Khawarij

denominasi Islam
Revisi sejak 23 Desember 2022 03.43 oleh Syahramadan (bicara | kontrib) (Mengganti bagian-bagian yang menunjukkan tendensi kelompok.)

Khawārij (bahasa Arab: خوارج atau dibaca Khowaarij, secara harfiah memiliki arti "Mereka yang Keluar") ialah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam Islam yang awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya. Disebut Khowarij disebabkan karena keluarnya mereka dari barisan Ali yang saat itu dianggap sebagai pemimpin kaum muslimin yang sah.[1]

Awal keluarnya mereka dari pemimpin kaum muslimin yaitu pada zaman khalifah Ali bin Abi Thalib ketika terjadi (musyawarah) dua utusan. Mereka berkumpul disuatu tempat yang disebut Khoruro (satu tempat di daerah Kufah). Oleh sebab itulah mereka juga disebut Al Khoruriyyah.[2]

Etimologi

Istilah Al-Khariji digunakan sebagai eksonim oleh lawan mereka ketika kelompok tersebut meninggalkan tentara Khalifah Ali selama Perang Saudara Islam I. Istilah ini berasal dari akar bahasa Arab خ ر ج, yang memiliki arti utama "meninggalkan" atau "keluar",[3] seperti pada kata dasarnya خرج, ḵẖaraja, "keluar". Mereka menyebut diri mereka sendiri Asy-Syurah ("Para Pedagang"), yang mereka pahami dalam konteks kitab suci Islam (Qur'an Al-Baqarah:207) dengan pemaknaan bahwa "mereka telah memperdagangkan barang fana, yaitu kehidupan dunia, dengan kehidupan lain yang lebih kekal, yaitu "kehidupan akhirat".[4][5]

Sumber primer dan klasik

Hampir tidak ada sumber Khawarij utama yang bertahan, kecuali karya penulis dari satu-satunya sekte Khawarij yang masih hidup yaitu Ibadiyah. Kebanyakan sumber mengenai Khawarij berasal dari kutipan yang ada dalam karya non-Kharwarij.[6] Karena kebanyakan sumber informasi utama berasal dari karya di luar golongan mereka dan berasal dari periode berikutnya,[7] maka transmisi, pengumpulan, dan klasifikasi mengenai golongan Khawarij sering kali telah mengalami perubahan dan distorsi.[8]

Sumber-sumber non-Khawarij terbagi dalam dua kategori, yaitu sejarah dan karya heresiografi yang saat itu disebut sebagai sastra al-firaq (persektean).[6] Sejarah Khawarij ditulis jauh lebih lambat dari peristiwa yang sebenarnya, dan banyak perselisihan teologis serta politik di antara umat Islam awal telah diselesaikan pada saat itu. Sebagai perwakilan dari ortodoksi yang muncul,[9] penulis Sunni serta Syiah [10] yang menulis tentang Khawarij memandang peristiwa asli sejarah Khawarij melalui kacamata pandangan mereka.[9] Sumber-sumber mengenai Khawarij yang berasal dari luar golongan mereka sering kali langsung memicu polemik, hal ini dikarenakan penulis cenderung menggambarkan sekte mereka sendiri sebagai perwakilan sebenarnya dari Islam asli dan menempatkan Khawarij sebagai sekte sesat yang wajib dimusuhi.[6][11] Meskipun penulis Sunni maupun Syiah menggunakan sumber Khawarij yang sebelumnya sudah tidak ada lagi dan juga sumber non-Khawarij, terjemahan mereka tentang peristiwa kemunculan Khawarij tersebut telah banyak diubah sebagai topos sastra.[8][a]

Berdasarkan hadits Nabi Muhammad yang menubuatkan munculnya 73 sekte dalam Islam, yang salah satunya akan diselamatkan dan yang lainnya dikutuk sebagai sesat, para heresiografer (peneliti aliran sesat) kemudian sangat mementingkan pengklasifikasian apa yang mereka anggap sebagai sekte sesat dan doktrin sesat mereka.[14] Akibatnya, pandangan sekte tertentu kemudian diubah dan dikarang-karang sendiri agar sesuai dengan klasifikasi kesesatan, dan terkadang ada beberapa sekte fiktif yang dibuat-buat dengan tujuan untuk disesat-sesatkan.[8][15] Selain itu, laporan para heresiografer sering kali membingungkan dan kontradiktif karena mereka membuat rekonstruksi tentang "apa yang sebenarnya terjadi" dengan mencocok-cocokkan motif sebenarnya dari kaum Khawarij agar sesuai dengan keinginan penulis.[16] Menurut sejarawan Hannah-Lena Hagemann dan Peter Verkinderen, sumber sejarah non-Khawarij kadang-kadang menggunakan Khawarij sebagai contoh buruk dalam berbagai masalah, seperti masalah "status Ali, bahaya perselisihan komunal, atau aspek hukum pemberontakan".[17] Sumber Ibadi, di di sisi lain, dapat dikategorikan sebagai hagiografi dan sumber-sumber tersebut memiliki muatan pelestarian identitas kelompok Khawarij. Untuk tujuan tersebut, sumber Ibadi sering kali membuat-buat cerita atau mengubah peristiwa yang pernah terjadi untuk meromantisasi dan mengagungkan pemberontakan Khawarij awal dan pemimpin mereka sebagai simbol identitas kelompok.[18] Meski begitu, sumber-sumber Ibadi juga memusuhi kelompok Khawarij lainnya.[19] Sumber-sumber tentang Khawarij, baik yang berasal dari Ibadi, historiografis, atau heresiografis, sering kali tidak melaporkan peristiwa sebagaimana yang sebenarnya terjadi. Para penulis tersebut lebih suka menunjukkan bagaimana cara dirinya dalam memandang Khawarij, dan ingin pembacanya melihat peristiwa yang mereka baca sebagai kenyataan.[8][20]

Sumber-sumber mengenai Khawarij yang temasuk ke dalam kategori historiografi antara lain adalah Sejarah Para Nabi dan Raja karya Ath-Thabari (wafat 923), Al-Asyraf dari Al-Baladzuri (w. 892),[b] Al-Kamil dari al-Mubarrad (wafat 899), dan Padang Emas dari Al-Mas'udi (w. 956).[22] Sumber penting lainnya termasuk sejarah dari Ibnul Atsir al-Jaziri (w. 1233), dan Ibnu Katsir (w. 1373), tetapi kedua penulis tersebut banyak mengambil materi dari Ath-Thabari.[6] Inti informasi dalam sumber-sumber historiografi tersebut didasarkan pada karya sejarawan terdahulu seperti Abu Mikhnaf (wafat 773), Ma'mar bin al-Mutsanna (wafat 825), dan Al-Mada'ini (wafat 843).[22] Penulis yang pada umumnya masuk ke dalam kategori heresiografi meliputi Al-Asy'ari (wafat 935),[c] Abu Mansur Al-Baghdadi (w. 1037),[d] Ibnu Hazm (w. 1064),[e] Asy-Syahrastani (w. 1153 ),[f] dan lain-lainnya.[6][11] Karya terkemuka di antara orang Ibadi yang bertahan adalah tulisan heresiografi abad kedelapan dari Salim bin Dzakwan.[23] Tulisan ini membedakan para Ibadi dengan kelompok Khawarij lain yang diperlakukan sebagai ekstremis.[24] Al-Kasyf wal Bayan, sebuah karya abad ke-12 oleh Al-Qalhati, adalah contoh lain dari tulisan heresiografi Ibadi dan membahas asal-usul kaum Khawarij dan perpecahan di dalam pergerakan Khawarij.[6]

Catatan

  1. ^ Banyak laporan pemberontakan Khawarij misalnya, mengikuti pola yang berbeda: pengumpulan anggota Khawarij; penunjukan pemimpin yang pada awalnya enggan untuk ditunjuk; khotbah yang mengharuskan umat untuk mengobarkan semangat jihad; dan akhirnya pemberontakan.[12] Gambaran lain tentang Khawarij sering kali termasuk kesalehan ekstrem, keinginan untuk perang suci dan kesyahidan, dan kekerasan ekstrim.[13]
  2. ^ Al-Baladzuri agak bersimpati terhadap kaum Khawarij karena dia lebih mementingkan penggambaran Bani Umayyah sebagai tiran, yang kezaliman rezim tersebut dia lawankan dengan kesalehan Khawarij. Sebaliknya, Ath-Tabari berfokus pada kecaman terhadap militan Khawarij.[21]
  3. ^ Kitab Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Musallin.
  4. ^ Al-farq bainal firaq.
  5. ^ Kitab al-Fasl fi'l-Milal wa'l-Ahwa wa'l-Nihal.
  6. ^ Kitab Al-Milal wa'l-Nihal.

Referensi

Kutipan

  1. ^ Fat, juz 12 hal. 283
  2. ^ Mu'jam Al-Buldan li Yaqut Al-Hamawi, juz 2 hal. 245
  3. ^ Francesca 2006, hlm. 84.
  4. ^ Della Vida 1978, hlm. 1075.
  5. ^ Gaiser 2016, hlm. 1–2.
  6. ^ a b c d e f Gaiser 2013.
  7. ^ Hagemann 2021, hlm. 3.
  8. ^ a b c d Gaiser 2020.
  9. ^ a b Kenney 2006, hlm. 25.
  10. ^ Gaiser 2016, hlm. 2.
  11. ^ a b Kenney 2006, hlm. 28–29.
  12. ^ Hagemann 2021, hlm. 122.
  13. ^ Hagemann 2021, hlm. 86ff.
  14. ^ Kenney 2006, hlm. 28.
  15. ^ Lewinstein 1992, hlm. 75–77, 92–96.
  16. ^ Hagemann 2021, hlm. 64–65.
  17. ^ Hagemann & Verkinderen 2020, hlm. 501.
  18. ^ Gaiser 2016, hlm. 169.
  19. ^ Lewinstein 1991.
  20. ^ Hagemann & Verkinderen 2020, hlm. 490.
  21. ^ Hagemann 2016.
  22. ^ a b Della Vida 1978, hlm. 1077.
  23. ^ Crone & Zimmermann 2001.
  24. ^ Sonn & Farrar 2009.

Daftar pustaka