Hak dalam Islam
Hak dalam Islam berkaitan dengan hak asasi manusia yang memiliki hubungan antara Allah sebagai pencipta dengan manusia sebagai makhluk ciptaan. Dalam Islam, manusia mempunyai hak asasi manusia yang meliputi hak untuk hidup, hak memperoleh kemerdekaan, hak menyatakan pendapat, hak berorganisasi, serta hak menjalankan keyakinan dan kepercayaan terhadap agamanya.[1] Hak asasi manusia di dalam Islam telah diatur secara menyeluruh dan mendalam. Hak-hak tersebut dijaga dan dihormati dengan memberikan jaminan yang mempertahankan penerimaan hak asasi manusia.[2]
Pemaknaan
suntingDalam bahasa Arab, hak disebut sebagai haq. Analisa morfologinya meliputi حق - يحق - حقا. Ketiga turunan kata ini digunakan untuk sesuatu yang benar, nyata, pasti, dan tetap. Dalam artian lain, hak diartikan sebagai sesuatu yang wajib dikerjakan.[3] Dalam Islam, hak menempati posisi kedua setelah kewajiban. Manusia akan menerima hak ketika telah melaksanakan kewajibannya. Dalam artian ini, hak merupakan imbalan atas pemenuhan kewajiban.[4]
Jenis
suntingDalam ajaran Islam, tujuan penciptaan manusia adalah untuk mengabdi kepada Allah. Perintah pengabdian ini disampaikan oleh Allah dalam Surah Az-Zariyat ayat 56. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa manusia dan jin diciptakan hanya untuk menyembah Allah.[5] Kewajiban manusia di dalam hidupnya adalah melaksanakan segala ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. Manusia memiliki dua kewajiban yang berbentuk hak. Pertama, hak-hak Allah yang meliputi kewajiban manusia dalam beribadah kepada Allah. Sedangkan yang kedua, hak-hak manusia yang merupakan kewajiban manusia terhadap sesama manusia dan terhadap makhluk-makhluk Allah yang lainnya. Hak-hak Allah tidak memberikan manfaat sama sekali kepada Allah. Tujuan pemenuhan hak-hak Allah adalah untuk memenuhi hak-hak makhluk-Nya.[5]
Hak Allah atas hambaNya
suntingHak Allah atas hambaNya terbagi menjadi dua, yaitu menyembah dan mengesakan Allah. Kedua hak ini merupakan hak yang paling besar dan paling agung yang diberikan Allah kepada manusia.[6] Hak Allah untuk disembah terpenuhi oleh manusia dengan mengadakan ibadah. Dalam Islam, semua perkataan dan perbuatan manusia yang disukai oleh Allah termasuk sebagai bentuk ibadah. Hak Allah untuk disembah ini terdapat dalam Surah Az-Zariyat ayat 56. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa tujuan penciptaan manusia dan jin hanya untuk beribadah kepada Allah. Hak Allah atas hambaNya terpenuhi melalui pemenuhan rukun Islam oleh manusia yang meliputi syahadat, salat, zakat, puasa dan haji. Pemenuhan hak Allah juga tercapai melalui pemenuhan rukun iman yang meliputi kepercayaan terhadap adanya Allah dan segala ketetapannya serta mencintai Allah dan rasulNya.[7]
Melaksanakan salat
suntingSalat merupakan kewajiban pertama yang ditetapkan Allah untuk manusia sebagai ibadah. Allah menetapkan kewajiban ini kepada umat Nabi Muhammad pada persitiwa Isra Mikraj dengan berbicara langsung kepada Muhammad. Salat merupakan pemenuhan hak Allah yang dalam Surah Al-Baqarah ayat 238 diperintahkan untuk dipelihara dan dikerjakan dengan khusyuk. Dalam Islam, salat menjadi tanda ketaatan, puncak kedekatan manusia kepada Allah dan pilar agama. Ibadah salat merupakan ibadah pertama yang pertama kali dihisab pada hari kiamat.[8] Pelaksanaan salat mutlak dilakukan oleh seluruh manusia termasuk para nabi dan rasul serta orang-orang saleh. Salat juga wajib dikerjakan dalam keadaan apapun termasuk dalam keadaan berperang. Kewajiban pelaksanaan salat berlaku hingga seseorang mencapai kematian hidupnya di dunia.[9]
Menunaikan zakat
suntingZakat merupakan ibadah wajib kedua setelah salat. Dalam Islam, menunaikan zakat termasuk rukun Islam. Kewajiban zakat berkaitan dengan pemenuhan hak dalam harta sosial. Dalam Surah At-Taubah ayat 11, Allah menegaskan bahwa orang yang melaksanakan salat, menunaikan zakat dan bertaubat merupakan saudara-saudara seagama atau muslim.[10] Terdapat dua jenis zakat yaitu zakat yang berkaitan dengan tubuh manusia dan zakat yang berkaitan dengan harta yang dimiliki manusia. Zakat pada tubuh manusia disebut sebagai zakat fitrah. Sementara zakat harta meliputi ternak, barang berharga, hasil alam dan hasil perdagangan. Zakat berupa harta benda nilainya secara pasti hanya diketahui oleh Allah.[11]
Berpuasa
suntingPuasa merupakan salah satu ibadah yang wajib dilaksanakan pada bulan Ramadan setiap tahun dalam kalender Hijriyah. Allah memerintahkan berpuasa sebagai bentuk ketakwaan dari orang-orang beriman. Ini disampaikan dalam Surah Al-Baqarah ayat 183. Kewajiban berpuasa hanya berlaku bagi muslim yang telah baligh dan berakal. Dalam Islam, puasa merupakan salah satu bagian dari rukun Islam.[12]
Melaksanakan haji
suntingKewajiban ibadah haji telah terpenuhi ketika telah dikerjakan oleh seorang muslim sekali dalam seumur hidupnya. Allah memerintahkan ibadah haji di dalam Surah Al-Hajj ayat 27. Ibadah haji juga menjadi pelengkap keislaman seseorang, karena Allah menyempurnakan Islam dan mencukupkan nikmatNya pada saat ibadah haji. Hal ini disampaikan Allah dalam Surah Al-Ma'idah ayat 3.[13]
Mengucapkan zikir
suntingAllah memerintahkan manusia untuk selalu mengingatNya. Perintah ini disampaikan dalam Surah Al-Baqarah ayat 152. Dalam ayat ini, Allah berjanji bahwa siapapun yang mengingatnya, maka Dia pun akan mengingatnya pula. Zikir merupakan ibadah yang dilakukan dengan perkataan. Kedudukannya di dalam Islam adalah utama setelah membaca Al-Qur'an dan sebelum berdoa.[14]
Memanjatkan doa
suntingDoa merupakan salah satu bentuk mengesakan Allah sehingga menjadi bagian dari tauhid. Allah memerintahkan kepada hamba-hambaNya untuk selalu memanjatkan doa kepadaNya. Segala urusan dalam agama Islam dapat terangkum dan terselesaikan dengan doa. Doa mengandung kenikmatan dan mencegah bencana. Allah menjanjikan pengabulan dan pahala kepada setiap hambaNya yang berdoa.[15]
Hak hamba atas Allah
suntingHak hamba atas Allah merupakan pemenuhan dari hak Allah atas hambaNya. Manusia memperoleh hak ini ketika telah memenuhi hak Allah terlebih dahulu. Hak hamba atas Allah terpenuhi ketika manusia tidak menyekutukan Allah dan hanya menyembah kepadaNya. Sementara itu, hak hamba atas Allah yang paling utama adalah pengampunan Allah atas azab yang akan menimpa manusia. Allah tidak akan mengazab manusia yang tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun.[16]
Hak dalam keluarga
suntingHak anak dari ayahnya
suntingAnak telah memiliki hak atas ayahnya sebelum ia lahir ke dunia. Hak pertama yang wajib dipenuhi oleh ayahnya adalah mempunyai ibu yang salihah. Ini sesuai dengan hadis sahih dari Nabi Muhammad mengenai empat ciri perempuan salihah yang utama untuk dinikahi. Masing-masing adalah dari segi harta, keturunan, kecantikan dan agama. Hadis ini mengisyaratkan kepada laki-laki untuk menikahi wanita dengan mengutamakan ketaatannya terhadap agamanya agar ia memperoleh keberuntungan.[17] Istri yang salihah ini kemudian akan melahirkan anak-anak yang saleh dan salihah.[18]
Setelah anak lahir ke dunia, seorang ayah wajib memberikan nama yang baik kepada anaknya. Penamaan anak harus sesuai dengan ketentuan penamaan dalam syariat Islam. Nama yang diberikan harus mempunyai pengucapan dan makna yang baik secara adab dan pendengaran.[18] Anjuran penamaan dalam syariat Islam yang utama adalah menamai anak dengan dua suku kata yang menunjukkan penghambaan kepada Allah. Penamaan yang baik umumnya mengikuti sifat penghambaan kepada sifat-sifat Allah dalam asmaul husna. Selain itu, terdapat sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam Muslim memberitahukan bahwa memberikan nama kepada anak dari nama-nama para nabi dan orang saleh juga diterima dalam syariat Islam.[19]
Seorang ayah juga wajib memberikan nafkah kepada anak dan istrinya. Setiap ibu harus memperoleh upah atas pemberian air susu ibu kepada anak-anaknya. Upah ini wajib dibayarkan oleh ayah dari anak-anak tersebut. Kewajiban ayah untuk menafkahi anak dan istrinya ditetapkan oleh Allah dalam Surah At-Talaq ayat 6. Surah Al-Baqarah ayat 33 juga menegaskan hal yang sama. Sementara itu, pada Surah At-Talaq ayat 7 disampaikan pada pemenuhan nafkah anak dilakukan sesuai dengan kesanggupannya saja. Pemenuhan nafkah dari ayah kepada anak-anaknya harus sesuai dengan ketentuan Al-Qur'an, sunah maupun ijmak para ulama.[20]
Hak anak dari ibunya
suntingHak anak dari ibunya yang paling awal adalah hak untuk memperoleh air susu ibu. Nutrisi awal yang paling penting yang diperoleh oleh anak adalah air susu ibunya. Kepribadian dan kesehatan seorang anak ketika dewasa salah satunya dapat dipengaruhi oleh pemberian air susu ibu. Seorang ini dapat menimbulkan permasalahan kepada anaknya di dunia dan di akhirat ketika hak ini tidak dipenuhi.[21] Hal ini sesuai dengan perintah Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 233. Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada setiap ibu untuk menyempurnakan penyusuan selama dua tahun. Dalam ayat ini, Allah memberikan kemudahan baik kepada ibu dan ayah dari anak yang disusui dengan izin untuk menyapih sebelum anak mencapai usia dua tahun. Selain itu, ibu yang tidak memiliki kemampuan untuk menyusui anaknya juga diberikan izin untuk menyewa perempuan lain untuk menyusui anaknya dengan memberikan pembayaran yang layak. Di sisi lain, ayah diberikan tanggung jawab untuk memberikan makanan dan pakaian yang baik pada ibu yang menyusui.[22]
Hak ibu atas anaknya
suntingIbu memiliki tanggung jawab yang besar dalam pemenuhan hak anaknya. Tanggung jawab ini dimulai dari mengandung, melahirkan, menyusui, dan membesarkannya hingga dewasa. Dalam hal ini, anak wajib memenuhi hak ibunya karena haknya telah terpenuhi terlebih dahulu. Hak ibu atas anaknya yang paling awal adalah memperoleh doa dari anaknya. Doa dari anak ini ditujukan baik kepada ibu maupun ayahnya. Hak lain yang harus dipenuhi oleh seorang anak kepada ibu dan bapaknya adalah berbuat baik kepada mereka, terlebih kepada ibunya. Perintah pemenuhan hak ini disampaikan oleh Allah dalam Surah Al-Ahqaf ayat 15.[23]
Hak istri atas suaminya
suntingIstri mempunyai dua jenis hak atas suaminya. Hak pertama bersifat materi, sedangkan hak kedua bersifat non materi. Hak yang bersifat materi adalah nafkah. Sementara hak yang bersifat non materi meliputi pemenuhan gairah seksual istri oleh suaminya. Di dalam fikih, hak istri untuk memperoleh nafkah dalam suaminya hanya berlaku denan prinsip pemisahan harta antara suami dan istri. Rezeki yang diperoleh oleh suami sepenuhnya merupakan miliknya, sehingga ia berstatus sebagai pemberi nafkah. Sementara, istrinya bertindak sebagai penerima nafkah karena ia bukan pencari rezeki. Pemenuhan hak pemberian nafkah tidak berlaku pada rumah tangga yang menggabungkan harta suami dan harta istri.[24]
Hak perwalian
suntingHak-hak yang berkaitan dengan jiwa manusia merupakan hak yang harus dihormati dan dilindungi dalam ajaran Islam. Keselamatan dan kualitas hidup seorang anak harus dilindungi berdasarkan petunjuk moral dan ketentua-ketentuan syariat Islam. Anak memiliki beberapa hak antara lain hak untuk hidup, hak pengasuhan dan perawatan kesehatan, hak pemenuhan kebutuhan pokok, hak mendapatkan kasih sayang dan perhatian, hak atas kehormatan dalam keturunan, serta hak perlindungan dalam hukum dan agama.[25]
Hak seorang wali berkaitan dengan kewajiban dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya atas harta anak yatim yang diwakilkannya. Wali yang berada dalam kemiskinan diperbolehkan memanfaatkan harta anak yatim untuk memperoleh hasil yang lebih banyak. Harta anak yatim juga dapat digunakan oleh wali jika pemeliharaan harta memerlukan biaya pemeliharaan.[26]
FIkih sebagian besar menerapkan konsep perwalian asabah. Wali dipilih dari keluarga anak yatim yang berjenis kelamin laki-laki. Beberapa wali yang utama adalah ayah, kakek, saudara laki-laki, paman dan keponakan. Kekhususan perwalian asabah terdapat pada perwalian dalam pernikahan. Perwalian yang dikhususkan hanya kepada laki-laki disetujui oleh mazhab Maliki, mazhab Syafi'i, dan mazhab Hambali. Dalil perwalian oleh laki-laki adalah Surah An-Nisa ayat 34. Sedangkan mazhab Hanafi memiliki sedikit perbedaan pendapat. Pendapat mereka adalah bahwa perwalian garis keturunan laki-laki yang masuk dalam legalisme Islam awalnya merupakan bagian dari tradisi Arab khususnya di Makkah.[27]
Masyarakat muslim wajib memberikan beberapa hak kepada wali seorang anak. Tiap wali wajib diberikan kebaikan sesuai dengan ketentuan di dalam Al-Qur'an dan pendapat para fukaha. Nasehat dari wali wajib juga wajib didengarkan oleh masyarakat. Selain itu, wali berhak memperoleh gaji dari baitulmal karena pekerjaannya merupakan bagian dari kegiatan sosial kegamaan yang memerlukan waktu dan tenaga serta biaya.[28]
Hak asasi manusia
suntingIslam mengatur segala jenis hubungan antara makhluk dengan penciptanya, makhluk dengan makhluk serta makhluk dengan lingkungan hidupnya. Hubungan antara akhluk dengan makhluk salah satunya adalah hubungan antara manusia dengan manusia lainnya yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Hak asasi manusia di dalam Islam berkaitan dengan syariat Islam. Dalam Al-Qur'an dan hadis terdapat ayat-ayat yang mewajibkan manusia memenuhi hak asasi manusia dan melarang tindakan pelanggaran hak asasi manusia. Selain itu ditegaskan pula bahwa setiap orang memiliki kewajiban untuk menaati syariat Islam.[29]
Hak asasi manusia di dalam Islam berbeda dengan hak asasi manusia dalam pandangan dunia Barat. Sifat hak asasi manusia di dalam Islam adalah teosentrisme, sementara pada dunia Barat bersifat antroposentrisme. Dunia Barat menetapkan hak asasi manusia hanya dalam pandangan kemanusiaan. Sementara Islam menetapkan hak asasi manusia berdasarkan ketentuan Allah. Islam melandasi hak asasi manusia dengan pernyataan syahadat bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Hak asasi manusia dipandang sebagai perbuatan baik yang dikehendaki oleh Allah dan ditujukan bagi sesama manusia.[30]
Perbedaan pandangan antara Islam dan dunia Barat turut pula menghasilkan tindakan yang berbeda dalam pengambilan keputusan bersama antara negara-negara di dunia. Negara-negara Islam dan negara-negara Barat masing-masing menetapkan suatu deklarasi yang mewakili pandangan masing-masing terhadap hak asasi manusia. Negara-negara Islam yang tergabung ke dalam Organisasi Kerja Sama Islam telah menetapkan Deklarasi Kairo tentang Hak Asasi Manusia dalam Islam pada tahun 1990. Sementara negara-negara Barat menetapkan Pernyataan Umum tentang Hak-hak Asasi Manusia. Kerangka acuan dalam Deklarasi Kairo didasarkan pada syariat Islam. Tolok ukur mengenai hak dan kebebasan manusia yang terangkum dalam hak-hak asasi manusia hanya satu, yaitu syariat Islam.[31]
Ajaran Islam menegaskan bahwa pelanggaran hak asasi manusia tidak dapat dimanfaatkan oleh siapapun bahkan oleh negara sekalipun. Hak seseorang juga tidak dapat digunakan oleh orang lain. Negara wajib memberikan hukuman kepada pelanggar hak asasi manusia dan memberi bantuan kepada pihak yang hak asasi manusianya dilanggar. Pembebasan hukuman hanya dapat terjadi ketika pihak yang dilanggar memaafkan perbuatan pihak yang melanggar.[5]
Hak untuk hidup
suntingHak untuk hidup merupakan hak pertama dan paling utama yang diperhatikan dalam ajaran Islam. Hak ini dianggap sebagai hak yang suci dan kemuliannya tidak dapat dihilangkan. Manusia dilarang oleh Allah untuk merusak akal yang diberikan oleh Allah kepada manusia sebagai ciptaanNya. Dalam Surah Al-Ma'idah ayat 90, Allah menetapkan bahwa manusia yang memperoleh keberuntungan adalah manusia yang meinggalkan perbuatan-perbuatan keji yang merupakan perbuatan setan. Perbuatan buruk ini yaitu meminum khamar, melakukan perjudian, penyembahan berhala, dan mengundi nasib dengan panah.[32]
Pemeliharaan hak untuk hidup dan mempertahankan hidup merupakan bagian dari syariat Islam. Ketentuan ini dijelaskan dalam Surah An-Nisa ayat 92 dan ayat 93 yang menegaskan bahwa setiap jiwa manusia harus dilindungi. Kedua ayat ini berisi larangan untuk mengadakan pembunuhan dengan tujuan hanya untuk menghilangkan jiwa manusia. Dalam ajaran islam, manusia juga berhak melindungi sarana kehidupannya guna mempertahankan kemaslahatan hidupnya.[33] Pada surah An-Nisa ayat 29 juga disebtukan bahwa bunuh diri merupakan perbuatan terlarang. Manusia yang mengadakan pembunuhan terhadap seorang manusia dianggap sama dengan membunuh seluruh manusia. Sebaliknya, manusia yang menjaga kehidupan seorang manusia dianggap sama dengan memelihara manusia seluruhnya. Pengibaratan ini tercantum dalam Surah Al- Ma'idah ayat 32.[34]
Hak atas kebebasan
suntingDalam Islam terdapat dua pandangan mengenai kebebasan. Pertama, tidak ada kebebasan di dalam Islam. Kedua, Islam memberikan kebebasan. Pandangan pertama melandasi pendapatnya berdasarkan Surah Az-Zariyat ayat 56. Ayat ini menjelaskan bahwa manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah. Sementara itu, pandangan yang kedua melandasi pendapatnya adalah adanya pilihan yang diberikan oleh Allah kepada manusia untuk melaksanakan ibadah, Pendapat ini diperoleh dari beberapa ayat Al-Qur'an antara lain Surah Al-Baqarah ayat 256, Surah Yunus ayat 99, dan Surah Al-Kahf ayat 29. Selain itu, manusia juga memperoleh pembebanan tugas dan apresiasi kemuliaan yang disampaikan oleh Allah dalam Surah Al-Isra' ayat 70. Pendapat kedua ini menegaskan bahwa peribadahan kepada Allah merupakan bentuk kebebasan karena dilakukan atas kehendak manusia sendiri.[35]
Hak atas kebebasan di dalam Islam meliputi kebebasan individu maupun kebebasan kolektif. Kebebasan individu di dalam Islam berbentuk penentuan sikap seseorang untuk melakukan suatu hal berdasarkan keinginannya. Kebebasan di dalam Islam mempunyai batasan tertentu sehingga tidak bersifat bebas niliai, liberalisme maupun sekularisme. Kebebasan individu tetap diperoleh selama kebebasan itu tidak menghilangkan kebebasan orang lain. Islam juga memberikan manusia hak atas kebebasan berpikir, kebebasan berserikat, kebebasan menyampaikan pendapat, kebebasan beragama, dan kebebasan berpolitik.[36]
Hak atas persamaan
suntingHak atas persamaan dilandasi oleh kesamaan manusia di hadapan Allah. Kemuliaan manusia tidak didasarkan oleh ras, warna kulit, keberlimpahan harta, maupun kemampuan pikirannya. Manusia memperoleh kemuliaan karena penciptaan manusia itu sendiri beserta dengan zat yang membentuk penciptaannya. Setiap manusia berhak mendapat perlakuan yang sama.[37]
Persamaan di dalam Islam juga meliputi persamaan dalam memperoleh hak dan apresiasi terhadap hasil pemikiran. Persamaan di dalam Islam berlaku untuk semua suku bangsa di dunia. Tujuan diberikannya persamaan di dalam Islam adalah mempermudah penyebaran kebaikan ajaran Islam. Filsafat Islam yang melandasi adanya persamaan di antara manusia adalah adanya kesamaan dalam proses penciptaan manusia. Hak-hak manusia diperoleh secara sama tanpa memperhitungkan kekuatan atau kelemahan dari individu. Seluruh hak manusia harus diberikan sesuai dengan syariat Islam.[38]
Dalam syariat Islam, pemerintah suatu negara juga wajib memberikan seluruh hak warga negaranya secara merata di seluruh wilayahnya. Perlakuan yang sama atas tiap hak warga negara diberlakukan tanpa memandang status dan kedudukan penerima hak. Dua hak yang wajib dipenuhi oleh pemerintah kepada warga negaranya adalah pendidikan dan pekerjaan.[39]
Hak atas harta benda
suntingDalam syariat Islam, Allah memberikan harta kepada manusia sebagai sarana dalam mengurus kehidupannya. Manusia juga telah ditetapkan sebagai pemimpin di Bumi oleh Allah dan diberikan hak untuk mengelola alam sesuai kemampuannya. Hak manusia untuk memperoleh harta benda dilindungi selama harta tersebut diperoleh dengan cara yang halal menurut syariat Islam dan benar menurut standar moral yang berlaku. Hak atas harta benda disampaikan oleh Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 188. Dalam ayat ini, Allah melarang manusia untuk mengambil harta orang lain dengan cara yang haram. Bagi yang melakukannya akan memperoleh dosa bila mengetahui bahwa perbuatannya salah, tetapi tetap melakukannya.[40]
Hak-hak atas benda ini juga diatur dalam hukum yang disebut muamalah. Dalam muamalah, diatur pula tata cara manusia dalam mengadakan hubungan jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan membentuk serikat dagang.[41] Dalam muamalah ini terdapat berbagai macam ketentuan yang berkaitan dengan perjanjian dagang, perdagangan, barter, dan bagi hasil. Ketentuan ini dimaksudkan agar manusia dapat hidup dengan sejahtera. Larangan dalam syariat Islam terkait muamalah adalah tindakan pencurian, korupsi, memakan harta secara batil, penipuan, dan perampokan.[42]
Hak atas pemerintahan
suntingHak atas pemerintahan di dalam Islam disebut dengan Al-Ahkâm as-Shulthâniyyah. Di dalamnya dibahas mengenai permasalahan yang berhubungan dengan kepala negara atau pemerintah. Selain itu dibahas pula mengenai hak pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta tentang pajak.[41]
Hak atas hukum
suntingHak atas hukum di dalam Islam terpenuhi dengan pembagian kecakapan hukum yang disebut ahliyyah. Kecakapan hukum ini menetapkan kondisi seseorang dalam berperan sebagai subjek hukum yang sempurna. Kecapakan hukum ini terbagi menjadi dua yakni ahliyyah al-adâ’ dan ahliyyah al-wujûb. Ahliyyah al-adâ’ membahas mengenai kecakapan hukum seseorang untuk menunaikan tindakan hukum. Sedangkan ahliyyah al-wujûb berkaitan dengan kecapakan hukum seseorang untuk menerima hak walaupun belum menunaikan kewajibannya. Salah satu contoh ahliyyah al-wujûb adalah hak waris bagi bayi.[43]
Hak tetangga
suntingTetangga memiliki hak yang harus dilindungi oleh tetangga lainnya. Ini sesuai dengan perintah Allah dalam Surah Al-Nisa ayat 36 untuk berbuat baik kepada tetangga dekat maupun tetangga jauh.[44]
Hak terhadap non-muslim
suntingIslam mengajarkan toleransi terhadap pemeluk agama lainnya. Ketentuan ini tercantum dalam keseluruhan ayat pada Surah Al-Kafirun. Toleransi di dalam islam berlaku untuk agama lain selama tidak adanya tindakan yang dapat mengganggu satu sama lain terkait agama.[45] Dalam Surah Al-Mumtahanah ayat 8 disebutkan bahwa Allah memerintahkan umat muslim untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada umat non-muslim. Pemberian hak ini berlaku selama umat non-muslim tiidak berbuat zalim dengan mengusir umat muslim dari negerinya sendiri atau mengadakan perang karena agama.[46]
Peralihan hak
suntingPeralihan hak di dalam Islam dilakukan dengan cara istihsan. Setiap keputusan ditetapkan berdasarkan keadaan yang ada. Peralihan hak ini umumnya harus memperoleh persetujuan dari pemilik hak sebelumnya. Kondisi peralihan hak yang umum terjadi adalah peralihan hak dari warga negara ke pemerintah negara dengan tujuan pembangunan fasilitas publik. Peralihan hak hanya dapat dilakukan jika pengambil hak telah memberikan ganti rugi yang adil. Peralihan hak ini disetujui oleh sebagian ulama dari mazhab Maliki dan mazhab Hambali dalam penetapan hukum Kias atau keumuman makna ayat Al-Qur'an.[47]
Peralihan hak juga dapat terjadi tanpa peralihan hak kepemilikan. Hal ini dapat terjadi pada akad ijarah. Dalam hal ini, hak yang dialihkan hanyalah hak guna. Peralihan hak ini dapat terjadi dengan sistem sewa antara pemilik barang dan penyewa hak guna.[48]
Pelanggaran hak
suntingSyirik
suntingDalam Islam, syirik merupakan pelanggaran hak dari hamba kepada Allah karena sifatnya yang menyekutukan Allah dengan makhluk. Syirik merupakan dosa yang paling besar di dalam Islam. Besarnya dosa akibat perbuatan syirik dinyatakan dalam Surah Luqman ayat 13. Perbuatan syirik dapat berlaku pada sifat tauhi rububiyah dan tauhid uluhiyah dari Allah. Syirik dapat terjadi ketika seseorang menyembah selain Allah atau menyandingkan dan menyerupakan Allah dengan makhluk. Sifat syirik dapat dinyatakan melalui perkataan maupun perbuatan.[49] Besarnya dosa syirik ditandai dengan tidak adanya pengampunan Allah terhadap pelakunya. Dalam Surah An-Nisa, Allah memberitahukan bahwa semua dosa lain dapat diampuni sesuai kehendakNya, keculai dosa syirik.[50]
Gugur kandungan
suntingPengguguran kandungan merupakan perbuatan haram untuk dilakukan oleh manusia. Keharaman dan besarnya dosa dari pengguguran kandungan disampaikan oleh Allah dalam Surah Al-Isra' ayat 31. Dalam sebuah hadis juga disebutkan bahwa pengguguran kandungan merupakan salah satu dosa besar setelah syirik kepada Allah dan durhaka kepada orang tua. Hak anak untuk hidup telah dilanggar ketika ia dimatikan setelah tanda kehidupan telah dibentuk. Tanda kehidupan yang paling utama adalah terjadinya pembuahan di dalam rahim.[51]
Referensi
suntingCatatan kaki
sunting- ^ Une, D., dkk. 2015, hlm. 34.
- ^ Rohidin 2016, hlm. 32.
- ^ Une, D., dkk. 2015, hlm. 70.
- ^ Rohidin 2016, hlm. 50.
- ^ a b c Une, D., dkk. 2015, hlm. 74.
- ^ Aziz 2021, hlm. 12.
- ^ Aziz 2021, hlm. 69.
- ^ Aziz 2021, hlm. 71.
- ^ Aziz 2021, hlm. 72.
- ^ Aziz 2021, hlm. 74.
- ^ Aziz 2021, hlm. 75.
- ^ Aziz 2021, hlm. 78.
- ^ Aziz 2021, hlm. 81.
- ^ Aziz 2021, hlm. 84.
- ^ Aziz 2021, hlm. 89.
- ^ Aziz 2021, hlm. 108-109.
- ^ Azizah, dkk. 2018, hlm. 49.
- ^ a b Azizah, dkk. 2018, hlm. 50.
- ^ Azizah, dkk. 2018, hlm. 50-51.
- ^ Azizah, dkk. 2018, hlm. 63.
- ^ Azizah, dkk. 2018, hlm. 54-55.
- ^ Azizah, dkk. 2018, hlm. 55.
- ^ Azizah, dkk. 2018, hlm. 55-56.
- ^ Azizah, dkk. 2018, hlm. 64.
- ^ Devy 2018, hlm. 96.
- ^ Devy 2018, hlm. 95.
- ^ Devy 2018, hlm. 95-96.
- ^ Devy 2018, hlm. 97.
- ^ Une, D., dkk. 2015, hlm. 68.
- ^ Une, D., dkk. 2015, hlm. 73.
- ^ Une, D., dkk. 2015, hlm. 73-74.
- ^ Rohidin 2016, hlm. 32-33.
- ^ Une, D., dkk. 2015, hlm. 63-64.
- ^ Rohidin 2016, hlm. 31-32.
- ^ Fauzi 2017, hlm. 42-43.
- ^ Rohidin 2016, hlm. 27.
- ^ Rohidin 2016, hlm. 27-28.
- ^ Fauzi 2017, hlm. 45.
- ^ Rasyid 2015, hlm. 56.
- ^ Une, D., dkk. 2015, hlm. 66.
- ^ a b Rohidin 2016, hlm. 14.
- ^ Rohidin 2016, hlm. 35.
- ^ Rohidin 2016, hlm. 17.
- ^ Aziz 2017, hlm. 158.
- ^ Rohidin 2016, hlm. 31.
- ^ Rasyid 2015, hlm. 45.
- ^ Rohidin 2016, hlm. 122-123.
- ^ Rohidin 2016, hlm. 198.
- ^ Aziz 2021, hlm. 102.
- ^ Aziz 2021, hlm. 109.
- ^ Aziz 2017, hlm. 139-140.
Daftar pustaka
sunting- Aziz, Sa'ad Yusuf Mahmud (2017). Yasir, Muhammad, ed. Masu'ah Al-Huquq Al-Islamiyah [Ensiklopedi Hak dan Kewajiban dalam Islam]. Diterjemahkan oleh Nurdin, Ali. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. ISBN 978-979-592-791-4. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-13. Diakses tanggal 2021-11-01.
- Aziz, Sa'ad Yusuf Mahmud (2021). Yasir, Muhammad, ed. Masu'ah Al-Huquq Al-Islamiyah [Semua Ada Haknya]. Diterjemahkan oleh Nurdin, Ali. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. ISBN 978-979-592-919-2.
- Azizah, dkk. (2018). Lubis, A., dkk., ed. Ketahanan Keluarga dalam Perspektif Islam (PDF) (edisi ke-2). Tangerang Selatan: Pustaka Cendekiawan Muda. ISBN 978-602-743-212-3. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2020-07-09. Diakses tanggal 2021-11-01.
- Devy, Soraya (2018). Khairuddin, ed. Sistem Perwalian di Aceh: Pergumulan antara Hukum Islam, Hukum Positif, dan Praktek Masyarakat (PDF). Aceh Besar: Sahifah. ISBN 978-602-50648-8-3. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-11-01. Diakses tanggal 2021-11-01.
- Fauzi (2017). Hak Asasi Manusia dalam Fikih Kontemporer. Jakarta: Prenadamedia Group. ISBN 978-602-422-141-6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-13. Diakses tanggal 2021-11-01.
- Rasyid, Daud (2015). Indahnya Syariat Islam (PDF). Jakarta: Usamah Press. ISBN 979-96371-7-1. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-11-01. Diakses tanggal 2021-11-01.
- Rohidin (2016). Pengantar Hukum Islam: Dari Semenanjung Arabia hingga Indonesia (PDF). Bantul: Lintang Rasi Aksara Books. ISBN 978-602-7802-30-8. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2023-05-24. Diakses tanggal 2021-11-01.
- Une, D., dkk. (2015). Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi (PDF). Gorontalo: Ideas Publishing. ISBN 978-602-9262-56-8. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-11-01. Diakses tanggal 2021-11-01.