Kabupaten Sampang
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
Kabupaten Sampang adalah sebuah kabupaten yang terletak di Jawa Timur, Indonesia.
Kabupaten Sampang
سامپانگ | |
---|---|
Daerah tingkat II | |
Motto: Sampang Bersatu Untuk Kesejahteraan Umat | |
Koordinat: 7°03′S 113°15′E / 7.05°S 113.25°E | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jawa Timur |
Ibu kota | Sampang |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• Bupati | Drs. K.A Fannan Hasib |
Luas | |
• Total | 1.152,04 km2 (44,481 sq mi) |
Populasi | |
• Total | 794.914 |
• Kepadatan | 6,9/km2 (18/sq mi) |
Demografi | |
Zona waktu | UTC+07:00 (WIB) |
Kode BPS | |
Kode area telepon | 0323 |
Kode Kemendagri | 35.27 |
DAU | Rp. 683.242.704.000.- |
Flora resmi | Jambu Mawar |
Fauna resmi | Kera Napa |
Situs web | www.sampang.go.id |
Umum
Sampang adalah sebuah kabupaten di Madura yang ada di sebelah utara bagian timur dari pulau Jawa.
Sejarah kuno Sampang hanya dikenal dari beberapa prasasti dengan Sangkala Chandra. Dalam tradisi Jawa, adalah suatu representasi visual yang berbunyi hukuman empat kata yang masing-masing menghasilkan angka. Ini memberikan makna tanggal secara penanggalan Saka.
Pertama candra Sangkala ditemukan di situs Sumur Daksan di desa Dalpenang, membaca angka 757 Saka atau 835 Masehi itu menandakan adanya komunitas kaum Budha yang dipimpin oleh Resi (guru spiritual) .
Sebuah candra kedua Sangkala, ditemukan di situs Bujuk Nandi, di desa Kamoning Kabupaten Sampang, yang terbaca sebagai Saka 1301 atau 1379 M. Situs itu menyebutkan adanya sebuah komunitas yang dipimpin oleh seorang Resi bernama Durga Shiva Mahesasura Mardhini. The Nandi banteng adalah vahana atau kendaraan Dewa Shiwa.
Sebuah candra ketiga Sangkala , ditemukan di situs Pangeran Bangsacara di desa Polagan , menandakan tahun 1383, ketika pembangunan sebuah kuil Buddha dengan ber-relief yang menceritakan kisah seorang pangeran bernama Bangsacara dan berisi pesan moral dan ajaran agama. Kita dapat menyimpulkan keberadaan masyarakat Shaivite dan Buddha di kabupaten Sampang antara tahun 1379 dan 1383.
Sebuah candra keempat Sangkala , ditemukan di situs Pangeran Santomerto yang menunjukkan tanggal kematian pangeran Santomerto, paman Praseno dan hal ini sesuai dengan tahun 1574.
Sebuah candra kelima Sangkala yang terukir di sayap kiri dari portal utama makam ibu Praseno di Madegan. Ini melambangkan naga melalui kepala ke ekor dengan panah. Ini melambangkan tahun 1546 Saka atau 1624 M. Ini adalah tahun dimana Praseno diangkat oleh Sultan Agung dengan gelar Pangeran Cakraningrat I.
Babad Sampang
Pada Zaman Majapahit di Sampang ditempatkan seorang Kamituwo yang pangkatnya hanya sebagai patih, jadi boleh dikatakan kepatihan yang berdiri sendiri.
Sewaktu Majapahit mulai mundur, di Sampang berkuasa Ario Lembu Peteng atau terkenal dengan sebutan Bondan Kejawan atau Ki Ageng Tarub II atau Prabu Brawijaya VI, Putera ke 14 dari Raja Majapahit Prabu Bhre Kertabhumi atau Prabu Brawijaya V atau Raden Alit dengan selirnya yaitu Puteri Champa yang bernama Ratu Dworo Wati atau Puteri Wandan Kuning . Lembu Peteng akhirnya pergi memondok di Masjid Ampel dan meninggal di sana.
Yang mengganti Kamituwo di Sampang adalah putera yang tertua ialah Ario Menger yang keratonnya tetap di Madekan. Menger berputera 3 orang laki-laki ialah:
- Ario Langgar,
- Ario Pratikel (ia bertempat tinggal di Pulau Gili Mandangin atau Pulau Kambing) dan
- Ario Panengah yang bergelar Pulang Jiwo bertempat tinggal di Karangantang.
Ario Pratikel mempunyai anak perempuan yang bernama Nyai Ageng Budo yang menikah dengan Ario Pojok yang merupakan putera dari Ario Kudut, Ario Kudut sendiri merupakan putera dari Ario Timbul. Ario Timbul merupakan putera dari hasil pernikahan antara Menak Senojo dengan Nyai Peri Tunjung Biru Bulan atau yang bergelar Puteri Tunjung Biru Sari.
Pernikahan antara Nyai Ageng Budo dengan Ario Pojok membuahkan keturunan yang bernama Kyai Demang (Demangan adalah tempat kelahirannya).
Legenda Jaka Tarub |
---|
Jaka Tarub adalah salah satu cerita rakyat dari Jawa Tengah yang mengisahkan tentang kehidupan Ki Jaka Tarub yang setelah tua bergelar Ki Ageng Tarub, tokoh legendaris yang dianggap sebagai leluhur raja-raja Kesultanan Mataram, dari pihak putrinya, yaitu yang bernama Retno Nawangsih.
Suatu hari Jaka Tarub berangkat berburu di kawasan Gunung Keramat. Di gunung itu terdapat sebuah telaga tempat tujuh bidadari mandi. Jaka Tarub mengambil selendang salah satu bidadari. Ketika 7 bidadari selesai mandi, enam dari tujuh bidadari tersebut kembali ke kahyangan. Sisanya yang satu orang bingung mencari selendangnya, karena tanpa itu ia tidak mampu terbang. Jaka Tarub muncul datang menolong. Bidadari yang bernama Dewi Nawangwulan itu bersedia ikut pulang ke rumahnya. Keduanya akhirnya menikah dan mendapatkan seorang putri bernama Dewi Nawangsih.
Selama hidup berumah tangga, Nawangwulan selalu memakai kesaktiannya. Sebutir beras bisa dimasaknya menjadi sebakul nasi. Suatu hari Jaka Tarub melanggar larangan Nawangwulan supaya tidak membuka tutup penanak nasi. Akibatnya kesaktian Nawangwulan hilang. Sejak itu ia menanak nasi seperti umumnya wanita biasa. Maka, persediaan beras menjadi cepat habis. Ketika beras tinggal sedikit, Nawangwulan menemukan selendang pusakanya tersembunyi di dalam lumbung. Nawangwulan pun marah mengetahui kalau suaminya yang telah mencuri benda tersebut. Jaka Tarub memohon istrinya untuk tidak kembali ke kahyangan. Namun tekad Nawangwulan sudah bulat. Hanya demi bayi Nawangsih ia rela turun ke bumi untuk menyusui saja. Pernikahan Nawangsih Jaka Tarub kemudian menjadi pemuka desa bergelar Ki Ageng Tarub, dan bersahabat dengan Prabu Brawijaya raja Majapahit. Pada suatu hari Brawijaya mengirimkan keris pusaka Kyai Mahesa Nular supaya dirawat oleh Ki Ageng Tarub. Utusan Brawijaya yang menyampaikan keris tersebut bernama Ki Buyut Masahar dan Bondan Kejawan, anak angkatnya. Ki Ageng Tarub mengetahui kalau Bondan Kejawan sebenarnya putra kandung Brawijaya. Maka, pemuda itu pun diminta agar tinggal bersama di desa Tarub. Sejak saat itu Bondan Kejawan menjadi anak angkat Ki Ageng Tarub, dan diganti namanya menjadi Lembu Peteng. Ketika Nawangsih tumbuh dewasa, keduanya pun dinikahkan. Setelah Jaka Tarub meninggal dunia, Lembu Peteng alias Bondan Kejawan menggantikannya sebagai Ki Ageng Tarub yang baru dan bergelar Ki Ageng Tarub II. Nawangsih sendiri melahirkan seorang putra, yang setelah dewasa bernama Ki Getas Pandawa. Ki Ageng Getas Pandawa kemudian memiliki putra bergelar Ki Ageng Sela, yang merupakan kakek buyut Panembahan Senapati, pendiri Kesultanan Mataram. |
Setelah Demang menjadi dewasa ia sering pergi ke tempat-tempat yang dipandang keramat dan bertapa beberapa hari lamanya di sana hingga pada suatu waktu saat ia tertidur di pertapaannya ia bermimpi supaya ia terus berjalan ke arah Barat Daya ke desa Palakaran.
Setelah Demang bangun ia terus pulang dan minta ijin pada orang tuanya untuk memenuhi panggilan dalam mimpinya, ayah dan ibunya sebenarnya keberatan tetapi apa dikata, kehendak anaknya sangat kuat. Menurut cerita Demang terus berjalan ke arah Barat Daya, selama di perjalanan ia makan ala kadarnya daun-daun, buah-buahan dan apa saja yang dapat dimakan, dan kalau malam ia tertidur di hutan dimana ia dapat berteduh.
Pada suatu waktu ketika ia berhenti melepaskan lelah tiba-tiba datang seorang perempuan tua memberikan bingkisan dari daun-daun, setelah bingkisan dibuka terdapatlah 40 buah bunga Nagasari, dimana ada Pohon Nagasari? Perempuan tua itu menjawab bahwa pohon yang dimaksud letaknya di desa Palakaran tidak beberapa jauh dari tempat itu.
Dengan diantar perempuan tua tersebut Demang terus menuju kedesa Palakaran dan diiringi oleh beberapa orang yang bertemu diperjalanan. Sesampainya di desa tersebut mereka beristirahat di kediaman pengantarnya sambil menikmati hidangan yang lezat-lezat yang menghidangkan ialah, Nyi Sumekar puteri dari janda itu. Tidak beberapa lama kyai Demang jatuh cinta pada perempuan itu dan mereka kemudian menikah, dan mendirikan rumah besar, yang kemudian oleh orang-orang disebut keraton kota Anjar (Arosbaya) dari perkawinan Nyai Sumekar dan Kyai Demang lahirlah beberapa orang anak dengan nama-nama sebagai berikut :
- Kyai Adipati Pranomo
- Kyai Pratolo atau disebut sebagai Pangeran Parambusan
- Kyai Pratali atau disebut sebagai Pangeran Pesapen
- Pangeran Paningkan atau disebut sebagai Pangeran Suka Sudo
- Kyai Pragalbo atau disebut sebagai Pangeran Plakaran yang bertahta di Plakaran dan setelah wafat disebut sebagai Pangeran Islam Onggu'
Pada suatu saat Demang Palakaran bermimpi bahwa kemudian hari yang akan menggantikan dirinya ialah Kiyahi Pragalbo yang akan menurunkan pemimpin-pemimpin masyarakat yang baik, putera yang tertua Pramono oleh ayahnya disuruh bertempat tinggal di Sampang dan memimpin pemerintah dikota itu.
Ia menikah dengan puteri Wonorono di Pamekasan karena itu ia juga menguasai Pamekasan jadi berarti Sampang dan Pamekasan bernaung dalam satu kerajaan, demikian pula sewaktu Nugeroho (Bonorogo) menggantikan ayahnya yang berkeraton di Pamekasan dua daerah itu masih di bawah satu kekuasaan.
Setelah kekuasaan Bonorogo, Sampang terpisah lagi dengan Pamekasan yang masing-masing dikuasai oleh Adipati Pamadekan (Sampang) dan Pamekasan dikuasai oleh Panembahan Ronggo Sukawati, keduanya adalah putera Bonorogo.
Kemudian Sampang diperintah oleh Pangeran Adipati Mertosari ialah cucu dari puteri Pramono putera dari Pangeran Suhra Jamburingin, demikianlah diceritakan bahwa memang menjadi kenyataan Kyai Demang banyak menurunkan Raja-Raja di Madura.
Sejarah Singkat
Sejarah Singkat |
---|
Sangkala Memet yang terdapat di situs Sumur Dhaksan di Jalan Syuhadak Kelurahan Dalpenang menjadi prasasti yang pertama. Di situs itulah, ditemukan Candra Sangkala atau angka tahun Saka (C,) yang berbunyi: Kudo Kalih Ngrangsang Ing Butho
Seorang ahli sansekerta menafsirkan, situs Sumur Dhaksan dibuat sekitar tahun 757 C, yang bertepatan dengan tahun 835 Masehi. Berarti, situs tersebut dibuat jauh sebelum berdirinya Dinasti Syailendra. "Saat itu, di Sampang sudah ada komunitas masyarakat yang berstruktur dan memiliki padepokan agama Hindu-Budha," terangnya. Berdasarkan penjelasan Direktorat Sejarah dan Kepurbakalaan Depdikbud RI, pada zaman itu padepokan tersebut merupakan tempat untuk menggodok kerohanian masyarakat. Prasasti kedua adalah Sangkala Memet pada situs Buju’ Nandi di Desa Kemoning, Kecamatan Kota Sampang. Pada prasasti tersebut, tertulis Negara Gata Bhuana Agong atau 1301 C, yang bertepatan dengan tahun 1379 Masehi. Sangkala Memet tersebut diperkirakan bekas peninggalan padepokan Hindu-Budha. Sedangkan prasasti yang ketiga adalah prasasti Bangsacara yang terletak di Kampung Madeggan, Kelurahan Polagan, Kota Sampang. Situs tersebut ditemukan di dasar umpak atau candi belum jadi yang tertulis angka 1305 C, atau bertepatan dengan tahun 1383 Masehi. "Konon, di daerah ini juga sudah berdiri padepokan Hindu-Budha yang kebenaran berdirinya didukung oleh pitutur atau legenda masyarakat setempat," terangnya. Prasasti yang keempat adalah situs Pangeran Santo Merto yang merupakan paman Raden Praseno atau Pangeran Cakraningrat I yang menjadi penguasa Madura Barat. Pada situs ini, terdapat tulisan Candra Sangkala bertuliskan huruf Hijaiyah tahun 1496 C, atau tahun 1574 Masehi. Sedangkan situs terakhir adalah Makam Rato Ebuh yang juga terletak di Kampung Madeggan. Di situs tersebut, tertulis angka tahun Saka dan tulisan berbunyi "Naga Kapaneh Titis Ing Midi" yang dibuat pada tahun 1545 C, atau tahun 1624 Masehi yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Sampang. Berangkat dari temuan prasasti dan situs itulah, akhirnya Pemkab Sampang menggelar Seminar Penentuan Hari Jadi Kabupaten Sampang. Yang diundang sebagai pembicara antara lain, peneliti sejarah dari Fakultas Sastra Jurusan Arkeologi Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta. Kesimpulan seminar, situs Sumur Daksan, Buju’ Nandi, Bangsacara, dan Pangeran Santo Merto dinyatakan tidak bisa dijadikan sebagai referensi. Alasannya, tidak ada bukti atau referensi kepustakaan otentik yang mendukung. Khusus prasasti Pangeran Santo Merto, sebenarnya disertai bukti tulisan ahli sejarah asal Belanda, HJ De Graff. Tapi, tulisan tersebut dinyatakan tidak representatif dijadikan dasar penetapan Hari Jadi Kabupaten Sampang. "Setelah melalui adu argumentasi dan pengkajian ilmiah secara mendalam, akhirnya situs Makam Rato Ebuh yang ditetapkan sebagai acuan untuk menentukan Hari Jadi Kabupaten Sampang," jelas Ali Daud Bey. Dibandingkan referensi yang lain, situs Makam Rato Ebuh dilengkapi dan didukung dengan daftar kepustakaan hasil karya ahli sejarah Belanda HJ De Graff. Sehingga, sangat representatif dijadikan dasar penetapan Hari Jadi Kabupaten Sampang. Dalam bukunya "De Op Komst Van R Trunojoyo" (1940), HJ De Graaf menyebutkan bahwa pada tanggal 12 Rabi’ul Awal 1039 Hijriyah yang bertepatan dengan 23 Desember 1624 Masehi, Raja Mataram saat itu Sultan Agung mengangkat dan menetapkan Raden Praseno yang bergelar Pangeran Cakraningrat I menjadi penguasa Madura Barat yang kerajaannya dipusatkan di Sampang. De Graff menerangkan, dalam surat titahnya, Sultan Agung juga menegaskan bahwa Pangeran Cakraningrat I berhak menerima payung kebesaran kerajaan dan upeti sebesar 20 ribu Gulden. Secara de jure maupun de facto, surat tersebut merupakan bukti otentik yang menjadi pride (kebanggaan) masyarakat Madura Barat yang cakupan kekuasaannya meliputi Sampang, Arosbaya, dan Bangkalan atas terpilihnya Raden Praseno sebagai Raja Madura Barat. Saat itu, masyarakat Mataram ikut merayakan pengangkatan dan penetapan Pangeran Cakraningrat I dengan melakukan kegiatan Gebreg Maulid. Sebenarnya, Pangeran Cakraningrat I adalah salah seorang tawanan Sultan Mataram saat berlangsungnya perang antara masyarakat Madura dengan Mataram. Tapi, Sultan Agung kemudian mengangkat Raden Praseno yang saat itu masih berumur 6 tahun sebagai anak asuhnya. Setelah puluhan tahun dibesarkan di lingkungan keluarga Keraton Mataram, akhirnya Raden Praseno menjadi anak emas Sultan Agung dan dipercaya menjadi Raja Madura Barat pada tahun 1546 Saka atau 1624 M. Meskipun menjadi penguasa Madura Barat, Pangeran Cakraningrat I konon jarang berada di Sampang. Sebab, saat itu tenaganya sangat dibutuhkan Sultan Agung untuk mengawal Kerajaan Mataram. Praktis, jalannya roda pemerintahan di Kerajaan Madura Barat seringkali diwakilkan kepada pamannya, Pangeran Santo Merto. Beberapa tahun kemudian, Pangeran Cakraningrat I dan putranya Pangeran Mloyo Kusumo atau Raden Maluyo akhirnya mangkat di medan perang saat berusaha menghentikan pemberontakan Pangeran Pekik yang merongrong kepemimpinan Sultan Agung. Jasad Pangeran Cakraningrat I kemudian dikebumikan di makam raja-raja Mataram di Imogiri, Jawa Tengah. Perang saudara tersebut akhirnya melengserkan tahta kekuasaan Sultan Agung. Setelah itu, mahkota Kerajaan Mataram diserahkan kepada Sultan Amangkurat. Peralihan kekuasaan dari Sultan Agung kepada Sultan Amangkurat ini, berimbas pada jalannya roda pemerintahan di Kerajaan Madura Barat. Mahkota kerajaan yang seharusnya diserahkan kepada Raden Nila Prawita atau Pangeran Trunojoyo, justru diserahkan kepada Pangeran Cakraningrat II. Karena tidak terima dengan keputusan Raja Mataram Sultan Amangkurat, Pangeran Trunojoyo akhirnya melakukan pemberontakan. Konon, kepemimpinan Pangeran Cakraningrat II ini dilakukan secara sewenang-wenang, korup, dan bejat. Merasa tidak aman dengan ancaman dan pemberontakan Pangeran Trunojoyo, akhirnya pusat Kerajaan Madura Barat dipindah dari Madeggan di Sampang ke daerah Kwanyar, Bangkalan. Beberapa saat kemudian, tahta kerajaan dipindah lagi ke daerah Arosbaya, Bangkalan. Kegigihan perjuangan Pangeran Trunojoyo akhirnya membuahkan hasil. Tidak hanya Kerajaan Madura Barat saja yang berhasil digulingkan. Tapi, tahta Kerajaan Mataram pun akhirnya berhasil direbut. Meskipun berhasil melengserkan kekuasaan Sultan Amangkurat sebagai Raja Mataram, tapi Pangeran Trunojoyo menolak menjadi penguasa dan menduduki singgasana Kerajaan Mataram. Yang dia inginkan, hanyalah menjadi penguasa Kerajaan Madura Barat. Akhirnya, Pangeran Trunojoyo resmi dinobatkan menjadi Raja Madura Barat dengan gelar Panembahan Maduretno. Walaupun menolak menduduki tahta Kerajaan Mataram, Panembahan Maduretno tetap membawa mahkota Kerajaan Mataram. Dia menolak menyerahkan simbol kekuasaan Kerajaan Mataram, selama Sultan Amangkurat tidak bersedia memutuskan kerjasama dengan Belanda. Setelah tuntutan itu dipenuhi, akhirnya mahkota Kerajaan Mataram pun dikembalikan. Selama menjadi penguasa Kerajaan Madura Barat, Pangeran Trunojoyo meninggalkan monumen bersejarah bagi masyarakat Kabupaten Sampang. Diantaranya adalah Monumen Trunojoyo yang dijadikan sebagai pusat latihan kelaskaran prajurit Kerajaan Madura Barat. Sampai saat ini, Monumen Pebabaran sebagai tempat kelahiran Pangeran Trunojoyo yang terlokasi di Jalan Pahlawan Gg VIII Kota Sampang masih terawat dengan baik. Menurut legenda masyarakat setempat, di lokasi inilah ari-ari pahlawan rakyat Madura tersebut ditanam oleh kedua orangtuanya |
Geografis
Kabupaten Sampang secara administrasi terletak dalam wilayah Provinsi Jawa Timur yang secara geografis terletak di antara 113o 08’ - 113o 39’ Bujur Timur dan 6o 05’ - 7o 13’ Lintang Selatan. Kabupaten Sampang terletak ± 100 Km dari Surabaya, dapat dengan melalui Jembatan Suramadu kira-kira 1,5 jam atau dengan perjalanan laut kurang lebih 45 menit dilanjutkan dengan perjalanan darat ± 2 jam.
Batas Kabupaten
Utara | Laut Jawa |
Timur | Kabupaten Pamekasan |
Selatan | Selat Madura |
Barat | Kabupaten Bangkalan |
Secara keseluruhan Kabupaten Sampang mempunyai luas wilayah sebanyak 1.233,30 Km2. Proporsi luasan 14 kecamatan terdiri dari 6 kelurahan dan 180 Desa. Kecamatan Banyuates dengan luas 141,03 Km2 atau 11,44 % yang merupakan Kecamatan terluas, sedangkan Kecamatan terkecil adalah Pangarengan dengan luas hanya 42,7 Km2 (3,46 %).
Kecamatan
Kecamatan | Jumlah Desa | Kode Pos |
---|---|---|
Banyuates | 20 | 69263 |
Camplong | 14 | 69281 |
Jrengik | 14 | 69272 |
Karang Penang | 7 | 69254 |
Kedungdung | 18 | 69252 |
Ketapang | 14 | 69261 |
Omben | 20 | 69291 |
Pangarengan | 6 | 69271 |
Robatal | 9 | 69254 |
Sampang | 18 | 69212-69216 |
Sokobanah | 12 | 69262 |
Sreseh | 12 | 69273 |
Tambelangan | 10 | 69253 |
Torjun | 12 | 69271 |
Desa di Kabupaten Sampang
- Kelurahan/Desa Asem Jaran (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Banyuates (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Batioh (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Jatra Timur (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Kembang Jeruk (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Lar Lar (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Masaran (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Montor (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Morbatoh (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Nagasareh (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Nepa (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Olor (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Planggaran Barat (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Planggaran Timur (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Tapaan (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Tebanah (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Terosan (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Tlagah (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Tolang (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Trapang (Kodepos : 69263)
- Kelurahan/Desa Anggersek (Kodepos : 69281)
- Kelurahan/Desa Banjar Tabulu (Kodepos : 69281)
- Kelurahan/Desa Banjar Talela (Kodepos : 69281)
- Kelurahan/Desa Batu Karang (Kodepos : 69281)
- Kelurahan/Desa Dharma Camplong (Kodepos : 69281)
- Kelurahan/Desa Dharma Tanjung (Kodepos : 69281)
- Kelurahan/Desa Madupat (Kodepos : 69281)
- Kelurahan/Desa Pamolaan (Kodepos : 69281)
- Kelurahan/Desa Plampaan (Kodepos : 69281)
- Kelurahan/Desa Prajjan (Kodepos : 69281)
- Kelurahan/Desa Rabasan (Kodepos : 69281)
- Kelurahan/Desa Sejati (Kodepos : 69281)
- Kelurahan/Desa Taddan (Kodepos : 69281)
- Kelurahan/Desa Tambaan (Kodepos : 69281)
- Kelurahan/Desa Asem Nonggal (Kodepos : 69272)
- Kelurahan/Desa Asem Raja (Kodepos : 69272)
- Kelurahan/Desa Bancelok (Kodepos : 69272)
- Kelurahan/Desa Buker (Kodepos : 69272)
- Kelurahan/Desa Jrengik (Kodepos : 69272)
- Kelurahan/Desa Jungkarang (Kodepos : 69272)
- Kelurahan/Desa Kalangan Prao (Kodepos : 69272)
- Kelurahan/Desa Kotah (Kodepos : 69272)
- Kelurahan/Desa Majangan (Kodepos : 69272)
- Kelurahan/Desa Margantoko (Kodepos : 69272)
- Kelurahan/Desa Mlaka (Kodepos : 69272)
- Kelurahan/Desa Panyepen (Kodepos : 69272)
- Kelurahan/Desa Plakaran (Kodepos : 69272)
- Kelurahan/Desa Taman (Kodepos : 69272)
- Kecamatan Karang Penang
- Kelurahan/Desa Bluuran (Blu Uran) (Kodepos : 69254)
- Kelurahan/Desa Bulmatet (Kodepos : 69254)
- Kelurahan/Desa Gunung Kesan (Kodepos : 69254)
- Kelurahan/Desa Karang Penang Oloh (Kodepos : 69254)
- Kelurahan/Desa Karang Penang Onjur (Kodepos : 69254)
- Kelurahan/Desa Poreh (Kodepos : 69254)
- Kelurahan/Desa Tlambah (Kodepos : 69254)
- Kelurahan/Desa Bajrasokah (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Banjar (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Banyukapah (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Batoporo Barat (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Batoporo Timur (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Daleman (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Gunung Eleh (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Kedungdung (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Komis (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Kramat (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Muktesareh (Moktesareh) (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Nyeloh (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Ombul (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Pajeruan (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Palenggiyan (Palenggian) (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Pasarenan (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Rabasan (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Rohayu (Kodepos : 69252)
- Kelurahan/Desa Banyusokah (Kodepos : 69261)
- Kelurahan/Desa Bira Barat (Kodepos : 69261)
- Kelurahan/Desa Bunten Barat (Kodepos : 69261)
- Kelurahan/Desa Bunten Timur (Kodepos : 69261)
- Kelurahan/Desa Karang Anyar (Kodepos : 69261)
- Kelurahan/Desa Ketapang Barat (Kodepos : 69261)
- Kelurahan/Desa Ketapang Daya (Kodepos : 69261)
- Kelurahan/Desa Ketapang Laok (Kodepos : 69261)
- Kelurahan/Desa Ketapang Timur (Kodepos : 69261)
- Kelurahan/Desa Pancor (Kodepos : 69261)
- Kelurahan/Desa Pangereman (Kodepos : 69261)
- Kelurahan/Desa Paopale Daya (Kodepos : 69261)
- Kelurahan/Desa Paopalelaok (Kodepos : 69261)
- Kelurahan/Desa Rabiyan (Kodepos : 69261)
- Kelurahan/Desa Angsokah (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Astapah (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Gersempal (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Jrangoan (Jranguan) (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Kamondung (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Karang Gayam (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Karang Nangger (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Kebun Sareh (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Madulang (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Meteng (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Napo Daya (Napa Daya) (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Napolaok (Napa Laok) (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Omben (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Pandan (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Rapa Daya (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Rapa Laok (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Rongdalem (Rongdalam) (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Sogiyan (Sogian) (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Tambak (Kodepos : 69291)
- Kelurahan/Desa Temoran (Kodepos : 69291)
- Kecamatan Pangarengan
- Kelurahan/Desa Apaan (Kodepos : 69271)
- Kelurahan/Desa Gulbung (Kodepos : 69271)
- Kelurahan/Desa Pacanggaan (Kodepos : 69271)
- Kelurahan/Desa Pangarengan (Kodepos : 69271)
- Kelurahan/Desa Panyerangan (Panyirangan) (Kodepos : 69271)
- Kelurahan/Desa Ragung (Kodepos : 69271)
- Kelurahan/Desa Bapelle (Kodepos : 69254)
- Kelurahan/Desa Gunung Rancak (Kodepos : 69254)
- Kelurahan/Desa Jelgung (Kodepos : 69254)
- Kelurahan/Desa Lepelle (Kodepos : 69254)
- Kelurahan/Desa Pandiyangan (Kodepos : 69254)
- Kelurahan/Desa Robatal (Kodepos : 69254)
- Kelurahan/Desa Sawah Tengah (Kodepos : 69254)
- Kelurahan/Desa Torjunan (Kodepos : 69254)
- Kelurahan/Desa Tragih (Kodepos : 69254)
- Kecamatan Sampang
- Kelurahan/Desa Dalpenang (Kodepos : 69212)
- Kelurahan/Desa Polagan (Kodepos : 69215)
- Kelurahan/Desa Aeng Sareh (Kodepos : 69216)
- Kelurahan/Desa Banyuanyar (Kodepos : 69216)
- Kelurahan/Desa Banyumas (Kodepos : 69216)
- Kelurahan/Desa Baruh (Kodepos : 69216)
- Kelurahan/Desa Gunung Maddah (Kodepos : 69216)
- Kelurahan/Desa Gunung Sekar (Kodepos : 69216)
- Kelurahan/Desa Kamoning (Kodepos : 69216)
- Kelurahan/Desa Karang Dalem (Kodepos : 69216)
- Kelurahan/Desa Pangelen (Kodepos : 69216)
- Kelurahan/Desa Panggung (Kodepos : 69216)
- Kelurahan/Desa Paseyan (Kodepos : 69216)
- Kelurahan/Desa Pekalongan (Pakalongan) (Kodepos : 69216)
- Kelurahan/Desa Pulau Mandangin (Mandingan) (Kodepos : 69216)
- Kelurahan/Desa Rong Tengah (Kodepos : 69216)
- Kelurahan/Desa Taman Sareh (Kodepos : 69216)
- Kelurahan/Desa Tanggumong (Kodepos : 69216)
- Kelurahan/Desa Bira Tengah (Kodepos : 69262)
- Kelurahan/Desa Bira Timur (Kodepos : 69262)
- Kelurahan/Desa Sokobanah Daya (Kodepos : 69262)
- Kelurahan/Desa Sokobanah Laok (Kodepos : 69262)
- Kelurahan/Desa Sokobanah Tengah (Kodepos : 69262)
- Kelurahan/Desa Tamberu Barat (Kodepos : 69262)
- Kelurahan/Desa Tamberu Daya (Kodepos : 69262)
- Kelurahan/Desa Tamberu Laok (Kodepos : 69262)
- Kelurahan/Desa Tamberu Timur (Kodepos : 69262)
- Kelurahan/Desa Tobai Barat (Kodepos : 69262)
- Kelurahan/Desa Tobai Tengah (Kodepos : 69262)
- Kelurahan/Desa Tobai Timur (Kodepos : 69262)
- Kelurahan/Desa Bangsah (Kodepos : 69273)
- Kelurahan/Desa Bundah (Kodepos : 69273)
- Kelurahan/Desa Disanah (Kodepos : 69273)
- Kelurahan/Desa Junuk (Junok) (Kodepos : 69273)
- Kelurahan/Desa Klobur (Kodepos : 69273)
- Kelurahan/Desa Labang (Kodepos : 69273)
- Kelurahan/Desa Labuhan (Kodepos : 69273)
- Kelurahan/Desa Marparan (Kodepos : 69273)
- Kelurahan/Desa Noreh (Kodepos : 69273)
- Kelurahan/Desa Plasah (Kodepos : 69273)
- Kelurahan/Desa Sreseh (Kodepos : 69273)
- Kelurahan/Desa Taman (Kodepos : 69273)
- Kelurahan/Desa Banjar Billah (Kodepos : 69253)
- Kelurahan/Desa Barung Gagah (Kodepos : 69253)
- Kelurahan/Desa Batorasang (Baturasang) (Kodepos : 69253)
- Kelurahan/Desa Beringin (Bringin) (Kodepos : 69253)
- Kelurahan/Desa Birem (Kodepos : 69253)
- Kelurahan/Desa Karang Anyar (Kodepos : 69253)
- Kelurahan/Desa Mambulu Barat (Kodepos : 69253)
- Kelurahan/Desa Samaran (Kodepos : 69253)
- Kelurahan/Desa Somber (Kodepos : 69253)
- Kelurahan/Desa Tambelangan (Kodepos : 69253)
- Kelurahan/Desa Bringin Nonggal (Kodepos : 69271)
- Kelurahan/Desa Dulang (Kodepos : 69271)
- Kelurahan/Desa Jeruk Porot (Kodepos : 69271)
- Kelurahan/Desa Kanjar (Kodepos : 69271)
- Kelurahan/Desa Kara (Kodepos : 69271)
- Kelurahan/Desa Kodak (Kodepos : 69271)
- Kelurahan/Desa Krampon (Kodepos : 69271)
- Kelurahan/Desa Pangongsean (Kodepos : 69271)
- Kelurahan/Desa Patapan (Kodepos : 69271)
- Kelurahan/Desa Patarongan (Kodepos : 69271)
- Kelurahan/Desa Tanah Merah (Kodepos : 69271)
- Kelurahan/Desa Torjun (Kodepos : 69271)
Kabupaten Sampang mempunyai 1 buah pulau berpenghuni yang terletak di sebelah selatan Kecamatan Sampang. Nama pulau tersebut adalah Pulau Mandangin, luas Pulau Mandangin sebesar 1,650 km2. Akses transportasi ke Pulau Mandangin adalah dengan menggunakan transportasi air dalam hal ini adalah perahu motor yang berada di Pelabuhan Tanglok. Perjalanan dari Pelabuhan Tanglok menuju Pulau Mandangin ini membutuhkan waktu ± 30 menit Masakan khas kota ini adalah kaldu. Selain itu makanan khasnya adalah nasi jagung
Pulau
No | Nama Pulau | Luas | Keterangan |
---|---|---|---|
01 | Pulau Mandangin | 1,650 km2 | Berpenghuni |
02 | Pulau Kambing | Berpenghuni |
Penduduk
Jumlah penduduk berdasarkan BPS Kabupaten Sampang pada tahun 2005 sejumlah 794.914 jiwa.
Jumlah penduduk berdasarkan BPS Kabupaten Sampang pada tahun 2008 sejumlah 870.365 jiwa.
Jumlah penduduk berdasarkan BPS Kabupaten Sampang pada tahun 2009 sejumlah 864.798 jiwa.
Jumlah penduduk berdasarkan BPS Kabupaten Sampang pada tahun 2010 sejumlah 876.950 jiwa.
Tempat-tempat wisata
- Pulau Mandangin
- Pantai Camplong
- Kuburan Madegan
- Waduk Klampis Desa Kramat kecamatan Kedungdung
- Air terjun Toroan
- Rimba monyet - Nepa Raden segoro
- Reruntuhan Pababaran
- Pemandian Sumber Otok
- Wisata Alam Goa Lebar
- Monumen Sampang
- Situs Pababaran Trunojoyo
- Situs Ratoh Ebuh
- Sumur Daksan
- Situs Makam Pangeran Santo Merto
- Situs Makam Bangsacara dan Ragapatmi
- Situs Makam Sayyid Ustman Bin Ali Bin Abdillah Al-Habsyi
Seni dan Budaya
Gumbeg'en Kata "gumbak" dalam bahasa Madura berati mengaduk-aduk air kolam (sungai) sehingga menimbulkan ombak atau gelombang. Selanjutnya istilah ”gumbak” yang terkait dengan upacara sakral di desa Banjar (Kecamatan Kedungdung) berhubungan dengan tradisi ”baceman” yang artinya membersihkan dan menyucikan pusaka (senjata tradisional). Senjata tradisional yang dimaksudkan berjumlah 24 senjata / pusaka Kapankah tradisi ini dicetuskan, tidak ada orang yang mengetahui secara pasti. Konon diyakini oleh masyarakatnya bahwa tradisi ini telah berlangsung ratusan tahun lamanya, bahkan ada yang meyakini telah berlangsung dua abad lamanya. Dua orang tokoh sakti yang namanya selalu disebut-sebut ialah Buju' Toban dan Buju' Bung Kenek. Berasal dari manakah dua orang tokoh yang dimitoskan sakti tersebut, juga tidak di ketahui secara pasti. Masyarakat mayakini kedua tokoh sakti tersebut berasal dan Banjar (wilayah Kalimantan), yakni tokoh pelarian perang pada tempo dulu yang akhimya menetap di desa tersebut (desa Banjar) Kecamatan Kedungdung. Kedua tokoh tersebut dikenal ahli membuat senjata sakti, dengan bahan baku tanah Iiat (lempung) Karena kesaktiannya, dan mantra-mantra yang dimilikinya maka senjata atau tersebut menjadi amat kuat, dapat digunakan untuk berburu binatang buas dan dapat pula untuk melindungi warga masyarakat bila ada musuh atau gangguan binatang buas. Bentuk senjata (pusaka) tradisional itu amat beragam, misalnya berbentuk tombak, clurit, pedang, linggis dan pisau bermata dua. Jumlah senjata tradisional itu semula sebanyak 50, tetapi yang tersisa pada tangan anak cucu kedua tokoh tersebut hanya 24 senjata. Ke manakah raibnya yang lain (26 senjata)? Tampaknya warga masyarakat tidak ada yang mengetahuinya. Senjata tersebut merupakan warisan budaya dan warisan keluarga anak cucu kedua tokoh tersebut. Berdasarkan wasiat lisan leluhurnya, senjata tradisional tersebut tidak diperkenankan untuk dipindah-tangankan (dijual atau dimiliki orang lain yang bukan keturunannya). Sampai sekarang ini, senjata tersebut tetap disimpan di belakang Masjid Banjar. Upacara gumbak dilaksanakan bersamaan dengan upacara bersih desa, setahun sekali. Pada masa tertentu, misalnya kemarau panjang, upacara ini dapat dilaksanakan sambil melaksanakan Shalat Istisqa'. Tujuan upacara tersebut untuk mengucapkan syukur kepada Allah SWT, dan memohon agar desa tersebut diberi kesuburan tanah, kemakmuran dan ketentraman. Tempat upacara secara rutin telah ditetapkan yaitu di Buju' Tenggina, tanah Galis atau tanah paokalan (tanah tempat pertarungan pendekar). Pendekar yang memenangkan pertarungan di Paokalan dinyatakan sebagai patriot pembela/penjaga keamanan desa di Buju' Toban, Buju' Bundaya dan Buju' Banjar. (Bahasa Madura okol = pertarungan bela diri / semacam olah raga bela diri). Perlengkapan Upacara :
- Tumpeng lengkap (dengan ubarampe/perlengkapan tertentu)
- Senjata pusaka gumbak yang berjumlah 24 macam.
- Kambing hitam berkaki putih (upacara korban).
- Alat pemukul untuk pertarungan bela diri (Okolan) atau alas pertarungan di antara dua tokoh/satria.
- Seperangkat gamelan (pengiring upacara).
- mbul-umbul (pads mass sekarang ditambah pengeras suara).
- Dupa / kemenyan.
- Air Bunga.
Pelaksanaan upacara di atas dipimpin oleh tokoh masyarakat / pemuka agama. Biasanya sebelum upacara diadakan pembacaan Khatmil Qur'an / Khatam Al Qur'an, dalam rangkaian memohon ampunan dan ridho dari Yang Maha Kuasa Allah SWT. Penyelenggaraan Upacara (Tata Urut Upacara):
- Tahap Awal, Acara Gundeggan Pada tahap awal adalah kegiatan mengundang segenap tokoh masyarakat, warga desa dan tokoh ulama untuk mengadakan persiapan upacara. Musyawarah ini diadakan di tanah Galis (tempat paokolan). Persiapan pemberangkatan dlikuti oleh sejumlah remaja putri desa, warga masyarakat dan tokoh ulama dari masing-masing pedukuhan.
- Tahap Rerembagan Pada tahap rerembagan adalah tahap musyawarah yang secara rutin diadakan di tanah Galis. Masalah yang mereka bahas meliputi persiapan upacara. Perlengkapan upacara, tujuan untuk melestarikan tradisi Radat Gumbak.
- Tahap Korbanan. Korbanan adalah acara penyembelihan kambing hitam mulus yang berkaki putih. Tempat pengorbanan kambing di tanah Galis (sesudah musyawarah). Daging kambing korban dibagi-bagikan ke segenap warga desa, selanjutnya daging ditanam di depan rumah (halaman rumah). Difungsikan sebagai penolak bala'. Selanjutnya demi kemakmuran, warga desa mengisi kas/keuangan desa.
- Tahap Okolan / Pertarungan Tokoh. Kegiatan bela diri atau Okolan ini untuk menetapkan satria / tokoh pembela keamanan desa. Tokoh bela diri (okolan) ini sering menjadl "gandrungan" atau idola remaja putri desa. Okolan diakhiri dengan pengalungan ketupat bagi tokoh yang telah dikalahkan.
- Tahap Tafakkuran dan Taqarruban. Upacara sakral diikuti oleh seluruh warga, dipimpin oleh tokoh ulama yakni melaksanakan dzikir dan do'a-do'a. Dalam upacara ini situasi amat hening, khidmat dan khusuk agar memperoleh limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, serta warga desa Banjar memperoleh ampunan atas dosa-dosanya. Seusai do'a, tumpeng dibagi-bagikan kepada segenap warga yang menghadiri upacara Rokat - Gumbak.
- Upacara Bacemman. Bacemman adalah penyucian (pensucian) dan pembersian senjata tradisional (pusaka) yang berjumlah 24 macam. Masing-masing senjata dicuci, diasapi dengan kemenyan/dupa, dan dibawa berkeliling di tempat upacara sambil meliuk-liukkan badan, dengan iringan "Tabbuwan Calo' (tabuhan mulut/ lisan)" kemudian dilanjutkan dengan "tarian kenca". Pada waktu itu para ulama dipersilahkan meninggalkan tempat upacara.
- Terbangan Sebagai upacara tahap akhir acara hiburan, dengan musik rebana yang lebih populer dengan sebutan musik rebana yang lebih populer dengan sebutan "terbangan", atau tarian "Hadrah Jidhor". Seusai dari tanah Galis menuju ke tempat penyimpanan pusaka (rumah dibelakang masjid Banjar)..
Di Kota Sampang terdapat sebuah bandar udara yang sudah tidak digunakan, bandara ini mempunyai kode IATA:SMP & ICAO:WETA. Bandara yang berada pada 47/94 size 3.471 x 45 meter (11.388 ft × 148 ft). Bandara ini adalah bandara terbesar kedua di Indonesia setelah Bandara Internasional Juanda dijadikan Jalan Tol Juanda-Tanjung Perak ini terletak di Kota Sampang.
Perusahaan Migas di Kabupaten Sampang
- Santos Sampang Pty.Ltd
- Singapore Petroleum Company Limited (SPC) - Keppel Corporation - PetroChina Group
- Cue Sampang Pty Ltd
- PT Petrogas Oyong Jatim
- PT Sampang Mandiri Perkasa (SMP)
BUMD Sampang
- PT Sampang Sarana Shorebase (PT SSS),
- PT Geliat Sampang Mandiri (PT GSM),
- PT Sampang Mandiri Perkasa (PT SMP)
Ladang Minyak dan Gas Bumi di Sampang
Utilitas
- Panjang Jalan Total : 50.74 km
Nama Utilitas | Deskripsi | Keterangan |
---|---|---|
Air Bersih | PDAM Sampang | Jl. Rajawali No. 38 Sampang |
Jalan | PU Cipta Karya Sampang | 345.29 Km / 50.74 Km |
Listrik | PLN Unit Sampang | Teks sel |
Telekomunikasi | Telkom Unit Sampang | Teks sel |
Fasilitas
Fasilitas | Status | Lokasi |
---|---|---|
Bandara Udara | Ada berupa SLH Heliport | Di Shorebase Camplong |
Terminal Regional | Ada | Jl. Teuku Umar |
Stasiun Kereta Api | Pernah ada sampai th 1983 | |
Pelabuhan | Tidak Ada | |
Rumah Sakit Daerah | Ada | RSUD Sampang Jl Rajawali No 10 Sampang 69214. Telp: 0323 323956 Fax: 0323 324956 |
Tempat Pelelangan Ikan | Ada | Pelabuhan TPI Tanglok |
Pengadilan Negeri | Ada | Jl Jaksa Agung Suprapto No. 74 Sampang |
Lembaga Pemasyarakatan | Ada | Jl Wahid Hasyim No. 151 |
Bank | Mandiri | |
BRI | ||
BCA | ||
BNI | ||
BANK JATIM | ||
Pasar Kota | ada | Pasar Sri Mangunan, Pasar Dek Gedek |
Pasar Kecamatan | ada | Pasar Sentol - Kedungdung, Pasar Omben, Pasar Tambelangan, Pasar Torjun, |
Adipati yang pernah berkuasa di Sampang
Era Awal Berdiri
- Ario Lembu Peteng ( Ki Ageng Tarub II) atau Bondan Kejawan (1478 - )
- Ario Menger
- Ario Pratikel
- Raden Ario Pojok atau Kyai Demang
Era Penguasaan Sampang - Kerajaan Kecil
- Kyai Adipati Pramono
- Adipati Nugeroho (Bonorogo) ( - 1530)
- Adipati Pamadekan (1592 - 1623)
- Pangeran Adipati Mertosari (1623 - 1624)
Era Kerajaan Madura - Kedudukan di Sampang
- Raden Temenggung Purbonegoro (1680 - )
- Raden Ario Purwonegoro Ganta’
- Raden Ario Purbonegoro (Raden Demang Panjang Suro )
- Raden Tumenggung Purbonegoro / Minggu (Gung Purbo )
- Raden Ario Meloyo Koesumo (Penguasa Terakhir)
Era Penjajahan Belanda (sejak 01 Nopember 1885)
- Raden Ario Koesuma Adiningrat Temenggung - Bupati ke I (1885 -)
- Raden Ario Temenggung Candra Negoro - Bupati ke II
- Raden Ario Adipati Secodiningrat - Bupati ke III (... - 1913)
- Raden Tumenggung Ario Suryowinoto - Bupati ke IV (1913 - 1918)
- Raden Temenggung Kartoamiprojo - - Bupati ke V (1918 -1923)
- Raden Tumenggung Ario Sosrowinoto - - Bupati ke VI (1929 - 1931)
Era Penjajahan Jepang
Dari tahun 1931 sampai 1949, Sampang hanya berupa kawedanan dan merupakan subdivisi dari Kabupaten Pamekasan
- Wedana Raden Abdul Gafur - Sampang dalam pendudukan jepang berstatus kawedanan (1942 – 1945)
Era Pasca Kemerdekaan Tahun 1945
Sampang berstatus Kawedanan
- Wedana Raden Abdul Gafur - Negara Madura (20 Februari 1948 – 4 Maret 1950)
Sampang berstatus Kabupaten
- Bupati Raden Panji Muhammad Saleh Kusumowinoto (1948 – 1950)
Era Kembali ke Pemerintahan R.I
Madura bergabung dengan Negara Kesatuan R.I tanggal 9 Maret 1950
Sampang Berstatus Kabupaten:
- Bupati Pertama (RT. Moh. Iksan 1950 – 1952)
- Bupati Kedua (R. Suharjo 1953 – 1956)
- Bupati Ketiga (K.H. Achmad Zaini 1957 – 1959)
- Bupati Keempat (M. Walihadi 1960 – 1965)
- Bupati Kelima (Faudzan Hafidz Suroso, B.A 1966 – 1971)
- Bupati Keenam (Jusuf Oenik 1971 – 1978)
- Bupati Ketujuh (Mursim 1978 – 1985)
- Bupati Kedelapan (Makbul 1985 – 1990)
- Bupati Kesembilan(R. Bagus Hinayana 1990 – 1995)
- Bupati Kesepuluh (Fadhilah Budiono, periode pertama 1995 – 2000)
- Bupati Kesepuluh (Fadhilah Budiono,periode kedua 2001 – 2006)
- Bupati Kesebelas (Noer Tjahja 2008 – 2013)
- Bupati Keduabelas (Fannan Hasib 2013 - )
Tokoh Terkenal dari Sampang
- Raden Segoro
- Raden Praseno ( Cakraningrat I, Raja pertama madura barat dengan sistem pemerintahan berstruktur)
- Pangeran Trunojoyo / Nila Prawita
- Halim Perdana Kusuma, Sampang, 18 November 1922
- Mohammad Noer , Sampang 13 Januari 1918
- Prof. DR. Mohammad Mahfud MD. SH. SU, Omben Madura,13 Mei 1957.
- Ahmad Wahib ((lahir di Sampang, 9 November 1942 – meninggal di Jakarta, 31 Maret 1973 pada umur 30 tahun) dikenal sebagai pemikir dan pembaharuan Islam)
- Fadilah Budiono
Ragam Hal
Media
- Radio Amanah Fm
- Kabar Madura
- Radar Bangkalan (Radar Madura| Jawa Pos Grup)
- Portal Madura
Referensi
- http://www.tretans.com/2012/09/asal-usul-kabupaten-sampang-madura.html
- [1]
- [http://portalmadura.com Berita Sampang
Pranala luar
- (Indonesia) Situs resmi Kabupaten Sampang
- (Indonesia) Berita Seputar Madura Terkini
- (Indonesia) Berita Sampang
- (Indonesia) Oreng Sampang
- (Indonesia) RBM Sampang
- (Indonesia) Daerah Kabupaten Sampang
- (Indonesia) Biografi Halim Perdana Kusuma
- (Indonesia) Biografi Halim Perdana Kusuma
- (Indonesia) Mohammad Noer