Kabupaten Purwakarta

kabupaten di Indonesia, di pulau Jawa
Revisi sejak 14 Agustus 2018 00.49 oleh 114.142.173.18 (bicara) (Demography)

Kabupaten Purwakarta (aksara Sunda: ᮊᮘᮥᮕᮒᮦᮔ᮪ ᮕᮥᮁᮝᮊᮁᮒ, Latin: Kab. Purwakarta) adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kota Kabupaten Purwakarta terletak di Kec. Purwakarta dan berjarak kurang lebih 80 km sebelah tenggara Jakarta.

Kabupaten Purwakarta
Transkripsi Lain
 • Sundaᮊᮘᮥᮕᮒᮦᮔ᮪ ᮕᮥᮁᮝᮊᮁᮒ
Motto: 
Wibawa Karta Raharja
(Berwibawa, Ramai, Sejahtera)
Letak di Jawa Barat
Letak di Jawa Barat
Kabupaten Purwakarta di Jawa
Kabupaten Purwakarta
Kabupaten Purwakarta
Lokasi di Jawa dan Indonesia
Kabupaten Purwakarta di Indonesia
Kabupaten Purwakarta
Kabupaten Purwakarta
Kabupaten Purwakarta (Indonesia)
Koordinat: 6°33′22″S 107°26′32″E / 6.5560°S 107.4421°E / -6.5560; 107.4421
NegaraIndonesia
ProvinsiJawa Barat
Pembentukan29 Juni 1968
Dasar HukumUU RI Nomor 4 Tahun 1968
Hari Jadi20 Juli 1834
IbukotaPurwakarta
Pembagian administratif17 Kecamatan
183 Desa
9 Kelurahan
Pemerintahan
 • BupatiH. Dedi Mulyadi, S.H.
 • Wakil BupatiDrs. Dadan Koswara
 • DAURp. 722.162.721.000,00 (2013)[1]
Luas
 • Total971,72 km2 (37,518 sq mi)
Populasi
 (2015)
 • Total921.598
 • Kepadatan1.500/km2 (4,000/sq mi)
Demografi
 • BahasaSunda
Indonesia
Betawi
Zona waktuUTC+7 (WIB)
Kodepos
411xx
Kode area telepon+6
Pelat kendaraanT
IPMKenaikan 0.678 (Menengah)
Situs webSitus Resmi

Purwakarta dikenal sebagai tempat kelahiran beberapa negarawan dan pemimpin besar asal Jawa Barat pada masa awal pendirian Republik Indonesia. Diantaranya adalah pahlawan nasional Kusumah Atmaja (Ketua pertama Mahkamah Agung Republik Indonesia) dan Ipik Gandamana (Bupati pertama Kabupaten Bogor, Gubernur Jawa Barat, dan Menteri Dalam Negeri).

Sejarah

Masa Kerajaan Islam

Keberadaan Purwakarta tidak terlepas dari sejarah perjuangan melawan pasukan VOC. Sekitar awal abad ke-17 Sultan Mataram mengirimkan pasukan tentara yang dipimpin oleh Bupati Surabaya ke Jawa Barat. Salah satu tujuannya adalah untuk menundukkan Sultan Banten. Tetapi dalam perjalanannya bentrok dengan pasukan VOC sehingga terpaksa mengundurkan diri.
Setelah itu dikirimkan kembali ekspedisi kedua dari Pasukan Mataram di bawah pimpinan Dipati Ukur serta mengalami nasib yang sama pula. Untuk menghambat perluasan wilayah kekuasaan kompeni (VOC), Sultan Mataram mengutus Penembahan Galuh (Ciamis) bernama R.A.A. Wirasuta yang bergelar Adipati Panatayuda atau Adipati Kertabumi III untuk menduduki Rangkas Sumedang (Sebelah Timur Citarum). Selain itu juga mendirikan benteng pertahanan di Tanjungpura, Adiarsa, Parakansapi dan Kuta Tandingan. Setelah mendirikan benteng tersebut Adipati Kertabumi III kemudian kembali ke Galuh dan wafat. Nama Rangkas Sumedang itu sendiri berubah menjadi Karawang karena kondisi daerahnya berawa-rawa (Sunda : "Karawaan").
Sultan Agung Mataram kemudian mengangkat putera Adipati Kertabumi III, yakni Adipati Kertabumi IV menjadi Dalem (bupati) di Karawang pada tahun 1656. Adipati Kertabumi IV ini juga dikenal sebagai Raden Adipati Singaperbangsa atau Eyang Manggung, dengan ibu kota di Udug-udug.
Pada masa pemerintahan R. Anom Wirasuta putera Panembahan Singaperbangsa yang bergelar R.A.A. Panatayuda I antara Tahun 1679 dan 1721 ibu kota Karawang dari Udug-udug pindah ke Karawang, dengan daerah kekuasaan meliputi wilayah antara Cihoe (Cibarusah) dan Cipunagara. Pemerintahan Kabupaten Karawang berakhir sekitar tahun 1811-1816 sebagai akibat dari peralihan penguasaan Hindia Belanda dari Pemerintahan Belanda kepada Pemerintahan Inggris.

Masa pemerintahan kolonial Belanda

Antara tahun 1819-1826 Pemerintahan Belanda melepaskan diri dari Pemerintahan Inggris yang ditandai dengan upaya pengembalian kewenangan dari para Bupati kepada Gubernur Jendral Van Der Capellen. Dengan demikian Kabupaten Karawang dihidupkan kembali sekitar tahun 1820, meliputi wilayah tanah yang terletak di sebelah Timur sungai Citarum/Cibeet dan sebelah Barat sungai Cipunagara.Dalam hal ini kecuali Onder Distrik Gandasoli, sekarang Kecamatan Plered pada waktu itu termasuk Kabupaten Bandung. Sebagai Bupati I Kabupaten Karawang yang dihidupkan kembali diangkat R.A.A. Surianata dari Bogor dengan gelar Dalem Santri yang kemudian memilih ibukota kabupaten di Wanayasa.
Pada masa pemerintahan Bupati R.A. Suriawinata atau Dalem Sholawat, pada tahun 1830 ibu kota dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih yang diresmikan berdasarkan besluit (surat keputusan) pemerintah kolonial tanggal 20 Juli 1831 nomor 2.
Pembangunan dimulai antara lain dengan pengurugan rawa-rawa untuk pembuatan Situ Buleud, Pembuatan Gedung Karesidenan, Pendopo, Masjid Agung, Tangsi Tentara di Ceplak, termasuk membuat Solokan Gede, Sawah Lega dan Situ Kamojing. Pembangunan terus berlanjut sampai pemerintahan bupati berikutnya.

Masa setelah Kemerdekaan

Kabupaten Karawang dengan ibukota Purwakarta berjalan sampai dengan tahun 1949. Pada tanggal 29 Januari 1949 dengan Surat Keputusan Wali Negeri Pasundan Nomor 12, Kabupaten Karawang dipecah dua yakni Karawang Bagian Timur menjadi Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di Subang dan Karawang Bagian Barat menjadi Kabupaten Karawang. Berdasarkan Undang-undang nomor 14 tahun 1950, tentang pembentukan daerah kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat, selanjutnya diatur penetapan Kabupaten Purwakarta, dengan ibu kota Purwakarta, yang meliputi Kewedanaan Subang, Sagalaherang, Pamanukan, Ciasem dan Purwakarta.

Etimologi nama Purwakarta

Purwakarta berasal dari suku kata "purwa" yang artinya permulaan dan "karta" yang berarti ramai atau hidup. Pemberian nama Purwakarta dilakukan setelah kepindahan ibukota Kabupaten Purwakarta dari Wanayasa ke Sindang Kasih di tahun 1834.

Peristiwa kepindahan ibukota kabupaten ini setiap tahunnya diperingati pada tanggal 20 Juli dengan melakukan napak tilas tengah malam dari Wanayasa ke Sindang Kasih.

Geografi

 
Masjid Agung Purwakarta pada tahun 1920-1935 (dibangung atas perintah Raden Tumenggaung Aria Sastradipura I, bupati ke-12, menjabat tahun 1854-1863)

Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Karawang di bagian Utara dan sebagian wilayah Barat, Kabupaten Subang di bagian Timur dan sebagian wilayah bagian Utara, Kabupaten Bandung Barat di bagian Selatan, dan Kabupaten Cianjur di bagian Barat Daya.

Kabupaten Purwakarta berada pada titik-temu tiga koridor utama lalu-lintas yang sangat strategis, yaitu Purwakarta-Jakarta, Purwakarta-Bandung dan Purwakarta-Cirebon.

Luas wilayah Kabupaten Purwakarta adalah 971,72 km² atau sekira 2,81% dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat berpenduduk 845.509 jiwa (Proyeksi jumlah penduduk tahun 2009) dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 2,28% per-tahun. Jumlah penduduk laki-laki adalah 420.380 jiwa, sedangkan jumlah penduduk perempuan adalah 425.129 jiwa.

Topografi

Berdasarkan data BPS Kab. Purwakarta,[2] wilayah Kab. Purwakarta berdasarkan relief buminya dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

  • Wilayah Pegunungan. Wilayah ini terletak di tenggara dengan ketinggian 1.100 sd 2.036 M DPL, meliputi 29,73% dari total luas wilayah.
  • Wilayah Perbukitan dan Danau. Wilayah ini terletak di barat laut dengan ketinggian 500 sd 1.000 M DPL, meliputi 33,8% dari total luas wilayah.
  • Wilayah Daratan. Wilayah ini terletak di utara dengan ketinggian 35 sd 499 M DPL, meliputi 36,47% dari total luas wilayah.

Geologi dan Geohidrologi

Kondisi geologi daerah Purwakarta terdiri dari batuan sedimen klastik, berupa batu gamping (kapur), batu lempung, batu pasir dan batuan vulkanik seperti tuf, breksi vulkanik, batuan beku terobosan, batu lempung napalan, konglomerat dan napal. Untuk jenis batuan beku terobosan meliputi andesit, diorite, vetrofir, basal dan gabro. Batuan ini umumnya bertebaran di bagian barat daya wilayah Kabupaten Purwakarta. Jenis Batuan napal atau batu pasir kuarsam merupakan batuan yang tertua di wilayah Kabupaten Purwakarta yang sebarannya terdapat di tepi Bendungan Jatiluhur (Bendungan Ir. H Djuanda).

Sedangkan batu lempung yang usianya lebih muda (miosen) tersebar di sekitar wilayah barat laut dan bagian timur Kabupaten Purwakarta berikut endapan bekas gunung api tua yang berasal dari gunung Burangrang dan Gunung Sunda, yaitu berupa tuf, lava andesit basalitis, breksi vulkanik dan lahar. Pada bagian permukaan batuan itu terdapat endapan hasil erupsi gunung api muda yang meliputi batu pasir, lahar, lapili, breksi lava basal, aglomerat tufan, pasir tufa, lapili dan laca scoria.

Berdasarkan kondisi dan jenis batuan di atas, maka di wilayah Kabupaten Purwakarta terdapat kandungan geologi berupa batu kali batu andesit, batu gamping (kapur), tanah lempung, pasir, pasir kuarsa, pasir batu (sirtu), tras, fosfat, barit dan batu gips. Sebagian besar jenis tanah adalah tanah latosol dan sebagian kecil adalah tanah aluvial, andosol, grumosol, litosol, podsolik dan regosol. Berdasarkan potensi yang dipaparkan di atas telah mendorong munculnya kegiatan pertambangan di Kabupaten Purwakarta.

Purwakarta berada pada cekungan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum dengan kemiringan 0-40% dan DAS Cilamaya. Hal itu sangat berpengaruh pada hidrologi dan sistem drainase daerah Purwakarta. Pada cekungan itu dibangun Bendungan Ir. H. Djuanda di Jatiluhur (7.757 ha.) dan Cirata (1.182 ha.), yang berfungsi sebagai "flow control", irigasi, pembangkit tenaga listrik, juga sebagai sumber air minum DKI Jakarta. Luas kedua bendungan tersebut setara dengan 9,19% luas wilayah Kabupaten Purwakarta. Pembanguan bendungan tersebut dimungkinkan oleh keberadaan sejumlah sungai.

Berdasarkan Basis Data Lingkungan Hidup, sungai-sungai di Kabupaten Purwakarta adalah (1) Sungai Cilamaya yang merupakan Induk Sungai (orde 1 di DAS) dengan panjang 62 Km, lebar rata-rata 30 m, dan debit air 366 m3/detik. Sungai Cilamaya ini mempunyai orde 2 di DAS yaitu antara lain: Sungai Ciracas, Sungai Cijambe, Sungai Cisaat, Sungai Cibongas, Sungai Cilandak, dll. (2) Sungai Cikao, yang merupakan Induk Sungai (orde 1 DAS) dengan panjang sungai 45 Km, lebar 40 m. Sungai Cikao terdiri dari beberap[a sungai orde 2 DAS, yaitu antara lain: Sungai Cigintung, Sungai Cigadung, Sungai Cikembang, Sungai Cicadas, Sungai Cigajah, Sungai Cisitu, Sungai Cibingbin, Sungai Cigorogoy, Sungai Ciledug, Sungai Citajur, Sungai Cigalugur, Sungai Cinangka, dll. (3) Sungai Cilangkap, yang merupakan Induk Sungai (orde 1 DAS) dengan panjang 16 Km, lebar 4 m. Sungai ini mempunyai orde 2 di DAS yaitu Sungai Cioray dan Sungai Cijalu. (4) Sungai Ciampel yang merupakan Induk Sungai (orde 1 DAS) dengan panjang 14 Km dan lebar sungai 4 m. Sungai Ciampel ini mempunayi orde 2 di DAS, yaitu Sungai Cikapuk, Sungai Sumurbeunying, Sungai Cilabuh, Sungai Ciwaru dan Sungai Cikantong.

Iklim

Kondisi iklim di Kabupaten Purwakarta termasuk pada zona iklim tropis, dengan rata-rata curah hujan 3.093 mm/tahun dan terbagi ke dalam 2 wilayah zona hujan, yaitu: zona dengan suhu berkisar antara 22o - 28oC dan zona dengan suhu berkisar 17o - 26oC.

Pemerintahan

Pembagian administratif

 
Pendopo Kabupaten Purwakarta Tahun 2009

Pada tahun 1968, berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang SK Wali Negeri Pasundan diubah dan ditetapkan Pembentukan Kabupaten Purwakarta dengan Wilayah Kewedanaan Purwakarta di tambah dengan masing-masing dua desa dari Kabupaten Karawang dan Cianjur sehingga pada tahun 1968 Kabuapten Purwakarta hanya memiliki 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Purwakarta, Plered, Wanayasa dan Campaka dengan jumlah desa sebanyak 70 desa. Untuk selanjutnya dilaksanakan penataan wilayah desa, kelurahan, pembentukan kemantren dan peningkatan status kemantren menjadi kecamatan yang mandiri. Maka saat itu Kabupaten Purwakarta memiliki wilayah: 183 desa, 9 kelurahan, 8 kamantren dan 11 kecamatan. Berdasarkan perkembangan Kabupaten Purwakarta, pada tahun 1989 telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 821.26-672 tanggal 29 Agustus 1989 tentang lahirnya lembaga baru yang bernama Wilayah Kerja Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Purwakarta yang meliputi Wilayah Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Jatiluhur, Kecamatan Campaka, Perwakilan Kecamatan Cibungur yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada di Purwakarta. Sedangkan wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Plered meliputi wilayah Kecamatan Plered, Kecamatan Darangdan, Kecamatan Tegalwaru, Kecamatan Maniis, Kecamatan Sukatani yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada di Plered. Wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Wanayasa yang meliputi Kecamatan Wanayasti Kewedanaan Subang, Sagalaherang, Pamanukan, Ciasem dan Purwakarta. Pada tahun 1968, berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1968[3] tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang yang telah diresmikan pada tangga 31 Januari 1990 oleh Wakil Gubernur Jawa Barat. Setelah diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta dimulainya pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Purwakarta tepatnya pada tanggal 1 Januari 2001. Serta melalui Peraturan Daerah No. 22 tahun 2001, telah terjadi restrukturisasi organisasi pemerintahan di Kabupaten Purwakarta.

No Kecamatan Jumlah Kel/Desa Luas Wilayah Jumlah Penduduk
1 Babakan Cikao 9 42,40 km² 41.838 jiwa
2 Bojong 14 68,69 km² 46.916 jiwa
3 Bungursari 10 54,66 km² 43.349 jiwa
4 Campaka 10 43,60 km² 39.214 jiwa
5 Cibatu 10 56,50 km² 27.711 jiwa
6 Darangdan 15 67,39 km² 61.499 jiwa
7 Jatiluhur 10 60,11 km² 61.744 jiwa
8 Kiara Pedes 10 52,16 km² 26.799 jiwa
9 Maniis 8 71,64 km² 30.981 jiwa
10 Pasawahan 12 36,96 km² 41.002 jiwa
11 Plered 16 31,48 km² 73.114 jiwa
12 Pondok Salam 11 44,08 km² 28.497 jiwa
13 Purwakarta 10 24,83 km² 169.252 jiwa
14 Sukasari 5 92,01 km² 15.306 jiwa
15 Sukatani 14 95,43 km² 65.570 jiwa
16 Tegalwaru 13 73,23 km² 47.296 jiwa
17 Wanayasa 15 56,55 km² 40.465 jiwa

Daftar bupati Purwakarta

Lihat artikel Daftar bupati Purwakarta. Saat ini yang menjabat sebagai petahana adalah Bupati Dedi Mulyadi periode (2013 - 2018).

Arti Lambang

  • Segi berwarna hitam berpelat merah, dimaksudkan bendungan serba-guna Jatiluhur, yang merupakan kebanggaan dan kemakmuran masyarakat Purwakarta.
  • Lengkung berwarna hijau gelombang putih dan biru, dimaksudkan Situ Buleud.
  • Rumah berwarna merah dan kuning, menggambarkan Gedung Karesidenan yang bersejarah, keagungan daerah Purwakarta. Atapnya berbentuk gunung Tangkuban Perahu, dihubungkan dengan legenda rakyat, mengenai bendungan sungai, cerita Sangkuriang.
  • Padi dan kapas, merupakan lambang kemakmuran yang tidak bisa terpisahkan sesuai pula dengan penghidupan masyarakat Purwakarta yang sebagian besar hidup dari pertanian.

Keterangan :

  • Lambang berbentuk segi lima, sesuai dengan dasar negara yaitu Pancasila yang merupakan tameng Bangsa Indonesia.
  • Pelat merah bertuliskan Wibawa Karta Raharja. "Wibawa" berarti berwibawa atau penuh kehormatan, "Karta" berarti ramai atau hidup, dan "Raharja" berarti keadaan sejahtera atau makmur. Sehingga “Wibawa Karta Raharja” dapat diartikan sebagai daerah yang terhormat/berwibawa, ramai/hidup, serta makmur atau sejahtera.

Keterangan Warna :

  • Hijau Muda, harapan bagi masa depan daerah Purwakarta untuk terus membangun suatu daerah yang adil, makmur dan sejahtera.
  • Hitam, ketuhanan dan ketekunan hati.
  • Kuning, keagungan/kebesaran daerah.
  • Merah, tekad perjuangan bangsa yang pantang mundur, rela bermandi darah daripada menyerah. Putih, kesucian/keikhlasan hati rakyat dalam menanggulangi segala cobaan dan penderitaan.
  • Biru, kesetiaan rakyat terhadap nusa, bangsa dan agama.
  • Hijau Tua, keagamaan masyarakat Purwakarta merupakan masyarakat yang teguh agama, mereka membenci orang-orang yang munafik dan orang-orang yang melalaikan kewajiban untuk berbakti kepada Tuhan. Mereka semua yakin bahwa dari segala kebesaran dan kemajuan daerahnya ialah petunjuk serta lindungan Tuhan YME.

Demografi

Seperti pada umumnya masyarakat yang berdomisili di bagian tengah Jawa Barat, pola kehidupan masyarakat Kabupaten Purwakarta didominasi oleh kultur budaya Sunda. Sejalan dengan perkembangan zaman yang ditandai oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, masyarakat Purwakarta banyak dipengaruhi oleh budaya asing.

Namun demikian, budaya masyarakat pada dasarnya tetap bernuansa budaya Sunda dan nilai-nilai agama, terutama agama Islam. Mayoritas penduduk Kabupaten Purwakarta adalah pemeluk Agama Islam (Muslim) dan sisanya adalah non-muslim. Dengan kata lain, penduduk Purwakarta adalah masyarakat beragama

Trayek bus umum yang melintasi Kabupaten Purwakarta antara lain tujuan Jakarta, Bandung, Bogor, Bekasi, Cikampek, Karawang, Cilegon, Tasikmalaya, Garut, Sumedang, Cirebon dan kota-kota di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Di samping itu terdapat pula moda angkutan kereta api yang melayani tujuan Jakarta, Bandung, Semarang, Cikampek, dan Bekasi.

Bagi masyarakat yang bermukim di sekeliling Waduk Jatiluhur, moda transportasi yang biasa digunakan adalah kapal berukuran kecil (di bawah 7 GT).

Wilayah Purwakarta dilintasi oleh ruas Jalan tol Jakarta-Cikampek dan ruas Jalan Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang). Gerbang Tol yang berada di wilayah Kabupaten Purwakarta adalah di Cikopo (Cikampek), Sadang dan Jatiluhur. Namun di Kabupaten Purwakarta tidak terdapat satupun terminal bus yang memiliki fasilitas yang memadai.

Pariwisata

 
Waduk Jatiluhur dilihat dari atas Gunung Parang

Wisata alam

  • Waduk Jatiluhur, dengan luas 8.300 ha terletak ±9 km dari kota Purwakarta menawarkan sarana rekreasi dan olahraga air yang lengkap dan menarik seperti : dayung, selancar angin, ski air, power boating, perahu layar, dan kapal pesiar. Fasilitas yang tersedia adalah hotel dan bungalow, bar dan restoran, lapangan tenis, kolam renang dengan water slide, gedung pertemuan dan playground. Bagi wisatawan remaja, tersedia pondok remaja serta lahan yang cukup luas untuk kegiatan outbond dan perkemahan yang letaknya diperbukitan diteduhi pepohonan. Di perairan Waduk Jatiluhur ini juga terdapat budi daya ikan keramba jaring apung yang menjadi daya tarik tersendiri. Di waktu siang atau malam kita dapat memancing sambil menikmati ikan bakar. Khusus untuk educational tourism, yang ingin mengetahui seluk beluk waduk ini, Perum Jasa Tirta II menyediakan tenaga ahli.
  • Waduk Cirata, dengan luas 62 km2 berada pada ketinggian 223 m DPL dikelilingi oleh perbukitan. Jika melakukan perjalanan dari kota Purwakarta melalui Plered, akan tiba di Cirata dalam waktu ±40 menit dengan jarak sejauh 15 km. Dalam perjalanan akan melewati pusat perdagangan peuyeum Bendul dan Sentra Industri Keramik Plered disamping menikmati keindahan alam di sepanjang jalan Plered-Cirata.
  • Situ Wanayasa adalah danau alam yang berada pada ketinggian 600 m DPL dengan luas 7 ha, terletak ±23 km dari kota Purwakarta dengan udara yang sejuk berlatar belakang Gunung Burangrang.
  • Sumber Air Panas Ciracas. Terletak ±8 km dari Situ Wanayasa berlokasi di kaki bukit dikelilingi oleh pepohonan dan hamparan sawah dengan udara yang sejuk. Terdapat sekitar 12 titik sumber mata air panas.
  • Air terjun Curug Cipurut dapat ditempuh dengan berjalan kaki sepanjang ± 3 km ke arah Selatan kota Wanayasa, merupakan tempat yang nyaman untuk rekreasi baik hiking maupun camping ground. Berada pada ketinggian 750 m DPL.
  • Badega Gunung Parang adalah objek wisata alam yang menyediakan sarana untuk rock climbing. Terletak 28 km dari kota Purwakarta berada pada ketinggian 983 m DPL.
 
Tebing bagian barat Gunung Parang, Purwakarta
  • Gua Jepang berlokasi ±28 Km dari kota Purwakarta, memiliki ketinggian sekitar 700 m DPL, dikelilingi perkebunan teh, pohon pinus, cengkeh, manggis dan termasuk dalam kawasan puncak Gunung Burangrang. Gua Jepang merupakan gua buatan yang dibangun oleh Jepang (Romusha) sekira tahun 1943 untuk digunakan sebagai tempat persembunyian.
  • Desa Wisata Bojong terletak di Desa Pasanggrahan Kecamatan Bojong ±35 km dari Kota Purwakarta, berada pada ketinggian ±650 m DPL dikelilingi pepohonan, bukit, hamparan sawah, pemandangan alam Gunung Burangrang dan areal perkebunan rakyat.
  • Wisata Via Ferrata Wisata panjat tebing dengan menaiki tangga besi yang dilengkapi alat pengaman khusus bernama lanyard double system, dengan adanya teknik mendaki seperti Via Ferrata ini memungkinkan semua orang dapat memanjat Tebing parang tanpa mempunyai kemampuan khusus, Berada di Tebing Parang, Desa Pasanggrahan, Dusun Cirangkong.
  • Situ Buleud, adalah danau seluas 4 ha berbentuk bulat yang terletak di tengah kota Purwakarta. Situ buleud merupakan landmark Purwakarta. Konon Situ Buleud tempo dulu merupakan tempat "pangguyangan" (mandi/berendam) badak, kemudian pada masa pemerintahan kolonial Belanda dijadikan sebagai tempat peristirahatan. Nantinya Situ Buleud akan dibangun museum bawah tanah dan taman air mancur siliwangi seperti di singapura.
  • Desa Wisata Sajuta Batu, terletak di Desa Pasanggrahan Kecamatan Tegalwaru, salah satu tujuan wisata alam di Purwakarta, dengan suasana khas pedesaan Purwakarta. terdapat berbagai jenis objek wisata tersedia, antaralain, wisata rekreasi dengan jelajah desa dan kampung dengan suguhan panorama alam yang masih asli, wisata mancing, wisata ziarah dan trekking, panjat tebing di Gunung Parang (Gunung batu andesit terbesar di Indonesia) dan menelusuri cerita rakyat Jonggrang Kalapitung di Gunung Bongkok, menelusuri Goa Bolong Gunung Parang serta terdapat sarana bumi perkemahan dan area off road di area Gunung Salasih.

Wisata budaya

  • Gedung Negara, dibangun tahun 1854 pada masa kolonial Belanda dengan gaya arsitektur Eropa. Kini Gedung Negara menjadi Kantor Bupati Purwakarta.
  • Gedung Karesidenan, seusia dengan Gedung Negara dibangun pada zaman pemerintahan kolonial Belanda. Kini menjadi Kantor Badan Koordinasi Wilayah IV terletak di Jalan KK. Singawinata.
  • Masjid Agung, terletak di samping Gedung Negara dibangun pada tahun 1826 pada masa kolonial Belanda. Masjid ini mulai dipugar pada tahun 1993 dengan tetap mempertahankan bentuk asli dan nilai sejarahnya, kemudian diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat pada tahun 1995.
  • Sentra Industri Keramik Plered, terletak di Desa Anjun ±13 km dari kota Purwakarta. Industri ini diperkirakan sudah ada sejak tahun 1904 menghasilkan keramik berkualitas diekspor ke manca negara antara lain Jepang, Belanda, Thailand, dan Singapura. Jenis keramik yang dihasilkan antara lain gerabah, terakota dan porselen.
  • Industri Kain Songket, diproduksi oleh PT. Sinar sejak tahun 1956 untuk di ekspor ke Brunei dan konsumsi dalam negeri.
  • Kesenian Buncis dan Domyak merupakan kesenian khas Purwakarta disamping wayang golek, celempungan, tari-tarian, degung, ketuk tilu, jaipongan, tungbrung, reog, calung dan kesenian-kesenian daerah lainnya.

Wisata ziarah

  • Makam RA. Suriawinata. Seorang pendiri kota Purwakarta yang meninggal tahun 1827, dia merupakan Bupati Karawang ke-9 dimakamkan di tengah Situ Wanayasa.
  • Makam Baing Yusuf adalah makam Syech Baing Yusuf yang meninggal pada tahun 1856 terletak di belakang Masjid Agung Purwakarta. Dia adalah merupakan seorang ulama besar pada zamannya bermukim di Kaum (Paimbaran Masjid Agung) Purwakarta dan mendirikan pondok pesantren.
  • Makam Mama Sempur adalah makam Syekh Tubagus Ahmad Bakri as-Sampuri Makam keramat Sempur adalah Makam Mama Sempur, Dia adalah seorang tokoh agama Islam yang disegani dan terkemuka, sehingga sekarang banyak pengunjung berziarah ke makam tersebut. Letaknya di Sempur-Plered, 14 km dari kota Purwakarta.

Wisata buatan

  • Taman Sri Baduga Air mancur Taman Sri Baduga yang menjadi ikon Baru Purwakarta ini digadang-gadang sama persis dengan Air Mancur Wings of Time yang berada di Singapura. Tak hanya itu air mancur Taman Sri Baduga yang diklaim sebagai Air Mancur terbesar di Indonesia ini pada di bagian utara hingga selatan juga disambungkan oleh sejumlah air mancur. Sementara tepat ditengah danau, terdapat 4 patung harimau dan 1 patung Sri Baduga Maharaja .

Makanan

Yang membedakan dengan sate lainnya adalah bumbu kecapnya yang diolah hingga memiliki cita rasa unik-asam, manis, pedas. Disamping sate maranggi, banyak juga terdapat rumah-rumah makan khas Sunda yang menyajikan ikan bakar, pepes, ayam goreng, ayam bakar (bakakak), lengkap dengan sambal dadakan.

Soto ini dinamakan Soto Sadang, karena memang lokasi awalnya terletak di Sadang, Purwakarta. Tepatnya di persimpangan jalan raya menuju Jakarta dengan rel kereta api. Tapi semenjak dibangunnya jalan layang, rumah makan ini pindah ke arah kota Purwakarta, yaitu di Jalan Veteran.

Oleh-oleh

  • Simping. Makanan ini bentuknya berupa lembaran pipih, bundar tipis, biasanya berwarna putih, dan rasanya gurih. Terbuat dari tepung beras yang diberi beberapa bumbu.
  • Peuyeum bendul
  • Gula aren Cikeris
  • Manisan pala
  • Teh hijau
  • Colenak
  • Opak
  • Browyeum (Brownies Peuyeum). Oleh-oleh ini adalah hasil inovasi dari peuyeum bendul yang di padukan dengan brownies, sehingga menghasilkan citarasa yang khas,dan dapat diperoleh di Perum Bukit Panorama Indah, belakang Polres Kab. Purwakarta.

Daftar tokoh dari Purwakarta

Pahlawan dan Negarawan

Seniman

  • Upit Sarimanah (lahir di Purwakarta, 1926, wafat tahun 1992), pesinden
  • Abas Alibasyah Natapriyana (lahir di Purwakarta, 1928), pelukis dan pendidik
  • Heri Hendrayana Harris atau Gol A Gong (lahir di Purwakarta, 1963), penulis dan aktivis gerakan literasi
  • Ferry Curtis (lahir di Purwakarta, 1990), musisi dan aktivis gerakan literasi
  • Ringgo Agus Rahman (lahir di Purwakarta, 1982). aktor dan komedian

Atlet

Galeri

Referensi

  1. ^ "Perpres No. 10 Tahun 2013". 2013-02-04. Diakses tanggal 2013-02-15. 
  2. ^ "Badan Pusat Statistik Kabupaten Purwakarta". purwakartakab.bps.go.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-05-02. 
  3. ^ UU No. 4 tahun 1968

Pranala luar