Konsili Nikea I

Revisi sejak 15 September 2015 12.49 oleh Theodoxa (bicara | kontrib) (Kredo Nicea: anakhronisme)

Konsili Nicea I, yang diselenggarakan di Nicaea, Bithynia (sekarang İznik di Turki), dan yang dihimpunkan oleh Kaisar Romawi Konstantinus Agung pada tahun 325, merupakan Konsili Ekumenis yang pertama[1] dari Gereja Kristiani, dan hasil utamanya adalah keseragaman dalam doktrin Kristiani, yang disebut Kredo Nicea. Dengan diciptakannya kredo ini, terbentuk suatu preseden bagi konsili-konsili umum (ekumenis) para uskup (sinode-sinode) untuk menyusun pokok-pokok pernyataan iman dan kanon-kanon ortodoksi doktrinal— guna mewujudkan kesatuan iman bagi seluruh umat Kristiani.

Konsili Nicea I
Waktu325 M
Diakui olehGereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur, Gereja Ortodoks Oriental, Gereja Timur Asiria
Konsili sebelumnya
Konsili Yerusalem (meskipun tidak dianggap ekumenis)
Konsili berikutnya
Konsili Konstantinopel Pertama
PenyelenggaraKaisar Konstantinus I
PemimpinUskup Aleksander dari Aleksandria
Jumlah peserta250-318 (hanya 5 orang dari Gereja Barat)
Pokok bahasanArianisme, perayaan Paskah, skisma Miletia, keabsahan baptisan oleh kaum bidaah, orang Kristen yang murtad
Dokumen dan keputusan
Pengakuan Iman Nicea yang Asli dan sekitar 20 dekrit
Daftar kronologis Konsili Ekumene
Konsili Pertama Nicea

Tujuan diselenggarakannya konsili ini adalah untuk menyelesaikan perbedaan pendapat dalam Gereja Aleksandria mengenai hakikat Yesus dalam hubungannya dengan Sang Bapa; khususnya, mengenai apakah Yesus memiliki substansi yang sama dengan Allah Bapa ataukah sekadar memiliki substansi yang serupa belaka dengan Allah Bapa. St. Aleksander dari Aleksandria dan Athanasius berpegang pada pendapat yang pertama; sedangkan seorang presbiter populer bernama Arius, yang dari namanya muncul istilah Arianisme, berpegang pada pendapat yang kedua. Konsili memutuskan bahwa pendukung Arius telah keliru (dari kira-kira 250-318 peserta, seluruhnya kecuali 2 orang, memberi suara menentang Arius[2]). Hasil lain dari konsili ini adalah kesepakatan mengenai waktu perayaan Kebangkitan Kristus (Paskha dalam Bahasa Yunani; Paskah dalam Bahasa Indonesia), hari raya terpenting dalam kalender gerejawi. Konsili memutuskan untuk merayakan hari Kebangkitan Kristus pada hari Minggu pertama sesudah bulan purnama pertama terhitung sejak vernal equinox, lepas dari Kalender Ibrani (lihat pula Quartodecimanisme). Konsili memberikan wewenang kepada Uskup Aleksandria (yang menggunakan Kalender Aleksandrian) untuk setiap tahun mengumumkan tanggal perayaan Paskah kepada rekan-rekan uskupnya.

Konsili Nicea signifikan secara historis karena konsili ini adalah upaya pertama untuk mencapai konsensus dalam Gereja melalui suatu permusyawaratan yang mewakili keseluruhan umat Kristiani.[3] "Konsili ini adalah kesempatan pertama bagi pengembangan Kristologi teknis."[3] Lebih dari pada itu, "Konstantinus, dengan menghimpun dan memimpin konsili ini, menandakan adanya kendali kekaisaran atas Gereja."[3] Suatu preseden telah ditetapkan bagi konsili-konsili umum berikutnya untuk menciptakan kredo-kredo dan kanon-kanon.

Sifat dan tujuan

 
Kaisar Konstantinus Agung mengimbau para uskup Gereja Kristiani untuk berhimpun di Nicea guna menyelesaikan perbedaan-perbedaan pendapat dalam Gereja. (mosaik dalam Hagia Sophia, Konstantinopel, sekitar tahun 1000 Masehi).

Konsili Nicea pertama diperhimpunkan oleh Konstantinus I atas rekomendasi-rekomendasi dari sebuah sinode yang dipimpin Hosius dari Cordoba pada masa Paskah tahun 325. Sinode ini bertugas menginvestigasi permasalahan yang muncul akibat kontroversi Arianisme di kawasan Timur yang berbahasa Yunani.[4] Bagi kebanyakan uskup, ajaran-ajaran Arius adalah bidaah dan berbahaya bagi keselamatan jiwa-jiwa. pada musim panas tahun 325, para uskup dari seluruh provinsi dipanggil ke Nicea (kini dikenal dengan nama İznik, di negara Turki modern), suatu lokasi yang mudah dicapai oleh mayoritas dari para uskup tersebut, khususnya mereka yang datang dari Asia Kecil, Syria, Palestina, Mesir, Yunani, dan Trakea.

Diperkirakan ada 250 sampai 318 uskup yang hadir, dari tiap wilayah Kekaisaran Romawi kecuali Britania. Konsili ini merupakan konsili umum pertama dalam sejarah Gereja sejak Konsili Apostolik di Yerusalem, yang menetapkan syarat-syarat penerimaan orang-orang non-Yahudi menjadi anggota Gereja.[5] Dalam Konsili Nicea, “Gereja mengambil langkah besar pertamanya untuk merumuskan suatu doktrin secara lebih jelas sebagai tanggapan atas tantangan dari suatu teologi bidaah.”[6] Resolusi-resolusi konsili yang ekumenis ini, ditujukan bagi Gereja secara keseluruhan.

Peserta konsili

Konstantinus mengundang seluruh dari 1800 uskup Gereja Kristiani (kira-kira 1000 uskup di Timur dan 800 uskup di Barat), akan tetapi jumlah hadirin kurang dari 1800, dan tidak diketahui secara pasti. Menurut perhitungan Eusebius dari Kaisarea, jumlah peserta mencapai 250 orang,[7] menurut Athanasius dari Aleksandria ada 318 peserta,[8] dan menurut Eustathius dari Antiokhia ada 270 peserta[9] (ketiga-tiganya hadir dalam konsili ini). Di kemudian hari, Socrates Scholasticus mencatat bahwa jumlah peserta mencapai lebih dari 300 orang,[10] dan Evagrius,[11] Hilarius,[12] Hieronimus[13] dan Rufinus mencatat ada 318 orang.

Para uskup yang berpartisipasi diberi perjalanan gratis pulang-pergi dari keuskupannya masing-masing ke lokasi konsili, serta penginapan cuma-cuma. Para uskup ini tidak datang sendirian; masing-masing diizinkan membawa serta dua orang imam dan tiga orang diakon; dengan demikian jumlah total hadirin bisa mencapai 1500 orang. Eusebius mencatat mengenai rombongan besar para pengiring yang terdiri atas para imam, diakon, dan akolit yang hampir tak terhitung jumlahnya.

Konsili ini juga penting mengingat penganiayaan terhadap umat Kristiani baru saja berakhir dengan dikeluarkannya Maklumat Milano pada Februari 313 oleh Kaisar Konstantinus dan Kaisar Licinius.

Mayoritas peserta konsili adalah para uskup dari Timur. Dari antara mereka, peringkat utama ditempati oleh tiga orang patriark: Aleksander dari Aleksandria, Eustathius dari Antiokhia, dan Makarius dari Yerusalem. Banyak dari para Bapa Konsili yang hadir— misalnya, Pafnutius dari Thebes, Potamon dari Heraklea dan Paulus dari Neokaisarea — telah bertahan sebagai saksi-saksi iman mereka dan datang ke konsili dengan tanda-tanda penganiayaan yang masih berbekas di wajah mereka. Peserta lain yang terkemuka adalah Eusebius dari Nikomedia; Eusebius dari Kaisarea; Nikolaus dari Myra; Aristakes dari Armenia (putra Santo Gregorius Sang Illuminator); Leontius dari Kaisarea; Yakub dari Nisibis, seorang mantan pertapa; Hipatius dari Granga; Protogenes dari Sardika; Melitius dari Sebastopolis; Achilleus dari Larissa; Athanasius dari Thessalia[14] dan Spyridion dari Trimythous, seorang uskup yang mencari nafkah dengan berprofesi sebagai gembala. Peserta yang berasal dari luar Kekaisaran Romawi adalah uskup Persia bernama Yohanes, uskup Goth bernama Theophilus dan Stratofilus, uskup Pitsunda di Egrisi (sekarang ini berlokasi di perbatasan Rusia dan Georgia di luar Kekaisaran Romawi).

Provinsi-provinsi berbahasa Latin mengutus sekurang-kurangnya lima wakil: Markus dari Calabria dari Italia, Cecilianus dari Kartago dari Afrika, Hosius dari Córdoba dari Hispania, Nikasius dari Dijon dari Gallia,[14] dan Domnus dari Stridon dari provinsi Danube. Paus Silvester I tidak dapat hadir, dengan alasan sudah tidak kuat lagi, namun dia diwakili oleh dua orang imam.

Di antara para asisten adalah Athanasius dari Aleksandria, seorang diakon muda dan pendamping Uskup Aleksander dari Aleksandria. Athanasius kelak membaktikan hampir sebagian besar sisa umurnya untuk melawan Arianisme. Aleksander dari Konstantinopel, yang saat itu seorang presbiter, juga hadir mewakili uskupnya yang sudah lanjut usia. .[14]

Para pendukung Arius adalah Sekundus dari Ptolemais, Theonus dari Marmarika, Zphyrius, dan Dathes, semuanya dari Libya dan Pentapolis. Pendukung lainnya adalah Eusebius dari Nikomedia,[15] Eusebius dari Kaisarea, Paulinus dari Tirus, Aktius dari Lydda, Menofantus dari Efesus, dan Theognus dari Nicea.[16][14]

"Dengan mengenakan kain ungu dan emas, Konstantinus melakukan arak-arakan masuk seremonial pada pembukaan konsili, mungkin di awal bulan Juni, namun dengan penuh penghormatan menempatkan para uskup mendahuluinya dalam arak-arakan."[5] Menurut deskripsi Eusebius, Konstantinus "sendiri lewat di tengah-tengah barisan para uskup, seperti seorang utusan Allah, mengenakan busana yang berkerlipan seakan-akan terbuat dari berkas-berkas cahaya, memantulkan warna jubah ungunya, dan bertatahkan perhiasan emas yang cemerlang serta ratna mutu manikam."[17] Dia hadir sebagai seorang pengamat, namun tidak ikut dalam pemungutan suara. Konstantinus mengorganisir konsili menurut tata-tertib Senat Romawi. "Ossius [Hosius] memimpin konsili pada saat perumusan keputusan; sangat mungkin dia, dan tentunya dua orang imam dari Roma, datang sebagai wakil Sri Paus."[5] “Eusebius dari Nikomedia kemungkinan besar menyampaikan kata sambutan."[5][18]

Agenda dan prosedur

Agenda sinode adalah:

  1. Masalah Arianisme,
  2. Tanggal perayaan Paskah,
  3. Skisma Meletia,
  4. Apakah Sang Bapa dan Sang Anak itu satu kehendak atau satu pribadi,
  5. Validitas pembaptisan yang dilakukan oleh kaum bidaah, dan
  6. Status dari orang-orang yang murtad pada masa penganiayaan Kaisar Licinius.

Konsili ini resmi dibuka pada 20 Mei, di bagian tengah istana kekaisaran, dengan diskusi pendahuluan mengenai permasalahan Arianisme. Dalam diskusi-diskusi ini, tokoh-tokoh yang menonjol adalah Arius serta beberapa pengikutnya. “Sekitar 22 uskup dalam konsili itu, dipimpin Eusebius dari Nikomedia, hadir sebagai pendukung Arius. Akan tetapi tatkala beberapa bagian dalam tulisannya yang lebih mengguncang dibacakan, tulisan-tulisan tersebut hampir secara universal dipandang sebagai hujat.”[5] Uskup Theognis dari Nicea dan Maris dari Khalsedon termasuk dalam golongan yang sebelumnya berpihak pada Arius.

Eusebius dari Kaisarea menghimbau hadirin untuk mempertimbangkan kredo-pembaptisan (symbolum) yang dipergunakan keuskupannya di Kaisarea, Palestina, sebagai sebuah bentuk rekonsiliasi. Mayoritas uskup setuju. Dulu para ahli berpendapat bahwa Kredo Nicea yang asli didasarkan atas pernyataan dari Eusebius tersebut. Kini banyak ahli berpendapat bahwa Kredo Nicea diturunkan dari kredo-pembaptisan di Yerusalem, sebagaimana yang dianjurkan oleh Hans Lietzmann. Kemungkinan lainnya adalah bahwa kredo tersebut diturunkan dari Kredo Para Rasul.

Dalam tiap kasus, selama berlangsungnya konsili, para uskup ortodoks mendapat persetujuan dari semua orang atas proposal-proposal mereka. Sesudah bersidang sebulan penuh, konsili mengeluarkan Kredo Nicea asli pada 19 Juni. Pernyataan iman ini diadopsi oleh semua “kecuali dua uskup dari Libya yang sejak semula sangat berpihak pada Arius.”[6] Tidak ada catatan historis mengenai ketidaksetujuan mereka; selain bahwa tanda tangan dari kedua uskup tersebut tidak tercantum dalam kredo.

Kontroversi Arian

Kontroversi Arian adalah pertentangan Kristologis yang timbul di Aleksandria antara para pengikut Arius (kaum Arian) dan para pengikut Santo Aleksander dari Aleksandria (kini disebut kaum Homoousian). Aleksander dan para pengikutnya meyakini bahwa Sang Putera memilki substansi yang sama dengan Sang Bapa, abadi bersama Sang Bapa. Kaum Arian meyakini bahwa Sang Bapa dan sang putera itu berbeda dan sang putera itu, sekalipun mungkin adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, tetaplah suatu ciptaan belaka.

Selama sekitar dua bulan, kedua belah pihak berpendapat dan berdebat, dengan menarik dari Alkitabnya masing-masing untuk membenarkan pendapatnya. Menurut banyak pihak, debat menjadi begitu panas hingga pada satu titik, Arius ditampar wajahnya oleh Nicholas dari Myra, yang kemudian akan dikanonisasi.

Kebanyakan perdebatan berkisar seputar masalah perbedaan antara "dilahirkan" atau "diciptakan" dan "diperanakkan". Kaum Arian menyamakan ketiga hal tersebut; para pengikut Aleksander membedakannya. Sesungguhnya, makna persis dari banyak kata yang dipergunakan dalam perdebatan-perdebatan di Nicea masih tidak jelas bagi para penutur bahasa-bahasa lain. Kosa kata Yunani seperti "esensi" (ousia), "substansi" (Hypostasis), "sifat" (physis), "pribadi" (prosopon) mengandung serangkaian makna yang berasal dari para filsuf pra_Kristiani, yang dapat menimbulkan kesalahpahaman bila tidak diterangkan. Kata homoousia, khususnya, awalnya tidak disukai banyak uskup karena kaitannya dengan kaum bidaah Gnostik (yang menggunakannya dalam teologi mereka), dan karena kata itu telah dikutuk dalam Sinode-sinode Antiokhia tahun 264-268.

Arius menyatakan bahwa anak Tuhan adalah makhluk, terbuat dari ketiadaan, dan bahwa ia adalah ciptaan pertama Tuhan, sebelum segala masa. Dan ia berpendapat bahwa segala sesuatu yang lain diciptakan melalui anak. Dengan demikian, kata Arian, hanya anak itu yang langsung dibuat dan milik Tuhan, dan karenanya ada waktu dimana dia tak punya eksistensi. Arius percaya bahwa putra Yesus memiliki kehendak bebasnya sendiri terkait benar dan yang salah, bukan sekedar robot atau avatar berbentuk manusia yang tak punya kehendak sendiri. Tuhan tak bisa mati, meski dalam bentuk apapun, kecuali hanya berpura-pura mati. Arian menarik dari Alkitab, mengutip ayat-ayat seperti Yohanes 14:28: "Bapa lebih besar daripada aku", dan juga Kolose 1:15: "Sulung dari semua ciptaan." Dosa melanggar perintah Tuhan tak bisa ditebus dengan dosa membunuh Tuhan, karena dosa adalah urusan makhluk dengan Tuhannya. Iblis tak memiliki kuasa maut atas manusia, sehingga mustahil tuhan mati dan merebut kunci maut yang tak pernah dimiliki iblis.

Pihak Homoousian meyakini bahwa tindakan mengikuti pandangan kaum Arian berarti menghancurkan kesatuan Allah, dan menjadikan Sang Putera tidak setara dengan Sang Bapa, bertentangan dengan Kitab Suci ("Bapa dan Aku adalah satu", Yohanes 10:30). Kaum Arian, di lain pihak, meyakini bahwa karena Allah Bapa menciptakan Sang Putera, maka Sang Putera itu keluar dari Sang Bapa, berarti lebih rendah dari Sang Bapa, Sang Bapa itu bersifat abadi, Sang Putera diciptakan kemudian, jadi, tidak bersifat abadi. Pihak Arian juga menggunakan landasan ayat-ayat Kitab Suci seperti Yohanes 14:28: "Bapa lebih besar daripada Aku". Pihak Homoousian melawan argumen pihak Arian dengan mengatakan bahwa aspek kebapaan dari Sang Bapa, sebagaimana segala atribut Sang Bapa, bersifat abadi. Jadi, Sang Bapa itu senantiasa seorang Bapa, dan oleh karena itu Sang Putera senantiasa ada bersama-sama dengan Sang Bapa.

Konsili menyatakan bahwa Sang Bapa dan Sang Putera memiliki substansi yang sama dan abadi bersama-sama, dengan mendasarkan deklarasi tersebut pada klaim bahwa inilah rumusan iman Kristiani tradisional yang diwariskan para Rasul. Keyakinan ini diungkapkan dalam Kredo Nicea.

Kredo Nicea

 
Ikon yang menggambarkan Para Bapa Suci dari Konsili Nicea Pertama (325) memegang Kredo Nicea (381).

Secara keseluruhan, ada banyak kredo yang dapat diterima para peserta konsili. Dari perspektifnya sendiri, Arius pun dapat mengutip salah satu dari kredo-kredo tersebut.

Akan tetapi bagi Uskup Aleksander dan yang lainnya, perlu ada kejelasan yang lebih mendalam. Beberapa unsur khusus, yang mungkin sumbangan Hosius dari Cordova, ditambahkan ke dalam Kredo Nicea.

  1. Yesus Kristus digambarkan sebagai "Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah sejati dari Allah sejati," yang menyatakan keillahianNya. Walaupun semua terang bersumber dari alam, esensi dari terang itu dianggap identik, apapun bentuknya.
  2. Yesus Kristus dikatakan "diperanakkan, bukan dijadikan," menyatakan keabadianNya bersama Allah, dan menegaskannya dengan menyatakan perananNya dalam Penciptaan.
  3. Akhirnya, Yesus Kristus dikatakan "berasal dari substansi Sang Bapa," yang bertentangan secara langsung dengan Arianisme. Beberapa orang menghubung-hubungkan istilah Konsubstansial, yakni, "memiliki substansi yang sama " (dengan Sang Bapa), dengan Konstantinus yang, untuk khusus untuk pokok bahasan ini, dapat memilih untuk menerapkan wewenangnya.

Dari butir ke-3 hanya kalimat "dan akan Roh Kudus" yang tersisa; Kredo Nicea asli diakhiri dengan kalimat ini. Selanjutnya diikuti kanon-kanon konsili. Jadi, bukannya sebuah kredo-pembaptisan yang dapat diterima oleh baik kubu homoousian maupun kubu Arian, sebagaimana yang diusulkan Eusebius, konsili justru mengeluarkan kredo yang tidak rancu dalam aspek-aspek yang menyentuh poin-poin yang dipertentangkan oleh kedua kubu, dan kredo yang bertentangan dengan keyakinan kubu Arian. Sedari dulu berbagai kredo dimanfaatkan sebagai sarana identifikasi oleh umat Kristiani, sebagai sarana inklusi dan pengakuan, khususnya pada pembaptisan. Di Roma, misalnya, Kredo Para Rasul populer, teristimewa untuk digunakan pada masa Prapaskah dan masa Paskah. Dalam konsili Nicea, satu kredo khusus digunakan untuk mendefinisikan iman Gereja dengan jelas, untuk merangkul orang-orang yang mengimaninya, dan untuk mendepak orang-orang yang tidak mengimaninya.

Naskah pernyataan iman ini terlestarikan dalam sepucuk surat dari Eusebius kepada umatnya, dalam tulisan Atanasius, dan beberapa tulisan lainnya. Sekalipun pihak anti-Arian yang paling lantang bersuara, yakni kubu Homoousian (dari kata Bahasa Yunani Koine yang diterjemahkan "substansi yang sama" yang dikutuk dalam Konsili Antiokhia pada 264-268), adalah minoritas, kredo tersebut diterima oleh konsili sebagai sebuah pengungkapan iman bersama para uskup dan iman purba seluruh Gereja.

Uskup Hosius dari Cordova, salah satu Homoousian yang gigih, membantu menuntun konsili mencapai konsensus. Selama berlangsungnya konsili, dia menjadi orang kepercayaan kaisar dalam segala perkara Gereja. Nama Hosius tertera pada awal daftar nama para uskup, dan Atanasius mengaitkan perumusan aktual dari kredo Nicea dengan Hosius. Pemimpin-pemimpin besar seperti Eustathius dari Antiokhia, Aleksander dari Aleksandria, Atanasius, dan Marcellus dari Ancyra semuanya sepakat dengan pendapat kubu Homoousian.

Meskipun bersimpati pada Arius, Eusebius dari Kaisarea menerima keputusan-keputusan konsili, menerima keseluruhan kredo. Para uskup pendukung awal Arius kecil jumlahnya. Sesudah sebulan berdiskusi, pada 19 Juni, hanya dua uskup yang tersisa: Theonas dari Marmarica di Libya, dan Secundus dari Ptolemais. Maris dari Khalsedon, yang mula-mula mendukung Arianisme, menyepakati keseluruhan kredo. Eusebius dari Nikomedia dan Theognis dari Nice juga setuju, kecuali untuk pernyataan-pernyataan tertentu.

Kaisar menggenapi pernyataan awalnya: barang siapa yang menolak kredo ini akan dihukum buang. Arius, Theonas, dan Sekundus menolak menerima kredo tersebut, dan oleh karena itu dibuang ke pengasingan, selain diekskomunikasi. Karya-karya tulis Arius diperintahkan untuk disita dan dimusnahkan dengan api.[19] Meskipun demikian, kontroversi yang terlanjur marak itu terus berlanjut di berbagai wilayah kekaisaran.

Masalah-masalah lain

Lalu para uskup memulai pemebahasan menentang skisma Meletia. Pendirinya diskors dari jabatannya namun tidak diturunkan kedudukannya ataupun dibuang.

Akhirnya, konsili merumuskan dua puluh hukum gereja yang baru, yang disebut kanon, (meskipun jumlah yang persisnya dapat diperdebatkan, lihat [4]), yaitu aturan-aturan disiplin yang tidak berubah. Ke-20 hukum tersebut sebagaimana didaftarkan dalam Para Bapak Nicea dan Pasca-Nicea adalah sebagai berikut:[5]

1. larangan pengebirian diri sendiri; (lihat Origenes)
2. penetapan syarat-syarat minimum untuk katekismus;
3. melarang hadirnya seorang perempuan muda di rumah seorang rohaniwan karena hal itu dapat menyebabkan kecurigaan terhadap sang rohaniwan ;
4. penahbisan seorang uskup di hadapan sekurang-kurangnya tiga uskup provinsial dan pengukuhan oleh metropolitan;
5. dua sinode wilayah harus diselenggarakan setiap tahunnya;
6. pengakuan wibawa luar biasa untuk para uskup dari Alexandria dan Roma, untuk wilayah mereka masing-masing;
7. pengakuan terhadap hak-hak kehormatan dari takhta suci Yerusalem;
8. syarat persetujuan dengan kaum Novatian;
9–14. syarat untuk prosedur yang lunak terhadap orang yang murtad pada masa penganiayaan di bawah Licinius;
15–16. larangan pemecatan terhadap imam;
17. larangan riba di antara para rohaniwan;
18. para uskup dan presbiter akan terlebih dulu menerima Perjamuan Kudus (Ekaristi) sebelum para diaken;
19. pernyataan bahwa baptisan yang dilakukan oleh para penyesat tidak sah;
20. larangan berlutut selama liturgi, pada hari Minggu dan selama 50 hari Masa Paskah ["pentakosta"]. Berdiri adalah sikap normatif untuk berdoa pada saat ini, dan hal ini masih dilakukan di antara kaum Ortodoks Timur. (Kelak, Gereja Barat menerima istilah Pentakosta untuk merujuk pada hari Minggu terakhir dari Masa Paskah, yaitu hari ke-50.) Untuk teks lengkap mengenai larangan berlutut, dalam bahasa Yunani dan terjemahan bahasa Inggris, lihat kanon 20 dari akta konsili.

Sebagai kesimpulan, pada 25 Juli 325, para uskup di konsili itu merayakan ulang tahun ke-20 kaisar. Dalam pidato sambutannya, Konstantin sekali lagi memberitahukan kepada hadirin betapa ia membenci pertikaian dogmatis. Ia ingin Gereja hidup dalam keharmonisan dan damai. Dalam sebuah surat edaran, ia mengumumkan tercapainya kesatuan praktik oleh seluruh Gereja pada hari perayaan Paskah Kristen.

Namun sinode ini tidak tegas. Arius serta teman-temannya dihukum bersamanya dan kaum Meletia memperoleh kembali hampir semua hak mereka yang sebelumnya telah lenyap. Selain itu Arianisme terus menyebar dan menyebabkan perpecahan di dalam Gereja, sepanjang sisa abad ke-4.

Referensi

  1. ^ Ekumenis, dari kata dalam Bahasa Yunani Koine oikoumenikos, yang secara harafiah berarti sedunia namun umumnya berarti seluruh wilayah Kekaisaran Romawi karena Kaisar Augustus pernah menyebut dirinya sebagai pemimpin oikoumene/dunia; istilah ini untuk pertama kalinya dipergunakan untuk menyebut suatu konsili oleh Eusebius dalam karya tulisnya Riwayat Hidup Konstantinus 3.6[1] sekitar tahun 338, yakni pada kalimat "σύνοδον οἰκουμενικὴν συνεκρότει" (dia menghimpun sebuah konsili Ekumenis), dan oleh Athanasius dalam karya tulisnya Ad Afros Epistola Synodica pada tahun 369[2], serta dalam sepucuk surat pada tahun 382 yang ditujukan kepada Paus Damasus I beserta para uskup Latin dari Konsili Konstantinopel Pertama[3]
  2. ^ Schaff's History of the Christian Church, Jilid III, Nicene and Post-Nicene Christianity, § 120. The Council of Nicaea, 325: "Hanya dua uskup Mesir, Theonas dan Secundus, yang bersikeras menolak menandatangani dekrit konsili, dan kemudian diusir bersama Arius ke Illyria. Buku-buku karya Arius dibakar dan para pengikutnya dicap sebagai musuh-musuh Kekristenan."
  3. ^ a b c Richard Kieckhefer (1989). "Papacy". Dictionary of the Middle Ages. ISBN 0-684-18275-0
  4. ^ Carroll, 10
  5. ^ a b c d e Carroll, 11
  6. ^ a b Carroll, 12
  7. ^ Eusebius of Caesaria. "Riwayat Hidup Konstantinus (Buku III)". hlm. Bab 9. Diakses tanggal 2006-05-08. 
  8. ^ Ad Afros Epistola Synodica 2
  9. ^ Theodoret H.E. 1.7
  10. ^ H.E. 1.8
  11. ^ H.E. 3.31
  12. ^ Contra Constantium
  13. ^ Chronicon
  14. ^ a b c d Atiya, Aziz S.. The Coptic Encyclopedia. New York:Macmillan Publishing Company, 1991. ISBN 0-02-897025-X.
  15. ^ Philostorgius, in Photius, Epitome of the Ecclesiastical History of Philostorgius, buku 1, bab 9.
  16. ^ Philostorgius, in Photius, Epitome of the Ecclesiastical History of Philostorgius, buku 1, bab 9.
  17. ^ Eusebius, Riwayat Hidup Kaisar Konstantinus Yang Terberkati, Buku 3, Bab 10.
  18. ^ Daftar asli dari para peserta dapat terdapat dalam Patrum Nicaenorum nomina Latine, Graece, Coptice, Syriace, Arabice, Armeniace, ed. Henricus Gelzer, Henricus Hilgenfeld, Otto Cuntz. edisi ke-2. (Stuttgart: Teubner, 1995)
  19. ^ "Socrates Church History Chapter IX". 

Lihat pula

Bibliografi

Sumber-sumber primer:
Sumber-sumber sekunder:

Pranala luar