Panbers
Panbers adalah satu nama kelompok pemusik yang merupakan singkatan dari Pandjaitan Bersaudara. Kelompok musik ini didirikan pada tahun 1963 di Surabaya, terdiri dari empat orang kakak beradik kandung putra-putra dari Drs. J.M.M. Pandjaitan, S.H, (Alm) dengan Bosani S.O. Sitompul. Mereka adalah Benny Panjaitan sebagai gitar lead & rhythm, keyboard, piano, harmonika, tamborin, vokal utama dan leader, Hans Panjaitan pada gitar lead & rhythm, keyboard, piano, tamborin dan vokal, Doan Panjaitan pada bass, kibor, tamborin dan vokal, serta Asido Panjaitan pada drum dan vokal, Pada 25 Januari 1969 di Jakarta nama Panjaitan Bersaudara resmi di singkat menjadi Panbers. Dalam perkembangannya formasi band ini berubah dan bertambah sejak tahun 1990-an dengan kehadiran Maxi Pandelaki sebagai basssist, Hans Noya sebagai gitar lead & rhythm, vokal dan Hendri Lamiri pada biola.
Panbers | |
---|---|
Informasi latar belakang | |
Asal | Surabaya, Jawa Timur, Indonesia |
Genre | |
Tahun aktif | 1963 - 2020 |
Label | |
Mantan anggota |
Masa Kecil
Keempat bersaudara ini yaitu: Portahan Bonetua Marangin Sotarduga Pandjaitan (Hans Pandjaitan) dilahirkan di Garut, Jawa Barat (Masa Pendudukan Jepang) pada tanggal 24 Januari 1945, Porbenget Mimbar Mual Hamonangan Pandjaitan (Benny Panjaitan) dilahirkan 14 September 1947 di Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Porbulus Domo Pangidoan Pandjaitan (Doan Panjaitan) dilahirkan 15 Januari 1949 di Sibolga, Tapanuli Tengah Sumatera Utara, dan Asido Rohana Pandjaitan (Asido Panjaitan)) dilahirkan di Jakarta, 1 Februari 1951. Mereka juga memiliki seorang saudara perempuan yang bernama Natasya Panjaitan, adiknya Sido (wafat tahun 1973 usia 16 tahun karena sakit demam berdarah).[1]
Di Kota Palembang
Masa kecil mereka dilalui berpindah-pindah mengikuti penugasan sang ayah seorang bankir dan akhirnya menjadi salah satu direktur bank rakyat (BRI) dulu. Hingga kemudian mereka sekeluarga pindah ke kota Palembang, Sumatera Selatan. Di kota inilah tempat mereka dibesarkan dan awal kegiatan bermusik Panbers bermula.
Mulai Menggeluti Musik
Musik bukan hal aneh lagi di keluarga Panjaitan. Sejak kecil, mereka sudah memiliki alat musik sendiri. Keinginan mereka bermusik tak lepas dari pengaruh keluarga yang memang suka pada musik utamanya lagu Rohani, Lagu Batak, dan lagu Barat yang tengah populer pada masa itu. Ibu mereka mahir bermain piano dan Ayah mereka senang main biola. Selain itu mereka juga terinspirasi pada group musik Koes Bersaudara yang sedang populer di awal periode tahun 1950-an. Ayah mereka pun cukup mendukung keinginan anak-anaknya. Ia menganggap daripada anaknya main-main ke luar rumah, lebih baik bermusik sehingga bisa diawasi. Dengan satu syarat yaitu: tidak sampai meninggalkan sekolah atau jangan sampai putus sekolah. Sejak itu mereka tekun bermain musik dengan tetap bersekolah. Prestasi mereka pun cukup bagus di sekolah, bahkan Benny selalu mendapat ranking.[2] Band bocah ini mereka lakoni selama beberapa tahun di sela-sela kesibukan bersekolah. Di Palembang inilah lahir band bocah dimotori Benny Panjaitan sebagai pemain gitar melodi bersama 3 saudara-saudaranya iaitu, Hans Panjaitan yang bermain kotrabass/bass betot, Doan Panjaitan yang bermain piano dan Asido Panjaitan yang bermain drum serta satu teman sekolah gadis yang menjadi penyanyi untuk mendirikan grup musik yang mereka beri nama Tumba Band pada tahun 1957. Nama ini diambil dari Bahasa Batak yang artinya irama menari.[3]
Di Surabaya
Setelah lebih kurang 15 tahun di Palembang, tahun 1959 ayah mereka dimutasi ke Surabaya, Jawa Timur, mereka pun ikut dan melanjutkan pendidikan di sana. Pada tahun 1960 Benny mengubah nama grup ini menjadi Panjaitan Brothers. Di dalam grup itu, terdapat beberapa personel yang tidak asing bagi Benny berposisi sebagai penyanyi sedangkan Hans berposisi sebagai memegang alat musik gitar utama, selain dengan dua orang itu Doan juga berposisi sebagai alat musik gitar bass dan Asido masih menjadi pemain drum, ditambah satu orang nama baru, Soen Ing (gitar ritme). Kegiatan bermusik yang telah dirintis sejak di Palembang diteruskan di Kota Buaya ini. Di sana mereka meneruskan lagi band keluarga, namun bukan lagi band bocah melainkan Band remaja yang masih SMA. Mereka pun akhirnya serius menekuni jalur musik walaupun tetap diharuskan untuk beberapa kali menyelesaikan studi terlebih dahulu. Pada tahun 1963, Hans menyarankan Benny agar Panjaitan Brothers yang sekarang anggotanya lima orang diganti namanya menjadi Panjaitan Bersaudara terbentuk di Surabaya dengan terdiri dari kakak-beradik kandung keluarga Panjaitan serta satu orang.[4] Menurut kisahnya sebutan Panjaitan Bersaudara dibuat secara spontan saja. Mereka melihat Koes Bersaudara yang berarti Koeswoyo Bersaudara. Mereka menyebut Panbers untuk band ini sebagai singkatan dari Panjaitan Bersaudara.[1] Meski begitu, nama Panjaitan Bersaudara sendiri sempat diputuskan lewat proses diskusi seru. Pada awalnya mereka sempat ragu menggunakan nama tersebut yang seperti kebarat-baratan. Karena pengaruh dan desakan sanak famili, mereka mengadopsi dari grup band yang menggunakan 'S' di belakang namanya, seumpama Kus Brothers, The Beatles, The Rolling Stones, dan The Bee Gees, maka lahirlah Panjaitan Bersaudara yang berarti kakak-beradik Keluarga Panjaitan.[3]
Di Surabaya mereka kerap bermain di berbagai panggung hiburan dan acara-acara pesta dengan bayaran seadanya dan tanpa berpikir popularitas. Mereka pun belum berkarya sama sekali selain hanya sebagai pemain musik yang menyanyikan lagu orang, termasuk lagu Batak: “A Sing Sing So” dan “Butet” yang sudah populer waktu itu. Di awal tahun ’70 Benny sudah berpikir bahwa ia tak bisa jadi apa-apa kalau tidak mencipta lagu. Di situlah ia mulai menciptakan sendiri yang dimulai dengan lagu “Awal dan Cinta”.
Di Jakarta
Menjelang tahun 1969 mereka pindah ke Jakarta mengikuti mutasi sang ayah. Hans dan Benny sudah tamat SMA sementara kedua adiknya masih SMA. Kepindahan itu membuat mereka berpikir ingin mencoba meraih kesuksesan melebihi yang mereka dapatkan di Surabaya. Namun waktu itu ayah mereka masih meminta harus tetap kuliah, sehingga mereka bermain musik hanya sekadar hobi. Ke mana-mana menjalankan hobi, termasuk waktu main di pesta-pesta Batak, di pesta-pesta sekolah, dan di Taman Ria (Monas).[2]
Pada tanggal 25 Januari 1969 nama Panjaitan Bersaudara secara resmi disingkat menjadi Panbers, Dengan mengibarkan bendera Panbers, mereka mencoba merintis karier di ibu kota. Di Jakarta mereka yang belum terkenal ini memulai usahanya dari mengisi acara-acara hiburan di pesta sekolah dan pesta anak muda yang kala itu dikenal dengan 'Pesta Dayak'. Juga di perusahaan-perusahaan atau pesta perkawinan. Dengan modal tekad yang bulat serta perjuangan yang gigih mereka mencoba mencipta lagu dan membawakannya di pesta-pesta masa itu. Satu nomor yang tak henti mereka bawakan adalah Akhir Cinta, sebuah nomor yang melodius yang tiada bosan mereka hantarkan di mana saja mereka mengadakan pertunjukan. Lewat nomor tersebut pulalah nama Panbers mulai dikenal dan membuat era baru dalam dunia musik Indonesia.
Perjalanan karier
Perjalanan karier Panbers yang dimotori oleh Benny Panjaitan, diawali dengan kemunculan pertama mereka lewat panggung di Istora Senayan Jakarta pada acara Jambore Bands 1970 yang membawa nama Panbers lebih dikenal luas. Di situ mereka sudah membawakan lagunya sendiri. Saat itu, mereka mentas dengan Koes Plus dan D’Lloyd. Usai dari situ, mereka mulai kerap muncul di TVRI, satu-satu siaran televisi yang ada di Indonesia era itu. Setelah kesempatan muncul di televisi semakin terbuka buat mereka, popularitas mereka pun mulai diperhitungkan.
Tahun 1971, Panbers membeli seperangkat alat musik milik Dara Puspita. Kelompok ini baru tiba dari konsernya di Jerman dengan memboyong alat musik bermerek ‘Marchell’. Benny langsung tertarik membelinya dengan harga semuanya Rp 10 juta. Sebuah nilai yang sangat besar saat itu. Dengan alat musik baru itu, Panbers tayang di TVRI. Melengkinglah lagu-lagu orisinil karya mereka sendiri seperti Bye Bye, Jakarta City Sound, Akhir Cinta, Hanya Semusim Bunga dan Hanya Padamu. Keberhasilan performance mereka di televisi rupanya menarik perhatian seorang Manajer perusahaan piringan hitam Dimita Molding Industries berdarah Minangkabau bernama Dick Tamimi. Dick Tamimi yang merupakan bekas pilot lalu merekrut mereka untuk bernaung di bawah perusahaan Dimita masuk ke dunia rekaman. Dia jugalah yang mengangkat band Koes Bersaudara, Dara Puspita, dan Rasela sebelumnya.[1] Mereka diberi kepercayaan untuk mangabadikan lagu-lagu mereka ke dalam bentuk piringan hitam ebonite. Saat itu pula muncullah hit mereka yang abadi, Akhir Cinta yang selalu terpatri di hati penggemar blantika musik Indonesia. Satu tahapan kesuksesan mereka terenggut lewat long play ke-49 produksi PT. Dimita yang bersejarah itu pada tahun 1971.
Panbers Menjadi Salah satu Band Pelopor Musik Indonesia
Keberhasilan Panbers di dunia rekaman juga merupakan salah satu awal dari kebangkitan grup band dalam dunia musik Indonesia yang masa itu didominasi oleh penyanyi-penyanyi tunggal. Diilhami oleh kelompok Koeswoyo Bersaudara yang dikenal sebagai perintis pada tahun 1960-an, kemudian kemunculan Panbers pada awal tahun 1970 yang secara cepat diikuti oleh sekian puluh kelompok pemusik yang meramaikan dunia musik Indonesia hingga saat ini.
Setelah album pertama meledak, nama Panbers kian berkibar di seantero Indonesia. Mereka berhasil mensejajarkan diri dengan Koes Plus, dan kemudian menjadi salah satu penguasa di blantika pop Indonesia. Di jalur musik rock ada God Bless dan AKA, sedangkan di jalur dangdut Rhoma Irama dengan band Soneta Group-nya saling isi-mengisi dengan penyanyi solo Elvi Sukaesih.[5]
Sukses released album piringan hitam vol I mereka dengan judul “Kami Cinta Perdamaian” yang bersejarah itu menguatkan visi mereka bahwa dunia musik Indonesia menunggu insan-insan muda yang kreatif dengan ide orisinil mempersembahkan karya-karyanya. Sejak periode ini telah muncul suatu keadaan di mana dunia musik Indonesia dipenuhi dengan lagu-lagu ciptaan sendiri.
Panbers menjadi unikum yang langka di dunia musik Indonesia masa itu, karena merupakan satu-satunya grup band yang semua personelnya orang Batak dan semuanya kakak-beradik. Meski dengan warna Bataknya yang demikian kental, Panbers dapat diterima dan menjadi idola kaum muda di semua pelosok negeri ini mampu menerobos sekat-sekat kesukuan dan kelas sosial.[5]
Panbers tidak hanya rekaman di Dimita. Tahun 1974, PT Remaco akhirnya menggaet Panbers untuk merekam lagu-lagunya. Di sini, mereka membuat lagu-lagu Natal dan beberapa album pop lainnya. Tahun 1977, Panbers hijrah rekaman ke PT. Irama Tara. Pada tahun 1981 Panbers digaet oleh PT U.R Record dan seterusnya ke beberapa perusahaan label studio rekaman lainnya yang telah menunggu kesempatan untuk bekerja sama dengan mereka.
Panbers Perintis Rekaman Lagu Pop Batak
Dalam album vol. I dengan berani mereka selipkan satu lagu Batak berjudul “Masihol Ahu”. Suatu gebrakan baru karena Rekaman Batak belum ada waktu itu. Ternyata sambutan orang Medan terhadap lagu Batak itu luar biasa, terbukti saat mereka bermain di Stadion Teladan Medan, dinding stadion sampai jebol oleh luapan penonton. Saat itu selebaran show mereka disebar pakai Helikopter. Hal itu membuat mereka bangga sebagai Orang Batak, meskipun tak pernah tinggal di Medan.[2]
Diakui atau tidak, Panbers adalah peletak dasar berpijak bagi para penyanyi dan musisi Batak di industri musik rekaman dan show-biz berskala nasional. Panbers adalah ikon, sumber inspirasi, panutan, dan standar bagi anak-anak muda Batak pada dekade 70-an dan 80-an. Misalnya The Mercy's memutuskan pindah dari Medan ke Jakarta, karena sudah melihat bukti bahwa anak-anak muda Batak yang tergabung dalam Panbers bisa diterima oleh orang Jawa, Sunda, Minang, Aceh, Melayu, Makassar, Ambon, dan lain-lain. Selain lagu-lagu Batak, Benny juga menciptakan lagu-lagu berbahasa Inggris, semuanya berirama Rock, misalnya “Rock And The Sea ”, “Jakarta City Sound", " Haai” dan “Let Us Dance Together”. Meski media massa banyak tidak mengakui itu sebagai pop Indonesia.
Perubahan Formasi
Merekrut Maxi Pandelaki
Untuk dapat mengikuti perkembangan musik, Panbers yang biasa tampil berempat, menambah personel ke dalam grup mereka pada awal periode tahun 1990-an. Mereka merekrut tetangga dan teman mereka sejak kecil bernama Maxi Pandelaki (lahir 1 Maret 1943). Ia bertetangga dengan kelompok ini saat tinggal di kawasan Hang Tuah, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Lelaki berdarah Minahasa ini kerap ikutan main musik di rumah Panbers walaupun hanya sebagai additional. Maxi diberi kesempatan untuk mengisi posisi bass. Dengan adanya seorang bassist baru, maka Doan Panjaitan lebih berfokus pada alat musik keyboard. Ia kali pertama ikut konsernya pada bulan Desember tahun 1979 di Manado, Sulawesi Utara. Formasi berlima ini sempat mengelurkan beberapa album yang cukup sukses di pasaran. Bergabungnya Maxi telah memulai era baru kelompok Panbers yang tak lagi murni berasal dari keluarga Panjaitan.
Wafatnya Hans Panjaitan
Kiprah bermusik Panbers sempat berhenti sejenak dengan keluar dan wafatnya abang tertua mereka Hans Pandjaitan mengundurkan diri karena sakit pada tahun 1992. Pada 12 Maret 1995 Hans dalam usia 50 tahun akibat penyakit jantung yang sudah lama menggerogoti tubuhnya. Jenazah Hans dimakamkan di pekuburan umum Menteng Pulo.[1] Sepeninggal Hans Pandjaitan, formasi Panbers kembali berempat. Namun mereka bertekad tetap melanjutkan eksistensi mereka dalam dunia musik. Mereka ingin melanjutkan misi dan pengabdian bagi musik Indonesia.
Merekrut Hans Noya
Pada akhir tahun 1990-an, posisi alm. Hans Pandjaitan sebagai gitaris diisi dengan seorang musikus berdarah Ambon yang bernama Hans Noya. Hans Noya mulai terlibat pada tahun 1999. Dengan formasi kembali berlima ini mereka kembali lagi meretas dunia panggung hiburan musik tanah air.
Merekrut Hendri Lamiri
Beberapa tahun kemudian pada tahun 2000-an mereka merekrut musikus biola (violis) berdarah Melayu Kalimantan Hendri Lamiri sebagai membernya sehingga formasi group menjadi berenam. Hendri adalah mantan personel band Arwana (grup musik), sebuah kelompok band asal Pontianak Kalimantan Barat. Benny Panjaitan sang icon Panbers berkeinginan untuk menjadikan musik Panbers selalu bervariasi. Dalam hal ini Musik Panbers kalau ditonton di panggung berbeda dengan plat (piringan hitam) atau CD. Harus lebih bagus yang di panggung agar mereka bisa langgeng. Salah satunya ada nuansa iringan musik biola yang mempercantik alunan lagu mereka. Namun Hendri Lamiri tak selalu bersama Panbers, di luar ia masih kerap membantu penyanyi atau musisi lainnya.
Wafatnya Doan Panjaitan
Bulan Oktober 2010, Panbers kembali ditinggalkan salah satu personelnya untuk selama-lamanya. Doan Panjaitan bassist dan keyboardist sekaligus pendiri grup meninggal dunia pada tanggal 30 Oktober 2010 di Rumah sakit Budi Asih Jakarta Timur karena sakit komplikasi dan gagal ginjal yang dideritanya.[6] Meski cukup terpukul dengan kehilangan Doan, Panbers bertekad kembali terus berusaha berkibar dengan karya-karyan mereka yang abadi.
Prestasi Panbers
Panbers telah menciptakan lebih dari 700 lagu dalam ratusan album, baik yang beraliran pop, rock, rohani, keroncong bahkan Melayu. Hampir semua lagu panbers adalah ciptaan dari sang vokali Benny Panjaitan. Mereka sudah membuat vasiasi lagu kurang lebih dalam 15 bahasa daerah Indonesia. Misalnya lagu “Gereja Tua” yang membuahkan piringan emas kesembilan untuk Grup Panbers[7] telah dibuat dalam 10 versi bahasa daerah. Hal itu menjadi salah satu kekuatan group ini, disamping keutuhan mereka yang tak pernah mengalami perseteruan dan perpecahan yang mengakibatkan bongkar pasang personel.
Kelompok Panbers masih eksis meramaikan dunia musik Indonesia, tidak hanya aktif show-show ke daerah-daerah namun mereka juga masih meliris album. Selama lebih dari 4 dekade sejak pemunculan pertama 1972 seluruh Indonesia dari Medan sampai Merauke sudah dikunjungi minus Banda Aceh. Berbagai panggung pertunjukan mulai Convention Hall kota-kota besar sampai lapangan bola terbuka di daerah-daerah terpencil pernah dijalani Panjaitan Bersaudara dalam rangka Tour-show.
Dalam perjalanan karier bermusiknya, Panbers telah menerima banyak anugerah penghargaan dari jumlah penjualan album yang mereka raih di pasaran maupun atas prestasi mereka. Sejak kemunculannya di TVRI pada 1972, Panbers mulai menerima penghargaan sebagai band yang cukup digandrungi. Tahun 1975, Panbers menerima piringan emas untuk lagu “Bebaskan” yang digemari pada tahun 1974 sampai 1975 dalam Angket Musik Indonesia. Tahun 1976 menerima piala khusus dari Bank Tabungan Negara. Hampir setiap tahunnya, Panbers memperoleh Angket Musik Indonesia Puspen Hankam. Antara lain dengan lagu; “Terlambat Sudah” tahun 1976, “Perantau” tahun 1977, dan lagu “Merana” tahun 1978. Seluruhnya ada 11 platinum. Diantaranya:
Piringan Emas
- 1975 Bebaskan
- 1976 Nasib Cintaku
- 1978 Musafir
- 1979 Kasihku
- 1986 Gereja Tua
- 2001 Cinta Dan Permata
Piringan Perak
- 1976 Maafkan Daku
Piala
- 1972 Sebagai Band Favorite acara Kamera Ria TVRI
- 1975-1977 Sebagai group Band paling digemari
- Angket Musika Indonesia Siaran ABRI
Selain itu mereka juga telah menerima berbagai plakat, vandel, dan tanda penghargaan dari instansi pemerintah dan swasta, lembaga pendidikan, dan organisasi Internasional.
Mereka juga mempunyai pengalaman manggung di 350 kota besar-kecil dalam rangka real show. Bahkan, daerah terpencil di perbatasan Filipina-Sulawesi Utara maupun perbatasan Maluku Tenggara-Irian Jaya (Papua), Pedalaman Buntok (Kalteng), Tantena dan Luwuk dan beberapa negara, seperti Amerika, Perjalanan show ke Israel (Jerusalem) pada Februari 2007, Singapura, Malaysia, dan Hong Kong sudah dikunjunginya.
Regenerasi
Jejak keluarga Panbers dalam dunia musik ternyata telah diikuti oleh anak-anak mereka. Panbers seolah telah mempersiapkan juniornya sejak tahun 1998, dengan membentuk sebuah kelompok musik yang bernama The Boss.[8] Group ini dimotori oleh putra Benny Panjaitan yang bernama Dino Panjaitan (Vokalis,Bass, Arr dan Komposer) yang memang kuat musikalitasnya, Panya Panjaitan (putra Alm Hans Panjaitan) sebagai Drummer, serta Bambang Rahmadi pada Lead Guitar dan Jetro Pelenkahu pada keyboarda Berapa pengamat mengatakan bahwa mereka seperti cikal bakal Panbers sendiri, karena dianggap belum bisa lepas dari bayang-bayang Panbers. Meskipun dilihat dari Genre, The Boss jauh dari bayang-bayang Panbers. Mereka telah mempersiapkan lagu-lagu yang mempunyai kualitas untuk dipersembahkan kepada para penggemar Panbers dan pecinta musik Indonesia pada umumnya. Seperti Dan,Fallin,Terima kasih,Terbang dan Melayang adalah beberapa lagu yang siap dipersembahkan.
Sebelumnya keberlangsungan Panbers di dunia musik Indonesia sempat diperkirakan akan dilanjutkan oleh anak-anak dari para personil: Panya Panjaitan(putra dari Hans Panjaitan), Dino Panjaitan(putra dari Benny Panjaitan), Adolf Panjaitan(putra dari Doan Panjaitan), dan Premierio Panjaitan(putra dari Asido Panjaitan). Beberapa pengamat menyambut baik ide mereka yang sempat membuat sebuah group dengan nama Bravo Band. Sempat menamai band itu dengan nama The Panbers. karena diharapkan sebagai pelanjut dari Panbers agar dapat terus menyemarakkan dunia musik Indonesia. Namun ternyata tidak semua personilnya mau berfokus pada dunia musik. Akhirnya menyisakan Dino dan Panya saja. Keduanya pun kemudian merekrut teman-temannya di luar keluarga Panjaitan untuk memenuhi formasi band mereka. Band ini kemudian dikenal dengan nama The Boss.
Diskografi
Album
- Volume 1 (1971)
- Sound 2 (Mengapa Begini) (1972)
- Sound 3 (1 + 1 = 3) (1973)
- Sound 4 (Ayah) (1973)
- Sound 5 (1973)
- Sound 6 (1973)
- Sound 7 (Kali Ciliwung) (1973)
Sampai lebih dari 4 dekade ini sudah banyak rekaman lagu dalam bentuk Piringan Hitam, kaset,dan CD yang mereka keluarkan. Tak sedikit yang menjadi hits yang secara konsisten membuktikan eksistensi Pandjaitan Bersaudara yang melegenda. Diantaranya: Gereja Tua, Cinta dan Permata, Kami Cinta Perdamaian, Indonesia My Lovely Country, Akhir Cinta, Jakarta City Sound, Haai, dan Terlambat Sudah Lagu-lagu tersebut menjadi legenda yang kerap diingat oleh para pecinta musik tanah air. Album rekaman yang telah dihasilkan oleh kelompok ini diantaranya:
PT. Dimita Moulding Industries
- 7 (tujuh) LP piringan hitam lagu Pop
- 1 (satu) LP piringan hitam lagu Natal
- 1 (satu) kaset lagu-lagu Batak
PT Remaco Manufacturing Limited
- 7 (tujuh) LP piringan hitam lagu Pop
- 7 (tujuh) LP piringan hitam lagu melayu
- 2 (dua) LP piringan hitam lagu Natal
- 4 (empat) LP piringan hitam lagu Batak
- 2 (dua) LP piringan hitam lagu Rock
- 2 (dua) LP piringan hitam lagu nostalgia
- 2 (dua) LP piringan hitam lagu instrumental
- 1 (satu) LP piringan hitam lagu Keroncong
PT Irama Tara
- 4 (empat) LP piringan hitam
- 1 (satu) LP lagu-lagu Natal
PT Flower Sound
- 4 (empat) kaset lagu Pop
- 4 (empat) kaset lagu Batak
- 6 (enam) kaset lagu rohani
- 2 (dua) kaset lagu rohani
PT DS Record
- 3 (tiga) kaset lagu Pop
PT Satria Kurnia Record
- 6 (enam) kaset lagu Pop
- 3 (tiga) kaset lagu Nostalgia
PT Disc Tara
- 1 (satu) CD lagu Nostalgia
B-productions Ltd, Switzerland
- 1 (satu) CD lagu Panbers dalam bahasa Inggris dan Jerman
PT Harpa Record
- 4 (empat) kaset lagu Pop
Bravo Record
- 6 (enam) kaset lagu Pop
- 6 (enam) kaset lagu nostalgia
International Repertoir
Pengalaman show Internasional bermula dari kepercayaan promoter dan permintaan banyak penggemar untuk bermain mendampingi group group besar dunia saat mereka mengadakan pertunjukan di Jakarta, antara lain:
- The Marmalade (United Kingdom) 1971
- The Tremelous (United Kingdom) 1972
- The Cats (Belanda) 1972
- The Shocking Blue (Belanda) 1973
- The Bee Gees (United Kingdom) 1974
Gebrakan Panbers juga terlihat, saat tahun 2007 lagu berjudul ”Kami Cinta Perdamaian” yang diciptakan tahun 1971, akhirnya menjadi lagu favorit untuk membawakan obor perdamaian bersama kelompok relawan lainnya ke Italia dan Amerika]].[3]
Bulan April 1993, Panjaitan Bersaudara menyelesaikan rekaman untuk Compact Disc yang di produksi oleh B-productions-Switzerland. 6 (enam) lagu karya cipta Panjaitan Bersaudara direkam dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Jerman, manandai capaian Internasional kelompok musik bersaudara legendaris ini:
- 1. A Day ~ Hidup Terkekang
- 2. Valentina ~ Valentina
- 3. Once Upon A Time ~ Bagaimana Mungkin
- 4. Das Steigh Am Waldesrand ~ Rintihan Cintaku
- 5. Erinerungen ~ Cinta Abadi
- 6. Friedenszeit ~ Musim Bunga[9]
Referensi
- ^ a b c d http://roesman.blogspot.com/2007/08/senjakala-panbers.html
- ^ a b c https://tobadreams.wordpress.com/2008/02/08/percakapan-panjang-dengan-benny-panjaitan-1/
- ^ a b c http://kisahrahasiaseleb.blogspot.co.id/2012_10_01_archive.html
- ^ http://ruangkabar.com/sejarah-unik-10-band-tertua-di-indonesia/#sthash.GxIRsSj2.dpuf
- ^ a b https://tobadreams.wordpress.com/2008/02/13/percakapan-panjang-dengan-benny-panjaitan-2/
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-03-31. Diakses tanggal 2015-08-26.
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-03-25. Diakses tanggal 2015-08-28.
- ^ http://www.poskotanews.com/2012/12/27/the-boss-band-penerus-panbers/(red)[pranala nonaktif permanen]
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-07-03. Diakses tanggal 2015-08-25.
Pranala luar
- ‘Maestro’, Kisah Perjalanan Karier Musik Group Musik Panbers, Adolf Panjaitan, ed. tahun 2007.