Ludwig yang Saleh
Ludwig yang Saleh (778 – 20 June 840), juga disebut yang Adil, dan Debonaire,[1] merupakan Raja Aquitaine dari tahun 781. Ia juga adalah Raja Franka dan rekan-Kaisar (sebagai Ludwig I) dengan ayahandanya, Charlemagne, Kekaisaran Romawi Suci dari tahun 813.
Ludwig yang Saleh | |
---|---|
Raja Franka | |
Berkuasa | 814–840 |
Perancis | 13 September 813, Aachen |
Pendahulu | Charlemagne |
Penerus | Lothair I Ludwig II Karl yang Botak |
Kaisar Romawi Suci | |
Berkuasa | 813–840 |
Penobatan | Oleh Paus Stefanus IV: 5 Oktober 816, Reims |
Pendahulu | Charlemagne |
Penerus | Lothair I |
Raja Aquitaine | |
Berkuasa | 781–814 |
Pendahulu | Karel I sebagai Raja Franka |
Penerus | Pippin I |
Kelahiran | 778 Cassinogilum |
Kematian | 20 Juni 840 (umur 61–62) Ingelheim am Rhein |
Pemakaman | |
Pasangan | Ermengarde dari Hesbaye Judith dari bayern |
Keturunan | |
Wangsa | Karoling |
Ayah | Charlemagne |
Ibu | Hildegarde |
Ia adalah putra Charlemagne and Hildegard, ia menjadi pemimpin tunggal Franka setelah kematian ayahandanya di tahun 814, jabatan yang dipegangnya sampai kematiannya, selain di tahun 833–34, dimana ia dipecat.
Selama pemerintahannya di Aquitaine, Ludwig bertanggung jawab dengan pertahanan perbatasan barat daya kekaisaran. Ia menaklukkan Barcelona dari Muslim di tahun 801 dan menegaskan otoritas Franka atas Pamplona dan Basque, Pirenia selatan di tahun 812. Sebagai kaisar ia mengikutsertakan putra-putranya yang dewasa, Lothair I, Pippin I, dan Ludwig II, di dalam pemerintahan dan mendirikan divisi kerajaan yang cocok di antara mereka. Dekade pertama pemerintahannya ditandai oleh beberapa tragedi yang memalukan, terutama perlakuan brutal keponakannya, Bernard dari Italia, dimana Ludwig dihina di depan umum.
Pada tahun 830-an kerajaannya dirusak oleh perang saudara di antara putra-putranya, yang diperparah oleh upaya Ludwig untuk mengikutsertakan putranya Karl dengan istri keduanya di dalam rencana suksesi Meskipun pemerintahannya berakhir di nilai yang tinggi, dengan aturan sebagian besar dikembalikan ke kerajaannya, hal tersebut diikuti oleh perang saudara selama tiga tahun. Ludwig dianggap kurang beruntung daripada ayahandanya, meskipun masalah yang ia hadapi jelas berbeda.
Kelahiran dan memerintah di Aquitaine
Ludwig dilahirkan ketika ayahandanya, Karel yang Agung sedang kampanye di Spanyol, di villa Karoling, Cassinogilum, menurut Einhard dan penulis sejarah anonim yang disebut Vita Hludovici; Lokasi tempat ini biasanya dikenal dengan nama Chasseneuil, di dekat Poitiers.[2] Ia merupakan putra ketiga karel dan istrinya Hildegard. Kakeknya adalah Pippin yang Pendek.
Ludwig dinobatkan sebagai Raja Aquitaine ketika ia masih bocah pada tahun 781[3] dan dikirim ke sana bersama beberapa bupati dan sebuah istana. Karel membuat cabang-kerajaan untuk mengamankan perbatasan kerajaannya setelah kehancuran dari peperangan melawan bangsa Aquitaine dan Basque di bawah pimpinan Waïfre (menyerah skt. 768) dan kemudian Hunald I, yang memuncak di dalam Pertempuran Roncesvalles (778). Karel menginginkan Ludwig dibesarkan di wilayah dimana ia memerintah. Namun di tahun 785, waspada akan kebiasaan putranya yang mungkin telah diambilnya di Aquitaine, Karel mengirimkannya ke Aquitaine dan Ludwig menghadiri Konsili Paderborn di kerajaan dengan mengenakan pakaian kostum Basque seperti layaknya para pemuda lainnya di masa itu, yang menimbulkan kesan yang baik di Toulouse, karena Basque dari Gascogne adalah andalan pasukan Aquitaine.
Di tahun 794, Karel menetapkan empat bekas villa Galia Romawi kepada Ludwig, yang berpendapat bahwa ia akan menggilir tempat-tempat tersebut sebagai tempat tinggal musim dinginnya: Doué-la-Fontaine yang sekarang Anjou, Ébreuil di Allier, Angeac-Charente, dan yang bersengketa Cassinogilum. Niat Karel adalah untuk melihat seluruh putranya dibesarkan seperti penduduk asli di wilayah yang diberikan kepada mereka, dengan mengenakan kostum nasional dari wilayah yang dikuasainya dan memahami adat istiadat setempat. Dengan demikian anak-anak dikirim ke kerajaan masing-masing di usianya yang begitu muda. Setiap kerajaan memiliki kepetingan di dalam menjaga beberapa perbatasan, seperti untuk Ludwig adalah Marca Hispánica. Di tahun 797, Barcelona, kota terbesar Marca, jatuh ke Suku Franka ketika Zeid, gubernurnya, memberontak melawan Kordoba namun gagal dan akhirnya menyerah kepada mereka. Kekuasaan Kekhalifahan Umayyah direbut kembali di tahun 799. Namun Ludwig memeprsiapkan seluruh pasukannya di kerajaan termasuk Gascogne beserta adipati Lupus Sancho, Provençal di bawah pimpinan Leibulf, dan Visigoth di bawah pimpinan Berà, atas Pirenia dan mendudukinya selama dua tahun, musim dingin disana dari tahun 800 sampai 801, ketika diserahkan.[4] Namun putra-putra Karel tidak diberikan kebebasan dari kekuasaan pusat, dan Karel menanamkan di dalamnya konsep dan kesatuan kerajaan dengan mengirimkan mereka ke ekspedisi militer jauh dari basis kediaman mereka. Ludwig berkampanye di Mezzogiorno, Italia melawan Kadipaten Benevento setidaknya sekali.
Ludwig merupakan salah satu dari ketiga putra Karel yang sah yang selamat sampai dewasa. Ia memiliki saudara kembar, Lothar yang meninggal ketika ia masih bocah. Menurut adat suku Franka, Ludwig diharapkan untuk berbagi warisan dengan saudara-saudaranya, Karl dari Ingelheim, Raja Neustria, dan Pippin, Raja Italia. Di dalam Divisio Regnorum tahun 806, Karel telah menetapkan putranya, Karl sebagai ahli warisnya sebagai kaisar dan raja kepala, yang memerintah di jantung Franka, Neustria dan Austrasia, dan memberikan Pippin Mahkota besi Lombardia, yang dimiliki oleh Karel melalui penaklukan. Untuk Ludwig kerajaan Aquitaine, ia menambahkan Septimania, Provence, dan bagian dari Bourgogne.
Namun malangnya putra-putra sah Karel lainnya meninggal – Pippin di tahun 810 dan Karl di tahun 811 – dan tinggal Ludwig sendiri yang dimahkotai sebagai rekan-kaisar dengan Karel di tahun 813. Setelah kematian ayahandanya di tahun 814, ia menjadi ahli waris kerajaan Franka beserta seluruh hartanya (dengan pengecualian tunggal Italia, yang tetap berada di dalam kerajaan Ludwig, namun berada di bawah pemerintahan langsung dari Bernard, putra Pippin).
Kaisar
Ketika berada di villanya, Doué-la-Fontaine, Anjou, Ludwig menerima berita kematian ayahandanya.[5] Ia bergegas ke Aachen dan memahkotai dirinya sendiri sebagai kaisar disambut dengan teriakan Vivat Imperator Ludovicus oleh para bangsawan yang hadir.[5]
Dari awal pemerintahannya, mata uangnya meniru potret ayahandanya Karel yang Agung, yang menciptakan gambaran kekuasaan kekaisaran dan prestise.[5] Ia segera mengirim saudari-saudarinya yang belum menikah ke biara, untuk menghindari kemungkinan konflik dari saudara ipar yang lebih berkuasa.[5] Ia mengampuni saudara-saudara tirinya dan mendesak sepupu-sepupu ayahandanya, Adalhard dan Wala untuk ditonsur dan mengirim mereka ke Île de Noirmoutier dan Corbie, berturu-turut, meskipun oknum yang terakhir itu setia.[6]
Beberapa konselor utamanya adalah Bernard, markgraf Septimania, dan Ebo, Keuskupan Reims. Tokoh yang terakhir lahir sebagai budak dan dibesarkan oleh Ludwig di istana dan mengkhianatinya kemudian. Ia menahan beberapa menteri ayahandanya, seperti Elisachar, kepala biara St. Maximin di dekat Trier, dan Hildebold, Keuskupan Köln. Kemudian ia menggantikan Elisachar dengan Hildwin, kepala dari banyak biara.
Ia juga mempekerjakan Benediktus dari Aniane (Benediktus kedua), seorang Septimania dari Visigoth dan pendiri monastik, untuk membantunya mereformasi gereja Franka. Salah satu reformasi utama Benediktus adalah untuk memastikan bahwa semua tempat agama di wilayah kerajaan Ludwig berpegang pada Peraturan Santo Benediktus, yang dinamakan sama seperti penciptanya, Benediktus dari Nursia (480–550), Benediktus pertama.
Di tahun 816, Paus Stefanus IV, yang menggantikan Paus Leo III, mengunjungi Reims dan sekali lagi memahkotai Ludwig (Di hari Minggu, tanggal 5 Oktober). Kaisar dengan demikian memperkuat kepausan dengan mengakui pentingnya paus di dalam penobatan kekaisaran.
Ordinatio imperii
Pada Kamis Putih 817 (9 April), Ludwig dan istananya melintasi galeri kayu dari katedral ke istana di Aachen ketika galeri tersebut runtuh dan membunuh banyak orang. Ludwig yang nyaris tewas dan baru saja terbebas dari bahaya kematian kemudian mulai merencanakan suksesi; tiga bulan kemudian ia mengeluarkan sebuah Ordinatio Imperii, sebuah dekrit kaisar yang menata rencana pengaturan suksesi. Di tahun 815, ia telah memberikan kedua putra sulungnya sebuah bagian di dalam pemerintahan, ketika ia mengirimkan putra-putranya yang lebih tua Lothair I dan Pippin I masing-masing untuk memerintah Bayern dan Aquitaine, meskipun tanpa gelar kerajaan. Sekarang ia memproses pembagian kerajaan diantara ketiga putranya:
- Lothair I diumumkan dan dimahkotai sebagai rekan-kaisar di Aachen oleh ayahandanya. Ia dijanjikan suksesi sebagian besar wilayah kekuasaan Franka (kecuali untuk wilayah yang dibawah ini), dan akan menjadi tua dari saudara-saudara dan sepupu-sepupunya.
- Pippin I diumumkan sebagai Raja Aquitaine, wilayahnya termasuk Gascogne, perbatasan di sekitar Toulouse, dan provinsi-provinsi Carcassonne, Autun, Avallon dan Nevers.
- Ludwig II, putra bungsu diumumkan sebagai Raja Bayern serta perbatasan-perbatasan tetangganya.
Jika salah satu raja bawahan meninggal, ia akan digantikan oleh putra-putranya. Jika ia meninggal tanpa keturunan, Lothair akan menjadi ahli waris kerajaan tersebut. Jika Lothair meninggal tanpa keturunan laki-laki, maka salah satu dari putra-putra Ludwig yang lebih muda akan dipilih untuk menggantikannya oleh "rakyat". Di atas semua itu, Kekaisaran tidak akan dibagi: Kaisar akan menjadi penguasa tertinggi atas raja-raja bawahan, dan taat kepadanya merupakan suatu kewajiban.
Dengan penyelesaian ini, Ludwig mencoba untuk menggabungkan rasa persatuan Kekaisaran, yang didukung oleh para ulama, serta di saat yang sama memberikan posisi kepada seluruh putranya, daripada memperlakukan mereka dengan status dan wilayah yang sama. Ia mengangkat putra sulungnya Lothair di atas saudara-saudaranya yang lebih muda dan memberinya bagian yang terbesar dari kerajaan.
Pemberontakan Bernard dan pengakuan dosa Ludwig
Ordinatio imperii Aachen membuat Bernard dari Italia di dalam posisi yang labil dan bawahan sebagai raja Italia, sehingga ia mulai merencanakan untuk mendeklarasi kemerdekaan setelah mendengar hal itu. Ludwig langsung mengarahkan pasukannya menuju Italia, dan seorang diri memperjuangkan Chalon-sur-Saône. Terintimidasi oleh gerakan cepat kaisar, Bernard menemui pamandanya di Chalon dengan sebuah undangan dan menyerah. Ia dibawa ke Aachen oleh Ludwig, dan disana ia diadili dan dihukum mati karena berkhianat. Bernard meninggal setelah dua hari penderitaan. Yang lainnya juga ikut menderita: Theodulf dari Orléans, yang turun pamornya setelah kematian Karel, dituduh telah mendukung pemberontakan dan ia dibuang ke dalam sebuah penjara monastik dan meninggal tak lama kemudian, konon ia telah diracuni.[7] Nasib keponakannya sangat menyentuh hati nurani Ludwig di sepanjang sisa hidupnya.
Di tahun 822, sebagai seorang pria yang saleh, Ludwig membuat pengakuan dosa karena telah menyebabkan kematian Bernard, di istananya di Attigny dekat Vouziers, Ardennes, di depan Paus Paskalis I, dan dewan rohaniwan dan bangsawan kerajaan yang menyelenggarakan rekonsiliasi dari Ludwig dengan ketiga saudara tirinya, Hugues yang segera ia jadikan kepala biara St-Quentin, Drogo yang segera ia jadikan Uskup Metz|, dan Theodoric. Tindakan penyesalan ini, sebagian karena persaingannya dengan Theodosius I menimbulkan penurunan prestisenya sebagai penguasa Suku Franka, karena ia juga membacakan daftar pelanggaran ringan tentang tidak adanya penguasa duniawi yang akan mengambil pemberitahuan. Ia juga membuat kesalahan mengerikan dengan melepaskan Wala dan Adalard dari kurungan biara mereka, dan menempatkan yang pertama di dalam sebuah posisi di dalam istana Lothair dan yang terakhir di tempatnya sendiri.
Peperangan di perbatasan
Di awal pemerintahan Ludwig, banyak suku seperti – Dane, Obotrite, Slovenia, Breton, Basque – yang menghuni perbatasan wilayahnya masih segan akan kekuasaan kekaisaran Franka dan tidak berani menimbulkan masalah apapun. Namun pada tahun 816, suku Sorb memberontak dan dengan cepat diikuti oleh Slavomir, kepala suku Obotrite, yang ditangkap dan diabaikan oleh bangsanya sendiri, ia digantikan oleh Ceadrag di tahun 818. Tak lama kemudian, Ceadrag-pun berbalik melawan Suku Franka dan bersekutu dengan Dane, yang akan menjadi ancaman terbesar suku Franka dalam waktu singkat.
Ancaman Slavik yang lebih besar berkumpul di tenggara. Disana, Liudewit, adipati Panonia, mencemarkan perbatasan di sungai-sungai Drava dan Sava. Cadolah, Markgraf Friuli, dikirim untuk melawannya namun ia meninggal di kampanye dan pada tahun 820, wilayah markgrafnya diserang oleh suku Slovenia. Di tahun 821, sebuah persekutuan dibuat dengan Borna, adipati Dalmasia, dan Liudewit ditaklukkan. Di tahun 824 beberapa suku Slav di bagian barat utara Bulgaria mengakui kedaulatan Ludwig dan setelah ia enggan menyelesaikan masalah secara damai dengan penguasa Bulgaria, Omurtag, di tahun 827 Bulgaria menyerang Franka di Panonia dan memenangkan kembali wilayah mereka.
Di sisi selatan wilayah kerajaannya, Ludwig harus mengendalikan pangeran-pangeran Benevento dari Langobardi yang tidak pernah ditaklukkan oleh Karel. Ia menarik janji dari Pangeran-pangeran Grimoaldo IV dan Sicone, namun tidak berhasil.
Di perbatasan barat daya, masalah-masalah dimulai ketika di sekitar tahun 812, Ludwig menyeberangi Pirenia barat 'untuk menyelesaikan masalah-masalah' di Pamplona. Ekspedisi itu membuka jalan kembali ke utara, dimana ia lolos dari upaya penyergapan yang diatur oleh Basque di jalan masuk Roncevaux berkat tidakan pencegahan yang diambilnya dengan sandera. Seguin I Lupo, adipati Gascogne, yang dipecat oleh Ludwig di tahun 816 diduga karena gagal menekan atau berkolaborasi dengan pemberontakan Basque selatan dari Pirenia barat, sehingga memicu pemberontakan suku Basque yang dipadamkan oleh kaisar Franka di Dax. Seguin digantikan oleh Lop Centullo III, yang diambil kembali oleh kaisar di tahun 818. Di tahun 820 dari sebuah rapat di Quierzy diputuskan untuk mengirim sebuah ekspedisi melawan Kekhalifahan Kordoba (827). Beberapa comte yang bertanggung jawab atas pasukan tersebut adalah, Hugues III, Comte Tours, dan Matfrid, Comte Orléans, yang lamban dalam bertindak sehingga ekspedisi tersebut gagal.
Perang saudara pertama
Di tahun 818, begitu Ludwig kembali dari sebuah kampanye di Bretagne, ia disambut oleh berita kematian istrinya, Ermengarde. Ermengarde adalah putri Ingerman, adipati Hesbaye. Ludwig akrab dengan istrinya yang terlibat di dalam membuat kebijakan. Terdapat rumor bahwa ia telah memainkan peran di dalam kematian keponakannya dan Ludwig sendiri percaya kematiannya sendiri adalah balasan Tuhan untuknya. Butuh berbulan-bulan lamanya bagi para pejabat dan penasehatnya untuk meyakinkannya menikah lagi, yang akhirnya dilakukannya di tahun 820 dengan Judith, putri Welf I, comte Weingarten, Württemberg. Di tahun 823 Judith melahirkan seorang putra yang diberi nama Karl.
Kelahiran dari bayi tersebut merusak Partisi Aachen, karena Ludwig berupaya untuk menyediakan pertahanan untuknya agar dapat mengimbangi beberapa kakandanya dan dua dekade terakhir pemerintahannya ditandai oleh perang saudara.
Di Worms pada tahun 829, Ludwig memberikan Karl Alemannia dengan gelar raja atau adipati (beberapa sejarawan berbeda di sini), sehingga menimbulkan kemarahan putranya dan rekan-kaisar Lothair,[8] yang bagian dari yang telah dijanjikan telah demikian berkurang. Pemberontakan itu segera ditangani.
Dengan desakan dari Wala yang dendam dan kerjasama dari saudara-saudaranya, Lothair menuduh Judith berzinah dengan Bernard dari Septimania, bahkan menyarankan Bernard menjadi ayah sejati Karl. Ebo dan Hildwin meninggalkan kaisar pada saat itu, Bernard pamornya lebih tinggi daripada mereka. Agobard, Keuskupan Lyon, dan Jesse, Keuskupan Amiens, juga menentang pembagian kembali kekaisaran dan meminjamkan prestise uskup mereka untuk para pemberontak.
Di tahun 830, dengan desakan Wala bahwa Bernard dari Septimania berkomplot melawannya, Pippin dari Aquitaine memimpin sebuah pasukan dari Gascogne, dengan dukungan dari para tokoh Neustria, sepanjang jalan ke Paris. Di Verberie, Ludwig II bergabung dengannya. Pada saat itu, kaisar kembali dari kampanye lain di Bretagne dan mengetahui bahwa kerajaannya sendiri sedang berperang. Ia berbaris sampai sejauh Compiègne, sebuah kota kerajaan kuno, sebelum dikepung oleh pasukan Pippin dan ditangkap. Judith dipenjarakan di Poitiers dan Bernard melarikan diri ke Barcelona.
Kemudian Lothair akhirnya berangkat dengan pasukan Lombardia besar, namun Ludwig telah menjanjikan putra-putranya Ludwig II dan Pippin dari Aquitaine warisan yang lebih besar, yang mengalihkan kesetiaan dengan mendukung ayahanda mereka. Ketika Lothair mencoba untuk memanggil dewan umum dari kerajaan Nijmegen, di jantung Austrasia, bangsa Austrasia dan Rheinland berikut pengikutnya, dan putra-putra yang membangkang dipaksa untuk membebaskan ayahanda mereka dan takluk kepadanya (831). Lothair diampuni namun gelarnya dicabut dan ia dibuang ke Italia.
Pippin kembali ke Aquitaine dan Judith – setelah dipaksa mempermalukan dirinya sendiri dengan sumpah tak bersalah – di istana Ludwig. Hanya Wala yang menderita berat, dengan melakukan perjalanan ke sebuah biara yang terpencil di tepi Danau Jenewa. Meskipun Hilduin, kepala biara Saint-Denis, diasingkan ke Paderborn sedangkan Elisachar dan Matfrid di utara pegunungan Alpen dilucuti gelarnya; mereka tidak kehilangan kebebasan mereka.
Catatan
- ^ bahasa Jerman: Ludwig der Fromme, bahasa Prancis: Louis le Pieux atau Louis le Débonnaire, bahasa Italia: Luigi il Pio atau Ludovico il Pio, bahasa Spanyol: Luis el Piadoso atau Ludovico Pío.
- ^ Einhard gives the name of his birthplace as Cassanoilum. In addition to Chasseneuil near Poitiers, scholars have suggested that Louis may have been born at Casseneuil (Lot et Garonne) or at Casseuil on the Garonne near La Réole, where the Dropt flows into the Garonne.
- ^ Pierre Riche, The Carolingians:The Family who Forged Europe, transl. Michael Idomir Allen, (University of Pennsylvania Press, 1993), 116.
- ^ Pierre Riche, The Carolingians:The Family who Forged Europe, 94.
- ^ a b c d Church Architecture and Liturgy in the Carolingian Era, Michael S. Driscoll, A Companion to the Eucharist in the Middle Ages, ed. Ian Levy, Gary Macy, Kristen Van Ausdall, (Brill, 2012), 194.
- ^ Church Architecture and Liturgy in the Carolingian Era, Michael S. Driscoll, A Companion to the Eucharist in the Middle Ages, 195.
- ^ The Frankish Kingdoms, 814-898:the West, Janet L. Nelson, The New Cambridge Medieval History, 700–900, Vol. II, ed. Rosamond McKitterick, (Cambridge University Press, 1995), 114.
- ^ Paired gold medallions of father and son had been struck on the occasion of the synod of Paris (825) that asserted Frankish claims as emperor, recently desinigrated by the Byzantines; see Karl F. Morrison, "The Gold Medallions of Louis the Pious and Lothaire I and the Synod of Paris (825)" Speculum 36.4 (October 1961:592–599).
Sumber
- Vita Hludovici Imperatoris , the main source for his reign, written c. 840 by an unknown author usually called "the Astronomer"
- Vita Hludowici Imperatoris by Thegan of Trier on-line Latin text
Bacaan selanjutnya
- Booker, Courtney M. Past Convictions: The Penance of Louis the Pious and the Decline of the Carolingians, University of Pennsylvania Press, 2009, ISBN 978-0-8122-4168-6
- De Jong, Mayke. The Penitential State: Authority and Atonement in the Age of Louis the Pious, 814–840. New York: Cambridge University Press, 2009.
- Depreux, Philippe. Prosopographie de l'entourage de Louis le Pieux (781–840). Sigmaringen: Thorbecke, 1997. A useful prosopographical overview of Louis' household, court and other subordinates.
- Eichler, Daniel. Fränkische Reichsversammlungen unter Ludwig dem Frommen. Hannover: Hahnsche Buchhandlung, 2007 (Monumenta Germaniae Historica Studien und Texte, 45).
- Ganshof, François-Louis The Carolingians and the Frankish Monarchy. 1971.
- Godman, Peter, and Roger Collins (eds.). Charlemagne's Heir: New Perspectives on the Reign of Louis the Pious (814–840). Oxford and New York: Clarendon Press, 1990.
- Oman, Charles. The Dark Ages 476–918. London, 1914.
Pranala luar
- Cassinogilum: an argument for Casseneuil as Louis' birthplace
- Chasseneuil-du-Poitou and not Casseuil by Camille Jullian
Ludwig yang Saleh Lahir: 16 April 778 Meninggal: 20 June 840
| ||
Gelar | ||
---|---|---|
Jabatan baru | Raja Aquitaine 781–814 |
Diteruskan oleh: Pippin I |
Didahului oleh: Charlemagne |
Kaisar Romawi 813–840 bersama dengan Lothair I (817–840) |
Diteruskan oleh: Lothair I |
Raja Franka 814–840 |
Diteruskan oleh: Lothair I sebagai raja Franka Tengah | |
Diteruskan oleh: Ludwig II sebagai raja Franka Timur | ||
Diteruskan oleh: Karl II sebagai raja Franka Barat |