Azan

Panggilan dimulainya Ibadah Salat
Revisi sejak 8 November 2021 18.06 oleh Zaskia Zahra (bicara | kontrib) (top: Perbaikan kesalahan ketik, Perbaikan tata bahasa)

Azan (ejaan KBBI) atau adzan (bahasa Arab: أَذَان [ʔaˈðaːn]) merupakan panggilan ibadah bagi umat Islam untuk menunaikan salat fardu. Azan dikumandangkan oleh seorang muazin dari mesjid setiap memasuki waktu lima waktu salat. Kata azan sendiri berasal dari kata ʾadzina أَذَّنَ yang berarti "mengumandangkan adzan". Panggilan kedua setelah azan dinamakan iqamah digunakan untuk memberitahu umat bahwa ibadah salat segera dimulai.

Lafal

Azan di Masjid Matey Qoqanuly (Shalkar, Kazakhstan)
Rincian apa yang dibacakan dan berapa kali
Pengulangan Lafal Transliterasi Terjemahan
Oleh
Sunni
(Asli)[a]
[1][2][3][4]
Oleh
Syiah
[3][4][5]
Oleh
Zaydi
4x atau 2x 4x 8x atau 4x[b] ٱللَّٰهُ أَكْبَرُ ʾAllāhu ʾakbaru Allah Maha Besar [daripada sesuatu apa pun]
2x 2x 2x أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ ʾašhadu ʾan lā ʾilāha ʾillā -llāhu Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
2x 2x 2x أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ ٱللَّٰهِ ʾašhadu ʾanna Muḥammadan rasūlu -llāhi Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah
Tak ada 2x[c] Tak ada أَشْهَدُ أَنَّ عَلِيًّا وَلِيُّ ٱللَّٰهِ ʾašhadu ʾanna ʿAlīyan walīyu -llāhi Aku bersaksi bahwa Ali adalah Wali Allah
2x 2x 2x حَيَّ عَلَىٰ ٱلصَّلَاةِ ḥayya ʿalā ṣ-ṣalāhti Mari menunaikan salat
2x 2x 2x حَيَّ عَلَىٰ ٱلْفَلَاحِ ḥayya ʿalā l-falāḥi Mari menuju kemenangan
Tidak ada 2x 2x حَيَّ عَلَىٰ خَيْرِ ٱلْعَمَلِ ḥayya ʿalā khayri l-ʿamali Buru-buru melakukan yang terbaik
2x
(Salat subuh saja)[d]
Tidak ada Tidak ada ٱلصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ ٱلنَّوْمِ aṣ-ṣalātu khayrun mina n-nawmi Salat itu lebih baik daripada tidur
2x 2x 2x ٱللَّٰهُ أَكْبَرُ ʾAllāhu ʾakbaru Allah Maha Besar
1x 2x 1x لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ lā ʾilāha ʾillā -llāhu Tiada Tuhan selain Allah
  1. ^ Azan yang sama juga dipakai oleh Ahmadiyyah.
  2. ^ Secara tradisional 4x.[6] Pemngikut madzhab Maliki juga mengulang baris ini 4x.
  3. ^ Menurut ulama Usuli Twelver Syiah, frasa ini bukan bagian wajib dari Azan dan Iqamah, tetapi direkomendasikan (Mustahab). Akhbari Twelver Shia, however, consider it as an obligatory part of Adhan and Iqamah.[7] Fatimid, Ismaili, Alavi Bohras and Dawoodi Bohra believe and include and recite this at same place, twice in main adhan, but not in Iqama. They also recite Muḥammadun wa ʿAlīyun khayru l-basar wa itaratu huma khayru l-itar (Muhammad and Ali are the best of mankind and their progeny is the best of progenies) twice after the 6th part (Ḥayya ʿala-khayri l-ʿamal). This tradition is continued from their first Da'i al-Mutlaq, Zoeb bin Moosa (1132 CE), after their 21st Imam, At-Tayyib Abi l-Qasim, and claim this is true Fatimid tradition.[8][9][10]
  4. ^ Pengikut Madzhab Maliki percaya bahwa baris ini dua kali dan ulangi dua baris berikut sebelum baris empat kali, seperti dicatat dalam Sahih Muslim, Book 4, Ch. 2, No. 0740.

Sejarah azan dan iqamah

Azan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad ﷺ mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu salat dan mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid untuk melakukan salat berjemaah.

Di dalam musyawarah itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi.

Ada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani. Ada seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi di mana orang-orang bisa dengan mudah melihat ke tempat itu, atau setidaknya, asapnya bisa dilihat orang walaupun berada di tempat yang jauh. Yang melihat api itu, hendaklah datang menghadiri salat berjemaah.

Semua usulan yang diajukan itu ditolak oleh Nabi. Tetapi, dia menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjemaah). (KYP3095) Lantas, ada usul dari Umar bin Khattab jika ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk salat pada setiap masuknya waktu salat. Kemudian saran ini bisa diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad ﷺ juga menyetujuinya.

Asal muasal azan dan iqamat

Lafal azan tersebut diperoleh dari hadis tentang asal muasal azan dan iqamah:

Abu Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid berkata sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya, "apakah ia bermaksud akan menjual lonceng itu? Jika memang begitu, aku memintanya untuk menjual kepadaku saja". Orang tersebut justru bertanya," Untuk apa?" Aku menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan salat". Orang itu berkata lagi, "Maukah kamu kuajari cara yang lebih baik? dan aku menjawab, "ya" dan dia berkata lagi dengan suara yang amat lantang:

  • Allahu Akbar Allahu Akbar
  • Asyhadu alla ilaha illallah
  • Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
  • Hayya 'alash sholah (2 kali)
  • Hayya 'alal falah (2 kali)
  • Allahu Akbar Allahu Akbar
  • La ilaha illallah

Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Nabi Muhammad ﷺ, dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, kemudian Nabi Muhammad ﷺ, berkata, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan azan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar. Ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad ﷺ.

Setelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan azan, dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau katakan jika salat akan didirikan:

  • Allahu Akbar, Allahu Akbar
  • Asyhadu alla ilaha illallah
  • Asyhadu anna Muhammadarrasullulah
  • Hayya 'alash sholah
  • Hayya 'alal falah
  • Qod qomatish sholah (2 kali), artinya "Salat akan didirikan"
  • Allahu Akbar, Allahu Akbar
  • La ilaha illallah

Begitu subuh, aku mendatangi Rasulullah ﷺ kemudian kuberitahu dia apa yang kumimpikan. Diapun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan agar diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya lebih lantang darimu." Ia berkata: Maka aku bangkit bersama Bilal, lalu aku ajarkan kepadanya dan dia yang berazan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika dia berada di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, sungguh aku telah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."[11]

Kejadian dalam hadits tersebut terjadi di Madinah pada tahun pertama Hijriah atau 622 M.[12]

Adab azan

Adapun adab melaksanakan azan menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut:

Kriteria muazin

  1. Muslim dan berakal;[13]
  2. Baik agamanya;
  3. Diutamakan orang dewasa, namun jika terpaksa anak kecil tidak mengapa;
  4. Memiliki sifat amanah;[14]
  5. Tidak menerima upah azan;[15]
  6. Suara muazin lantang dan merdu;[16][17][18]

Ketentuan dan tata cara azan

  1. Muazin disunahkan suci dari hadas besar dan kecil;[19]
  2. Berdiri;[20]
  3. Muazin menghadap ke arah kiblat ketika mengumandangkan azan;
  4. Melakukan azan ditempat tinggi, atau dengan pengeras suara;
  5. Memperhatikan tajwid, memperlambat azan dan mempercepat iqamah;
  6. Meletakkan jari-jari di telinga ketika azan;[21]
  7. Menengok ke kanan dan ke kiri ketika haya’alatain;[22]

Menjawab azan

Apabila mendengar suara azan, disunahkan untuk menjawab azan tersebut sebagaimana yang diucapkan oleh muazin, kecuali apabila muazin mengucapkan: "Hayya alash-shalah", "Hayya alal-falah", dan "Ashsalatu khairum minan-naum" (dalam azan Subuh).

Apabila muazin mengucapkan "Hayya alash-shalah" atau "Hayya alal-falah", disunahkan menjawabnya dengan lafal "La haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhim" yang artinya "Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah". Apabila muazin mengucapkan "Ashsalatu khairum minan-naum" dalam azan Subuh, disunahkan menjawabnya dengan lafal "Shadaqta wa bararta wa ana 'ala dzalika minasy syahidin" yang artinya "Benarlah engkau dan baguslah ucapanmu dan saya termasuk orang-orang yang menyaksikan kebenaran itu".

Lihat pula

Daftar pustaka

  • Ensiklopedia Islam. 1997 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.

Rujukan

  1. ^ Shahih Bukhari 89.329 Diarsipkan 2008-12-04 di Wayback Machine.
  2. ^ Sahih Muslim : Book 020: Number 4477, 4478, 4480, 4481, 4482, 4483 Diarsipkan 2011-08-20 di Wayback Machine.
  3. ^ a b Sunan Abu Dawood : Book 36: Number 4266 Diarsipkan 2011-08-06 di Wayback Machine.
  4. ^ a b Sunan al-Tirmidhi (Arabic) Chapter of Fitan, 2:45 (India) and 4:501 Tradition # 2225 (Egypt); Hadith #2149 (numbering of al-'Alamiyyah)
  5. ^ Quran : Surah Sajda: Ayah 24-25
  6. ^ Kitab rab as-sad by Sana'ani
  7. ^ "Akhbari". Akhbari. Diakses tanggal 2013-12-31. 
  8. ^ Islamic Laws : Rules of Namaz » Adhan and Iqamah Diarsipkan September 14, 2008, di Wayback Machine.
  9. ^ Importance and Conditions of Prayers - Question #466 Diarsipkan July 8, 2009, di Wayback Machine.
  10. ^ "Adhan Call to Prayer". duas.org. Retrieved on 25 August 2016.
  11. ^ Hadis riwayat Abu Dawud (499), at-Tirmidzi (189) secara ringkas tanpa cerita Abdullah bin Zaid tentang mimpinya, al-Bukhari dalam Khalq Af'al al-Ibad, ad-Darimi (1187), Ibnu Majah (706), Ibnu Jarud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan Ahmad (16043-redaksi di atas). At-Tirmidzi berkata: "Ini hadits hasan shahih". Juga dishahihkan oleh jamaah imam ahli hadits, seperti al-Bukhari, adz-Dzahabi, an-Nawawi, dan yang lainnya. Demikian diutarakan al-Albani dalam al-Irwa (246), Shahih Abu Dawud (512), dan Takhrij al-Misykah (I: 650).
  12. ^ (Indonesia)Saiyid Sabiq. 1974 Fikih Sunnah 1, Bandung: PT Alma'arif. h. 197.
  13. ^ "...dan kalaulah mereka berbuat syirik niscaya gugurlah amalan mereka semuanya.” (Al An’am: 88)
  14. ^ “Imam adalah penanggung jawab sedangkan muadzin adalah orang yang bisa dipercaya…” (HR. Ahmad (6872), dll dari Abu Hurairah)
  15. ^ “Jadikan muadzin yang tidak mengambil upah dalam adzannya.” (HR. Abu Dawud (447) dari Utsman bin Abil Ash)
  16. ^ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Abdullah bin Zaid: “Lakukanlah bersama Bilal, ajarkan kepadanya apa yang kamu lihat dalam mimpimu, dan hendaklah dia beradzan karena dia lebih tinggi dan bagus suaranya dari kamu.” (HR. Tirmidzi (174) dan Ibnu Majah (698) dari Abdullah bin Zaid)
  17. ^ “Jika kalian azan, angkatlah suara kalian karena tidaklah ada makhluk Allah yang mendengar azan kalian, baik jin, manusia, atau apa saja kecuali masing-masing mereka akan menjadi saksi pada hari kiamat.” (HR. Bukhari (574) dari Abu Said Al Khudri)
  18. ^ “Sesungguhnya dia (Bilal) lebih lantang dan merdu suaranya dibandingkan engkau (Abdullah bin Zaid).” (HR. Tirmidzi dari Abdullah bin Zaid)
  19. ^ “Suatu hari saya (bilal) berwudlu kemudian saya berdiri untuk melakukan azan salat.” (HR. Abu Dawud, hasan shahih)
  20. ^ “Berdirilah wahai Bilal kemudian serukanlah azan untuk salat.” (HR. Tirmidzi (175) dari Abdullah bin Zaid)
  21. ^ Dari Abu Juhaifah ia berkata, “Aku melihat Bilal azan dan aku ikuti bibirnya ke arah sini dan ke arah situ dan jari tangannya berada di dalam kedua lubang telinganya.” (HR. Bukhari (598), Muslim (777) dari Abu Juhaifah)
  22. ^ Nabi ﷺ: “Saya berusaha mengikuti bibirnya, mengucapkan ke kanan dan kiri hayya ‘alash shalah – hayya ‘alal falaah.” (HR. Bukhari Muslim dari Abu Juhaifah)