Musica Studio's

perusahaan asal Indonesia

Musica Studio's adalah sebuah label rekaman yang berasal dari Jakarta, Indonesia. Perusahaan ini menggunakan nama Musica Studio's pada tahun 1970, sebelumnya nama Metropolitan Studio's pada tahun 1968. Perusahaan ini merupakan perusahaan rekaman terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai lagu dan album.

PT Musica Studio's
Perusahaan indukUniversal Music Indonesia
Didirikan9 September 1968; 56 tahun lalu (1968-09-09) (sebagai Metropolitan Studio's)
PendiriYamin Widjaja
DistributorUniversal Music Indonesia
Universal Music Group (Republic Records)
GenreBeragam, lebih banyak di genre-genre pop Indonesia dan rock Indonesia
Asal negaraIndonesia
LokasiEquity Tower Lt. 36, Sudirman Central Business District (SCBD) Lot 9, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12190
Situs webmusica.id

Sejarah Musica Studio's

Berawal dari pekerjaan Yamin Widjaja (Amin) sebagai pemilik toko elektronik dan distributor album rekaman yang membuka outletnya di kawasan Pasar Baru, dari sanalah sejarah panjang industri rekaman terbesar di Indonesia dimulai. Toko elektronik dan distributor rekaman tersebut didirikan pada awal tahun 60-an dengan nama toko Eka Sapta. Pak Amin Cengli--begitu Yamin Widjaja biasa disapa--secara tak sengaja banyak berkenalan dengan orang-orang tenar di dunia musik, antara lain almarhum Bing Slamet, Ireng Maulana, Enteng Tanamal dan Idris Sardi. Pergaulan di seputar orang musik itulah yang pada akhirnya menjadi inspirator lahirnya nama band Eka Sapta.

Sebagai pemilik toko elektronik dan distributor rekaman yang ikut membangun band Eka Sapta, Amin bergerak lebih jauh dengan mendirikan perusahaan rekaman sendiri. Pada awalnya ia meminjam alat rekaman milik perusahaan Remaco, membuat rekaman di Singapura dan membangun studio rekaman sendiri dengan nama PT Warung Tinggi di kawasan Warung Kopi Jakarta. Perusahaan ini pada awalnya memproduksi sejumlah rekaman, satu di antaranya adalah album Titiek Puspa. PT Warung Tinggi inilah yang merupakan embrio berdirinya PT Metropolitan Studio pada 9 September 1968. Hoki Amin Cengli--ayah 6 anak dan istri Lanni Djajanegara itu--kian berkembang. Pada awalnya memproduksi rekaman band Eka Sapta, karya lagu dan suara almarhum Bing Slamet, A. Riyanto dan sejumlah rekaman lain dalam bentuk piringan hitam (PH) dan kaset.

Seiring dengan sukses debut rekaman tersebut, pada Oktober tahun 1971, Amin mengubah nama PT Metropolitan Studio menjadi PT Musica Studio's dalam bentuk akta pendirian perusahaan rekaman formal. Sejak saat itulah berlangsung pembenahan perangkat lunak dan perangkat keras perusahaan rekaman ini, misalnya dari jumlah studio rekaman yang hanya 2 buah dengan masing-masing 4 tracks pada tahun 1968 menjadi 8 tracks pada tahun 1979, berkembang lagi menjadi 16 tracks pada 1981 dan 24 tracks pada tahun 1983. Kini jumlah studio rekaman yang terletak di kompleks PT Musica Studio Jl. Perdatam Pasar Minggu Jakarta Selatan itu berjumlah 5 buah.

Sebagai perusahaan rekaman terbesar di Indonesia, Musica Studio's segera melakukan inovasi dalam pola kerja manajemen produksi. Sumber daya manusianya ditingkatkan, kualitas produksi album rekaman diperbesar. Sewaktu Yamin Widjaja meninggal dunia pada bulan Agustus 1979, istrinya Ny. Lanni Djajanegara bersama 4 dari 6 anaknya mengambil alih kendali, menjadi tulang punggung 'kerajaan bisnis' rekaman PT. Musica Studio's. Empat orang putera-puterinya itu adalah Sendjaja Widjaja, Indrawati Widjaja, Tinawati Widjaja dan Effendy Widjaja. Di bawah kuartet pekerja rekaman bertangan dingin ini, PT Musica Studio's berkembang bagai kerajaan musik raksasa di Indonesia, yang berhasil mengantar musisi muda menjadi artis tenar di bumi Indonesia. Sebelum itu, PT Musica Studio's juga didukung oleh keluarga Widjaja lainnya, yaitu Seniwati Widjaja dan Sundari Widjaja.

Tradisi pemberian PH Emas dan Perak

Musica Studio's juga sering melakukan terobosan mengesankan dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan prestasi insan musik Indonesia. Di mulai pada tahun 1983, bertempat di Hotel Indonesia Jakarta, diberikan penghargaan piringan emas (Gold Record) dan piringan perak (Silver Record) untuk artis rekaman berprestasi dari sisi penjualan PH atau album rekamannya. Nama Hetty Koes Endang, Jamal Mirdad, Rafika Duri, Harvey dan Chrisye, pernah menerima penghargaan ini. Tradisi pemberian Gold dan Silver Record terhenti pada awal tahun 90-an, seiring dengan kian maraknya pemberian penghargaan dari institusi luar, antara lain BASF Awards dan Anugerah HDX. Dua lembaga penghargaan itu, belakangan menghilang, dan pada tahun 1997 yang lalu lahirlah lembaga lain bernama Anugerah Musik Indonesia. Pada tahun 80-an itu, sebenarnya tradisi awarding di dunia musik ala Musica bisa mendampingi kegiatan sejenis yang pernah dipopulerkan Angket Siaran ABRI yang dikelola oleh stasiun penyiaran RRI sejak awal dekade 70-an. Waktu itu sejumlah artis tenar Musica Studio's ikut meramaikan pesta kemenangannya sebagai 'mega bintang terpopuler'.

Memasuki abad globalisasi, jajaran pimpinan Musica Studio's sadar betul harus segera mengantisipasi perkembangan zaman dengan mengadakan banyak perubahan. Sumber Daya Manusia-nya lebih ditingkatkan, lebih khusus lagi yang membidangi masalah teknis rekaman. Kecuali membekali sound engineer dengan pengetahuan rekaman modern, pimpinan Musica Studio's juga mulai merancang tampilan yang lebih canggih dari peralatan rekaman, akustik ruang rekam dan tak kalah penting adalah, pembenahan fisik kantor. Belakangan--tepatnya sejak tahun 1995--Musica Studio's untuk pertama kalinya melakukan pembenahan kualitas rekaman, juga membuka diri dalam mengerjakan jasa mastering disamping memperteguh kekuatannya sebagai produser eksekutif (lewat pimpinannya) dan distributor album produksi perusahaan lain.

Sementara itu--masih berkaitan dengan era globalisasi--jajaran pimpinan Musica Studio's lantas melebarkan sayapnya dengan bekerja sama lewat perusahaan rekaman lain. Struktur organisasi ditingkatkan, SDM kian dimantapkan dengan cara mempelajari teknologi baru di studio lain di luar negeri, termasuk memulai menerapkan tata cara mastering.

Memasuki tahun 1998 PT Musica Studio's memiliki karyawan sekitar 60 orang, 15 orang di antaranya menguasai teknis rekaman, sisanya adalah tenaga administrasi, promosi, sampai divisi 'pencari bakat'. Perusahaan rekaman ini akhirnya tak hanya bergerak di jenis musik yang banyak diburu orang seperti pop dan dangdut, tetapi juga mulai merambah ke jenis musik lain, seperti R&B, rock, rap, dance, alternatif, techno dan banyak lainnya. Jadi, sangat wajar jika pada perebutan beragam penghargaan untuk insan musik seperti BASF Awards, Anugerah HDX, Anugerah Musik Indonesia atau yang bersinggungan dengan tayangan video klip seperti Video Musik Indonesia, artis-artis tenar yang berkibar lewat bendera Musica Studio's, hampir selalu menduduki deret papan atas yang terkondang dan berkualitas.

Daftar artis

Musica Studio's menjadi kantung-kantung dan markas besar para artis tenar Indonesia. Setelah era A. Riyanto, Emilia Contessa, Ineke Kusumawati, Vivi Sumanti, Rhoma Irama dan Ernie Djohan pada tahun 60-an, kemudian muncul nama tenar Rafika Duri, Harvey Malaiholo, Jamal Mirdad, Chrisye, Andi Meriem Matalatta, Hetty Koes Endang, Ritta Rubby Hartland, Elly Sunarya, Grace Simon pada tahun 70-an. Pada dekade 80-an muncul nama-nama tenar Betharia Sonata, Iwan Fals, Nani Sugianto dan lain-lain. Kemudian pada dekade 90-an seiring dengan munculnya trend grup dan jenis musik yang beragam, Musica Studio's membidani popularitas Trio Libels, Kahitna, Shamen, Java Jive, Monkey Republics,komedian Project Pop, dan penyanyi solo Inka Christie, rapper Iwa K dan sejumlah album kompilasi. Juga tak boleh dilupakan, Musica Studio's berperan besar pada lahirnya kelompok musisi remaja tenar Base Jam. Dan akhir-akhir ini dirilislah album-album yang membesarkan nama Broery Marantika, Noah, D'MASIV, Geisha, Nidji, dan Sheryl Sheinafia.

Mantan artis

Pranala luar