Kerajaan Kahuripan
Kerajaan Kahuripan atau dikenal dengan nama Medang Kahuripan, adalah nama yang lazim dipakai untuk sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Airlangga pada tahun 1019 M.[1] Kerajaan ini dibangun sebagai kelanjutan kerajaan Medang yang runtuh tahun 1016 M.[1][2] Pada tahun 1042 M, wilayah kerajaan dibagi dua oleh Airlangga untuk kedua putranya menjadi kerajaan Janggala dan kerajaan Panjalu.[1]
Kerajaan Kahuripan | |||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1019–1043 | |||||||||||
Arca perwujudan Airlangga sebagai Dewa Wisnu mengendarai Garuda. Koleksi Museum Trowulan, Jawa Timur. | |||||||||||
Ibu kota |
| ||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Jawa Kuno, Sansekerta | ||||||||||
Agama | Hinduisme, Buddhisme, Animisme | ||||||||||
Pemerintahan | Monarki | ||||||||||
Raja | |||||||||||
• 1019 - 1043 | Airlangga | ||||||||||
• 1042 - 1043 | Sanggramawijaya Tunggadewi | ||||||||||
Sejarah | |||||||||||
• Didirikan | 1019 | ||||||||||
1042 | |||||||||||
• Dibubarkan | 1043 | ||||||||||
Mata uang | Koin emas dan perak | ||||||||||
| |||||||||||
Belum ditemukan prasasti yang menyebut Kahuripan sebagai sebuah nama kerajaan mandiri. Namun, Carita Parahyangan menyebut Kahuripan adalah bagian dari wilayah Kerajaan Medang.[3] Dalam Cerita Panji dan dongeng rakyat, nama kerajaan ini lebih dikenal dengan sebutan Medang Koripan;[3] sedangkan di masa Majapahit, Mpu Prapanca juga menyebutkan Kahuripan dengan nama Jiwana, yaitu terjemahannya dalam bahasa Sanskerta.[3]
Latar belakang
Runtuhnya Kerajaan Medang
Raja Kerajaan Medang yang terakhir bernama Dharmawangsa Teguh, saingan berat Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 1016 Raja Wurawari dari Lwaram sekitar Cepu, Blora (sekutu Sriwijaya) menyerang Istana Wwatan, ibu kota Kerajaan Medang, yang tengah mengadakan pesta pernikahan Airlangga dengan putri dari raja Dharmawangsa Teguh, Dharmawangsa Teguh sendiri tewas dalam serangan tersebut sedangkan keponakannya yang bernama Airlangga beserta dengan putri Dharmawangsa berhasil lolos.
Airlangga adalah putra pasangan Mahendradatta (saudari Dharmawangsa Teguh) dan Udayana raja dari Kerajaan Bedahulu, Bali. ia lolos bersama putri Dharmawangsa ditemani pembantunya yang bernama Mpu Narotama. Sejak saat itu Airlangga menjalani kehidupan sebagai pertapa di hutan pegunungan (Vana giri) sekarang Wonogiri, kemudian menuju Sendang Made, Kudu, Jombang
Berdirinya Kerajaan
Pada saat pelarian dan dalam pertapaannya, pada tahun 1019, Airlangga didatangi para utusan rakyat serta senopati yang masih setia meminta agar dirinya mendirikan dan membangkitkan kembali sisa-sisa kejayaan kedatuan Medang. Atas dukungan dari para pendeta dari ketiga Aliran (Hindu, Buddha dan Mahabrahmana) ia kemudian membangun kembali sisa-sisa kerajaan Medang yang istananya telah hancur tersebut. Yang lazim dikenal sekarang dengan Kerajaan Kahuripan dengan ibu kota yang baru bernama Watan Mas. Ibu kota baru Watan Mas (Wotanmas Jedong, Ngoro, Mojokerto) terletak di dekat sekitar Gunung Penanggungan. Pada mulanya wilayah kerajaan yang diperintah Airlangga hanya meliputi daerah Gunung Penanggungan dan sekitarnya, karena banyak daerah-daerah bawahan Kerajaan Medang yang membebaskan diri setelah keruntuhannya. Baru setelah Kerajaan Sriwijaya dikalahkan Rajendra Coladewa, raja Colamandala dari Kerajaan Chola India tahun 1025, Airlangga bisa dengan leluasa membangun kembali kejayaan wangsa Isyana.
Perluasan wilayah
Sejak tahun 1029, Airlangga mulai memperluas wilayah kerajaannya, peperangan demi peperangan dijalani Airlangga. Satu demi satu kerajaan-kerajaan di Jawa Timur dapat ditaklukkannya. Namun pada tahun 1031 Airlangga kehilangan kota Watan Mas karena diserang oleh raja wanita yang kuat bagai raksasa. Raja wanita itu adalah Ratu Dyah Tulodong, yang merupakan salah satu raja Kerajaan Lodoyong (sekarang wilayah Tulungagung, Jawa Timur). Dyah Tulodong digambarkan sebagai ratu yang memiliki kekuatan luar biasa. Salah satu peristiwa sejarah penting adalah pertempuran antara bala tentara Raja Airlangga yang berhasil dikalahkan oleh Dyah Tulodong. Pertempuran tersebut terjadi lantaran Dyah Tulodong berusaha membendung ekspansi Airlangga yang waktu itu sudah menguasai wilayah-wilayah di sekitar kerajaan Lodoyong. Bahkan di beberapa riwayat, diceritakan pasukan khusus yang dibawa Ratu Dyah Tulodong merupakan prajurit-prajurit wanita pilihan, pasukan ini bahkan berhasil memukul mundur pasukan Airlangga dari pusat kota kerajaannya Watan Mas, (Wotanmas Jedong, Ngoro, Mojokerto) di dekat Gunung Penanggungan hingga ke Patakan (Sambeng, Lamongan, Jawa Timur).
Tetapi satu tahun kemudian di penghujung tahun 1032, Pasukan Airlangga dari arah utara, bergerak ke selatan menuju wilayah Lodoyong. Dyah Tulodong berhasil dikalahkan oleh Airlangga lewat pertempuran sengit. Tidak lama kemudian Airlangga menuju ke arah barat, Raja Wurawari pun dapat dihancurkannya, sekaligus membalaskan dendam keluarga Airlangga dan wangsa Isyana. Raja Airlangga juga berhasil mengalahkan raja Wijayawarmman, raja terakhir yang masih belum tunduk (bulan Karttika tahun 959 Saka atau 10 November 1037M).[4] Sejak saat itu wilayah kerajaan Airlangga mencakup hampir seluruh Jawa Timur.
Airlangga kemudian membangun ibu kota baru di wilayah Jenggala bernama Kahuripan yang berpusat di daerah Kabupaten Sidoarjo sekarang. nama Kahuripan inilah yang kemudian lazim dipakai sebagai nama kerajaan yang dipimpin Airlangga, sama halnya nama Singhasari yang sebenarnya adalah nama ibu kota, lazim dipergunakan sebagai nama kerajaan yang dipimpin oleh Kertanagara. Airlangga juga memperluas wilayah kerajaan hingga ke Jawa Tengah, bahkan pengaruh kekuasaannya diakui sampai ke Bali.
Perkembangan Kerajaan
Kerajaan dengan pusatnya di Kahuripan ini wilayahnya membentang dari Pasuruan di timur hingga Madiun di barat. Pantai utara Jawa, terutama Sidoarjo, Surabaya dan Tuban, menjadi pusat perdagangan yang penting untuk pertama kalinya. Airlangga naik takhta dengan bergelar abhiseka (wisuda) Çri Mahãrãja Rakai Halu Çri Lokeçwara Dharmmawamça Airlangga Anãntawikramottunggadewa. Setelah keadaan aman, Airlangga mulai mengadakan pembangunan - pembangunan demi kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan yang dicatat dalam prasasti - prasasti peninggalannya antara lain.
- Pada tahun 1036, Airlangga membangun Sri Wijaya Asrama, yang dibangun sebagai pusat pendidikan dan pengajaran keagamaan.
- Pada tahun 1037, dikeluarkan prasasti Kusambyan memuat informasi mengenai keraton Madander yang diperkirakan sebagai lokasi dari istana Airlangga yang terletak di sekitar Kabupaten Jombang.
- Pada tahun 1037, berdasarkan Prasasti Kamalagyan, membangun bendungan Waringin Sapta untuk mencegah banjir musiman.
- Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat Surabaya sekarang.
- Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.
- Berdasarkan Prasasti Pucangan, meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041.
- Pada tahun 1042, berdasarkan prasasti Pamwatan dan Serat Calon Arang, di akhir masa pemerintahannya, Airlangga kemudian memindahkan ibukotanya ke Daha, wilayah Panjalu atau Kadiri.
Ketika itu, Airlangga dikenal atas toleransi beragamanya, yaitu sebagai pelindung agama Hindu Syiwa dan Buddha.
Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan perjuangan Arjuna mengalahkan Niwatakawaca, sebagai kiasan Airlangga mengalahkan raja Wurawari.
Pembagian Kerajaan
Menurut prasasti Turun Hyang (1044 M), pada akhir pemerintahannya tahun 1042, Airlangga berhadapan dengan masalah persaingan perebutan takhta antara kedua putranya, raja yang sebenarnya adalah putri Airlangga. Nama asli putri tersebut dalam prasasti Cane (1021 M) sampai prasasti Pasar Legi (1043 M) adalah Sanggramawijaya Tunggadewi, yang menjadi putri mahkota sekaligus pewaris takhta istana Kerajaan Kahuripan, namun ia memilih untuk mengundurkan diri dan menjalani kehidupan suci sebagai pertapa biksuni dengan bergelar Dewi Kili Suci. Kemudian di tahun yang sama, berdasarkan prasasti Pamwatan (1042 M) dan Serat Calon Arang, Airlangga memindahkan ibu kotanya dan mendirikan kota Dahanapura, di wilayah Panjalu atau Kadiri.
Sebelum turun takhta, pada akhir November 1042, atas saran penasihat kerajaan sekaligus gurunya Mpu Bharada, Airlangga terpaksa membagi kerajaannya menjadi dua, bagian barat yaitu wilayah Panjalu beribukota di Daha diberikan kepada Sri Samarawijaya, kemudian wilayah bagian timur yaitu Janggala beribukota di Kahuripan diberikan kepada Mapanji Garasakan.
Setelah turun takhta, Airlangga menjalani hidup sebagai pertapa sampai meninggal sekitar tahun 1049. Menurut Serat Calon Arang ia kemudian bergelar Resi Erlangga Jatiningrat, sedangkan menurut Babad Tanah Jawi ia bergelar Resi Gentayu. Namun yang paling dapat dipercaya adalah prasasti Gandhakuti (1042) yang menyebut gelar kependetaan Airlangga adalah Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana.
Menurut prasasti Pasar Legi (1043 M), baik Airlangga maupun Sanggramawijaya Tunggadewi masih aktif menjalankan pemerintahan, mengikuti penyebutan gelar kependetaan Airlangga yaitu Resi Aji yang juga berarti sebagai raja pendeta. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa Airlangga dan putrinya masih memegang kekuasaan tertinggi sekalipun hidupnya sudah terbagi dengan kegiatan non-duniawi.
Saat Kahuripan menjadi bawahan Majapahit
Sejak tahun 1293 M. Kahuripan bersama dengan Daha menjadi negeri bawahan dari kerajaan Majapahit yang paling utama. Penguasa Kahuripan atau raja bawahan yang memimpin wilayah ini bergelar sebagai Bhre Kahuripan.
Bhre Kahuripan yang pernah menjabat ialah :
- Dyah Gitarja (1309-1328), (1350-1375)
Kitab Pararaton 27:18,19; 29:32 dan Kakawin Nagarakretagama 2:2. - Hayam Wuruk (1334-1350)
Prasasti Prapancasarapura (1320 M). - Wikramawardhana (1375-1389)
Suma Oriental (?). - Surawardhani (1389-1400)
Kitab Pararaton 29:23,26; 30:37. - Ratnapangkaja (1400-1446)
Kitab Pararaton 30:5,6; 31:35. - Rajasawardhana (1447-1451)
Kitab Pararaton 32:11 dan Prasasti Waringin Pitu (1477 M). - Dyah Samarawijaya (1451-1478)
Kitab Pararaton 32:23.
Situs Budaya Kahuripan
Candi
- Candi Gununggangsir, terletak di Beji, Kabupaten Pasuruan.
- Candi Watutulis, terletak di daerah Watutulis, Prambon, Sidoarjo.
- Petirtaan Belahan, terletak di lereng timur Gunung Penanggungan, Kabupaten Pasuruan.
Prasasti
- Prasasti Cane (1021 M).
- Prasasti Baru (1030 M).
- Prasasti Terep (1032 M).
- Prasasti Kamalagyan (1037 M), Tropodo, Krian, Sidoarjo.
- Prasasti Pucangan (1042 M), terletak di lereng barat gunung Penanggungan, Kabupaten Mojokerto.
- Prasasti Pasar Legi (1043 M), Ngimbang, Lamongan.
- Prasasti Lawan, Sambeng, Lamongan.
- Prasasti Lemah Abang, Ngimbang, Lamongan.
- Prasasti Purwokerto, Ngimbang, Lamongan.
- Prasasti Drujugurit, Ngimbang, Lamongan.
- Prasasti Wotan, Ngimbang, Lamongan.
- Prasasti Sendang Gede, Ngimbang, Lamongan.
- Prasasti Sendangrejo, Ngimbang, Lamongan.
- Prasasti Sumbersari, Sambeng, Lamongan.
- Prasasti Sumbersari II, Sambeng, Lamongan.
Situs
- Sendang Made, terletak di Made, Kudu, Jombang.
- Situs Sumberbeji, Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang.
- Situs Pataan, terletak di Pataan, Sambeng, Lamongan.
- Gua Selomangleng, terletak di Mojoroto, Kediri.
Karya Sastra
- Kakawin Arjunawiwāha. Karya sastra ini ditulis oleh Mpu Kanwa.
Daftar pustaka
- H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
- Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
- Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
Didahului oleh: Kerajaan Medang |
Kerajaan Hindu-Buddha 1019 - 1043 |
Diteruskan oleh: Kerajaan Janggala dan Panjalu |
Referensi
- ^ a b c Aizid, Rizem (2022-03-25). Pasang Surut Runtuhnya Kerajaan Hindu-Buddha dan Bangkitnya Kerajaan Islam di Nusantara. Anak Hebat Indonesia. hlm. 69–75. ISBN 978-623-400-541-7.
- ^ Mulyono, Otto Sukatno, CR dan Untung (2021-05-01). Pararaton: Naskah Pararaton dan Sistem Pemerintahan Kerajaan Konsentris. Nusamedia. hlm. 6.
- ^ a b c Wignjosoebroto, Wiranto. MENCARI JEJAK KAHURIPAN; Kerajaan Hindu Tertua dan Terlama di Tanah Jawa. Penerbit K-Media. ISBN 978-602-6287-19-9.
- ^ "Prasasti Kamalagean dusun Klagen, desa Tropodo, kecamatan Krian, kabupaten Sidoarjo Jaw". Informasi Situs Budaya Indonesia. 2017-09-18. Diakses tanggal 2017-12-15.
Didahului oleh: Medang |
Kerajaan Kahuripan 1019-1042 |
Diteruskan oleh: Kadiri dan Janggala |