Hizbullah (Indonesia)

gerakan Islam bercabang dari Sunni

Hizbullah (Ejaan Lama: Hizboellah atau Hisboellah, bahasa Arab: حزب الله, har. 'Tentara Allah') atau Laskar Hizbullah adalah laskar pejuang yang aktif selama masa perang kemerdekaan Indonesia. Hizbullah dibentuk pada tanggal 8 Desember 1944 oleh pemerintahan pendudukan Jepang dengan nama Kaikyō Seinen Teishintai (Jepang: 回教青年挺身隊, 'Pasukan Sukarela Pemuda Islam'). Hizbullah didirikan sebagai pasukan cadangan bagi Pembela Tanah Air (PETA) dengan anggota yang terdiri dari pemuda-pemuda muslim. Berbeda dengan PETA yang berada di bawah komando Angkatan Darat Kekaisaran Jepang, komando Hizbullah terletak pada Partai Masyumi. Oleh karena itu, Hizbullah tidak ikut dibubarkan sebagaimana PETA ketika Jepang menyerah kepada Sekutu pada bulan Agustus 1945. Selepas peristiwa proklamasi, Hizbullah turut berjuang mempertahankan kedaulatan Indonesia yang baru berdiri bersama militer serta laskar-laskar lain, hingga seluruh kekuatan bersenjata Indonesia dilebur menjadi Tentara Nasional Indonesia pada tahun 1947.

Hizbullah
  • 回教青年挺身隊
  • Kaikyō Seinen Teishintai
Aktif8 Desember 19443 Juni 1947
Negara
Aliansi Masyumi
Tipe unitInfanteri
Peran
Jumlah personelca 25.000 personel (1945)
MarkasCibarusah, Bekasi, Jawa Barat
JulukanSabilillah
Warna panji
  •   Hijau
  •   Merah
  •   Putih
Ulang tahun8 Desember
PertempuranRevolusi Nasional Indonesia
Tokoh
Ketua Pusat PimpinanZainul Arifin Pohan
Wakil Ketua Pusat PimpinanMohamad Roem
Komandan PelatihanMas Mansyur
Wakil Komandan PelatihanPrawoto Mangkusasmito
Salah satu versi panji Hizbullah

Pembentukan

Pembentukan Hizbullah berawal ketika tokoh dan masyarakat Indonesia mulai menyuarakan aspirasi tentang pembentukan satuan militer yang beranggotakan bangsa Indonesia. Pada tanggal 13 September 1943, permohonan pembentukan satuan militer turut diusulkan oleh sepuluh ulama: K.H. Mas Mansyur, K.H. Adnan, Dr. Abdul Malik Karim Amrullah, Guru H. Mansur, Guru H. Cholid, K.H. Abdul Madjid, Guru H. Jacob, K.H. Djunaedi, U. Mochtar, dan H. Mohammad Sadri, yang menuntut agar segera dibentuk tentara sukarela bukan wajib militer yang akan mempertahankan Pulau Jawa. Tentara ini direncanakan terdiri dari umat Islam dan diatur menurut ketentuan Islam. Usulan pembentukan satuan militer ini diwujudkan dengan dibentuknya PETA pada tanggal 3 Oktober 1943, tetapi PETA bukanlah satuan khusus bagi pemeluk Islam. Pada tanggal 25 Februari 1944, terjadi pemberontakan di Singaparna dari kalangan santri yang dipimpin oleh K.H. Zaenal Mustafa. Pemberontakan ini membuat Jepang mulai melunakkan sikap terhadap kelompok Islam. Akhirnya pada tanggal 8 Desember 1944, Hizbullah didirikan oleh pemerintahan militer Jepang sebagai pasukan yang terdiri dari pemuda-pemuda muslim, dengan fungsi menjadi kekuatan cadangan bagi PETA. Meski diresmikan oleh Jepang, komando pasukan Hizbullah berada di bawah koordinasi Partai Masyumi.[1]

Pada bulan Desember 1944 hingga Januari 1945, dibentuk Pusat Pimpinan Barisan Hizbullah untuk mempersiapkan perekrutan dan pembukaan pusat pelatihan. Dewan ini diketuai oleh K.H. Zainul Arifin Pohan dengan wakil Mohamad Roem, sedangkan urusan pelatihan dikomandani oleh K.H. Mas Mansyur dengan wakil Prawoto Mangkusasmito di bawah pengawasan Motoshige Yanagawa dari Beppan (gugus tugas khusus dari Angkatan Darat ke-16).[1] Pelatihan anggota dimulai pada tanggal 28 Februari 1945 di pusat pelatihan yang terletak di Cibarusa, Bogor (kini bagian dari Kabupaten Bekasi). Peserta pelatihan yang pertama berjumlah 500 orang, yang berasal dari berbagai pesantren di Pulau Jawa dan Madura.[2] Lulusan dari pelatihan ini kemudian dikembalikan ke daerah asal masing-masing untuk membentuk satuan Hizbullah beranggotakan pemuda setempat. Selama setahun pertama berdirinya, diperkirakan jumlah anggota Hizbullah secara keseluruhan mencapai sekitar 25.000 personel.[1]

Era Revolusi Nasional

 
Dua orang personel TNI dari Hizbullah sedang makan di pusat evakuasi di Bangil, 1948

Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, PETA sebagai pasukan yang didirikan oleh pemerintahan militer Jepang dibubarkan. Hizbullah, yang berada di bawah arahan Partai Masyumi, tidak terpengaruh oleh hal itu, sehingga aktivitasnya tetap berlanjut memasuki era pemerintahan Indonesia yang merdeka. Hizbullah kemudian turut berjuang di berbagai pertempuran bersama Badan Keamanan Rakyat (kemudian formasi lainnya) serta laskar-laskar atau badan perjuangan rakyat lain selama Revolusi Nasional Indonesia.

Pada masa awal revolusi, berbagai satuan Hizbullah di berbagai daerah turut melucuti persenjataan tentara Jepang untuk mempersenjatai diri. Tak jarang hal ini menimbulkan bentrok dengan tentara Jepang. Beberapa pertempuran besar yang turut dihadiri oleh personel dari Hizbullah di antaranya adalah Bandung Lautan Api, Pertempuran Lima Hari, Pertempuran Ambarawa, dan Pertempuran Surabaya.

Aktivitas Hizbullah sebagai pasukan independen selesai ketika pada tanggal 3 Juni 1947, Presiden Sukarno mengumumkan pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pembentukan TNI dilakukan dengan menggabungkan kekuatan militer formal Tentara Republik Indonesia (TRI) dengan laskar-laskar rakyat, termasuk Hizbullah.

Tokoh dalam Hizbullah

Beberapa tokoh dalam sejarah Indonesia yang pernah bertugas dalam Hizbullah antara lain:

Rujukan

Catatan

Referensi

  1. ^ a b c Johari, Hendi (2018-04-16). "Hizbullah Zaman Jepang". Historia. 
  2. ^ Shiraishi 1974, hlm. 33.

Daftar pustaka