Bencana alam

peristiwa alam yang bersifat merugikan
Revisi sejak 10 Agustus 2011 05.19 oleh Cun Cun (bicara | kontrib)

Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia.[1] Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan, hujan es, gelombang panas, hurikan, badai tropis, taifun, tornado, kebakaran liar dan wabah penyakit.[2]

Pengertian dalam kebudayaan manusia dan pemahaman religius

Sejak masa lalu manusia telah menghadapi bencana alam yang berulang kali melenyapkan populasi mereka. Pada zaman dahulu, manusia sangat rentan akan dampak bencana alam dikarenakan keyakinan bahwa bencana alam adalah hukuman dan simbol kemarahan dewa-dewa.[3] Semua peradaban kuno menghubungkan lingkungan tempat tinggal mereka dengan dewa atau tuhan yang dianggap manusia dapat memberikan kemakmuran maupun kehancuran.[3] Kata bencana dalam Bahasa Inggris "disaster" berasal dari kata Bahasa Latin "dis" yang bermakna "buruk" atau "kemalangan" dan "aster" yang bermakna "dari bintang-bintang". Kedua kata tersebut jika dikombinasikan akan menghasilkan arti "kemalangan yang terjadi di bawah bintang", yang berasal dari keyakinan bahwa bintang dapat memprediksi suatu kejadian termasuk peristiwa yang buruk.

Bencana alam terbesar zaman kuno

 
The Last Day of Pompeii (1833), lukisan karya Karl Briullov yang menceritakan letusan Gunung Vesuvius di Pompeii, tahun 79.

Bencana alam yang dialami oleh manusia pada masa kuno tercatat dalam kitab suci, mitos, cerita-cerita rakyat, seperti kisah Besar dan Nabi Nuh. Bencana alam yang terjadi di zaman kuno umumnya diketahui secara jelas lewat catatan sejarah dan hasil penelitian arkeologi. Beberapa di antaranya:

  • Wabah Antonine, penyakit yang menyebar pada masa Kekaisaran Romawi tahun 165 M -189 M.[4] Dinamakan demikian karena salah satu korbannya adalah Marcus Aurelius Antoninus, kaisar Romawi. Dinamakan juga Demam Galen karena didokumentasikan dengan baik oleh Galen, seorang dokter Yunani.[4] Sejarawan meyakini bahwa Demam Antonine tidak lain adalah wabah cacar air yang dibawa oleh para serdadu Romawi yang pulang berperang dari timur.[4] Akibat wabah ini lebih dari 5 juta orang tewas di Kekaisaran Romawi.[4] Seorang sejarawan bernama Dio Cassius menulis bahwa di Roma sendiri, hampir 2000 orang meninggal setiap harinya.[4]
  • Letusan Gunung Vesuvius, terjadi pada tanggal 29 Agustus 79 di Teluk Napoli, Italia. Banjir lahar yang ditimbulkan Gunung Vesuvius mengubur kota Pompeii dan Herculaneum yang berdekatan.[5] Awalnya dimulai dengan gempa bumi namun diabaikan oleh warga kota tersebut.[5] Namun akhirnya menjadi lebih besar diiringi muntahan debu, banjir lahar dan asap yang membumbung tinggi.[5] Kota Pompeii dan Herculaneum ditemukan pada tahun 1631 setelah dilakukannya pembersihan oleh warga setempat. Pada abad ke-20, keberadaan kota ini secara jelas terkuak dengan jasad-jasad manusia yang telah menjadi fosil utuh.[5]
  • Erupsi Santorini, terjadi sekitar tahun 1645 SM.[6] Informasi bencana alam ini umumnya diketahui lewat penelitian arkeologi.[6] Diketahui bahwa tahun 1645 SM, gunung berapi yang meletus di Santorini menghancurkan permukiman di pulau tersebut beserta Pulau Kreta di dekatnya.[6] Pada zaman moderen, sisa-sisa peradaban manusia yang lenyap akibat bencana tersebut telah ditemukan dan masih terus dipelajari.[6]

Bencana alam terbesar selama 2000 tahun terakhir

Bencana alam abad ke-20 sampai kini

Pengertian umum

Definisi sebuah bencana dapat bervariasi.

Di Amerika Serikat, Kantor Bantuan Bencana Luar Negeri Amerika Serikat (Office of U.S. Foreign Disaster Assistance) mendefenisikannya sebagai:[8]

  • Bencana yang membuat pemerintah Amerika Serikat merespon darurat.[8]
  • Gempa bumi dan gunung berapi yang menyebabkan sekurangnya 6 orang tewas atau sekurangya 25 orang tewas dan terluka, sekurangnya 1000 orang kehilangan tempat tinggal dan terkena dampak bencana atau sekurangnya menimbulkan kerugian sebesar US $ 1.000.000.[8]
  • Bencana cuaca seperti kekeringan dengan korban sekurangnya 50 tewas dan luka-luka atau sekurangnya 1000 orang kehilangan tempat tinggal atau terkena dampak, atau sekurangnya menimbulkan kerugian sebesar US $ 1.000.000.[8]
  • Kekeringan dimana banyak orang terkena dampaknya.[8]

Jenis bencana alam

Bencana alam dapat dibagi menjadi 2 kategori[3], yaitu bencana alam yang bersifat meteorologis dan bencana alam yang bersifat geologis.

Bencana alam meteorologi

Bencana alam meteorologi atau hidrometeorologi berhubungan dengan iklim. Bencana ini umumnya tidak terjadi pada suatu tempat yang khusus, walaupun ada daerah-daerah yang menderita banjir musiman, kekeringan atau badai tropis (siklon, hurikan, taifun) dikenal terjadi pada daerah-daerah tertentu. Bencana alam bersifat meteorologis seperti banjir dan kekeringan merupakan bencana alam yang paling banyak terjadi di seluruh dunia. Beberapa di antaranya hanya terjadi suatu wilayah dengan iklim tertentu. Misalnya hurikan terjadi hanya di Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara.[3]

  • Pemanasan global merupakan bencana alam meteorologi yang berpengaruh paling luas pada zaman moderen.

Bencana alam geologi

Bencana alam geologi adalah bencana alam yang terjadi di permukaan bumi seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor dan gunung meletus. Gempa bumi dan gunung meletus terjadi di hanya sepanjang jalur-jalur pertemuan lempeng tektonik di darat atau lantai samudera.

  • Gempa bumi dan tsunami. Peristiwa ini terjadi karena gerakan lempeng tektonik. Gempa bumi pada lantai samudera dapat memicu gelombang tsunami ke pesisir-pesisir yang jauh. Gelombang yang disebabkan oleh peristiwa seismik memuncak pada ketinggian kurang dari 1 meter di laut lepas namun bergerak dengan kecepatan ratusan kilometer per jam. Jadi saat mencapai perairan dangkal, tinggi gelombang dapat melampaui 10 meter.
  • Gunung meletus. Diawali oleh suatu periode aktivitas vulkanis seperti hujan abu, semburan gas beracun, banjir lahar dan muntahan batu-batuan. Aliran lahar dapat berupa banjir lumpur atau kombinasi lumpur dan debu yang disebabkan mencairnya salju di puncak gunung, atau dapat disebabkan hujan lebat dan akumulasi material yang tidak stabil.

Dampak bencana alam

Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang ekonomi, sosial dan lingkungan.[8] Kerusakan infrastruktur dapat mengganggu aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang melindungi daratan.[8]

  • Dampak gempa bumi:

Berdasarkan penelitian Buist dan Bernstein (1986), selama 5 abad terakhir, gempa bumi telah menyebabkan lebih dari 5 juta orang tewas, 20 kali lebih banyak daripada korban gunung meletus. Dalam hitungan detik dan menit, jumlah besar luka yang sebagian besar tidak menyebabkan kematian membutuhkan pertolongan medis segera dari fasilitas kesehatan yang seringkali tidak siap, rusak, runtuh karena gempa.

  • Dampak tanah longsor: karena mencakup suatu wilayah tanpa ada peringatan terlebih dahulu dan dapat dipicu oleh bencana alam lain terutama gempa bumi, letusan gunung berapi, hujan lebat atau angin topan, maka dapat memakan korban yang signifikan pada komunitas manusia.[3]

Manusia dianggap tidak berdaya pada bencana alam, bahkan sejak awal peradabannya. Ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen darurat menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan, struktural dan korban jiwa.[9]. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan manusia untuk mencegah dan menghindari bencana serta daya tahannya.[9] Menurut Bankoff (2003): "bencana muncul bila bertemu dengan ketidakberdayaan".[9] Artinya adalah aktivitas alam yang berbahaya dapat berubah menjadi bencana alam apabila manusia tidak memiliki daya tahan yang kuat.[9]

Penanggulangan

Penanggulangan bencana alam atau mitigasi adalah upaya berkelanjutan untuk mengurangi dampak bencana terhadap manusia dan harta benda.[10] Lebih sedikit orang dan komunitas yang akan terkena dampak bencana alam dengan menggerakan program ini.[10] Perbedaan tingkat bencana yang dapat merusak dapat diatasi dengan menggerakan program mitigasi yang berbeda-beda sesuai dengan sifat masing-masing bencana alam.[10]

Persiapan menghadapi bencana alam termasuk semua aktivitasiyang dilakukan sebelum terdeteksinya tanda-tanda bencana agar bisa memfasilitasi pemakaian sumber daya alam yang tersedia, meminta bantuan dan serta rencana rehabilitasi dalam cara dan kemungkinan yang paling baik.[10] Kesiapan menghadapi bencana alam dimulai dari level komunitas lokal.[10] Jika sumber daya lokal kurang mencukupi, maka daerah tersebut dapat meminta bantuan ke tingkat nasional dan internasional.[10]

Pada wilayah-wilayah yang memiliki tingkat bahaya tinggi ("hazard"), memiliki kerentanan/kerawanan ("vulnerability'"), bencana alam tidak memberi dampak yang luas jika masyarakat setempat memiliki ketahanan terhadap bencana ("disaster resilience"). Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah dan menangani tantangan-tantangan serius dari bencana alam.[9]. Sistem ini memperkuat daerah rawan bencana yang memiliki jumlah penduduk yang besar.[9]

Bencana alam di Indonesia dan penanggulangannya

Indonesia merupakan negeri yang sangat rawan dengan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan topan.[11] Sekitar 13 persen gunung berapi dunia yang berada di kepulauan Indonesia berpotensi menimbulkan bencana alam dengan intensitas dan kekuatan yang berbeda-beda.[11]

Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia pada tahun 2004 yang memakan banyak korban jiwa di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara memaksa diadakannya upaya cepat untuk mendidik masyarakat agar dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi bencana alam.[11] Namun, upaya yang dilaksanakan tidak efektif karena persiapan menghadapi bencana alam belum menjadi mata pelajaran pokok dalam kurikulum di Indonesia.[11] Materi-materi pendidikan yang berhubungan dengan bencana alam juga tidak banyak.[11]

Laporan Bencana Asia Pasifik 2010 menyatakan bahwa masyarakat di kawasan Asia Pasifik 4 kali lebih rentan terkena dampak bencana alam dibanding masyarakat di wilayah Afrika dan 25 kali lebih rentan daripada di Amerika Utara dan Eropa.[12] Laporan PBB tersebut memperkirakan bahwa lebih dari 18 juta jiwa terkena dampak bencana alam di Indonesia dari tahun 1980 sampai 2009.[12] Dari laporan yang sama Indonesia mendapat peringkat 4 sebagai salah satu negara yang paling rentan terkena dampak bencana alam di Asia Pasifik dari tahun 1980-2009.[12] Laporan Penilaian Global Tahun 2009 pada Reduksi Resiko Bencana juga memberikan peringkat yang tinggi untuk Indonesia pada level pengaruh bencana terhadap manusia – peringkat 3 dari 153 untuk gempa bumi dan 1 dari 265 untuk tsunami.[12]

Walaupun perkembangan manajemen bencana di Indonesia meningkat pesat sejak bencana tsunami tahun 2004, berbagai bencana alam yang terjadi selanjutnya menunjukkan diperlukannya perbaikan yang lebih signifikan.[12] Daerah-daerah yang rentan bencana alam masih lemah dalam aplikasi sistem peringatan dini, kewasapadaan resiko bencana dan kecakapan manajemen bencana.[12] Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia yang dimulai tahun 2005, masih dalam tahap pengembangan.[12]

Menurut kebijakan pemerintah Indonesia, para pejabat daerah dan propinsi diharuskan berada di garis depan dalam manajemen bencana alam.[12] Sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan tentara dapat membantu pada saat yang dibutuhkan. Namun, kebijakan tersebut belum menciptakan perubahan sistematis di tingkat lokal.[12] Badan penanggulangan bencana daerah direncanakan di semua propinsi namun baru didirikan di 18 daerah.[12] Selain itu, kelemahan manajemen bencana di Indonesia salah satunya dikarenakan kurangnya sumber daya dan kecakapan pemerintah daerah yang masih bergantung kepada pemerintah pusat.[12]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ (Inggris)What are natural disasters?, clearlyexplained. Akses: 10-08-2011
  2. ^ (Inggris)What is a Natural Disaster?, wisegeek. Akses: 10-08-2011
  3. ^ a b c d e (Inggris)"Natural Disasters Coping with Calamity harvard review of Latin america" (PDF). ReVista. VI (2). 2007. Diakses tanggal 10-8-2011. 
  4. ^ a b c d e (Inggris)Five Natural Disasters of Ancient Times, associatedcontent. Akses: 10-08-2011
  5. ^ a b c d e f g h i (Inggris)Five Natural Disasters of Ancient Times, associatedcontent. Akses: 10-08-2011
  6. ^ a b c d e f g (Inggris)Five Natural Disasters of Ancient Times, associatedcontent. Akses: 10-08-2011
  7. ^ (Inggris)Five Natural Disasters of Ancient Times, associatedcontent. Akses: 10-08-2011
  8. ^ a b c d e f g (Inggris)Comparative Vulnerability to Natural Disasters in the Caribbean, mona.uwi.edu. Akses: 10-08-2011
  9. ^ a b c d e f G. Bankoff, G. Frerks, D. Hilhorst (eds.) (2003). Mapping Vulnerability: Disasters, Development and People. ISBN ISBN 1-85383-964-7 Periksa nilai: invalid character |isbn= (bantuan). 
  10. ^ a b c d e f (Inggris)Natural Disasters: Prepare, Mitigate, Manage, csa. Akses: 10-08-2011
  11. ^ a b c d e (Inggris)Natural Disaster Preparedness and Education for Sustainable Development, unescobkk. Akses: 10-08-2011
  12. ^ a b c d e f g h i j k (Inggris)Natural disasters in Indonesia: Strengthening disaster preparedness, eastasiaforum. Akses: 10-08-2011