Orang Indonesia
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Orang Indonesia adalah penduduk Indonesia,[37] tanpa memandang latar belakang ras, etnis ataupun agama.[38][39] Indonesia merupakan negara kepulauan multikultural dengan beragam etnis yang memiliki berbagai bahasa, budaya, dan kepercayaan. Kelompok etnis asli orang Indonesia mayoritas merupakan Orang Jawa dengan persentase terbesar yaitu 40,06%, diikuti dengan etnis Sunda (15,51%), suku Melayu (secara khusus) dengan persentase 3,70%, Batak (3,58%), Madura (3,03%), Minangkabau (2,73%), dan kelompok etnis minoritas lainnya yang membentuk sekitar 31,39% dari populasi kelompok etnis "asli" di Indonesia. Sebagian besar kelompok etnis di Indonesia termasuk dalam ras keluarga rumpun Melayu Austronesia, namun terdapat juga minoritas ras Melanesia seperti Orang Asli Papua, sisanya merupakan keturunan Tionghoa, Tamil, Punjabi, Arab,dan sebagian dari etnis Kaukasoid yang telah sejak lama lahir dan berketurunan di wilayah Indonesia.
Jumlah populasi | |
---|---|
Indonesia ca 260 juta[1] perkiraan tahun 2016 ca 255 juta[2] perkiraan tahun 2015 ca 237 juta[3] Sensus Penduduk Indonesia 2010 | |
Daerah dengan populasi signifikan | |
Malaysia | ca 8.000.000-10.000.000 (berasimilasi dengan Melayu Malaysia lokal, lebih dari separuh orang Melayu di Malaysia memiliki keturunan dari berbagai suku di Indonesia) (Lihat: Warga negara Malaysia keturunan Indonesia)[4][5][6][7][8] ca 3,500,000-5,300,000 (Warga negara Indonesia)[9][10][11][12] |
Belanda | [16] |
Arab Saudi | 1.500.000 (2014)[17] |
Singapura |
|
Afrika Selatan | 300.000 (berasimilasi dengan Melayu Tanjung lokal)[20][21] |
Republik Tiongkok | 300.000 (2020)[22] |
Hongkong | 102.100 (2006)[23] |
Amerika Serikat | 101.270 (2006)[24] |
Uni Emirat Arab | 100.000 (2006)[25] |
Australia | 86.196 (2017)[26] |
Qatar | 39.000 (2013)[27] |
Korea Selatan | 33.195 (2017)[28] |
Jepang | 30.567 (2003)[29][30] |
Jerman | 16.738 (2014)[31] |
Kanada | 14.320 (2006)[32] |
Inggris | 9.624 (2011)[33] |
Makau | 6.269 (2012)[34] |
Thailand | 2.952 (2010)[35] |
Rusia | 700 (2020)[36] |
Bahasa | |
Indonesia, Melayu, Jawa, Sunda, Batak, Minangkabau, Bugis, dan lainnya | |
Agama | |
Mayoritas Islam (Sunni dan Syiah) · Kristen (Protestan dan Katolik) · Hindu · Buddha · Konghucu · Kejawen · Wiwitan · Animisme · Syamanisme |
Jumlah populasi di Indonesia menurut sensus nasional tahun 2010 adalah 237,64 juta jiwa,[2] dan 10 tahun kemudian bertambah 32.50 juta saat di lakukan sensus penduduk tahun 2020 yaitu 270.20 juta [1][2]51% populasi tinggal di pulau Jawa,[2] pulau terpadat di dunia.[40] Sekitar 95% orang Indonesia adalah Pribumi sedangkan 5% sisanya adalah orang Indonesia keturunan negara asing, seperti Keturunan Arab, Keturunan Tionghoa, Keturunan India dan lainnya.
Sejarah
Konsep ras Indonesia
Istilah "orang Indonesia" (bahasa Inggris: Indonesians) pada mulanya digunakan oleh peneliti-peneliti Eropa sebagai kategori ras manusia. Antropolog Eropa memberikan dua pengertian tentang ras Indonesia, pertama sebagai satu kesatuan (sebagaimana ras Eropa atau ras kulit putih), dan kedua sebagai suatu kumpulan kategori budaya dan etnisitas yang beragam. Istilah "orang Indonesia" dalam pengertian ras manusia mencuat pada 1850-an ketika George Windsor Earl dalam esainya yang berjudul "On the leading characteristic of Papuan, Australian, and Malayu-Polynesian nations" (bahasa Indonesia: Tentang Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia) yang berusaha menggolongkan penduduk Kepulauan Hindia sebagai ras kulit cokelat. Meski Earl pada akhirnya lebih memilih menggunakan istilah Melayunesia, penggunaan nama Indunesia atau Indonesia diteruskan oleh sejumlah peneliti setelahnya. Pemilihan ini berdasarkan pada keinginan mereka untuk menggambarkan kategori manusia yang murni geografis (bukan diambil dari nama suku tertentu). Penggunaan istilah ras Indonesia kemudian didukung oleh banyak peneliti lain, sehingga istilah ras Indonesia menjadi sebutan bagi seluruh penduduk pribumi yang mendiami kepulauan ini, kepulauan yang kemudian nyaris seluruhnya menjadi jajahan Belanda.[41][42][43]
Ciri fisik
Alfred Cort Haddon mendefinisikan ras Indonesia sebagai penduduk Kepulauan Hindia berambut hitam, kadang dengan sedikit warna merah, dan berkulit kuning-kecokelatan, sering kali lebih cerah.[44] Dalam Report of The Philippine Commission to the President bertahun 1900-1901, ras Indonesia dibedakan dari ras Melayu. Dalam laporan tersebut dikatakan bahwa penduduk Filipina terdiri dari tiga ras yang berbeda, yaitu ras Indonesia, ras Negrito dan ras Melayu. Ras Indonesia dikatakan paling unggul karena memiliki perawakan yang lebih bagus.[45] Meskipun demikian, penggolongan manusia berdasarkan fisik telah ditentang ilmuwan modern karena tidak memiliki pijakan ilmiah yang kuat.[46]
Kebangkitan nasional
Pada dua dasawarsa awal abad ke-20, istilah Indonesia kemudian dimanfaatkan para cendekiawan untuk membangun rasa kebersamaan dan nasionalisme. Keindonesiaan memberikan mereka titik temu, walau berasal latar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda. Pada kalangan pelajar dan cendekiawan inilah istilah Indonesia pertama kali digunakan sebagai kesatuan kesadaran berbangsa. Walaupun istilah ini lantas digunakan untuk siapa saja yang menolak kolonialisme Belanda, sehingga orang keturunan Tionghoa, India, Arab, dan Eropa yang membela kemerdekaan Indonesia dapat dikategorikan sebagai orang Indonesia, pada penerapannya kalangan tersebut sering kali dipinggirkan. Salah satu seruan populis dalam Darmo Kondo bertanggal 13 November 1918 menyatakan bahwa tanah Jawa akan segera jatuh ke tangan orang Eropa, Tionghoa dan Arab.[41] Partai Nasional Indonesia atau PNI juga sempat menolak pemberian kewarganegaraan Indonesia kepada warga keturunan Eropa di Indonesia sebab mereka dianggap bukanlah bangsa Indonesia.[47] Dalam pandangannya tentang ras atau bangsa Indonesia, PNI juga memasukkan orang-orang Semenanjung Malaya sebagai bagian dari ras Indonesia yang kemudian didukung oleh beberapa tokoh Melayu Semenanjung seperti Ibrahim Yaacob, Hassan Manan and Karim Rashid.[48]
Di antara sejumlah organisasi dan partai politik yang cenderung bersikap eksklusif pada masa itu, Perhimpunan Indonesia menerima keturunan Tionghoa dan etnis nonpribumi lain dengan tangan terbuka sebagai anggota organisasinya.[49] Di masa yang berdekatan, Indisch Partij juga berpandangan bahwa orang Hindia atau Indonesia adalah siapa saja yang menganggap Hindia atau Indonesia sebagai tanah airnya, tanpa peduli apakah dia orang Indonesia totok atau keturunan Tionghoa, Belanda atau Eropa, siapa pun warga negara Indonesia adalah orang Indonesia.[50] Pemikiran ini dipengaruhi dari pandangan Tjipto Mangoenkoesoemo yang mengusulkan bahwa nation Hindia atau Indonesia terdiri dari berbagai macam golongan (termasuk peranakan Tionghoa, Eropa dan Arab) yang menganggap Indonesia sebagai tanah airnya dan secara giat memajukan tanah airnya; mereka yang mengedepankan kepentingan negara asing tidak dapat dikatakan sebagai bagian dari orang Indonesia.[51]
Pemahaman ulang bangsa Indonesia
Pemahaman rasialis tentang "bangsa Indonesia" atau siapa "orang Indonesia" lambat laun bergeser dan pudar. Muhammad Yamin dan Amir Sjarifuddin, misalnya, mengatakan bahwa menjadi Indonesia tidak ada sangkut-pautnya dengan ras, melainkan pada kesamaan sikap dan keadaan.[52] Sanggahan senada juga disampaikan oleh Siauw Giok Tjhan dari Baperki yang berpendapat bahwa ras Indonesia itu tidak ada, yang ada adalah bangsa (bahasa Inggris: nation) Indonesia yang terdiri dari ratusan suku bangsa. Orang Tionghoa-Indonesia haruslah mendapatkan status sebagai salah satu suku di Indonesia, yang bersama suku lain, membangun keanekaragaman Indonesia.[53]
Pada tahun 1998, B.J. Habibie mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1998 yang menghapus penggunaan istilah pribumi dan non-pribumi dalam segala jenjang peraturan pemerintahan di Indonesia.[54] Istilah pribumi dan non-pribumi sesungguhnya tidak disebutkan dalam GBHN dan istilah yang lebih sering digunakan adalah "orang Indonesia asli." Istilah ini pun tidak dijabarkan secara terperinci tentang maksud dari asli dalam istilah tersebut.[55] Upaya pembersihan konstitusi negara dari istilah-istilah rasis digalakkan pada permulaan tahun 2000-an. Pada amandemen kedua UUD 1945 tahun 2000, kata "orang Indonesia asli" dihapuskan dari Pasal 26 dalam Bab X tentang Warga Negara dan Penduduk.[56] Sementara itu, pada amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001, kata "orang Indonesia asli" dihapuskan dari Pasal 6 tentang presiden dan wakil presiden Indonesia.[57] UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan juga tidak lagi menyebut kriteria ras dan etnik. Hal ini menegaskan bahwa semua WNI di Indonesia memiliki kesempatan dan kedudukan yang sama tanpa membedakan dari ras atau suku mana mereka berasal.[58][59]
Populasi
Kelompok etnis
Ada lebih dari 300 kelompok etnis di Indonesia. 95% dari mereka adalah penduduk asli Indonesia (Pribumi), sementara sisanya terbentuk dari pendatang. Indonesia adalah gabungan suku suku yang ada di Nusantara termasuk didalamnya suku Tionghoa.
Kelompok etnis terbesar di Indonesia adalah suku Jawa yang mana membentuk hampir 40,22% dari total populasi Indonesia. Suku Jawa terkonsentrasi di Pulau Jawa tetapi tidak sedikit pula yang telah bermigrasi ke luar daerah Pulau Jawa di seluruh Nusantara melalui program transmigrasi. Suku Sunda, Melayu, dan Madura merupakan kelompok terbesar berikutnya di Indonesia. Banyak kelompok etnis, khususnya di Kalimantan dan Papua, yang mana hanya memiliki ratusan anggota saja. Sebagian besar bahasa lokal (bahasa daerah) berasal dari rumpun bahasa Austronesia, meski demikian jumlahnya telah signifikan, khususnya Kepulauan Maluku dan Papua Barat termasuk dalam bahasa Papua. Penduduk Tionghoa membentuk sedikitnya kurang dari 1% dari total penduduk Indonesia menurut sensus tahun 2000. Beberapa orang Indonesia keturunan Tionghoa ini berbicara dengan menggunakan berbagai dialek Cina, terutama Hokkien, Hakka dan Mandarin. Etnis keturunan lainnya, yakni etnis Arab dan India. Orang Indonesia keturunan Arab berbicara dengan menggunakan dialek Arab. Sedangkan orang Indonesia keturunan India tentu menggunakan dialek mereka masing-masing, terutama Tamil dan Punjab.
Klasifikasi kelompok etnis di Indonesia tidaklah kaku dan dalam beberapa kasus tidak jelas karena perihal migrasi, pengaruh budaya, dan bahasa; misalnya beberapa orang menganggap suku Osing dan suku Cirebon sebagai anggota suku Jawa atau serumpun dengannya, namun beberapa orang yang lain berpendapat bahwa mereka adalah kelompok etnis yang benar-benar berbeda disebabkan dialek yang berbeda antara bahasa Osing dan Cirebon dengan dialek Jawa. Kasus ini sama dengan kasus suku Baduy yang sebenarnya merupakan sub-etnis dari suku Sunda. Salah satu etnis hibrida (campuran) adalah suku Betawi, tidak hanya berasal dari perkawinan antar-pribumi, tetapi juga dengan pendatang asing seperti suku Arab, Tionghoa, dan India sejak masa Batavia kolonial.
Budaya
Bahasa
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi di Indonesia. Ini adalah standar bahasa Melayu, bahasa Austronesia yang telah digunakan sebagai bahasa pergaulan di kepulauan Indonesia (Nusantara) selama berabad-abad. Sebagian besar orang Indonesia juga berbicara lebih dari satu bahasa. Ada sekitar 700 bahasa asli pribumi-Indonesia. Selain itu ada juga beberapa dialek bahasa yang dipertuturkan oleh peranakan Tionghoa, Arab, India, dan Eropa.
Sebagian besar orang Indonesia, selain berbicara menggunakan bahasa nasional, tentu fasih pula dalam berbicara menggunakan bahasa daerah (contohnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, Minangkabau, dan lain-lain), yang biasa digunakan di rumah dan lingkungannya, serta di dalam komunitas lokal. Sebagian besar pendidikan formal, hampir semua media nasional, dan bentuk komunikasi lainnya, menggunakan bahasa Indonesia untuk menyampaikan informasi. Di Timor Timur, yang merupakan provinsi Indonesia dari 1975 hingga 1999—sekarang Timor Leste—bahasa Indonesia diakui oleh konstitusi sebagai salah satu dari dua bahasa kerja (lainnya adalah bahasa Inggris), di samping bahasa resmi Tetun dan Portugis.
Agama
Indonesia secara konstitusional adalah negara sekuler dan prinsip pertama dari landasan filosofis Indonesia, yakni Pancasila, adalah "Ketuhanan Yang Maha Esa". Sejumlah agama yang berbeda dipraktikkan di negara ini, dan pengaruh kolektif mereka terhadap kehidupan politik, ekonomi, dan budaya negara itu telah signifikan. Konstitusi Indonesia menjamin kebebasan beragama. Namun, pemerintah hanya mengakui enam agama resmi (yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konfusianisme). Meskipun berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Konferensi Indonesia tentang Agama dan Perdamaian (ICRP), ada sekitar 245 agama non-resmi di Indonesia. Hukum Indonesia mengharuskan setiap warga negara Indonesia memegang kartu identitas—disebut KTP—yang mengidentifikasi orang tersebut dengan salah satu dari enam agama resmi ini, meskipun warga negara mungkin dapat membiarkan kolom itu kosong atau tidak diisi. Indonesia tidak mengakui ateisme atau agnostisisme, dan penghujatan atau penistaan agama adalah ilegal. Dalam sensus Indonesia 2010, 87,18% orang Indonesia mengakui bahwa diri mereka sebagai Muslim (dengan Sunni lebih dari 99%, Syi'ah 0,5%, Ahmadiyyah 0,2%), 6,96% Protestan, 2,91% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Konfusianisme, 0,13% lainnya, dan 0,38% tidak dinyatakan atau tidak ditanyakan.
Kepemimpinan politik Indonesia telah memainkan peran penting dalam hubungan antar-kelompok, baik secara positif dan negatif, meningkatkan rasa saling menghormati dan menghargai dengan menegakkan Pancasila.
Arsitektur
Arsitektur Indonesia mencerminkan keragaman pengaruh budaya, sejarah, dan geografis yang telah membentuk Indonesia secara keseluruhan. Penjajah, misionaris, pedagang, dan navigator Muslim membawa perubahan budaya yang memiliki efek mendalam pada gaya dan arsitektur bangunan.
Secara tradisional, pengaruh asing yang paling signifikan adalah India. Namun, pengaruh Tionghoa, Arab, dan Eropa juga memainkan peran penting dalam membentuk arsitektur Indonesia. Arsitektur religius bervariasi dari bentuk asli ke masjid, kuil, vihara, klenteng dan gereja. Para sultan, ningrat, dan penguasa lainnya membangun istana. Ada warisan arsitektur kolonial yang cukup besar di kota-kota di Indonesia. Indonesia yang merdeka telah melihat perkembangan paradigma baru untuk perihal arsitektur postmodern dan kontemporer.
Hidangan
Hidangan Indonesia adalah salah satu masakan paling bervariasi dan penuh warna di dunia, penuh dengan rasa yang lezat. Ini beragam, sebab pulau di Indonesia terdiri dari sekitar 6.000 pulau berpenghuni dari total 18.000 di kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 300 kelompok etnis yang menyebut Indonesia sebagai rumah mereka. Ada banyak masakan daerah, sering didasarkan pada budaya pribumi-Nusantara dan pengaruh asing. Indonesia memiliki sekitar 5.350 resep tradisional, dengan 30 di antaranya dianggap yang paling penting.
Masakan Indonesia sangat bervariasi menurut wilayah dan memiliki banyak pengaruh yang berbeda. Masakan Sumatera, misalnya, sering memiliki pengaruh Timur Tengah dan India, yang menampilkan gulai dan kari, sementara masakan Jawa kebanyakan asli bumiputra, dengan sedikit pengaruh Tionghoa. Masakan di Indonesia Timur mirip dengan masakan Polinesia dan Melanesia. Unsur masakan Tionghoa dapat dilihat dalam masakan Indonesia seperti nasi goreng, bakmi, bakso, pempek dan lumpia yang mana telah sepenuhnya berasimilasi. Sedangkan unsur masakan Arab dapat dilihat dalam masakan Indonesia seperti nasi kebuli, rabeg, dan kue kaak. Ada juga unsur masakan India yang dapat dilihat dalam masakan Indonesia seperti gulai, kari, dan nasi briyani, serta roti canai.
Lihat pula
- Daftar tokoh Indonesia
- Pribumi-Nusantara
- Suku bangsa di Indonesia
- Budaya Indonesia
- Orang Indonesia perantauan
Senarai orang Indonesia non-pribumi:
Referensi
- ^ "Indonesia Population clock". Country Meters.
- ^ a b c d "Population Projection by Province, 2010-2035". Statistics Indonesia. 18 February 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 July 2015. Diakses tanggal 6 August 2016.
- ^ "Indonesia". International Monetary Fund. Diakses tanggal 25 April 2015.
- ^ "Malaysia, Negeri Perantau Indonesia".
- ^ Wahyu Dwi Anggoro (20 August 2013). "Mayoritas Melayu Malaysia Keturunan Indonesia". Okezone.
- ^ "Migrasi dan Perkawinan Politik Menghubungkan Melayu dan Nusantara".
- ^ "History of Javanese Migration to Malaysia" (dalam bahasa Indonesian). Kompas. 5 August 2022. Diakses tanggal 3 December 2022.
- ^ "The Javanese connection in Malaysia". MalaysiaKini. 21 November 2021. Diakses tanggal 20 September 2022.
- ^ termasuk imigran illegal
- ^ Purnomo, Indra. "Tersebar di Berbagai Negara, Pekerja Migran asal RI Capai 9 Juta Orang". idxchannel.com. Diakses tanggal 2022-02-26.
- ^ "5,3 Juta PMI Ilegal Diperkirakan Bekerja di Malaysia hingga Timur Tengah". merdeka.com. 2021-05-14. Diakses tanggal 2022-02-24.
- ^ "Di Hadapan BMI Malaysia, Menlu Retno Tekankan Prioritas Perlindungan WNI" (dalam bahasa Indonesian). Embassy of the Republic of Indonesia, Kuala Lumpur. 27 January 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 March 2016. Diakses tanggal 11 March 2016.
Diperkirakan terdapat sekitar 2,5 juta warga Indonesia berada di Malaysia, dimana hampir setengahnya berstatus ilegal.
- ^ "Diaspora Indonesia di Belanda Semangat "Bangun Negeri via Investasi"". Kementerian Luar Negeri Repulik Indonesia. Diakses tanggal 2022-02-24.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaWNI di Luar Negeri
- ^ "KBRI Den Haag Dorong WNI Gali Peluang Bisnis Kuliner di Belanda". medcom.id. Diakses tanggal 2022-02-24.
- ^ "Ada 1,8 Juta Diaspora Indonesia di Belanda". Swa.co.id. Diakses tanggal 23 September 2015.
- ^ Kompasiana (2016). Kami Tidak Lupa Indonesia. Bentang Pustaka. ISBN 9786022910046.
- ^ Milner, Anthony (2011). "Chapter 7, Multiple forms of 'Malayness'". The Malays. John Wiley & Sons. hlm. 197. ISBN 978-0-7748-1333-4. Diakses tanggal 17 February 2013.
- ^ "Pemerintah Dorong Diaspora Indonesia Turut Aktif Membangun Negeri". setneg.go.id.
- ^ Vahed, Goolam (13 April 2016). "The Cape Malay:The Quest for 'Malay' Identity in Apartheid South Africa". South African History Online. Diakses tanggal 29 November 2016.
- ^ "Malay, Cape in South Africa". Diakses tanggal 2022-03-21.
- ^ "Indonesia, Taiwan sign agreement on migrant protections". The Jakarta Post. 30 April 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 November 2015. Diakses tanggal 11 January 2016.
- ^ Media Indonesia Online 30 November 2006
- ^ "Meet Marvell" (PDF). Forbes Magazine. 14 August 2006. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 14 October 2006.
- ^ Ramona Ruiz (30 May 2012). "Indonesian envoy wants fewer maids sent to UAE". The National. Diakses tanggal 11 January 2016.
- ^ "Statistics". Abs.gov.au.[pranala nonaktif]
- ^ Snoj, Jure (18 December 2013). "Population of Qatar". Bqdoha.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 December 2013. Diakses tanggal 2 January 2016.
- ^ KIS Statistics 2013 (PDF). Korean Immigration Service. 29 May 2014. hlm. 378. ISSN 2005-0356. Diakses tanggal 10 April 2017.
- ^ Sakurai 2003: 33
- ^ Sakurai 2003: 41
- ^ Indonesians in Germany - their engagement in the development Diarsipkan 2017-10-19 di Wayback Machine. (2016)
- ^ Census 2006
- ^ "Country-of-birth database". Organisation for Economic Co-operation and Development. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 May 2005. Diakses tanggal 4 October 2015.
- ^ "Macau Population Census". Census Bureau of Macau. May 2012. Diakses tanggal 22 July 2016.
- ^ Vapattanawong, Patama. "ชาวต่างชาติในเมืองไทยเป็นใครบ้าง? (Foreigners in Thailand)" (PDF). Institute for Population and Social Research - Mahidol University (dalam bahasa Thai). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-04-12. Diakses tanggal 25 December 2017.
- ^ Koresponden, Non. Sekarwati, Suci, ed. "KBRI Moskow Bentuk Wadah untuk Anak Muda Indonesia dan Rusia". Tempo.co. Diakses tanggal 2021-05-26.
- ^ "Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006" (PDF). 2006.
- ^ Center for Information and Development Studies. (1998) Pribumi dan Non-Pribumi dalam Perspektif Pemerataan Ekonomi dan Integrasi Sosial (Pribumi and Non-Pribumi in the Perspective of Economic Redistribution and Social Integration). Jakarta, Indonesia: Center for Information and Development Studies
- ^ Suryadinata, Leo. (1992) Pribumi Indonesians, the Chinese Minority, and China. Singapore: Heinemann Asia.
- ^ Calder, Joshua (3 May 2006). "Most Populous Islands". World Island Information. Diakses tanggal 26 September 2006.
- ^ a b Iriye, A.; Saunier, P. (2016-04-30). The Palgrave Dictionary of Transnational History: From the mid-19th century to the present day (dalam bahasa Inggris). Springer. ISBN 978-1-349-74030-7.
- ^ Winet, Evan Darwin (2010-03-10). Indonesian Postcolonial Theatre: Spectral Genealogies and Absent Faces (dalam bahasa Inggris). Springer. ISBN 978-0-230-24667-6.
- ^ . David Chandler, et al. 2005. "The Emergence of Modern Southeast Asia: A New History", disunting oleh Norman G. Owen (U. Hawai‘i Press, 2005)
- ^ Haddon, Alfred Cort (2012-05-10). The Races of Man and Their Distribution (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 978-1-108-04627-5.
- ^ Tamura, E. (2008-03-03). The History of Discrimination in U.S. Education: Marginality, Agency, and Power (dalam bahasa Inggris). Springer. ISBN 978-0-230-61103-0.
- ^ "There's No Scientific Basis for Race—It's a Made-Up Label". Magazine (dalam bahasa Inggris). 2018-03-12. Diakses tanggal 2020-12-23.
- ^ Rocha, Zarine L.; Fozdar, Farida (2017-07-14). Mixed Race in Asia: Past, Present and Future (dalam bahasa Inggris). Taylor & Francis. ISBN 978-1-351-98248-1.
- ^ McIntyre, Angus (1973). "The 'Greater Indonesia' Idea of Nationalism in Malaysia and Indonesia". Modern Asian Studies. 7 (1): 75–83. doi:10.1017/S0026749X0000439X.
- ^ SE, DR Ir Justian Suhandinata (2013-02-06). WNI Keturunan Tionghoa Dalam Stabilitas Politik Ekonomi Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-602-03-7449-9.
- ^ Utomo, Wildan Sena (April 2014). "Nasionalisme dan Gagasan Kebangsaan Indonesia Awal: Pemikiran Soewardi Suryaningrat, Tjiptomangoenkusumo dan Douwes Dekker 1912-1914". Lembaran Sejarah,. 11 (1).
- ^ Suryadinata, Leo (2010). Etnis Tionghoa dan nasionalisme Indonesia: sebuah bunga rampai, 1965-2008. Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-979-709-530-7.
- ^ Elson, Robert Edward (2009). The Idea of Indonesia. Penerbit Serambi. ISBN 978-979-024-105-3.
- ^ Soyomukti, Nurani (2012). Soekarno & Cina: nasionalisme Tionghoa dalam revolusi Indonesia, Soekarno dan poros Jakarta-Peking, sikap Bung Karno terhadap etnis Tionghoa di Indonesia. Garasi. ISBN 978-979-25-4910-2.
- ^ "Ulasan lengkap : Dasar Hukum yang Melarang Penggunaan Istilah "Pribumi"". hukumonline.com/klinik (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2020-12-23.
- ^ Parlementaria: Majalah bulanan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Bagian Hubungan Masyarakat DPR-RI,. 1997.
- ^ "Isi Perubahan Kedua & Sejarah Amandemen UUD 1945 Tahun 2000". tirto.id. Diakses tanggal 2020-12-23.
- ^ "Amandemen UUD 1945: Sejarah & Isi Perubahan Ketiga Tahun 2001". tirto.id. Diakses tanggal 2020-12-23.
- ^ antaranews.com. "Keturunan Tionghoa jadi Presiden RI?". Antara News. Diakses tanggal 2020-12-23.
- ^ Adam, Asvi Warman; Kusumaningtyas, Atika Nur; Ekawati, Esty; Gayatri, Irine Hiraswari; Sinaga, Lidya Cristin; Rozi, Syafuan (2019-08-01). Tionghoa dan Ke-Indonesia-an: Komunitas Tionghoa di Semarang dan Medan. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 978-602-433-756-8.