Unsur (Buddhisme)

Konsep unsur atau elemen yang meliputi unsur pokok dan turunan dalam Buddhisme

Dalam Buddhisme, unsur atau elemen (Pali, Sanskerta: dhātu atau bhūta) mencakup empat unsur besar atau pokok (cattāro mahābhūtāni), seperti tanah, air, api, dan udara; dan unsur turunannya (upādāya). Istilah mahābhūta umumnya sinonim dengan catudhātu, yang merupakan istilah Pāli dari "empat unsur". Empat unsur, sebagai bagian dari keseluruhan unsur penyusun materi, merupakan dasar pemahaman yang menuntun seseorang melalui pelepasan bentukan materi (rūpa) menuju keadaan tertinggi, yaitu Nirwana.

Theravāda

sunting

Dalam Tipitaka Pali, unsur-unsur pokok yang paling dasar biasanya diidentifikasi berjumlah empat. Akan tetapi, unsur-unsur lainnya, seperti unsur kelima dan unsur keenam juga sering diuraikan.

Empat unsur pokok

sunting

Dalam teks kanonis, empat unsur pokok mengacu pada unsur-unsur yang bersifat "eksternal" (di luar tubuh, seperti sungai) dan "internal" (bagian dari tubuh, seperti darah). Unsur-unsur tersebut dijelaskan sebagai berikut:[1]

  • Unsur tanah (pathavī-dhātu): mewakili kualitas soliditas atau gaya tarik menarik. Benda apa pun yang menonjolkan gaya tarik menarik (benda padat) disebut unsur tanah. Unsur tanah internal meliputi rambut kepala, rambut badan, kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang, organ, bahan usus, dan lain-lain.
  • Unsur air (āpa-dhātu atau āpodhātu): mewakili kualitas likuiditas atau gerak relatif. Benda apa pun yang menonjolkan gerak relatif partikelnya disebut unsur air. Unsur air internal meliputi empedu, dahak, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, lendir hidung, urin, air mani, dan lain-lain.
  • Unsur api (teja-dhātu atau tejodhātu): mewakili kualitas panas atau energi. Segala sesuatu yang energinya menonjol disebut unsur api. Unsur api internal mencakup mekanisme tubuh yang menghasilkan kehangatan fisik, penuaan, pencernaan, dan lain-lain.
  • Unsur udara atau angin (vāyu-dhātu atau vāyodhātu): melambangkan kualitas pemuaian atau gaya tolak menolak. Benda apa pun yang menonjol gaya tolak menolaknya disebut unsur udara. Unsur udara internal meliputi udara yang berhubungan dengan sistem paru (misalnya untuk bernafas), sistem usus (“angin di perut dan usus”), dan lain-lain.

Setiap entitas yang membawa satu atau lebih kualitas-kualitas ini (gaya tarik menarik, gaya tolak menolak, energi dan gerak relatif) disebut materi (rūpa). Dunia material dianggap tidak lain hanyalah kombinasi dari kualitas-kualitas yang diatur dalam ruang (ākāsa). Hasil dari kualitas-kualitas tersebut adalah masukan pada pancaindra kita, warna (vaṇṇa) pada mata, bau (gandha) pada hidung, rasa (rasa) pada lidah, suara (sadda) pada telinga, dan sentuhan (phoṭṭabba) pada tubuh. Hal yang kita rasakan dalam pikiran kita hanyalah interpretasi mental dari kualitas-kualitas ini.

Unsur kelima dan keenam

sunting

Selain empat unsur materi pokok di atas, dua unsur lainnya juga dapat ditemukan dalam Tripitaka Pali:

  • Unsur ruang (ākāsa-dhātu): ruang internal meliputi lubang tubuh seperti telinga, lubang hidung, mulut, anus, dan lain-lain.
  • Unsur kesadaran (viññāṇa-dhātu): digambarkan sebagai "murni dan cerah" (parisuddhaṃ pariyodātaṃ), digunakan untuk mengenali tiga jenis perasaan (vedanā) yaitu menyenangkan, tidak menyenangkan, dan bukan-menyenangkan-juga-bukan-tidak-menyenangkan (netral); dan timbul dan lenyapnya kontak indra (phassa) yang menjadi dasar perasaan-perasaan ini bergantung.

Menurut tradisi Abhidhamma Piṭaka, “unsur ruang” diidentifikasikan sebagai unsur “sekunder” atau “turunan” (upādāya).

Unsur turunan

sunting

Literatur Abhidhamma menguraikan 24 unsur turunan, yaitu:[1]

  1. Sensitivitas mata (cakkhupasāda)
  2. Sensitivitas telinga (sotapasāda)
  3. Sensitivitas hidung (ghānapasāda)
  4. Sensitivitas lidah (jivhāpasāda)
  5. Sensitivitas tubuh (kāyapasāda)
  6. Bentuk atau warna (rūpa atau vaṇṇa)
  7. Suara (sadda)
  8. Ganda (gandha)
  9. Rasa (rasa)
  10. Feminitas (itthibhāva / itthatta)
  11. Maskulinitas (pumbhāva / purisatta)
  12. Landasan jantung (hadayavatthu)
  13. Indra nyawa (jīvitindriya)
  14. Makanan/sari makanan (āhāra / ojā)
  15. Elemen atau unsur angkasa (ākāsadhātu)
  16. Isyarat tubuh (kāyaviññatti)
  17. Isyarat lisan (vacīviññatti)
  18. Keringanan materi (rūpassa lahutā)
  19. Kelenturan materi (rūpassa mudutā)
  20. Kecekatan materi (rūpassa kammaññatā)
  21. Produksi materi (rūpassa upacaya)
  22. Kesinambungan materi (rūpassa santati)
  23. Kelapukan materi (rūpassa jaratā)
  24. Ketidakkekalan materi (rūpassa aniccatā)

Dalam kitab suci

sunting

Dalam Tripitaka Pali, empat unsur dijelaskan secara rinci dalam diskursus-diskursus berikut:

  • Mahāhatthipadompama Sutta (MN 28)[2]
  • Mahārāhulovāda Sutta (MN 62)[3]
  • Dhātuvibhaṅga Sutta (MN 140)[4]

Empat unsur juga disebut dalam:

  • Kevaddha Sutta (DN 11)[5]
  • Satipaṭṭhāna Sutta (DN 22)
  • Satipaṭṭhāna Sutta (MN 10)
  • Chabbisodhana Sutta (MN 112)
  • Bahudhātuka Sutta (MN 115)
  • Kāyagatāsati Sutta (MN 119)[6]
  • Anāthapiṇḍikovāda Sutta (MN 143)[7]
  • Catudhātu-vaggo (SN bab 14, subbab. IV), beberapa diskursus[8]
  • Saddhammappatirūpaka Sutta (SN 16.13)[9]
  • Bīja Sutta (SN 22.54)[10]
  • Āsīvisa Sutta (SN 35.197 atau 35.238)[11]
  • Kiṁsukopama Sutta (SN 35.204 atau 35.245)[12]
  • Dutiya-mittāmacca Sutta (SN 55.17)[13]
  • Beberapa isi Saṁyutta Nikāya seperti, "Dhātu Sutta" (SN 18.9,[14] SN 25.9,[15] SN 26.9,[16] SN 27.9[17])
  • Tittha Sutta (AN 3.61)[18]
  • Nivesaka Sutta (AN 3.75)
  • Rāhula Sutta (AN 4.177)

Sebagai tambahan, kitab Visuddhimagga XI.27ff juga menyertakan bahasan yang luas tentang empat unsur.[19]

Rujukan

sunting
  1. ^ a b Kheminda, Ashin (2019-05-01). Manual Abhidhamma: Bab 6 Materi. Yayasan Dhammavihari. ISBN 978-623-95936-1-2. 
  2. ^ Thanissaro (2003b).
  3. ^ Thanissaro (2006).
  4. ^ Thanissaro (1997c).
  5. ^ Thanissaro (1997b).
  6. ^ Thanissaro (1997a).
  7. ^ Thanissaro (2003a).
  8. ^ Bodhi (2000), pp. 645–50.
  9. ^ Bodhi (2000), pp. 680–1; Thanissaro (2005).
  10. ^ Bodhi (2000), pp. 891–2; Thanissaro (2001).
  11. ^ Bodhi (2000), pp. 1237–9; Thanissaro (2004a).
  12. ^ Bodhi (2000), pp. 1251–3; Thanissaro (1998).
  13. ^ Bodhi (2000), p. 1806.
  14. ^ Bodhi (2000), p. 697.
  15. ^ Bodhi (2000), p. 1006; Thanissaro (2004b).
  16. ^ Bodhi (2000), p. 1010
  17. ^ Bodhi (2000), p. 1014; Thanissaro (1994).
  18. ^ Thanissaro (1997).
  19. ^ Buddhaghosa (1999), pp. 343ff.

Daftar pustaka

sunting