'Aam adalah jabatan paling tertinggi di dalam kepengurusan Nahdlatul Ulama’ yang berposisi sebagai senat dan berada di dalam jajaran syuriah. Rais ‘Aam dibantu oleh Wakil, Katib (sekretaris), dan A'wan (pembantu). Jabatan Rais 'Aam pertama kali adalah K.H. M. Hasyim Asy'ari dengan gelar Rais Akbar sebab beliau sebagai pendiri sekaligus pimpinan tertinggi pertama kali di dalam Nahdlatul Ulama. Sepeninggal K.H. M. Hasyim Asy’ari, jabatan tertinggi ini tidak lagi disebut Rais Akbar, melainkan Rais ‘Aam. Saat ini pejabat Rais 'Aam masa khidmat 2022-2027 adalah K.H. Miftachul Akhyar.

No Potret Nama Masa Khidmat Dipilih melalui
1   K.H. Muhammad Hasyim Asy'ari 1926-1947
  • Muktamar I (1926)
  • Muktamar II (1927)
  • Muktamar III (1928)
  • Muktamar IV (1929)
  • Muktamar V (1930)
  • Muktamar VI (1931)
  • Muktamar VII (1932)
  • Muktamar VIII (1933)
  • Muktamar IX (1934)
  • Muktamar X (1935)
  • Muktamar XI (1936)
  • Muktamar XII (1937)
  • Muktamar XIII (1938)
  • Muktamar XIV (1939)
  • Muktamar XV (1940)
  • Muktamar XVI (1946)
2   K.H. Abdul Wahab Hasbullah 1947-1971
  • Muktamar XVII (1947)
  • Muktamar XVIII (1948)
  • Muktamar XIX (1951)
  • Muktamar XX (1954)
  • Muktamar XXI (1956)
  • Muktamar XXII (1959)
  • Muktamar XXIII (1962)
  • Muktamar XXIV (1967)
3   K.H. Bisri Syansuri 1971-1980 [a]
  • Muktamar XXV (1971)
  • Muktamar XXVI (1979)
4 K.H. Ali Maksum 1981-1984
  • Dipilih melalui Munas NU di Yogyakarta pada 28 Agustus 1981
5   K.H. Ahmad Shiddiq 1984-1991[b]
  • Muktamar XXVII (1984)
  • Muktamar XXVIII (1989)
6   Ag. H. Ali Yafie[c] 1991-1992
7   K.H. Ilyas Ruhiat 1992-1999
  • Muktamar XXIX (1994)
8   Dr. (H.C.) K.H. M. A. Sahal Mahfudh 1999-2014[d]
  • Muktamar XXX (1999)
  • Muktamar XXXI (2004)
  • Muktamar XXXII (2010)
9   Dr. (H.C.) K.H. Ahmad Mustofa Bisri 2014-2015
10   Prof. Dr. (H.C.) K.H. Ma'ruf Amin 2015-2018[e]
  • Muktamar XXXIII (2015)
11   K.H. Miftachul Akhyar 2018-2027
  • Terpilih secara aklamasi pada 22 September 2018 mengantikan K.H. Ma'ruf Amin
  • Muktamar XXXIV (2021)

Daftar Ketua Umum

Ketua Umum adalah jabatan tertinggi pada jajaran tanfidziyah dan berposisi sebagai pihak eksekutif, segala tindakan ataupun program yang dilaksanakan oleh Ketua Umum harus melalui izin dan restu dari Rais ‘Aam selaku pimpinan tertinggi dan senator. Ketua umum didampingi oleh Wakil, Sekretaris Jenderal, dan Bendahara. Jabatan Ketua Umum ini pertama kali adalah K.H. Hasan Gipo. Saat ini Ketua Umum NU masa khidmat 2022-2027 adalah Dr. (H.C.) K.H. Yahya Cholil Staquf.

No Potret Nama Masa Khidmat Dipilih melalui
1 K.H. Hasan Gipo 1926-1929
  • Muktamar I (1926)
  • Muktamar II (1927)
  • Muktamar III (1928)
2 K.H. Muhammad Noer 1929-1937
  • Muktamar IV (1929)
  • Muktamar V (1930)
  • Muktamar VI (1931)
  • Muktamar VII (1932)
  • Muktamar VIII (1933)
  • Muktamar IX (1934)
  • Muktamar X (1935)
  • Muktamar XI (1936)
3 K.H. Mahfudh Siddiq 1937-1944[A]
  • Muktamar XII (1937)
  • Muktamar XIII (1938)
  • Muktamar XIV (1939)
  • Muktamar XV (1940)
4 K.H. Nahrawi Tahir 1944-1951
  • Muktamar XVI (1946)
  • Muktamar XVII (1947)
  • Muktamar XVIII (1948)
5   K.H. Abdul Wahid Hasyim 1951-1954
  • Muktamar XVIX (1951)
6   K.H. Muhammad Dahlan 1954-1956
  • Muktamar XX (1954)
7   Dr. (H.C.) K.H. Idham Chalid 1956-1984
  • Muktamar XXI (1956)
  • Muktamar XXII (1959)
  • Muktamar XXIII (1962)
  • Muktamar XXIV (1967)
  • Muktamar XXV (1971)
  • Muktamar XXVI (1979)
8 Dr. (H.C.) K.H. Abdurrahman Wahid 1984-1999
  • Muktamar XXVII (1984)
  • Muktamar XXVIII (1989)
  • Muktamar XXIX (1994)
9   K.H. Ahmad Hasyim Muzadi 1999-2010
  • Muktamar XXX (1999)
  • Muktamar XXXI (2004)
10   Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, M.A. 2010-2021
  • Muktamar XXXII (2010)
  • Muktamar XXXIII (2015)
11   Dr. (H.C.) K.H. Yahya Cholil Staquf 2022-2027
  • Muktamar XXXIV (2021)

Referensi

  1. ^ Ranjan Ghosh (4 January 2013). Making Sense of the Secular: Critical Perspectives from Europe to Asia. Routledge. hlm. 202–. ISBN 978-1-136-27721-4. 
  2. ^ http://www.crwflags.com/fotw/flags/id_nu.html
  3. ^ http://www.antaranews.com/berita/368105/gus-sholah-nu-masih-kalah-dengan-muhammadiyah
  4. ^ Penjelasan badan organisasi NU AD NU
  5. ^ "Sejarah Nahdlatul Ulama". NU Online. Diakses tanggal 20 Februari 2022. 
  6. ^ Sahal, Hamzah (26 Januari 2021). Ahsan, Ivan Aulia, ed. "KH Ali Yafie, Mantan Rais Aam NU yang Berani Minta Soeharto Mundur". Tirto. Diakses tanggal 20 Februari 2022. 
  7. ^ Auliani, Palupi Annisa (3 Maret 2014). "Gus Mus Gantikan Almarhum Kiai Sahal sebagai Rais Am PBNU". Kompas.com. 
  8. ^ Nurita, Dewi (22 September 2018). Chairunnisa, Ninis, ed. "Ma'ruf Amin Resmi Mundur dari Jabatan Rais Aam PBNU". Tempo. Diakses tanggal 20 Februari 2022. 
  9. ^ Ismail, Faisal (Desember 2011). "The Nahdlatul Ulama: Its Early History and Contribution to the Establishment of Indonesian State". Journal of Indonesian Islam. The Institute for the Study of Religion and Society (LSAS) and the Postgraduate Program (PPs), the State Institute for Islamic Studies (IAIN) Sunan Ampel Surabaya - Indonesia. Vol. 5: 269. 
  1. ^ Wafat pada 25 April 1980 di tengah masa jabatan
  2. ^ Wafat pada 23 Januari 1991 di tengah masa jabatan
  3. ^ Mengundurkan diri sebagai Pejabat Sementara Rais 'Aam NU pada 21 Januari 1992[6]
  4. ^ Wafat pada 29 Januari 2014 di tengah masa jabatan
  5. ^ Mengundurkan diri pada 22 September 2018 setelah ditetapkan sebagai Calon Wakil Presiden Republik Indonesia 2019–2024[8]

Basis Pendukung

Dalam menentukan basis pendukung atau warga NU ada beberapa istilah yang perlu diperjelas, yaitu: anggota, pendukung atau simpatisan, serta Muslim tradisionalis yang sepaham dengan NU. Jika istilah warga disamakan dengan istilah anggota, maka sampai hari ini tidak ada satu dokumen resmipun yang bisa dirujuk untuk itu. Hal ini karena sampai saat ini tidak ada upaya serius di tubuh NU di tingkat apapun untuk mengelola keanggotaannya.

Apabila dilihat dari segi pendukung atau simpatisan, ada dua cara melihatnya. Dari segi politik, bisa dilihat dari jumlah perolehan suara partai-partai yang berbasis atau diasosiasikan dengan NU, seperti PKBU, PNU, PKU, Partai SUNI, dan sebagian dari PPP. Sedangkan dari segi paham keagamaan maka bisa dilihat dari jumlah orang yang mendukung dan mengikuti paham kegamaan NU. Maka dalam hal ini bisa dirujuk hasil penelitian Saiful Mujani (2002) yaitu berkisar 48% dari Muslim santri Indonesia. Suaidi Asyari[1] memperkirakan ada sekitar 51 juta dari Muslim santri Indonesia dapat dikatakan pendukung atau pengikut paham keagamaan NU. Jumlah keseluruhan Muslim santri yang disebut sampai 80 juta atau lebih, merupakan mereka yang sama paham keagamaannya dengan paham kegamaan NU. Namun belum tentu mereka ini semuanya warga atau mau disebut berafiliasi dengan NU.

Berdasarkan lokasi dan karakteristiknya, mayoritas pengikut NU terdapat di pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Pada perkembangan terakhir terlihat bahwa pengikut NU mempunyai profesi beragam, meskipun sebagian besar di antara mereka adalah rakyat jelata baik di perkotaan maupun di pedesaan. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi, karena secara sosial ekonomi memiliki problem yang sama, serta selain itu juga sama-sama sangat menjiwai ajaran ahlus sunnah wal jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.

Basis pendukung NU ini cenderung mengalami pergeseran. Sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi, maka penduduk NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini basis NU lebih kuat di sektor petani di pedesaan, maka saat di sektor buruh di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini. Belakangan ini NU sudah memiliki sejumlah doktor atau magister dalam berbagai bidang ilmu selain dari ilmu ke-Islam-an baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk negara-negara Barat. Namun para doktor dan magister ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pengurus NU hampir di setiap lapisan kepengurusan NU.

Organisasi

Tujuan

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Usaha

  1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
  2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
  3. Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
  4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
  5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat.

Struktur Pengurus

 
K.H. Hasyim Asyhari, Rais Akbar (ketua) pertama NU.
  1. Pengurus Besar (tingkat Pusat).
  2. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi), terdapat 33 Wilayah.
  3. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) atau Pengurus Cabang Istimewa untuk kepengurusan di luar negeri, terdapat 439 Cabang dan 15 Cabang Istimewa.
  4. Pengurus Majlis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan), terdapat 5.450 Majelis Wakil Cabang.
  5. Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan), terdapat 47.125 Ranting.

Untuk Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri dari:

  1. Mustasyar (Penasihat)
  2. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
  3. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)

Untuk Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:

  1. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
  2. Tanfidziyah (Pelaksana harian)

Keanggotaan berbasis di ranting dan di cabang untuk cabang istimewa.

Lembaga

Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu. Lembaga ini meliputi:

  1. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LD-NU) [1]
  2. Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU)
  3. Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama (LPK-NU)
  4. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LP-NU)
  5. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPP-NU)
  6. Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU)* (Indonesia) Lembaga Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama
  7. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKK-NU)
  8. Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTM-NU)
  9. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM-NU)
  10. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBH-NU)
  11. Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LK-NU)
  12. Lembaga Badan Halal Nahdlatul Ulama (LBHNU)
  13. Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI)

Lajnah

Merupakan pelaksana program Nahdlatul Ulama (NU) yang memerlukan penanganan khusus. Lajnah ini meliputi:

  1. Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM-NU)
  2. Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LF-NU)
  3. Lajnah Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN-NU)
  4. Lajnah Auqaf Nahdlatul Ulama (LA-NU)
  5. Lajnah Zakat, Infaq, dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZIS-NU)

Badan Otonom

Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu. Badan Otonom ini meliputi:

  1. Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah (JATMAN)
  2. Muslimat Nahdlatul Ulama (Muslimat NU)
  3. Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama (GP Ansor NU)
  4. Fatayat Nahdlatul Ulama (Fatayat NU)
  5. Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU)
  6. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)
  7. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU)
  8. Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
  9. Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa (IPSNU Pagar Nusa)
  10. Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz Nahdlatul Ulama (JQH NU)
  11. Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU)

NU dan Politik

Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang mendukung Sukarno, dan bergabung dalam NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis) Nasionalis diwakili Partai Nasional Indonesia (PNI) Agama Partai Nahdhatul Ulama dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

NU kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru. Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP. Pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi.

Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid. Pada pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Pada pemilu 2004, PKB memperoleh 52 kursi DPR.

Partai Penerus

Lihat pula

Rujukan

  1. ^ Nalar Politik NU & Muhammadiyah, 2009

Pranala luar


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "upper-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="upper-alpha"/> yang berkaitan