Wanita muslim yang menjadi pemimpin di dunia

Wanita muslim sejak lama telah ikut serta meramaikan perpolitikan dunia dan diantaranya banyak yang berhasil menjadi pemimpin di berbagai negara di dunia. Semakin terbukanya kesempatan bagi wanita muslim dalam mengenyam pendidikan lebih tinggi telah mendorong kaum muslimah di seluruh dunia untuk semakin terlibat di bidang politik. Hal ini dapat terlihat dari angka partisipasi perempuan muslim di bidang politik yang semakin meningkat.[1]

Mantan Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto merupakan pelopor wanita muslim pemimpin dunia di era modern.

Mayoritas wanita muslim yang menjadi pemimpin di dunia berasal dari negara yang juga mayoritas penduduknya beragama Islam. Beberapa pemimpin wanita muslim yang terkenal diantaranya adalah mantan Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto yang menjabat antara tahun 1988-1990 dan 1993-1996, mantan Perdana Menteri Turki Tansu Ciller yang memerintah di tahun 1993 hingga 1995, mantan Perdana Menteri Senegal Mame Madior Boye yang memimpin Republik Senegal dari tahun 2001 sampai 2002, Cissé Mariam Kaïdama Sidibé yang terpilih menjadi seorang Presiden Republik di tahun 2011 hingga 2012, lalu Atifete Jahjaga yang merupakan mantan Presiden Kosovo di tahun 2011 hingga 2016, kemudian dua orang mantan Perdana Menteri Bangladesh adalah perempuan muslim yaitu Begum Khaleda Zia yang memimpin Bangladesh dari tahun 1991-1996 dan 2001-2006 dan Sheikh Hasina Wajed yang menjabat antara tahun 1996 hingga 2001 dan di tahun 2009 sampai sekarang masih menjabat, lalu mantan Wakil Presiden Iran Masoumeh Ebtekar yang menjabat di tahun 1997 sampai 2005, dan Megawati Soekarnoputri yang menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia di tahun 2001 hingga 2004 dan sebelumnya pernah menjabat sebagai Wakil Presiden pada tahun 1999 sampai 2001.

Mayoritas pemimpin wanita tersebut menjadi kepala negara atau kepala pemerintahan di negara yang juga mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun, ada beberapa pemimpin wanita muslim lainnya yang menjadi kepala negara di negara yang penduduknya mayoritas bukan Islam. Sebagai contoh adalah Halimah Yacob yang menjadi Presiden Singapura dimana penduduknya dominan memeluk agama Buddha dan Kristen dan Bibi Ameenah Firdaus Gurib-Fakim Presiden keenam Republik Mauritius, di mana mayoritas penduduk Mauritius menganut agama Hindu.

Dalam sejarah Islam terdapat banyak kisah kepemimpinan dan peranan wanita. Tokoh muslimah penting diawal peradaban Islam antara lain adalah Siti Khadijah istri pertama Nabi Muhammad. Di dalam hadis sahih dikisahkan bahawa Siti Khadijah adalah penasihat utama Nabi Muhammad dan sekaligus donatur utama dalam seluruh kerja dakwah sang suami.[2] Istri ketiga Nabi Muhammad, Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq berperan penting sebagai komandan saat terjadinya peristiwa Perang Jamal di padang Basra, Irak. Lembaga Fatwa Mesir (bahasa Arabدار الإفتاء المصرية Dar al-Ifta al-Mishriyyah‎), institusi keagamaan di Mesir yang didirikan untuk mewakili umat Islam dan pusat penelitian hukum Islam, mengeluarkan fatwa untuk membolehkan seorang perempuan untuk menjadi pemimpin dan atau pengadil.[3]

Meskipun banyak kisah sejarah mengenai keterlibatan perempuan muslim sebagai seorang pemimpin, generasi awal Islam banyak salah mengartikan tentang peranan wanita. Seiring perkembangan zaman dan teknologi, kesempatan bagi wanita muslim mengenyam pendidikan tinggi semakin terbuka lebar. Meskipun begitu masih terdapat pandangan sebagian orang yang menganggap bahwa idealnya seorang wanita hanya berperan sebagai seorang Istri dan Ibu.[1] Namun, banyak juga aktivis perempuan muslim yang memperjuangkan hak-haknya.

Sejarah

Peran serta perempuan dalam sejarah Islam telah tercatat sejak awal agama Islam pertama kali muncul pada awal abad ke-7. Sebelum hadirnya ajaran Islam orang-orang pada zaman Jahiliyah memiliki kebiasaan membunuh bayi perempuan yang baru dilahirkan dan tidak memberikan jatah warisan bagi anak atau cucu perempuan mereka.[4] Namun, Kedatangan Islam di jazirah Arab menjadi tonggak pembaharuan bagi hak-hak kaum perempuan. Istri pertama Nabi Muhammad, Siti Khadijah memegang peranan penting dalam perkembangan Islam. Khadijah merupakan pendamping sekaligus penasihat utama Muhammad dalam berjuang menyebarkan ajaran islam. Khadijah yang seorang pengusaha sukses merupakan salah satu donatur terbesar sepanjang sejarah kenabian Muhammad. Istri keempat Nabi Muhammad yang bernama Hafshah binti Umar adalah perempuan yang diberikan kepercayaan untuk menjaga mushaf pertama Alquran. Hafsah memegang amanat suci ini hingga akhir hayatnya.[5] Seorang muslimah juga tercatat menjadi komandan perang, yaitu istri ketiga Muhammad Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq. Beliau memimpin Perang Jamal di kota Basra, Irak.[6] Nabi Muhammad juga pernah menunjuk seorang perempuan penghafal Alquran bernama Ummi Waraqah untuk menjadi imam salat bagi keluarganya. Kondisi ini diperbolehkan Rasulullah karena laki-laki dirumahnya sakit sehingga tidak mampu memimpin ibadah salat.[7]

Sejarah kerajaan Islam mencatatkan ada beberapa Sultanah yang memerintah kesultanan di berbagai wilayah di seluruh dunia. Beberapa kerajaan Islam yang pernah dipimpin oleh seorang Sultanah diantaranya adalah Kerajaan Touggourt yang pernah diperintah oleh Sultanah Aïsya. Kerajaan Maladewa juga pernah diperintah oleh beberapa orang sultanah, mereka adalah Khadijah, Raadhafathi, Dhaain, Kuda Kala Kamanafa’anu, dan Amina. Provinsi Aceh yang kini menjadi bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia dulunya pernah dipimpin oleh beberapa wanita. Kesultanan Samudera Pasai pernah dipimpin oleh Sultanah Seri Ratu Nihrasyiah Rawangsa Khadiyu yang memerintah pada tahun 1406 hingga 1427. Kesultanan Aceh Darussalam juga pernah diperintah oleh empat orang perempuan, yaitu Sultanah Seri Ratu Ta'jul Alam Syafiatuddin Syah of Aceh, Sultanah Seri Ratu Nurul Alam Naqiatuddin Syah, Sultanah Seri Ratu Zaqiatuddin Inayat Syah, dan Sultanah Seri Ratu Kamalat Syah.

Gerakan perjuangan hak-hak bagi kaum wanita muslim mulai terjadi pada awal abad ke-19 dengan munculnya dua orang filsuf Islam modern Rifa'at al-Tahtawi dan Qasim Amin. Qasim Amin dianggap sebagai "Bapak reformasi perempuan muslim di Timur Tengah, menentang norma sosial melalui bukunya yang berjudul The Liberation of Women".[8] Selain dua orang laki-laki tersebut, terdapat juga tiga orang aktifis perempuan yang juga sama-sama berasal dari Mesir. Mereka adalah Maryam al-Nahhas, Zaynab Fawwaz, dan Aisha al-Taymuriyya yang giat menggalakkan feminisme Islam di akhir abad ke-19. Pada tahun 1956 seorang wanita Mesir bernama Doria Shafik menjadi tokoh perjuangan bagi kaum perempuan di Mesir agar mendapatkan hak pilih dalam pemilihan umum di Mesir.

Pandangan Islam terhadap pemimpin wanita

Para ulama banyak berbeda pendapat mengenai keterlibatan wanita dalam bidang politik. Hal ini terjadi karena masing-masing ulama memiliki pendapat sendiri dalam menginterpretasikan Alquran, hadis, dan literatur Islam lainnya. Rumitnya bahasa Arab, perbedaan paham dalam Islam, seperti perbedaan antara Islam Sunni dan Islam Syiah, dan perbedaan budaya serta pemahaman di masing-masing wilayah telah membuat perbedaan fatwa dikalangan para ulama.[9] Tidak ada satupun ayat dalam Alquran ataupun hadis sahih yang secara gamblang mengharamkan ataupun membolehkan wanita menjadi seorang pemimpin.

Pandangan yang mengharamkan pemimpin wanita

Ulama yang mengharamkan seorang pemimpin berjenis kelamin wanita mengambil dalil dari Alquran Surah An Nisa 4:34 dan hadis sahih riwayat Bukhari dari Abu Bakrah. Dari kedua dalil tersebut para ulama dan ahli fikih dari empat mazhab besar Islam berpendapat bahwa seorang imam haruslah seorang laki-laki dan tidak boleh dipegang oleh seorang wanita. Didalam kitabnya Ibnu Katsir menafsirkan Alquran Surah An Nisa 4:34 sebagai berikut :

الرجل قيم على المرأة، أي هو رئيسها وكبيرها والحاكم عليها ومؤدبها إذا اعوجت. “بما فضَّل اللّه بعضهم على بعض” أي: لأن الرجال أفضل من النساء، والرجل خير من المرأة، ولهذا كانت النبوة مختصة بالرجال، وكذلك المُلك الأعظم؛ لقوله _صلى اللّه عليه وسلم: “لن يفلح قوم ولَّو أمرهم امرأة” رواه البخاري، وكذا منصب القضاء وغير ذلك “وبما أنفقوا من أموالهم” أي: من المهور والنفقات… فناسب أن يكون قيماً عليها كما قال اللّه _تعالى_: “وللرجال عليهن درجة” الآية، وقال ابن عباس: “الرجال قوامون على النساء” يعني أمراء عليهن، أي تطيعه فيما أمرها اللّه به من طاعته…)

Laki-laki adalah pemimpin wanita … karena laki-laki lebih utama dari perempuan. Itulab sebabnya kenabian dikhususkan bagi laki-laki begitu juga raja yang agung; … begitu juga posisi jabatan hakim dan lainnya… Ibnu Abbas berkata “Laki-laki pemimpin wanita” maksudnya sebagai amir yang harus ditaati oleh wanita

Ahli tafsir Ar-Razi memiliki pandangan yang sama dengan Ibnu Katsir, Ar-Razi berpendapat :

واعلم أن فضل الرجل على النساء حاصل من وجوه كثيرة، بعضها صفات حقيقة، وبعضها أحكام شرعية وفيهم الإمامة الكبرى والصغرى والجهاد والأذان والخطبة والاعتكاف والشهادة في الحدود والقصاص بالاتفاق

Keutamaan laki-laki atas wanita timbul dari banyak sisi. Sebagian berupa sifat-sifat faktual sedang sebagian yang lain berupa hukum Syariat seperti al-imamah al-kubro dan al-imamah as-sughro, jihad, adzan, dan lain-lain

Wahbah Zuhaili berpendapat di dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu mengambil ijmak para ulama yang menyatakan bahwa salah satu syarat menjadi imam adalah harus seorang laki-laki (dzukuroh):

وأما الذكورة فلأن عبء المنصب يتطلب قدرة كبيرة لا تتحملها المرأة عادة، ولا تتحمل المسؤولية المترتبة على هذه الوظيفة في السلم والحرب والظروف الخطيرة، قال صلّى الله عليه وسلم : «لن يفلح قوم ولوا أمرهم امرأة» (2) لذا أجمع الفقهاء على كون الإمام ذكراً.

Adapun laki-laki (sebagai syarat jabatan al-imam)  karena beban pekerjaan menuntut kemampuan besar yang umumnya tidak dapat ditanggung wanita. Wanita juga tidak sanggup mengemban tanggung jawab yang timbul atas jabatan ini dalam masa damai atau perang dan situasi berbahaya. Nabi bersabda: ‘Tidak akan berjaya suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya pada wanita’ Oleh karena itu, ulama fikih sepakat bahwa jabatan Imam harus laki-laki

Istilah al-imam di dalam tafsir sini bermakna al-imam al-udzma atau al-khalifah al-ammah yang merupakan pemimpin umat Islam seluruh dunia.

Namun, menurut Wahab Zuhaili, dalam masalah jabatan qadhi atau hakim, terdapat perbedaan ulama fikih apakah wajib laki-laki atau perempuan juga boleh menempati posisi ini :

اتفق أئمة المذاهب على أن القاضي يشترط فيه أن يكون عاقلاً بالغاً حراً مسلماً سميعاً بصيراً ناطقاً، واختلفوا في اشتراط العدالة، والذكورة

Imam madzhab sepakat bahwa syarat bagi qadhi adalah berakal sehat, baligh, merdeka, muslim, tidak tuli, tidak buta, tidak bisu. Mereka berbeda pendapat dalam syarat adil dan laki-laki

Ulama yang membolehkan wanita menduduki jabatan qadhi atau hakim antara lain Abu Hanifah, Ibnu Hazm dan Ibnu Jarir at-Tabari. Ibnu Rusyd memerincikan perbedaan pendapat ini dalam kitab Bidayatul Mujtahid :

وكذلك اختلفوا في اشتراط الذكورة: فقال الجمهور: هي شرط في صحة الحكم، وقال أبو حنيفة يجوز أن تكون المرأة قاضيا في الأموال. قال الطبري : يجوز أن تكون المرأة حاكماعلى الإطلاق في كل شيء

Ulama berbeda pendapat tentang disyaratkannya laki-laki sebagai hakim. Jumhur mengatakan: ia menjadi syarat sahnya putusan hukum. Abu Hanifah berkata: boleh wanita menjadi qadhi dalam masalah harta. At-Tabari berkata: Wanita boleh menjadi hakim secara mutlak dalam segala hal

Sementara itu, kalangan ulama kontemporer yang mengharamkan kepemimpinan wanita dipelopori oleh ulama Wahabi. Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Beliau menyatakan pendapatnya bahwa wanita dilarang menduduki jabatan tinggi apapun dalam pemerintahan :

تولية المرأة واختيارها للرئاسة العامة للمسلمين لا يجوز، وقد دل الكتاب والسنة والإجماع على ذلك ، فمن الكتاب : قوله تعالى : { الرجال قوَّامون على النساء بما فضَّل الله بعضهم على بعض ، والحكم في الآية عام شامل لولاية الرجل وقوامته في أسرته ، وكذا في الرئاسة العامة من باب أولى ، ويؤكد هذا الحكم ورود التعليل في الآية ، وهو أفضلية العقل والرأي وغيرهما من مؤهلات الحكم والرئاسة . ومن السنَّة : قوله صلى الله عليه وسلم لما ولَّى الفرسُ ابنةَ كسرى : ( لن يفلح قومٌ ولَّوا أمرَهم امرأة ) ، رواه البخاري   ولا شك أن هذا الحديث يدل على تحريم تولية المرأة لإمرة عامة ، وكذا توليتها إمرة إقليم أو بلد ؛ لأن ذلك كله له صفة العموم ، وقد نفى الرسول صلى الله عليه وسلم الفلاح عمَّن ولاها ، والفلاح هو الظفر والفوز بالخير .

Kepemimpinan wanita untuk riasah ammah lil muslimin itu tidak boleh. Quran, hadits dan ijmak sudah menunjukkan hal itu. Dalil dari Al-Quran adalah Alquran Surah An-Nisa 4:34. Hukum dalam ayat tersebut mencakup kekuasaan laki-laki dan kepemimpinannya dalam keluarga. Apalagi dalam wilayah publik… Adapun dalil hadits adalah sabda Nabi “Suatu kaum tidak akan berjaya apabila diperintah oleh perempuan.” Tidak diragukan lagi bahwa hadits ini menunjukkan haramnya kepemimpinan perempuan pada otoritas umum atau otoritas kawasan khusus. Karena semua itu memiliki sifat yang umum. Rasulullah telah menegasikan kejayaan dalam suatu negara yang dipimpin perempuan

Fatwa Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz di atas tidak membedakan antara riasah ammah yakni al-khilafah al-ammah dengan al-wilayah al-khassah. Juga, semua posisi jabatan tinggi seperti hakim, menteri, gubernur, dan semua posisi yang membawahi laki-laki haram hukumnya diduduki oleh perempuan.

Pandangan yang membolehkan wanita menjadi seorang pemimpin

 
Kisah tentang Ratu Balqis dan Nabi Sulaiman menjadi acuan bagi para ulama yang berpendapat membolehkan wanita menjadi seorang pemimpin.

Dr. Muhammad Sayid Thanthawi, Syaikh Al-Azhar dan Mufti Besar Mesir, menyatakan bahwa kepemimpinan perempuan dalam posisi jabatan apapun tidak bertentangan dengan syariat Islam. Baik sebagai kepala negara (al-wilayah al-udzma) maupun posisi jabatan di bawahnya. Dalam fatwanya yang dikutip majalah Ad-Din wal Hayat, Dr. Muhammad Sayid Thanthawi menyatakan :

'ان تولي المرأة رئاسة الدولة لا يخالف الشريعة الإسلامية لأن القرآن الكريم أشاد بتولي المرأة لهذا المنصب في الآيات التي ذكرها المولى عز وجل عن ملكة سبأ وأنه إذا كان ذلك يخالف الشريعة الإسلامية لبين القرآن الكريم ذلك في هذه القصة وحول نص حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم : (لم يفلح قوم ولو أمرهم امرأة )، قال طنطاوي ان هذا الحديث خاص بواقعة معينة وهي دولة الفرس ولم يذكره الرسول صلى الله عليه وسلم على سبيل التعميم.: فللمرأة أن تتولى رئاسة الدولة والقاضية والوزيرة والسفيرة وان تصبح عضوا في المجالس التشريعية إلا أنه لا يجوز لها مطلقا أن تتولى منصب شيخ الأزهر لأن هذا المنصب خاص بالرجال فقط لأنه يحتم على صاحبه إمامة المسلمين للصلاة وهذا لا يجوز شرعا للمرأة.)'

Wanita yang menduduki posisi jabatan kepala negara tidaklah bertentangan dengan Syariat karena Al-Quran memuji wanita yang menempati posisi ini dalam sejumlah ayat tentang Ratu Balqis dari Saba. Dan bahwasanya apabila hal itu bertentangan dengan Syariat, maka niscaya Al-Quran akan menjelaskan hal tersebut dalam kisah ini. Adapun tentang sabda Nabi bahwa “Suatu kaum tidak akan berjaya apabila diperintah oleh wanita” Tantawi berkata: bahwa hadits ini khusus untuk peristiwa tertentu yakni kerajaan Farsi dan Nabi tidak menyebutnya secara umum. Oleh karena itu, maka wanita boleh menduduki jabatan sebagai kepala negara, hakim, menteri, duta besar, dan menjadi anggota lembaga legislatif. Hanya saja perempuan tidak boleh menduduki jabatan Syaikh Al-Azhar karena jabatan ini khusus bagi laki-laki saja karena ia berkewajiban menjadi imam salat yang secara Syariat tidak boleh bagi wanita.

Fatwa ini disetujui oleh Yusuf Qardhawi. Ia menegaskan bahwa perempuan berhak menduduki jabatan kepala negara (riasah daulah), mufti, anggota parlemen, hak memilih dan dipilih atau posisi apapun dalam pemerintahan ataupun bekerja di sektor swasta karena sikap Islam dalam soal ini jelas bahwa wanita itu memiliki kemampuan sempurna (tamam al ahliyah).Menurut Yusuf Qardhawi tidak ada satupun nash Alquran dan hadis  yang melarang wanita untuk menduduki jabatan apapun dalam pemerintahan. Namun, ia mengingatkan bahwa wanita yang bekerja di luar rumah harus mengikuti aturan yang telah ditentukan syariat Islam seperti :

  1. Tidak boleh ada khalwat (berduaan dalam ruangan tertutup) dengan lawan jenis yang bukan mahram.
  2. Tidak boleh melupakan tugas utamanya sebagai seorang ibu yang mendidik anak-anaknya.
  3. Harus tetap menjaga perilaku islami dalam berpakaian, berkata, berperilaku, dan lain-lain.

Ali Jumah Muhammad Abdul Wahab, salah satu Mufti Mesir, termasuk di antara ulama berpengaruh yang membolehkan perempuan menjadi kepala negara dan jabatan tinggi apapun seperti hakim, menteri, anggota DPR, dan lain-lain. Namun, ia sepakat dengan Yusuf Qardhawi bahwa kedudukan Al-Imamah Al-Udzma yang membawahi seluruh umat Islam dunia harus dipegang oleh laki-laki karena salah satu tugasnya adalah menjadi imam salat.

Ali Jumah Muhammad Abdul Wahab menyatakan bahwa kepemimpinan perempuan telah banyak terjadi dalam sejarah Islam. Tercatat lebih dari 90 orang muslimah yang pernah menjabat sebagai hakim dan kepala daerah terutama di zaman Kekhalifahan Utsmaniyah. Menurut Ali Jumah Muhammad Abdul Wahab, keputusan seorang perempuan untuk memegang jabatan politik adalah keputusan pribadi antara suaminya dan dirinya sendiri.

Hak bagi wanita muslim dalam memberikan suara

Hak pilih bagi wanita telah lama diberikan dalam kurun waktu yang berbeda-beda pada masing-masing negara. Khusus bagi beberapa negara dengan jumlah penduduk beragama mayoritas Islam memang cenderung lebih lambat memberikan hak pilih bagi kaum perempuan di negaranya. Berikut lini waktu negara-negara Islam dalam memberikan hak pilih bagi kaum wanita di negaranya :

1917

1918

1920

1921

1924

1927

1930

1932

1934

  •   Turki[12] (pemilihan umum tingkat nasional)

1938

1945

1946

1947

1948

1949

1952

1956

1957

1958

1959

1960

1961

1962

1963

1964

1965

1967

1970

1972

1973

  •   Bahrain[15] (Bahrain tidak mengadakan pemilihan umum hingga 2002)

1974

1978

1980

1985

1996

1999

2001

2003

2005

2015

Daftar wanita muslim kepala negara dan kepala pemerintahan

Berikut ini adalah daftar nama-nama wanita muslim yang pernah dan sedang menjabat sebagai Kepala Negara dan atau Kepala Pemerintahan di berbagai negara di dunia :

  Pejabat petahana kepala negara dan atau kepala pemerintahan.
  • Cetak miring menunjukkan bertindak sebagai kepala negara dan atau kepala pemerintahan secara de facto (dengan pengakuan terbatas dari negara lain) atau menjabat sementara.
Nama Gambar Negara Jabatan Mulai menjabat Akhir jabatan Lama berkuasa Kepala Negara/Kepala Pemerintahan
Benazir Bhutto     Pakistan Perdana Menteri 2 Desember 1988 6 Juli 1990 1 tahun, 216 hari Kepala Pemerintahan
Khaleda Zia     Bangladesh Perdana Menteri 27 Februari 1991 30 Maret 1996 5 tahun, 32 hari Kepala Pemerintahan
Tansu Çiller     Turki Perdana Menteri 13 Juni 1993 6 Maret 1996 2 tahun, 267 hari Kepala Pemerintahan
Benazir Bhutto     Pakistan Perdana Menteri 19 Oktober 1993 5 November 1996 3 tahun, 17 hari Kepala Pemerintahan
Sheikh Hasina     Bangladesh Perdana Menteri 12 Juni 1996 15 Juli 2001 5 tahun, 33 hari Kepala Pemerintahan
Mame Madior Boye     Senegal Perdana Menteri 3 Maret 2001 4 November 2002 1 tahun, 246 hari Kepala Pemerintahan
Megawati Soekarnoputri     Indonesia Presiden 23 Juli 2001 20 Oktober 2004 3 tahun, 89 hari Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan
Khaleda Zia     Bangladesh Perdana Menteri 1 Oktober 2001 29 Oktober 2006 5 tahun, 28 hari Kepala Pemerintahan
Sheikh Hasina     Bangladesh Perdana Menteri 6 Januari 2009 Petahana 15 tahun, 365 hari Kepala Pemerintahan
Cissé Mariam Kaïdama Sidibé     Mali Perdana Menteri 3 April 2011 22 Maret 2012 354 hari Kepala Pemerintahan
Atifete Jahjaga     Kosovo Presiden Kosovo 7 April 2011 7 April 2016 5 tahun, 0 hari Kepala Negara
Sibel Siber     Republik Turki Siprus Utara Perdana Menteri 13 Juni 2013 2 September 2013 81 hari Kepala Pemerintahan
Aminata Touré     Senegal Perdana Menteri 1 September 2013 8 Juli 2014 310 hari Kepala Pemerintahan
Ameenah Gurib     Mauritius Presiden Mauritius 5 June 2015 Petahana 9 tahun, 214 hari Kepala Negara
Halimah Yacob     Singapura Presiden Singapura 14 September 2017 Petahana 7 tahun, 113 hari Kepala Negara

Pimpinan politik

Selain menjadi Kepala Negara dan atau Kepala pemerintahan, para muslimah di abad modern juga banyak memegang peranan penting sebagai pimpinan politik di banyak negara di dunia. Kaum wanita muslim ini banyak yang menjadi kepala daerah, pimpinan partai politik, anggota parlemen, sekretaris negara, menteri, hingga menjadi seorang wakil presiden. Berikut tokoh-tokoh politik wanita muslim dibeberapa negara di dunia :

Afganistan

Kubra Nurzai

Kubra Nurzai adalah menteri perempuan pertama di Afganistan. Konstitusi negara Afganistan tahun 1964 dibawah pemerintahan Raja Mohammad Zahir Shah untuk pertama kalinya memberikan hak pilih kepada seluruh wanita di negaranya. Hasil dari kebijakan ini adalah pada pemilihan umum tahun tersebut tiga orang perempuan terpilih menjadi anggota parlemen Afganistan dan dua orang perempuan ditunjuk sebagai anggota senat. Kubra Nurzai dipercaya menjadi Menteri Kesehatan Umum pada tahun 1965 dan kembali ditunjuk pada tahun 1967.[21]

Massouda Jalal

Setelah lulus kuliah kedokteran di Kabul Massouda Jalal berkarir sebagai seorang dokter hingga tahun 1999 ketika Taliban mulai berkuasa. Massouda Jalal kemudian beralih menjadi relawan di PBB untuk World Food Progamme (WFP) di tahun 1999. Setelah Taliban digulingkan pada tahun 2002 Massouda Jalal adalah salah satu dari 200 orang wanita yang berpartisipasi dalam loya jirga. Massouda Jalal maju mencalonkan diri sebagai calon presiden pada tahun 2002, menjadikannya wanita pertama yang menjadi calon presiden. Massouda Jalal meraih total 171 suara (terbanyak kedua) pada pemilihan presiden Afganistan dan kalah terhadap lawan politiknya Hamid Karzai.[22] Meskipun kalah dalam pemilihan presiden, Hamid Karzai menunjuk Massouda Jalal sebagai Menteri Urusan Wanita dari tahun 2004 hingga 2006.

Azra Jafari

Salah satu dari 200 orang perempuan yang berpartisipasi pada loya jirga setelah tergulingnya kekuasaan Taliban di tahun 2002. Azra Jafari merupakan wali kota perempuan pertama di Afganistan. Azra Jafari adalah wali kota Nili, sebuah kota kecil di Provinsi Daykundi, Afganistan.

 
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton bersanding dengan politisi perempuan Afganistan, Fauzia Koofi di sisi kanan dan Sima Samar di sebelah kanan.

Fawzia Koofi

Pada tahun 2014 Fawzia Koofi menjadi calon presiden Afganistan setelah beliau terpilih sebagai Wakil Presiden National Assembly of Afghanistan di tahun 2005. Fawzia Koofi juga merupakan perempuan pertama yang memegang jabatan sebagai Wakil Kedua Juru Bicara Parlemen Afganistan.

Sima Samar

Sima Samar menjabat sebagai Menteri Urusan Wanita dari tahun 2001 hingga 2003.

Frozan Fana

Frozan Fana pernah maju sebagai calon presiden Afganistan pada Pemilohan Presiden Afganistan tahun 2009.

Shahla Atta

Shahla Atta pernah maju sebagai calon presiden Afganistan pada Pemilohan Presiden Afganistan tahun 2009

Azerbaijan

Politisi perempuan Azerbaijan yang sangat populer di kalangan rakyatnya.

Lala Shevket

Lala Shevket adalah menteri luar negeri pwanita pertama di dunia. Latar belakang pendidikan Lala Shevket adalah seorang profesor dan dokter. Lala Shevket juga tercatat sebagai duta besar wanita pertama di Azerbaijan pada tahun 1993. Lala menjabat sebagai menteri luar negeri sejak tahun 1993 hingga 1994. Lala mengundurkan diri dari jabatan menteri luar negeri karena ketidakpuasaannya terhadap korupsi yang terjadi dalam lingkaran pemerintahan Azerbaijan. Lala Shevket lalu membangun sebuah partai politik bernama Partai Azerbaijan Liberal di tahun 1995. Melalui partai yang dipimpinnya, Lala sempat mencalonkan diri sebagai presiden.[23] Pada tanggal 7 Juni 2003 saat kongres Partai Azerbaijan Liberal, Lala Shevket menyatakan mundur dari pimpinan partai untuk fokus dan memulai kampanyenya sebagai calon independen. Sebagai akibat dari keputusannya itu Lala kembali menjadi pelopor dalam tardisi perpolitikan di Azerbaijan yaitu maju dalam bursa calon presiden melalui jalur independen. Pada pemilihan umum anggota parlemen tahun 2005, Lala Shevket meraih kemenangan mutlak dengan perolehan suara terbanyak diantara kandidat lainnya.

Mehriban Aliyeva

Mehriban Aliyeva adalah Wakil Presdiden Azerbaijan sekaligus berperan sebagai Ibu Negara Azerbaijan. Mehriban juga adalah ketua Yayasan Heydar Aliyev, pimpinan dari Yayasan Sahabat Budaya Azerbaijan, Presiden Federasi Senam Azerbaijan, serta duta persahabatan dari UNESCO dan ISESCO.[24] Pada tahun 1995, Mehriban Aliyeva membangun Yayasan Sahabat Budaya Azerbaijan. Di tahun 1996 dengan bantuan keuangan dari Chevron, yayasan ini menganugerahkan penghargaan seumur hidup kepada enam tokoh Azerbaijan yang berjasa di bidang kesenian dan kebudayaan.[25] Pada pemilihan umum anggota parlemen Azerbaijan di tahun 2005, Mehriban terpilih sebagai menjadi anggota parlemen. Mehriban Aliyeva juga aktif turun ke masyarakat ketika suaminya Ilham Aliyev mencalonkan diri sebagai presiden di tahun 2003. Pada tanggal 24 November 2006, Mehriban Aliyeva mendapatkan penghargaan sebagai duta persahabatan dari ISESCO karena kontribusinya terhadap nasib dan pendidikan bagi anak-anak.[24]

Leyla Yunus

Leyla Yunus adalah aktifis hak asasi manusia yang berasal dari Azerbaijan. Leyla menjabat sebagai direktur sebuah organisasi hak asasi manusia bernama Institut Perdamaian dan Demokrasi. Leyla Yunus dikenal luas karena kiprahnya menolong masyarakat korban pengusiran paksa di Baku.[26] Leyla Yunus adalah seorang sejarawan dengan disertasi yang berjudul English-Russian Rivalry on the Caspian Sea and Azerbaijan in the First Part of the 18th Century. Di akhir masa pemerintahan Uni Soviet, Leyla Yunus adalah aktifis pro reformasi pada saat itu.[27]

Ganira Pashayeva

Ganira Pashayeva adalah anggota parlemen Azerbaijan. Semenjak tahun 1998, Ganira berkarir sebagai seorang wartawan, koresponden, penyunting redaksi, wakil kepala penyunting pada bagian pemberitaan di perusahaan yang bergerak di bidang media di Azerbaijan. Pada tanggal 6 November 2005 Ganira Pshayeva terpilih sebagai anggota parlemen dari wilayah konstituen Tovuz. Ganira Pashayeva juga merupakan anggota kerjasama dari Azerbaijan-India, Azerbaijan-Turki dan Azerbaijan-Jepang dalam parlemen Azerbaijan.[28]

Bahrain

Lateefa Al Gaood

Lateefa Al Gaood adalah perempuan pertama yang terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Bahrain di tahun 2006 dan sekaligus menjadi satu-satunya perempuan yang pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Bahrain.[29]

Nada Haffadh

Nada Haffadh adalah perempuan pertama yang menjadi menteri di Bahrain. Nada menduduki posisi sebagai menteri kesehatan di tahun 2004. Nada Haffadh juga pernah menjadi anggota parlemen.[30]

Bangladesh

Terkenal dengan sebutan Battling Begums;[31] Dua orang perempuan ini bergantian memerintah Bangladesh dari tahun 1991 sebagai perdana menteri.[32][33]

Bangladesh merupakan negara dengan populasi muslim terbesar keempat di dunia. Selama 25 tahun terakhir Bangladesh telah dipimpin oleh dua orang perdana menteri perempuan secara bergantian.[34] Dua orang perempuan tersebut adalah Khaleda Zia[35] dan Sheikh Hasina.

Sheikh Hasina

Sheikh Hasina atau Hasina Wajed memegang jabatan sebagai perdana menteri antara tahun 1996-2001 dan 2009-sekarang. Sheikh Hasina adalah anggota Dewan Pemimpin Dunia Wanita.

Khaleda Zia

Khaleda Zia adalah Perdana Menteri Bangladesh pada tahun 1991 hingga 1996 dan 2001 hingga 2006. Ketika terpilih menjadi perdana menteri di tahun 1991 Khaleda Zia menjadi wanita pertama yang menjabat sebagai perdana menteri di Bangladesh dan merupakan perempuan muslim pemimpin negara kedua setelah Benazir Bhutto.[36] Khaleda Zia juga merupakan ketua umum Partai Nasionalis Bangladesh. Majalah Forbes mencatatkan nama Khaleda Zia kedalam daftar 100 wanita paling berpengaruh di dunia.[36][37][38]

Mesir

Mesir adalah negara dengan populasi pemeluk Islam terbesar kedelapan dan hampir sepertiga anggota parlemen Mesir adalah perempuan.[39]

Rawya Ateya

Rawya Ateya dianggap sebagi pelopor pemimipin wanita di negara mayoritas muslim. Rawya adalah wanita pertama di dunia Arab yang menjadi anggota parlemen di tahun 1957.[40][41]

Indonesia

 
Megawati Soekarnoputri pernah menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan di negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia.

Indonesia adalah negara dengan jumlah populasi muslim terbesar di dunia. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Indonesia membuat peraturan mengenai Pendaftaran dan Seleksi Anggota DPR dan DPRD (Provinsi, Kabupaten/Kota) Nomor 07/2013 dan PKPU No.08/2013. pada peraturan tersebut disebutkan bahwa Partai Politik harus memenuhi syarat “30% dari jumlah calon yang diajukan di setiap Dapil adalah Perempuan” dan “menempatkan sekurang-kurangnya 1 (satu) nama bakal calon perempuan dalam setiap 3 (tiga) nama bakal calon pada nomor urut yang lebih kecil”, yang bilamana aturan tersebut tidak dipenuhi maka Partai Politik yang bersangkutan dianggap tidak memenuhi syarat pengajuan calon legislatif di daerah pemilihan yang bersangkutan.[42]

Megawati Soekarnoputri

Megawati Soekarnoputri adalah Presiden Republik Indonesia kelima dan merupakan presiden wanita pertama di Indonesia. Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai presiden antara tahun 2001 hingga 2004. Sebelum diangkat menjadi presiden, Megawati adalah Wakil Presiden Indonesia mendampingi Presiden Abdurrahman Wahid.[43]

Yordania

Toujan Al-Faisal

Toujan Al-Faisal adalah perempuan Yordania pertama yang menjadi anggota parlemen di tahun 1993. Keanggotaan Toujan Al-Faisal ini mendapat banyak penolakan.[44][45]

Kirgzstan

Roza Otunbayeva

Roza Otunbayeva adalah presiden wanita pertama di Kirgizstan. Meskipun memimpin di negara berpenduduk mayoritas muslim, Roza Otunbayeva mengakui dirinya adalah seorang penganut ateisme.[46]

Kosovo

Atifete Jahjaga

Atifete Jahjaga adalah Presiden Kosovo keempat dan presiden wanita pertama di Kosovo.[47]

Mali

Cissé Mariam Kaïdama Sidibé

Cissé Mariam Kaïdama Sidibé adalah wanita Mali pertama yang menjabat sebagai perdana menteri. Cissé Mariam Kaïdama Sidibé menjabat dari tahun 2011 hingga 2012.[48]

Pakistan

Pakistan adalah negara dengan populasi muslim terbesar kedua di dunia setelah Indonesia.

Fatima Jinnah

Fatima Jinnah adalah saudara perempuan dari Muhammad Ali Jinnah bapak bangsa Pakistan. Fatimah Jinnah adalah salj satu tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan Pakistan dari India. Fatima Jinnah juga pernah mencalonkan diri dalam pemilihan presiden. Fatima Jinnah dimakamkan di Mazar-e-Quaid.[49]

Benazir Bhutto

Pada tahun 1982 Benazir Bhutto terpilih menjadi perempuan pertama di Pakistan yang memimpin sebuah partai politik. Ayahnya, Zulfiqar Ali Bhutto, adalah pendiri Partai Rakyat Pakistan pada tahun 1968.[50] Benazir menjabat sebagai Perdana Menteri Pakistan sebanyak dua kali, yaitu pada tahun 1988-1990 dan 1992-1996. Terpilihnya Benazir sebagai Perdana Menteri Pakistan menjadi tonggak sejarah bagi perempuan muslim menjadi kepala pemerintahan di suatu negara. Benazir Bhutto dibunuh pada tahun 2008 saat dia sedang menjadi kandidat perdana menteri. [51]

Rumania

Sevil Shhaideh

Meskipun kalah, Sevil Shhaideh pernah menjadi calon Perdana Menteri di Rumania. Sevil Shhaideh adalah tokoh muslim Rumania yang terkenal diantara lebih dari 80% penduduk Rumania memeluk keyakinan Kristen Ortodoks sementara populasi muslim di Rumania kurang dari 1%.[52]

Senegal

Mame Madior Boye

Mame Madior Boye adalah Menteri Keadilan Senegal tahun 2000 dan menjadi perdana menteri dari tahun 2001 sampai 2002. Mame Madior Boye adalah perempuan Senegal pertama yang menjabat posisi ini.[53]

Aminata Touré

Aminata Touré adalah perdana menteri perempuan kedua di Senegal. Aminata menjabat dari tahun 2013 hingga 2014.[54]

Siprus Utara

Sibel Siber

Sibel Siber adalah pejabat sementara Perdana Menteri Republik Turki Siprus Utara. Sibel Siber memegang jabatan perdana menteri hanya selama 81 hari.[55]

Turki

Tansu Çiller

Tansu Çiller terpilih menjadi Perdana Menteri Turki di tahun 1993. Jika beberapa negara muslim lainnya dipimpin oleh wanita yang mendapatkan jabatan karena suksesi dari sang ayah, suami, ataupun yang lain, maka Tansu Çiller meraih kursi perdana menteri berkat usahanya sendiri.[56]

Referensi

  1. ^ a b Martin, Richard C. "Encyclopedia of Islam and the Muslim World". Primary. Macmillan Reference USA. Diakses tanggal 3 May 2014. 
  2. ^ https://www.kompasiana.com/rahmi.tri.cahyani/sistem-dakwah-rasulullah-saw-pada-fase-mekah_55282e8a6ea83498608b464b. Diakses tanggal 16-11-2017
  3. ^ http://eng.dar-alifta.org/foreign/f.aspx?ID=882435. Diakses tanggal 16-11-2017
  4. ^ https://muslimah.or.id/2901-adat-bangsa-arab-jahiliyah-bag-1.html. Diakses tanggal 16-11-2017
  5. ^ http://www.kisah.web.id/tokoh-islam/hafsah-binti-umar-bin-khathab.html. Diakses tanggal 16-11-2017
  6. ^ https://www.kompasiana.com/satriarevolusi/peperangan-ali-bin-abi-talib-dengan-aisyah-radhiallahu-anha-dalam-insiden-unta_552e29c96ea83417128b4576. Diakses tanggal 16-11-2017
  7. ^ http://www.islamswomen.com/articles/can_a_woman_be_imam.php. Diakses tanggal 16-11-2017
  8. ^ Philip Mattar, ed. Val. 2. 2nd ed. New York:Macmillan Reference USA, 2004. p890-895.
  9. ^ Bhutto, Benazir. "Politics and the Muslim Woman". Oxford Islamic Studies Online. Oxford University Press. Diakses tanggal 2 May 2014. 
  10. ^ Pipes, Richard (1997). The Formation of the Soviet Union: Communism and Nationalism, 1917-1923. Harvard University Press. hlm. 81. ISBN 9780674309517. 
  11. ^ Tadeusz Swietochowski. Russian Azerbaijan, 1905-1920: The Shaping of a National Identity in a Muslim Community. Cambridge University Press, 2004. ISBN 0521522455, 9780521522458, p.144
  12. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah Lewis, Jone Johnson. "International Woman Suffrage Timeline". About.com. Diakses tanggal 2 November 2013. 
  13. ^ a b Elections in Asia and the Pacific: A Data Handbook : Volume I: Middle East, Central Asia, and South Asia. Oxford University Press. 2001. hlm. 174. ISBN 0191530417. 
  14. ^ a b c d e f g "Timeline of Women's Suffrage Granted, by Country". Infoplease. Diakses tanggal 2 November 2013. 
  15. ^ a b c "A World Chronology of the Recognition of Women's Rights to Vote and to Stand for Election". Inter-Parliamentary Union. Diakses tanggal 2 November 2013. 
  16. ^ "Timeline: Brunei". BBC News. 2011-01-11. Diakses tanggal 2011-04-24. 
  17. ^ a b c Apollo Rwomire (2001). African Women and Children: Crisis and Response. hlm. 8. ISBN 9780275962180. 
  18. ^ Henderson, Simon. "Women in Gulf Politics:A Progress Report". Washington Institute. Diakses tanggal 2 November 2013. 
  19. ^ Al Kitbi, Ebtisam (20 July 2004). "Women's Political Status in the GCC States". Carnegie Endowment for International Peace. Diakses tanggal 2 November 2013. 
  20. ^ "Women in Saudi Arabia 'to vote and run in elections'". BBC News. London. September 25, 2011. Diakses tanggal September 25, 2011. 
  21. ^ Wordswroth, Anna (2007). A Matter of Interests: Gender and the Politics of Presence in Afghanistan's Wolesi Jirga (PDF). Kabul: Afghanistan Research and Evaluation Unit. hlm. 1–44. 
  22. ^ Pincock, Stephen. "Massouda Jalal, Presidential Candidate In Afghanistan." Lancet 364.9442 (2004): 1307. Academic Search Premier. Web. 27 Apr. 2014.
  23. ^ "Lala SHEVKET :: official site". lalashevket.az. 
  24. ^ a b "Official web-site of President of Azerbaijan Republic - PRESIDENT » First Lady". en.president.az. 
  25. ^ "Azerbaijan's first lady Mehriban Aliyeva celebrating her birthday today (August 28, 2008)". Today.az. Diakses tanggal 6 July 2011. 
  26. ^ "Authorized biography at the website of IPD". 
  27. ^ De Waal, Thomas (October 11, 2014). "The Responsibility of a Politician: Leyla Yunus and the Heirs of Andrei Sakharov". European Stability Initiative. Diakses tanggal 21 October 2014. 
  28. ^ https://news.day.az/politics/167551.html. Diakses tanggal 17-11-2017
  29. ^ http://gulfnews.com/news/gulf/bahrain/bahrain-s-woman-candidate-gets-a-boost-after-two-opponents-quit-race-1.260845. Diakses tanggal 17-11-2017
  30. ^ https://bh.linkedin.com/in/nada-haffadh-1a434654. Diakses tanggal 17-11-2017
  31. ^ Alam, Julhas (5 January 2014). "Fear for Bangladesh as 'Begums' fight forfuture power". Daily Express. London. 
  32. ^ "Women and property rights: Who owns Bangladesh?". The Economist (Blog). 21 August 2013. Diakses tanggal 2 December 2013. 
  33. ^ Torild, Skard (2014). Women of power: Half a century of female presidents and prime ministers worldwide. Policy Press. hlm. 135–. ISBN 978-1-4473-1578-0. 
  34. ^ Chowdhury, Najma. "Lessons On Women's Political Leadership From Bangladesh." Signs: Journal of Women in Culture & Society 34.1 (2008): 8-15. Academic Search Premier. Web. 27 Apr. 2014.
  35. ^ "#33 Khaleda Zia". Forbes. 2006-08-31.  Gerlach, Ricarda: Female Political Leadership and Duelling Dynasties in Bangladesh. In: Derichs, Claudia/Mark R. Thompson (eds.): Dynasties and Female Political Leaders in Asia. Berlin et al.: LIT, p. 113--150
  36. ^ a b "#33 Khaleda Zia - Forbes.com". www.forbes.com. 
  37. ^ "Forbes.com: Forbes 100 Most Powerful Women in the World 2004". 14 June 2012. 
  38. ^ "Khaleda Zia, The Most Powerful Women - Forbes.com". www.forbes.com. 
  39. ^ Shaheen, Jack G. (2003). "Reel Bad Arabs: How Hollywood Vilifies a People". Annals of the American Academy of Political and Social Science. 588 (1): 171–193 [184]. doi:10.1177/0002716203588001011. 
  40. ^ Goldschmidt, Arthur (2000). Biographical Dictionary of Modern Egypt. American University in Cairo Press. ISBN 978-977-424-579-4. OCLC 23738490
  41. ^ Karam, Azza M. (1998). Women in Parliament: Beyond Numbers (snippet view). Handbook series. Vol. 2. Stockholm: International IDEA. ISBN 978-91-89098-19-0. OCLC 186101396
  42. ^ http://www.koalisiperempuan.or.id/2013/03/15/peraturan-kpu-tentang-pencalonan-anggota-dpr-dprd-provinsi-dan-kabupatenkota/. Diakses tanggal 17-11-2017
  43. ^ "Megawati: The Princess Who Settled for the Presidency". Time. 2001-07-27. Diakses tanggal 2010-05-02.  Gerlach, Ricarda: 'Mega' Expectations: Indonesia's Democratic Transition and First Female President. In: Derichs, Claudia/Mark R. Thompson (eds.): Dynasties and Female Political Leaders in Asia. Berlin et al.: LIT, p. 247-290.
  44. ^ https://www.fidh.org/en/region/north-africa-middle-east/Jordan/Toujan-al-Faisal-denied-the-right. Diakses tanggal 17-11-2017
  45. ^ https://www.amnesty.org.uk/press-releases/jordan-sentence-against-toujan-al-faisal-blow-freedom-expression. Diakses tanggal 17-11-2017
  46. ^ http://wiisglobal.org/2013/12/19/shaking-trees-women-politics-economics-in-kyrgyzstan/. Diakses tanggal 17-11-2017
  47. ^ "Atifete Jahiaga Elected As Kosovo's First Female President". Huffington Post. 2011-04-07. Diakses tanggal 2010-04-07. 
  48. ^ http://www.afrik.com/article22513.html. Diakses tanggal 17-11-2017
  49. ^ http://storyofpakistan.com/fatima-jinnah. Diakses tanggal 17-11-2017
  50. ^ Hussain, Syed Rifaat. "The Oxford Encyclopedia of the Islamic World". Oxford University Press. Diakses tanggal 3 May 2014. 
  51. ^ Ali A. Mazrui, Pretender to Universalism: Western Culture in a Globalizing Age, Journal of Muslim Minority Affairs, Volume 21, Number 1, April 2001
  52. ^ Gillet, Kit (21 December 2016). "Romania Set for First Female, and First Muslim, Prime Minister" – via www.nytimes.com. 
  53. ^ http://www.jeuneafrique.com/105752/archives-thematique/mame-madior-boye/. Diakses tanggal 17-11-2017
  54. ^ https://senego.com/lancienne-premiere-ministre-aminta-toure-senvole-pour-les-etats-unis_181859.html. Diakses tanggal 17-11-2017
  55. ^ http://www.hurriyetdailynews.com/turkish-cyprus-to-see-first-female-prime-minister-48659. Diakses tanggal 17-11-2017
  56. ^ Beyer, Lisa (25 November 2001). "The Women of Islam" (PDF). Time. Diakses tanggal 23 April 2014.