Vitamin

Nutrisi yang dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah kecil
Revisi sejak 13 Desember 2023 17.34 oleh Muhammad Anas Sidik (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Vitamin (bahasa Inggris: vital amine, vitamin) adalah sekelompok senyawa organik berbobot molekul rendah yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme setiap organisme,[1] yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh.

Buah-buahan sebagai sumber vitamin bagi tubuh.

Nama vitamin berasal dari gabungan kata bahasa Latin vita yang artinya "hidup" dan amina (amine) yang mengacu pada suatu gugus fungsi yang memiliki atom nitrogen (N), karena pada awalnya vitamin dianggap demikian.[2] Kelak diketahui bahwa banyak vitamin yang sama sekali tidak memiliki atom N. Dipandang dari sisi enzimologi (ilmu tentang enzim), vitamin adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Pada dasarnya, senyawa vitamin ini digunakan tubuh untuk dapat bertumbuh dan berkembang secara normal.[3]

Terdapat 13 jenis vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh untuk dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik. Vitamin tersebut antara lain vitamin A, C, D, E, K, dan B (tiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat, biotin, vitamin B6, vitamin B12, dan folat).[3] Walau memiliki peranan yang sangat penting, tubuh hanya dapat memproduksi vitamin D dan vitamin K dalam bentuk provitamin yang tidak aktif. Sumber berbagai vitamin ini dapat berasal dari makanan, seperti buah-buahan, sayuran, dan suplemen makanan.[3]

Vitamin memiliki peranan spesifik di dalam tubuh dan dapat pula memberikan manfaat kesehatan. Bila kadar senyawa ini tidak mencukupi, tubuh dapat mengalami suatu penyakit.[3] Tubuh hanya memerlukan vitamin dalam jumlah sedikit, tetapi jika kebutuhan ini diabaikan maka metabolisme di dalam tubuh kita akan terganggu karena fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain.[2] Gangguan kesehatan ini dikenal dengan istilah avitaminosis.[4] Contohnya adalah bila kita kekurangan vitamin A maka kita akan mengalami kerabunan. Di samping itu, asupan vitamin juga tidak boleh berlebihan karena dapat menyebabkan gangguan metabolisme pada tubuh.[5]

Sejarah

Vitamin merupakan suatu senyawa yang telah lama dikenal oleh peradaban manusia. Sudah sejak ribuan tahun lalu, manusia telah mengenal vitamin sebagai salah satu senyawa yang dapat memberikan efek kesehatan bagi tubuh. Seiring dengan berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan, berbagai hal dan penelusuran lebih mendalam mengenai vitamin pun turut diperbaharui. Garis besar sejarah vitamin dapat dibagi menjadi 5 era penting.[6] Disetiap era tersebut, terjadi suatu kemajuan besar terhadap senyawa vitamin ini yang diakibatkan oleh adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan.

Era penyembuhan empiris

Era pertama dimulai pada sekitar tahun 1500-1570 sebelum masehi.[6] Pada masa itu, banyak ahli pengobatan dari berbagai bangsa, seperti Mesir, Cina, Jepang, Yunani, Roma, Persia, dan Arab, telah menggunakan ekstrak senyawa (diduga vitamin) dari hati yang kemudian digunakan untuk menyembuhkan penyakit kerabunan pada malam hari. Penyakit ini kemudian diketahui disebabkan oleh defisiensi vitamin A.[2] Walau pada masa tersebut ekstrak hati tersebut banyak digunakan, para ahli pengobatan masih belum dapat mengidentifikasi senyawa yang dapat menyembuhkan penyakit kerabunan tersebut. Oleh karena itu, era ini dikenal dengan era penyembuhan empiris (berdasarkan pengalaman).[7]

 
Christiaan Eijkman, salah satu tokoh penting dalam sejarah penemuan vitamin.

Era karakterisasi defisiensi

Perkembangan besar berikutnya mengenai vitamin baru kembali muncul pada tahun 1890-an.[7] Penemuan ini diprakarsai oleh Lunin dan Christiaan Eijkman yang melakukan penelitian mengenai penyakit defisiensi pada hewan. Penemuan inilah yang kemudian memulai era kedua dari lima garis besar sejarah vitamin di dunia.[6] Penelitian mereka terfokus pada pengamatan penyakit akibat defisiensi senyawa tertentu. Beberapa tahun berselang, ilmuwan Sir Frederick G. Hopkins yang sedang melakukan analisis penyakit beri-beri pada hewan menemukan bahwa hal ini disebabkan oleh kekurangan suatu senyawa faktor pertumbuhan (growth factor).[8] Pada tahun 1911, seorang ilmuwan kelahiran Amerika bernama Dr. Casimir Funk berhasil mengisolasi suatu senyawa yang telah dibuktikan dapat mencegah peradangan saraf (neuritis) untuk pertama kalinya.[9] Dr. Casimir juga berhasil mengisolasi senyawa aktif dari sekam beras yang diyakini memiliki aktivitas antiberi-beri pada tahun berikutnya. Pada saat itulah (dan untuk pertama kalinya), Dr Funk mempublikasikan senyawa aktif hasil temuannya tersebut dengan istilah vitamine (vital dan amines). Pemberian nama amines pada senyawa vitamin ini karena diduga semua jenis senyawa aktif ini memiliki gugus amina (amine). Hal tersebut kemudian segera disanggah dan diganti menjadi vitamin (dengan penghilangan akhiran huruf "e") pada tahun 1920.[10]

Masa keemasan

Era ketiga sejarah vitamin terjadi beberapa dekade berikutnya.[7] Pada masa tersebut, terjadi banyak penemuan besar mengenai vitamin itu sendiri, meliputi penemuan vitamin jenis baru, metode penapisan yang diperbahurui, penggambaran struktur lengkap vitamin, dan síntesis vitamin B12. Oleh karena hal tersebutlah, era ketiga dari garis besar sejarah vitamin ini dikenal dengan masa keemasan (golden age).[7] Banyak penelti yang mendapatkan hadiah nobel atas penemuannya di bidang vitamin ini. Sir Walter N. Hawort mendapatkan nobel di bidang kimia atas penemuan vitamin C pada tahun 1937. Hadiah nobel lainnya diperoleh oleh Carl Peter Henrik Dam di bidang Fisiologi - Pengobatan pada tahun 1943 atas penemuan vitamin K.[11] Fritz A Litmann juga turut memenangkan nobel atas dedikasinya dibidang penelitian mengenai penemuan koenzim A dan perannya di dalam metabolisme tubuh.[11]

 
Tadeus Reichstein, seorang ahli kimia yang berhasil memproduksi vitamin C secara massal untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Era karakterisasi fungsi dan produksi

Era keempat ditandai dengan banyaknya penemuan mengenai fungsi biokimia vitamin di dalam tubuh, perannya dalam makanan yang kita konsumsi sehari-hari, dan produksi komersial vitamin untuk pertama kalinya dalam sejarah.[7] Pada tahun 1930-an, para peneliti menemukan bahwa vitamin B2 merupakan bagian dari “enzim kuning”. Vitamin B2 ini sendiri diperoleh dari ekstrak ragi.[12] Melalui penelitian ini juga, kelompok vitamin B diketahui berperan sebagai koenzim yang penting di dalam tubuh manusia. Produksi massal vitamin untuk pertama kalinya juga terjadi pada era ini. Dikomersilkan pertama kali oleh Tadeus Reichstein pada tahun 1933, vitamin C telah dijual kepada masyarakat luas dengan harga yang relatif murah sehingga terjangkau bagi khalayak ramai.[13] Vitamin C yang juga dikenal dengan istilah asam askorbat ini kemudian banyak dipakai sebagai suplemen makanan, penelitian, dan gizi tambahan bagi hewan ternak. Atas hasil penemuan ini, Tadeus Reichstein mendapatkan nobel di bidang Fisiologi – Pengobatan pada tahun 1950.[14]

Era penemuan nilai kesehatan vitamin

Hanya dalam waktu 1 dekade berikutnya setelah era vitamin keempat, perkembangan ilmu pengetahuan telah membawa vitamin keera berikutnya, yaitu era kelima dimana banyak ditemukan nilai kesehatan dari masing-masing jenis vitamin dan penemuan baru mengenai fungsi biokimia vitamin bagi tubuh.[7] Masa ini dimulai pada tahun 1955 ketika Rudolf Altschul menemukan bahwa niasin (vitamin B3) dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah.[15] Peranan kesehatan ini terlepas dari efek defisiensi vitamin B3 itu sendiri maupun perannya sebagai koenzim dalam metabolisme tubuh.[16]

Berbagai vitamin

Secara garis besar, vitamin dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yaitu vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak. Hanya terdapat 2 vitamin yang larut dalam air, yaitu B dan C, sedangkan vitamin lainnya, yaitu vitamin A, D, E, dan K bersifat larut dalam lemak.[17] Vitamin yang larut dalam lemak akan disimpan di dalam jaringan adiposa (lemak) dan di dalam hati. Vitamin ini kemudian akan dikeluarkan dan diedarkan ke seluruh tubuh saat dibutuhkan. Beberapa jenis vitamin hanya dapat disimpan beberapa hari saja di dalam tubuh, sedangkan jenis vitamin lain dapat bertahan hingga 6 bulan lamanya di dalam tubuh.[17]

Berbeda dengan vitamin yang larut dalam lemak, jenis vitamin larut dalam air hanya dapat disimpan dalam jumlah sedikit dan biasanya akan segera hilang bersama aliran makanan. Saat suatu bahan pangan dicerna oleh tubuh, vitamin yang terlepas akan masuk ke dalam aliran darah dan beredar ke seluruh bagian tubuh. Apabila tidak dibutuhkan, vitamin ini akan segera dibuang tubuh bersama urin.[18] Oleh karena hal inilah, tubuh membutuhkan asupan vitamin larut air secara terus-menerus.

Vitamin A

Vitamin A, yang juga dikenal dengan nama retinol, merupakan vitamin yang berperan dalam pembentukkan indra penglihatan yang baik, terutama di malam hari, dan sebagai salah satu komponen penyusun pigmen mata di retina. Selain itu, vitamin ini juga berperan penting dalam menjaga kesehatan kulit dan imunitas tubuh.[17] Vitamin ini bersifat mudah rusak oleh paparan panas, cahaya matahari, dan udara. Vitamin A banyak ditemukan pada susu, ikan, sayur-sayuran (terutama yang berwarna hijau dan kuning), dan juga buah-buahan (terutama yang berwarna merah dan kuning, seperti cabai merah, wortel, pisang, dan pepaya).[19]

Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan rabun senja, katarak, infeksi saluran pernapasan, dan penurunan daya tahan tubuh. Kelebihan vitamin A di dalam tubuh dapat menyebabkan keracunan.[1] Penyakit yang dapat ditimbulkan antara lain pusing-pusing, kerontokan rambut, kulit kering bersisik, dan pingsan.[20] Selain itu, bila sudah dalam kondisi akut, hal ini dapat menyebabkan kerabunan, terhambatnya pertumbuhan tubuh, pembengkakan hati, dan iritasi kulit.[1]

Fungsi Vitamin A

Vitamin A memiliki beberapa fungsi penting dalam tubuh manusia, antara lain:

  • Penting untuk kesehatan mata: Vitamin A diperlukan untuk menjaga kesehatan mata dan fungsi penglihatan. Vitamin A membantu membentuk pigmen yang diperlukan untuk penglihatan dalam kondisi cahaya redup dan gelap, serta membantu menjaga kelembaban di permukaan mata dan mencegah terjadinya kering pada mata.
  • Mendukung kesehatan kulit: Vitamin A membantu menjaga kesehatan kulit dan mencegah terjadinya kulit kering dan bersisik. Vitamin A juga membantu memperbaiki jaringan kulit yang rusak, serta meningkatkan produksi kolagen dan elastin yang membuat kulit tampak lebih kencang dan lembut.
  • Meningkatkan sistem kekebalan tubuh: Vitamin A diperlukan untuk menjaga kesehatan sistem kekebalan tubuh dan membantu melawan infeksi bakteri dan virus. Vitamin A juga membantu memperkuat sel-sel yang membentuk lapisan mukosa di dalam tubuh, sehingga mencegah terjadinya infeksi pada saluran pernapasan, pencernaan, dan kandung kemih.
  • Mempertahankan kesehatan tulang dan gigi: Vitamin A membantu mempertahankan kesehatan tulang dan gigi dengan meningkatkan penyerapan kalsium dari makanan.
  • Mendukung reproduksi: Vitamin A penting untuk perkembangan dan fungsi organ reproduksi, baik pada pria maupun wanita.

Namun, perlu diingat bahwa konsumsi vitamin A dalam jumlah yang berlebihan juga dapat berdampak negatif pada kesehatan, seperti terjadinya keracunan vitamin A yang dapat menyebabkan sakit kepala, mual, muntah, dan bahkan kerusakan organ tubuh seperti hati dan kulit. Oleh karena itu, penting untuk mengonsumsi vitamin A dalam jumlah yang tepat dan seimbang, sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Mekanisme Kerja Vitamin A

Mekanisme kerja vitamin A melibatkan beberapa proses biokimia yang terjadi di dalam tubuh, antara lain:

  • Penglihatan: Vitamin A diperlukan untuk membentuk pigmen visual rodopsin di retina mata, yang memungkinkan kita melihat dalam kondisi cahaya redup. Ketika cahaya masuk ke mata, rodopsin mengubah cahaya menjadi sinyal saraf yang dikirim ke otak, sehingga kita dapat melihat.
  • Diferensiasi sel: Vitamin A juga berperan dalam diferensiasi sel, yaitu proses di mana sel-sel tubuh berubah bentuk dan fungsi untuk membentuk jaringan dan organ tubuh yang berbeda. Vitamin A membantu mengatur ekspresi gen dalam sel dan meningkatkan sintesis protein yang diperlukan untuk proses diferensiasi sel.
  • Kekebalan tubuh: Vitamin A juga berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh dengan meningkatkan aktivitas sel-sel kekebalan tubuh seperti limfosit, neutrofil, dan makrofag. Vitamin A membantu menjaga integritas lapisan mukosa pada organ tubuh, yang menjadi pertahanan utama tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus.
  • Pertumbuhan dan perkembangan: Vitamin A penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh, terutama untuk pembentukan tulang, gigi, dan sel-sel darah. Vitamin A juga berperan dalam proses reproduksi dan perkembangan janin selama kehamilan.
  • Antioksidan: Vitamin A juga memiliki sifat antioksidan, yang membantu melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas dan polutan.

Namun, perlu diingat bahwa konsumsi vitamin A dalam jumlah yang berlebihan dapat berdampak negatif pada kesehatan, seperti terjadinya keracunan vitamin A yang dapat menyebabkan sakit kepala, mual, muntah, dan bahkan kerusakan organ tubuh seperti hati dan kulit. Oleh karena itu, penting untuk mengonsumsi vitamin A dalam jumlah yang tepat dan seimbang, sesuai dengan kebutuhan tubuh.

 
Sayur-sayuran hijau dan kacang-kacangan sebagai sumber vitamin A dan vitamin B yang tinggi.

Vitamin B

Secara umum, golongan vitamin B berperan penting dalam metabolisme di dalam tubuh, terutama dalam hal pelepasan energi saat beraktivitas.[21] Hal ini terkait dengan peranannya di dalam tubuh, yaitu sebagai senyawa koenzim yang dapat meningkatkan laju reaksi metabolisme tubuh terhadap berbagai jenis sumber energi. Beberapa jenis vitamin yang tergolong dalam kelompok vitamin B ini juga berperan dalam pembentukan sel darah merah (eritrosit). Sumber utama vitamin B berasal dari susu, gandum, ikan, dan sayur-sayuran hijau.[20]

Vitamin B1

Vitamin B1, yang dikenal juga dengan nama tiamin, merupakan salah satu jenis vitamin yang memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan kulit dan membantu mengkonversi karbohidrat menjadi energi yang diperlukan tubuh untuk rutinitas sehari-hari. Di samping itu, vitamin B1 juga membantu proses metabolisme protein dan lemak. Bila terjadi defisiensi vitamin B1, kulit akan mengalami berbagai gangguan, seperti kulit kering dan bersisik.[17] Tubuh juga dapat mengalami beri-beri, gangguan saluran pencernaan, jantung, dan sistem saraf. Untuk mencegah hal tersebut, kita perlu banyak mengonsumsi banyak gandum, nasi, daging, susu, telur, dan tanaman kacang-kacangan. Bahan makanan inilah yang telah terbukti banyak mengandung vitamin B1.[19]

Vitamin B2

Vitamin B2 (riboflavin) banyak berperan penting dalam metabolisme di tubuh manusia.[1] Di dalam tubuh, vitamin B2 berperan sebagai salah satu kompenen koenzim flavin mononukleotida (flavin mononucleotide, FMN) dan flavin adenine dinukleotida (adenine dinucleotide, FAD). Kedua enzim ini berperan penting dalam regenerasi energi bagi tubuh melalui proses respirasi. Vitamin ini juga berperan dalam pembentukan molekul steroid, sel darah merah, dan glikogen, serta menyokong pertumbuhan berbagai organ tubuh, seperti kulit, rambut, dan kuku.[6] Sumber vitamin B2 banyak ditemukan pada sayur-sayuran segar, kacang kedelai, kuning telur, dan susu. Defisiensinya dapat menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh, kulit kering bersisik, mulut kering, bibir pecah-pecah, dan sariawan.

Vitamin B3

Vitamin B3 juga dikenal dengan istilah niasin. Vitamin ini berperan penting dalam metabolisme karbohidrat untuk menghasilkan energi, metabolisme lemak, dan protein.[22] Di dalam tubuh, vitamin B3 memiliki peranan besar dalam menjaga kadar gula darah, tekanan darah tinggi, penyembuhan migrain, dan vertigo. Berbagai jenis senyawa racun dapat dinetralisir dengan bantuan vitamin ini.[22] Vitamin B3 termasuk salah satu jenis vitamin yang banyak ditemukan pada makanan hewani, seperti ragi, hati, ginjal, daging unggas, dan ikan.[17] Akan tetapi, terdapat beberapa sumber pangan lainnya yang juga mengandung vitamin ini dalam kadar tinggi, antara lain gandum dan kentang manis. Kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan tubuh mengalami kekejangan, keram otot, gangguan sistem pencernaan, muntah-muntah, dan mual.[20]

Vitamin B5

Vitamin B5 (asam pantotenat) banyak terlibat dalam reaksi enzimatik di dalam tubuh. Hal ini menyebabkan vitamin B5 berperan besar dalam berbagai jenis metabolisme, seperti dalam reaksi pemecahan nutrisi makanan, terutama lemak.[6] Peranan lain vitamin ini adalah menjaga komunikasi yang baik antara sistem saraf pusat dan otak dan memproduksi senyawa asam lemak, sterol, neurotransmiter, dan hormon tubuh.[22] Vitamin B5 dapat ditemukan dalam berbagai jenis variasi makanan hewani, mulai dari daging, susu, ginjal, dan hati hingga makanan nabati, seperti sayuran hijau dan kacang hijau. Seperti halnya vitamin B1 dan B2, defisiensi vitamin B5 dapat menyebabkan kulit pecah-pecah dan bersisik. Selain itu, gangguan lain yang akan diderita adalah keram otot serta kesulitan untuk tidur.[1]

Vitamin B6

Vitamin B6, atau dikenal juga dengan istilah piridoksin, merupakan vitamin yang esensial bagi pertumbuhan tubuh. Vitamin ini berperan sebagai salah satu senyawa koenzim A yang digunakan tubuh untuk menghasilkan energi melalui jalur sintesis asam lemak, seperti spingolipid dan fosfolipid.[6][22] Selain itu, vitamin ini juga berperan dalam metabolisme nutrisi dan memproduksi antibodi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap antigen atau senyawa asing yang berbahaya bagi tubuh.[22] Vitamin ini merupakan salah satu jenis vitamin yang mudah didapatkan karena vitamin ini banyak terdapat di dalam beras, jagung, kacang-kacangan, daging, dan ikan. Kekurangan vitamin dalam jumlah banyak dapat menyebabkan kulit pecah-pecah, keram otot, dan insomnia.[20]

Vitamin B12

Vitamin B12 atau sianokobalamin merupakan jenis vitamin yang hanya khusus diproduksi oleh hewan dan tidak ditemukan pada tanaman. Oleh karena itu, vegetarian sering kali mengalami gangguan kesehatan tubuh akibat kekurangan vitamin ini.[22] Vitamin ini banyak berperan dalam metabolisme energi di dalam tubuh. Vitamin B12 juga termasuk dalam salah satu jenis vitamin yang berperan dalam pemeliharaan kesehatan sel saraf, pembentukkan molekul DNA dan RNA, pembentukkan platelet darah.[6] Telur, hati, dan daging merupakan sumber makanan yang baik untuk memenuhi kebutuhan vitamin B12. Kekurangan vitamin ini akan menyebabkan anemia (kekurangan darah), mudah lelah lesu, dan iritasi kulit.[1]

Vitamin C

 
Buah jeruk, terkenal atas kandungan vitamin C-nya yang tinggi.

Vitamin C (asam askorbat) banyak memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh kita. Di dalam tubuh, vitamin C juga berperan sebagai senyawa pembentuk kolagen yang merupakan protein penting penyusun jaringan kulit, sendi, tulang, dan jaringan penyokong lainnya.[23] Vitamin C merupakan senyawa antioksidan alami yang dapat menangkal berbagai radikal bebas dari polusi di sekitar lingkungan kita. Terkait dengan sifatnya yang mampu menangkal radikal bebas, vitamin C dapat membantu menurunkan laju mutasi dalam tubuh sehingga risiko timbulnya berbagai penyakit degenaratif, seperti kanker, dapat diturunkan.[24] Selain itu, vitamin C berperan dalam menjaga bentuk dan struktur dari berbagai jaringan di dalam tubuh, seperti otot. Vitamin ini juga berperan dalam penutupan luka saat terjadi pendarahan dan memberikan perlindungan lebih dari infeksi mikroorganisme patogen.[23] Melalui mekanisme inilah vitamin C berperan dalam menjaga kebugaran tubuh dan membantu mencegah berbagai jenis penyakit. Defisiensi vitamin C juga dapat menyebabkan gusi berdarah dan nyeri pada persendian. Akumulasi vitamin C yang berlebihan di dalam tubuh dapat menyebabkan batu ginjal, gangguan saluran pencernaan, dan rusaknya sel darah merah.[23]

Vitamin D

Vitamin D juga merupakan salah satu jenis vitamin yang banyak ditemukan pada makanan hewani, antara lain ikan, telur, susu, serta produk olahannya, seperti keju. Bagian tubuh yang paling banyak dipengaruhi oleh vitamin ini adalah tulang. Vitamin D ini dapat membantu metabolisme kalsium dan mineralisasi tulang.[25] Sel kulit akan segera memproduksi vitamin D saat terkena cahaya matahari (sinar ultraviolet). Bila kadar vitamin D rendah maka tubuh akan mengalami pertumbuhan kaki yang tidak normal, dimana betis kaki akan membentuk huruf O dan X.[26] Di samping itu, gigi akan mudah mengalami kerusakan dan otot pun akan mengalami kekejangan.[1] Penyakit lainnya adalah osteomalasia, yaitu hilangnya unsur kalsium dan fosfor secara berlebihan di dalam tulang. Penyakit ini biasanya ditemukan pada remaja, sedangkan pada manula, penyakit yang dapat ditimbulkan adalah osteoporosis, yaitu kerapuhan tulang akibatnya berkurangnya kepadatan tulang. Kelebihan vitamin D dapat menyebabkan tubuh mengalami diare, berkurangnya berat badan, muntah-muntah, dan dehidrasi berlebihan.[17]

Vitamin E

 
Struktur molekul vitamin E

Vitamin E berperan dalam menjaga kesehatan berbagai jaringan di dalam tubuh, mulai dari jaringan kulit, mata, sel darah merah hingga hati. Selain itu, vitamin ini juga dapat melindungi paru-paru manusia dari polusi udara. Nilai kesehatan ini terkait dengan kerja vitamin E di dalam tubuh sebagai senyawa antioksidan alami. Vitamin E banyak ditemukan pada ikan, ayam, kuning telur, ragi, dan minyak tumbuh-tumbuhan. Walaupun hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit, kekurangan vitamin E dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang fatal bagi tubuh, antara lain kemandulan baik bagi pria maupun wanita. Selain itu, saraf dan otot akan mengalami gangguan yang berkepanjangan.[20]

Vitamin K

Vitamin K banyak berperan dalam pembentukan sistem peredaran darah yang baik dan penutupan luka. Defisiensi vitamin ini akan berakibat pada pendarahan di dalam tubuh dan kesulitan pembekuan darah saat terjadi luka atau pendarahan. Selain itu, vitamin K juga berperan sebagai kofaktor enzim untuk mengkatalis reaksi karboksilasi asam amino asam glutamat.[27] Oleh karena itu, kita perlu banyak mengonsumsi susu, kuning telur, dan sayuran segar yang merupakan sumber vitamin K yang baik bagi pemenuhan kebutuhan di dalam tubuh.[17]

Berikut adalah senyawa-senyawa yang tergolong vitamin alami.

Tahun penemuan vitamin alami dan sumbernya
Tahun penemuan Vitamin Nama biokimia Ditemukan di
1909 Vitamin A Retinol Wortel
1912 Vitamin B1 Tiamin Susu
1912 Vitamin C Asam askorbat Jeruk sitrun
1918 Vitamin D Kalsiferol Keju
1920 Vitamin B2 Riboflavin Telur
1922 Vitamin E Tokoferol Minyak mata bulir gandum
1926 Vitamin B12 Sianokobalamin Telur
1929 Vitamin K Filokuinona Kuning telur
1931 Vitamin B5 Asam pantotenat Susu
1931 Vitamin B7 Biotin Hati
1934 Vitamin B6 Piridoksin Kacang
1936 Vitamin B3 Niasin Ragi
1941 Vitamin B9 Asam folat Hati

Senyawa serupa vitamin

 
Sel darah merah, terbentuk sempurna oleh kontribusi vitamin B, C, dan E, serta asam para-aminobenzoat

Selain vitamin, tubuh juga memproduksi senyawa lain yang juga berperan dalam kelancaran metabolisme di dalam tubuh. Senyawa ini memiliki karakteristik dan aktivitas yang mirip dengan vitamin sehingga sering kali disebut dengan istilah senyawa serupa vitamin.[28] Perbedaan utamanya dengan vitamin adalah senyawa ini diproduksi tubuh dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beberapa senyawa ini pernah diklasifikasikan ke dalam kelompok vitamin B kompleks karena kemiripan fungsi dan sumber makanannya. Akan tetapi, secara umum peranan senyawa serupa vitamin ini tidaklah sepenting vitamin.[28]

Kolina

Kolina merupakan salah satu senyawa yang termasuk dalam golongan senyawa serupa vitamin. Senyawa ini dapat ditemukan di setiap sel mahluk hidup dan berperan dalam pengaturan sistem saraf yang baik dan beberapa metabolisme sel.[29]

Mioinositol

Mioinositol (myoinositol) juga termasuk dalam golongan senyawa serupa vitamin yang larut dalam air.[30] Peranannya dalam tubuh secara spesifik belum diketahui.

Asam para-aminobenzoat

Asam para-aminobenzoat (4-aminobenzoic acid, PABA) yang berperan sebagai senyawa antioksidan dan penyusun sel darah merah.

Karnitina

Karnitina merupakan senyawa lain yang berperan dalam sistem transportasi asam lemak dan pembentukkan otot tubuh.[29]

Vitamin sebagai antioksidan

Semua jenis kehidupan di bumi memerlukan energi untuk dapat bertahan hidup. Untuk menghasilkan energi ini, makhluk hidup memerlukan bantuan berbagai substansi, salah satunya adalah oksigen. Oksigen terlibat secara langsung dalam metabolisme energi di dalam tubuh. Sebagai produk sampingannya, oksigen dilepaskan dalam bentuk yang tidak stabil. Molekul inilah yang dikenal dengan nama radikal bebas (free radicals).[31] Oksigen yang tidak stabil memiliki elektron bebas yang tidak berpasangan sehingga bersifat reaktif. Kereaktifan oksigen ini sangat berbahaya bagi tubuh karena dapat mengoksidasi dan merusak DNA, protein, karbohidrat, asam lemak, dan membran sel di dalam tubuh. Sumber radikal bebas lainnya adalah asap rokok, polusi lingkungan, dan sinar ultraviolet.[32]

 
Asap rokok, salah satu sumber radikal bebas yang dapat merusak jaringan tubuh, terutama paru-paru.

Tubuh memiliki beberapa mekanisme pertahanan terhadap senyawa radikal bebas ini untuk menetralkan efek negatifnya. Kebanyakan diantaranya adalah senyawa antioksidan alami, seperti enzim superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan sendiri berarti senyawa yang dapat mencegah terjadinya peristiwa oksidasi atau reaksi kimia lain yang melibatkan molekul oksigen (O2).[33] Senyawa lain yang juga dapat berperan sebagai antioksidan adalah glutation, CoQ10, dan gugus tiol pada protein, serta vitamin.[34] Beberapa jenis vitamin telah terbukti memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi. Contoh vitamin yang banyak berperan sebagai senyawa antioksidan di dalam tubuh adalah vitamin C dan vitamin E.[6]

Vitamin E dapat membantu melindungi tubuh dari oksidasi senyawa radikal bebas.[34] Vitamin ini juga mampu bekerja dalam kondisi kadar senyawa radikal bebas yang tinggi sehingga mampu dengan efisien dan efektif menekan reaksi perusakan jaringan di dalam tubuh melalui proses oksidasi. Di samping vitamin E, terdapat satu jenis vitamin lagi yang juga memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi, yaitu vitamin C. Vitamin ini berinteraksi dengan senyawa radikal bebas di bagian cairan sel. Selain itu, vitamin C juga dapat memulihkan kondisi tubuh akibat adanya reaksi oksidasi dari berbagai senyawa berbahaya.[34]

Bila kadar radikal bebas di dalam tubuh menjadi sangat berlebih dan tidak lagi dapat diantisipasi oleh senyawa antioksidan maka akan timbul berbagai penyakit kronis, seperti kanker, arterosklerosis, penyakit jantung, katarak, alzhemeir, dan reumatik.[31] Bagi orang yang memiliki sejarah penyakit kronis tersebut dalam garis keturunannya, dianjurkan untuk mengonsumsi banyak makanan yang mengandung vitamin C dan E sebagai sumber senyawa antioksidan. Selain itu, suplemen makanan juga dapat turut membantu mengatasi masalah tersebut.

Vitamin dan penuaan tubuh

 
Struktur dari mitokondria, salah satu organel sel penghasil energi bagi tubuh.

Penuaan tubuh merupakan hasil akumulasi dari berbagai kerusakan sel dan jaringan yang tidak dapat diperbaiki. Pada keadaan normal, kerusakan pada sel dan jaringan tubuh dapat diperbaiki melalui proses replikasi sel tubuh yang juga dikenal dengan istilah mitosis.[35] Akan tetapi, pada berbagai kasus sel yang rusak tidak lagi dapat diperbaharui, melainkan terus terakumulasi. Hal inilah yang berpotensi menyebabkan penuaan pada tubuh.[34] Senyawa radikal bebas merupakan salah satu agen yang berkontribusi besar dalam peristiwa ini.

Mitokondria merupakan salah satu organel sel yang paling rentan mengalami kerusakan oleh senyawa oksigen reaktif (radikal bebas). Hal ini terkait dengan banyaknya reaksi pelepasan oksigen bebas di dalam organel ini yang merupakan pusat metabolisme energi tubuh.[31] Banyak penelitian telah membuktikan bahwa tingkat kerusakan mitokondria ini berhubungan langsung dengan proses penuaan tubuh atau panjangnya umur suatu makhluk hidup. Selain itu, kerusakan DNA akibat reaksi oksidasi oleh radikal bebas juga turut berperan besar dalam peristiwa ini.[31] Oleh karena itu, tubuh memerlukan suatu senyawa untuk menekan efek perusakan oleh radikal bebas.

Vitamin merupakan satu dari berbagai jenis senyawa yang dapat menghambat reaksi perusakan tubuh oleh senyawa radikal bebas terkait dengan aktivitas antioksidannya. Asupan vitamin antioksidan yang cukup akan membantu tubuh mengurangi efek penuaan oleh radikal bebas, terutama oleh oksigen bebas yang reaktif.[36] Selain itu, vitamin juga berkontribusi dalam menyokong sistem imun yang baik sehingga risiko terkena berbagai penyakit degeneratif dan penyakit lainnya dapat ditekan, terutama pada manula. Jadi, secara tidak langsung, asupan vitamin yang cukup dan seimbang dapat menciptakan kondisi tubuh yang sehat dan berumur panjang.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e f g "Vitamin oleh Bono". Diakses tanggal 2010-04-07. 
  2. ^ a b c "Rahayu ID. Klasifikasi, Fungsi dan Metabolisme Vitamin" (PDF). Universitas Pertanian dan Peternakan UMM. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-12-16. Diakses tanggal 2010-04-23. 
  3. ^ a b c d Vitamin, US National Library of Medicine dan National Institue of Health 
  4. ^ "Siswono. 2003. Mikroskop Avitaminosis". Republika. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-06-12. Diakses tanggal 2010-04-23. 
  5. ^ "Suplemen Vitamin". 
  6. ^ a b c d e f g h Vitamin Basics, DSM Nutritional Products 
  7. ^ a b c d e f "Lima Era Sejarah Vitamin". Diakses tanggal 2010-04-05. 
  8. ^ "Mary Bellis. 2010. Vitamin, Production Method: The History of Vitamin". [pranala nonaktif permanen]
  9. ^ Challem Jack. 1997. The Past, Present and Future of Vitamins. http://www.thenutritionreporter.com/history_of_vitamins.html Diarsipkan 2005-11-30 di Wayback Machine.
  10. ^ Kimpel PA. 2010. Vitamin: How Much is Too Much??. http://inventors.about.com/gi/dynamic/offsite.htm?site=http://iml.jou.ufl.edu/projects/Spring2000/Kimpel/vitamins.html[pranala nonaktif permanen]
  11. ^ a b Nobel Foundation 1943. http://nobelprize.org/nobel_prizes/medicine/laureates/1943/dam-bio.html
  12. ^ Sullivan K. 2002. Vitamins and Minerals: A Practical Approach to a Health Diet and Safe Supplementation. Harper Collins.
  13. ^ Biografi Tadeus Richtein. Cartage. http://www.cartage.org.lb/en/themes/Biographies/MainBiographies/R/Reichstein/1.html Diarsipkan 2011-12-29 di Wayback Machine.
  14. ^ The Nobel Foundation 1950. http://nobelprize.org/nobel_prizes/medicine/laureates/1950/reichstein-bio.html. Diakases pada 20 April 2010
  15. ^ Muller D, Mehling H, Lips RB, Luft F. 2007. Niacin lowers serum phosphate and increases HDL cholesterol in dialysis patients. Clin J Am Soc Nephrol 2:1249-54
  16. ^ Altschul R, Hoffer A, Stephen JD. 1955. Influence of Nicotinic Acid on Serum Cholesterol in Man. Arch Biochem Biophys 54:558–9
  17. ^ a b c d e f g "Godam. 2006. Pengertian dan Definisi Vitamin". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-03-04. Diakses tanggal 2010-04-07. 
  18. ^ Nemours. 2010. Vitamin. http://kidshealth.org/kid/stay_healthy/food/vitamin.html#. Diakses pada 10 April 2010
  19. ^ a b "http://www.vitamins-supplements.org/". Diakses tanggal 2010-04-07.  Hapus pranala luar di parameter |title= (bantuan)
  20. ^ a b c d e "Higdon J. 2002. Vitamin". Linus Pauling Institute. Diakses tanggal 2010-04-09. 
  21. ^ "Vitamins (for Kids) - Nemours KidsHealth". kidshealth.org. Diakses tanggal 19 Apr 2020. 
  22. ^ a b c d e f Vitamin and Health Supplements Guide. Supplements Store. http://www.vitamins-supplements.org/. Diakses pada 23 April 2010
  23. ^ a b c Naidu KA. 2003. Vitamin C in human health and disease is still mistery? An Overview. J Nutr 2:7
  24. ^ Stonehaven. 2008. Vitamin C: A powerful weapon in the prevention of degenerative disease. http://www.preventive-health-guide.com/vitamin-c.html Diarsipkan 2010-03-16 di Wayback Machine.. Diakses pada 20 April 2010
  25. ^ Lappe JM, Gustafson DT, Davies KM, Recker RR, Heaney RP. 2007. Vitamin D and calcium supplementation reduces cancer risk: results of a randomized trial. Am J Clin Nutr 85(6):1586-91
  26. ^ Sharrard. 1976. Knock knees and bow legs. Br Med J 1:826-827
  27. ^ Furie B, Bouchard BA, Furie BC. 1999. Vitamin K-dependent biosynthesis of gamma-carboxyglutamic acid. Blood 93(6):1798-1808.
  28. ^ a b Vitamin Like Substances. http://www.cyber-north.com/vitamins/vitaminlike.html. Diakses pada 10 April 2010
  29. ^ a b McDowell LR. 2008. Vitamins in Animal and Human Nutrition. Ed ke-2. Iowa State University Press: AS. ISBN 978-0-8138-2630-1
  30. ^ Onomi S, Katayama T, Sato K. 2000. Effects of dietary myo-inositol related compounds on sucrose-mediated hepatic lipid accumulation in rats. Nutr Research 19(9):1401-09
  31. ^ a b c d "Vitamin Antioksidan". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-01-10. Diakses tanggal 2010-04-10. 
  32. ^ UV Rays, Pollution and Smoking. 2010. http://www.globaltlp.com/?p=256[pranala nonaktif permanen]
  33. ^ Antioxidant Vitamins: Benefits Not Yet Proved (editorial) NEJM vol 330 (15) Apr. 14, 1994. p 1080 - 1081
  34. ^ a b c d George R. 2005. The best defense: free radicals from pollution and the sun take a terrible toll on your skin. Go on the offense with topical antioxidants. http://findarticles.com/p/articles/mi_m0NAH/is_5_35/ai_n13654081/
  35. ^ Sadava, et al.. 2008. Life:The Science of Biology. Ed ke-8. Sinauer Associates: US
  36. ^ "Warner J. 2003. Myth vs. Reality on Anti-Aging Vitamins". Diakses tanggal 2010-04-10. 

Pranala luar