Mahathir Mohamad
Mahathir bin Mohamad, SMN DK (Jawi:محضير بن محمد; IPA: [maˈhaðɪr bɪn moˈhamad]; lahir 10 Juli 1925)[1] adalah politikus Malaysia yang menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia ke-4 dan ke-7 setelah pemilihan umum 2018.[2] Ia merupakan anggota Parlemen Malaysia mewakili Langkawi di Kedah. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Perdana Menteri pada tahun 1981 sampai 2003 dan menjadi Perdana Menteri dengan masa jabatan terlama. Karier politiknya merentang selama lebih dari 70 tahun sejak ia bergabung dengan United Malays National Organisation (UMNO) tahun 1946 dan mendirikan Partai Pribumi Bersatu Malaysia tahun 2016.
Mahathir lahir dan besar di Alor Setar, Kedah. Setelah lulus sekolah, ia berprofesi sebagai dokter. Ia aktif di UMNO sebelum menjadi anggota parlemen pada tahun 1964. Ia menjabat selama satu periode, lalu kalah dalam pemilu selanjutnya. Ia kemudian berselisih dengan Perdana Menteri[3] Tunku Abdul Rahman dan dikeluarkan dari UMNO. Ketika Abdul Rahman mundur, Mahathir kembali masuk UMNO dan Parlemen dan diangkat menjadi menteri kabinet. Pada tahun 1976, ia diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri. Pada tahun 1981, ia dilantik sebagai Perdana Menteri setelah pendahulunya, Hussein Onn, mengundurkan diri.
Pada masa pemerintahan Mahathir, Malaysia mengalami modernisasi dan pertumbuhan ekonomi pesat. Pemerintahannya merintis serangkaian proyek infrastruktur besar. Mahathir adalah tokoh politik ternama, memenangi lima pemilu berturut-turut, dan mengalahkan para pesaingnya yang hendak memperebutkan kursi ketua partai UMNO. Namun, pemerintahan Mahathir juga mengorbankan independensi pengadilan serta kekuasaan dan hak tradisional kerajaan Malaysia. Ia mengesahkan Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri untuk menangkap aktivis, tokoh agama minoritas, dan lawan politik, termasuk Wakil Perdana Menteri yang ia pecat pada tahun 1998, Anwar Ibrahim. Rekam jejak Mahathir dalam mengekang kebebasan sipil dan penolakannya terhadap kepentingan dan kebijakan ekonomi Barat mempertegang hubungan luar negeri Malaysia dengan Amerika Serikat, Britania Raya, dan Australia. Sebagai Perdana Menteri, ia mendukung pembangunan dunia ketiga dan merupakan aktivis internasional ternama.
Mahathir masih menjadi tokoh politik aktif setelah pensiun. Ia sering melontarkan kritik terhadap penggantinya, Abdullah Ahmad Badawi, yang mulai menjabat tahun 2006 dan Najib Razak tahun 2015.[4] Putranya, Mukhriz Mahathir, menjabat sebagai Menteri Besar Kedah sampai awal 2016. Pada 29 Februari 2016, Mahathir keluar dari UMNO karena partai tersebut tetap mendukung Perdana Menteri Najib Razak meski sudah terjerat skandal 1Malaysia Development Berhad.[5] Tanggal 9 September 2016, Jabatan Pendaftaran Pertubuhan menyetujui pendirian Partai Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM) sebagai partai politik resmi di Malaysia; Mahathir diangkat sebagai ketua partai.[6] Pada tanggal 8 Januari 2018, Mahathir dinyatakan sebagai calon Perdana Menteri mewakili Pakatan Harapan pada pemilu 2018. Ia berencana mengampuni Anwar Ibrahim dan menyerahkan tampuk kekuasaan ke Anwar setelah dua tahun berkuasa. Pada usia 92 tahun, ia menjadi Perdana Menteri Malaysia tertua yang masih hidup sekaligus kepala negara atau pemerintahan tertua di dunia. Ia adalah PM Malaysia pertama yang tidak berasal dari koalisi UMNO–Barisan Nasional. Ia juga merupakan PM Malaysia pertama yang menjabat tidak berturut-turut.
Perdana Menteri
Dalam negeri
Mahathir dilantik sebagai Perdana Menteri pada tanggal 16 Juli 1981 pada usia 56 tahun.[7] Salah satu keputusan pertamanya adalah membebaskan 21 orang yang dijerat Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri, termasuk wartawan Samad Ismail dan mantan wakil menteri kabinet Hussein, Abdullah Ahmad, yang diduga anggota gerakan komunis bawah tanah.[8] Ia mengangkat sekutu dekatnya, Musa Hitam, sebagai Wakil Perdana Menteri.[9]
Tahun-tahun pertama (1981–1987)
Mahathir berhati-hati selama dua tahun pertama memerintah. Ia mengonsolidasikan kekuasaannya sebagai ketua UMNO, lalu perdana menteri setelah memenangi pemilu 1982.[10][11] In 1983, Mahathir memulai perseteruan pertama dalam serangkaian perselisihan yang kelak terjadi antara pemerintah dan kerajaan Malaysia. Posisi Yang di-Pertuan Agong, kepala negara Malaysia, akan diserahkan ke Idris Shah II dari Perak atau Iskandar dari Johor yang cukup kontroversial. Mahathir sangat keberatan dengan kedua sultan tersebut. Keduanya adalah pemimpin aktivis, dan Iskandar sendiri beberapa tahun sebelumnya dijerat pasal pembunuhan.[12][13] Mahathir mencoba lebih dulu membatasi kekuasaan pewaris takhta baru atas pemerintahannya. Ia mengusulkan amendemen Konstitusi Malaysia ke parlemen supaya Raja dianggap menyetujui RUU apapun yang belum disetujui oleh Parlemen dalam kurun 15 hari. Amendemen tersebut juga menyerahkan kekuasaan menyatakan keadaan darurat dari Raja ke Perdana Menteri. Raja saat itu, Ahmad Shah dari Pahang, menyetujui usulan tersebut, tetapi menolak setelah ia tahu bahwa usulan tersebut akan menganggap para sultan menyetujui RUU yang disahkan parlemen negara bagian. Atas dukungan para sultan, Raja menolak menyetujui amendemen konstitusi yang sudah disahkan parlemen.[14][15] Ketika publik menyadari kebuntuan ini dan para sultan menolak bersepakat dengan pemerintah, Mahathir memimpin demonstrasi di jalanan. Pers berpihak dengan pemerintah, meski sebagian masyarakat Melayu, termasuk politikus UMNO konservatif, dan bahkan sebagian besar masyarakat Tionghoa mendukung sultan. Krisis mereda setelah lima bulan karena Mahathir dan para sultan saling bersepakat. Hak Raja untuk menyatakan keadaan darurat akan dipertahankan, tetapi apabila ia menolak menyetujui RUU, RUU tersebut akan dikembalikan ke Parlemen sehingga veto Raja tidak berlaku.[16]
Di bidang ekonomi, Mahathir mewarisi Dasar Ekonomi Baru dari pendahulunya yang dirancang untuk memperbaiki posisi ekonomi bumiputera (suku Melayu dan pribumi Malaysia) melalui tindakan afirmatif di berbagai sektor seperti kepemilikan perusahaan dan penerimaaan mahasiswa baru.[17] Mahathir juga secara aktif mendorong privatisasi BUMN sejak awal 1980-an. Alasannya, pemimpin negara lainnya seperti Margaret Thatcher menerapkan ekonomi liberal dan ia merasa perpaduan ekonomi liberal dan tindakan afirmatif bagi bumiputera dapat menciptakan kesempatan ekonomi bagi usaha-usaha bumiputera.[18] Pemerintahannya memprivatisasi maskapai penerbangan, sarana umum, dan telekomunikasi. Sekitar 50 BUMN diprivatisasi setiap tahun pada pertengahan 1990-an.[19] Meski privatisasi secara umum memperbaiki kondisi kerja karyawan Malaysia di berbagai sektor industri dan menaikkan pemasukan pemerintah, banyak privatisasi yang terjadi tanpa proses tender terbuka dan menguntungkan orang-orang Melayu pendukung UMNO. Salah satu proyek infrastruktur terkenal waktu itu adalah pembangunan Lebuhraya Utara–Selatan, jalan tol yang membentang dari perbatasan Thailand ke SIngapura; kontrak pembangunan jalan tol ini diberikan kepada sayap bisnis UMNO.[20] Mahathir memimpin pendirian produsen mobil Proton, hasil usaha patungan antara pemerintah Malaysia dan Mitsubishi. Pada akhir 1980-an, dengan bantuan tarif protektif, Proton menjelma dari perusahaan merugi menjadi produsen mobil terbesar di Asia Tenggara.[21]
Pada awal masa pemerintahannya, suku Melayu mengalami kebangkitan Islam. Orang Melayu semakin taat dan konservatif. Setelah bergabung dengan koalisi UMNO tahun 1970-an, PAS mengambil sikap Islamis di bawah pimpinan sosok yang mengalahkan Mahathir dalam pemilu legislatif 1969, Yusof Rawa. Mahathir mencoba mengumpulkan dukungan masyarakat konservatif dengan mendirikan lembaga-lembaga Islam seperti International Islamic University of Malaysia yang memperkenalkan pendidikan Islam di bawah pengawasan pemerintah. Keputusannya membuat Anwar Ibrahim, ketua Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM), bergabung dengan UMNO. Pemerintahan Mahathir mengambil tindakan keras terhadap pendukung Islamisme ekstrem. Ibrahim Libya, pemimpin Islamis populer, tewas dalam baku tembak polisi tahun 1985; Al-Arqam, sebuah aliran Islam, dilarang berdiri dan ketuanya, Ashaari Mohammad, ditangkap dan dijerat Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri.[22] Mahathir mengalahkan PAS pada pemilu 1986 dengan memenangi 83 dari 84 kursi; PAS hanya diwakili oleh satu anggota parlemen.[23]
Pelaksanaan kekuasaan (1987–1990)
Bayangan dominasi politik Mahathir usai pemilu 1986 tidak berlangsung lama. Pada tahun 1987, Tengku Razaleigh Hamzah menantang Mahathir dalam perebutan kursi presiden UMNO dan perdana menteri. Karier Razaleigh semakin memburuk di era Mahathir. Ia diturunkan dari Menteri Keuangan menjadi Menteri Perdagangan dan Industri. Razaleigh didukung oleh Musa yang setahun sebelumnya mundur dari jabatan wakil perdana menteri. Meski Musa dan Mahathir awalnya sekutu dekat, keduanya berselisih pada masa pemerintahan Mahathir. Musa mengklaim bahwa Mahathir tidak lagi memercayainya. Razaleigh dan Musa bertarung merebut jabatan presiden dan wakil presiden UMNO melawan Mahathir dan wakilnya yang baru, Ghafar Baba. Kedua pasangan ini masing-masing dikenal dengan sebutan Tim B dan Tim A. Tim A Mahathir didukung pers, sebagian besar pejabat tinggi partai, dan bahkan Iskandar, kini Raja Malaysia, tetapi beberapa tokoh penting seperti Abdullah Badawi mendukung Tim B. Dalam pemilu tanggal 24 April 1987, Tim A menang. Mahathir terpilih lagi dengan selisih kecil. Ia mendapat 761 suara delegasi partai, sedangkan Razaleigh mendapat 718. Ghafar mengalahkan Musa dengan selisih yang agak besar. Mahathir kemudian memecat tujuh pendukung Tim B dari kementeriannya, sedangkan Tim B menolak mengakui kekalahan dan mengajukan gugatan hukum. Pada Februari 1988, Pengadilan Tinggi memutuskan bahwa UMNO adalah organisasi ilegal karena sebagian cabangnya tidak terdaftar secara resmi.[24][25] Setiap faksi berlomba mendaftarkan partai baru dengan nama UMNO. Kubu Mahathir berhasil mendaftarkan nama "UMNO Baru", sedangkan permohonan pendaftaran "UMNO Malaysia" oleh Tim B ditolak. UMNO Malaysia, di bawah kepemimpinan Tengku Razaleigh Hamzah dan didukung mantan PM Abdul Rahman dan Hussein, memutuskan mendirikan partai Semangat 46.[26]
Setelah selamat dari krisis politik, setidaknya sementara, Mahathir mulai menantang cabang yudisial. Ia khawatir putusan pendaftaran UMNO Baru akan dibatalkan oleh banding Tim B. Ia merumuskan amendemen konstitusi lewat parlemen yang menghapus kekuasaan Pengadilan Tinggi untuk melakukan peninjauan hukum. Kini, Pengadilan Tinggi hanya bisa memproses peninjauan hukum sesuai undang-undang khusus yang mengatur kekuasaan tersebut.Presiden Mahkamah Agung, Salleh Abas, menanggapinya dengan mengirim nota protes ke Raja. Mahathir kemudian membebastugaskan Salleh atas "penyalahgunaan kekuasaan parah" karena surat tersebut merupakan pelanggaran protokol. Pengadilan yang dibentuk Mahathir menyatakan Salleh bersalah dan menyarankan kepada Raja agar Salleh dipecat. Lima hakim lain mendukung Salleh dan juga dibebastugaskan oleh Mahathir. Pengadilan baru menolak banding Tim B sehingga faksi Mahathir bisa mempertahankan nama UMNO. Menurut Milne dan Mauzy, peristiwa ini menghancurkan independensi kehakiman Malaysia.[27]
Bersamaan dengan krisis politik dan yudisial, Mahathir mulai memburu oposisi dengan memanfaatkan Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri. Pengangkatan kepala-kepala sekolah yang tidak bisa berbahasa Mandarin di sekolah-sekolah Tionghoa memancing kemarahan etnis Tionghoa-Malaysia. Mitra koalisi UMNO, Malaysian Chinese Association dan Gerakan, bergabung dengan Partai Aksi Demokratis (DAP) sebagai bentuk protes atas pengangkatan tersebut. Sayap pemuda UMNO mengadakan unjuk rasa provokatif yang memancing penembakan oleh seorang pelaku bersenjata dari etnis Melayu. Hanya campur tangan Mahathir yang dapat mencegah UMNO mengadakan unjuk rasa yang lebih besar lagi. Mahathir kemudian mengeluarkan perintah yang disebut-sebut Wain sebagai "pembungkaman oposisi politik terbesar dalam sejarah Malaysia". Dalam Operasi Lalang, 119 orang ditangkap dan ditahan tanpa alasan di bawah Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri. Mahathir berpendapat bahwa penahanan perlu dilakukan untuk mencegah berulangnya kerusuhan ras tahun 1969. Sebagian besar tahanan merupakan aktivis oposisi ternama, termasuk ketua DAP, Lim Kit Siang, dan sembilan anggota parlemen dari partainya. Tiga surat kabar yang bersimpati kepada oposisi ditutup.[28]
Mahathir mengalami serangan jantung pada awal 1989,[29] tetapi segera pulih dan memimpin Barisan Nasional menuju kemenangan pada pemilu 1990. Semangat 46 gagal merebut kursi di luar negara bagian Kelantan, kampung Razaleigh. Sejak itu, Musa bergabung lagi dengan UMNO.[30]
Pembangunan ekonomi dan krisis keuangan (1990–1998)
Berakhirnya Dasar Ekonomi Baru (DEB) tahun 1990 membuka kesempatan bagi Mahathir untuk menetapkan visi ekonomi Malaysia. Pada tahun 1991, ia meresmikan Wawasan 2020 yang menggariskan rencana Malaysia menjadi negara maju dalam kurun 30 tahun.[31] Pencapaian sasaran ini memerlukan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar tujuh persen produk domestik bruto per tahun.[32] Salah satu rencana Wawasan 2020 adalah melenyapkan batas kesukuan secara bertahap. Wawasan 2020 dilengkapi oleh pengganti DEB, Dasar Pembangunan Nasional (DPN). Menurut DPN, program-program pemerintah yang sebelumnya dirancang untuk mengutamakan bumiputera akan dibuka bagi suku-suku lain.[33] DPN berhasil mencapai salah satu sasaran utamanya, yaitu pengentasan kemiskinan. Tahun 1995, kurang dari sembilan persen penduduk Malaysia hidup miskin dan kesenjangan upah semakin menyusut.[34] Pemerintahan Mahathir memangkas pajak perusahaan dan membebaskan aturan keuangan demi menarik investasi asing. Ekonomi tumbuh lebih dari sembilan persen per tahun sampai 1997. Negara berkembang lainnya pun mencoba meniru kebijakan Mahathir.[35] Sebagian besar pertumbuhan ekonomi Malaysia tahun 1990-an adalah hasil kebijakan Anwar Ibrahim; ia diangkat sebagai menteri keuangan tahun 1991.[36] Pemerintah menikmati pertumbuhan ekonomi ini dan memenangi pemilu 1995 dengan penambahan suara mayoritas.[37]
Mahathir merintis sejumlah proyek infrastruktur besar pada tahun 1990-an. Salah satunya adalah Multimedia Super Corridor, sebuah kawasan di selatan Kuala Lumpur yang dirancang untuk industri teknologi informasi. Namun, proyek ini gagal menggaet investasi yang diharapkan.[38] Proyek lainnya adalah pembangunan Putrajaya sebagai pusat pelayanan publik Malaysia dan memboyong Formula One Grand Prix ke Sepang.[39] Salah satu pembangunan paling kontroversial era Mahathir adalah Bendungan Bakun di Sarawak. Proyek hidroelektrik ini bertujuan mengalirkan listrik melintasi Laut Cina Selatan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Semenanjung Malaysia. Pembangunan dihentikan akibat krisis keuangan Asia.[40]
Krisis keuangan mengancam Malaysia. Nilai ringgit terjun bebas akibat spekulasi mata uang, investasi asing keluar, dan indeks bursa efek utama jatuh lebih dari 75 persen. Atas desakan Dana Moneter Internasional (IMF), pemerintah memangkas belanja pemerintah dan menaikkan suku bunga, tetapi malah memperparah situasi ekonomi. Pada tahun 1998, Mahathir membatalkan kebijakan tersebut sebagai bentuk penolakan terhadap IMF dan wakilnya sendiri, Anwar. Ia menaikkan belanja pemerintah dan memperbaiki nilai ringgit terhadap dolar AS. Hasilnya mengejutkan para kritikusnya dan IMF. Malaysia pulih dari krisis keuangan lebih cepat daripada negara-negara tetangganya di Asia Tenggara. Di dalam negeri, ini merupakan kemenangan politik. Di tengah krisis ekonomi 1998, Mahathir memecat Anwar dari jabatan menteri keuangan dan wakil perdana menteri. Mahathir kini dapat mengklaim bahwa ia menyelamatkan ekonomi negara dari kebijakan-kebijakan Anwar.[41]
Dalam dasawarsa kedua masa pemerintahannya, Mahathir kembali berselisih dengan kerajaan Malaysia. Pada tahun 1992, putra Sultan Iskandar, pemain hoki, dilarang mengikuti kejuaraan selama lima tahun karena menyerang lawan. Iskandar kemudian menarik semua tim hoki Johor dari kejuaraan nasional. Ketika keputusannya dikritik oleh seorang pelatih setempat, Iskandar memintanya datang ke istana dan memukulnya. Parlemen federal dengan suara bulat memprotes kelakuan Iskandar. Mahathir memanfaatkan kesempatan ini untuk menghapus kekebalan konstitusional sultan dari gugatan pidana dan perdata. Pers pun mendukung Mahathir dan mulai menerbitkan berbagai keburukan anggota keluarga kerajaan Malaysia. Setelah pers mengungkapkan kekayaan kerajaan yang sangat mewah, Mahathir memutuskan memotong pasokan keuangan kerajaan. Karena pers dan pemerintah bersatu melawan kerajaan, para sultan tunduk pada tuntutan pemerintah. Hak kerajaan untuk menolak menyetujui undang-undang dibatasi oleh amendemen konstitusi tahun 1994. Dengan lenyapnya status dan kekuasaan kerajaan Malaysia, Wain menulis bahwa pada pertengahan 1990-an Mahathir telah menjelma menjadi "raja Malaysia tanpa mahkota".[42]
Tahun-tahun terakhir dan pergantian kekuasaan (1998–2003)
Pada pertengahan 1990-an, tampak jelas bahwa ancaman terbesar bagi kekuasaan Mahathir adalah ambisi kekuasaan wakilnya, Anwar. Anwar mulai menjauhkan diri dari Mahathir, mengumbar ketaatan agamanya, dan mendukung pelonggaran kekangan kebebasan sipil yang menjadi ciri khas pemerintahan Mahathir.[43] Namun, Mahathir terus membela Anwar sebagai penggantinya sebelum hubungan mereka merenggang di tengah krisis keuangan Asia. Posisi keduanya semakin berseberangan. Mahathir menolak kebijakan moneter dan fiskal ketat yang disarankan IMF. Pada musyawarah nasional UMNO tahun 1998, seorang pendukung Anwar, Ahmad Zahid Hamidi, mengkritik pemerintah karena bertindak lamban dalam melawan korupsi dan kroniisme. Seiring bertambahnya kekuasaan Mahathir dalam kebijakan ekonomi Malaysia selama beberapa bulan berikutnya, Anwar semakin disampingkan. Pada tanggal 2 September, ia dicopot dari jabatan wakil perdana menteri dan menteri keuangan dan langsung dikeluarkan dari UMNO. Pemecatannya tidak disertai alasan, tetapi media mengaitkannya dengan tuduhan pelecehan seksual yang tersebar melalui "surat ancaman tanpa nama" di musyawarah nasional.[44] Seiring bertambahnya tuduhan, masyarakat mengadakan demonstrasi besar-besaran untuk mendukung Anwar. Tanggal 20 September, Anwar ditangkap dan ditahan di bawah Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri.[45]
Anwar disidang atas empat tuduhan korupsi setelah muncul dugaan bahwa Anwar menyalahgunakan kekuasaannya dengan meminta polisi mengintimidasi orang-orang yang menuduh dirinya melakukan sodomi terhadap mereka. Sebelum sidang Anwar dimulai, Mahathir mengatakan kepada pers bahwa ia yakin Anwar bersalah. Anwar dinyatakan bersalah pada April 1999 dan dihukum penjara enam tahun.[46] Dalam sidang selanjutnya, Anwar divonis penjara sembilan tahun dalam kasus sodomi.[47] Dakwaan sodomi ini dibatalkan oleh pengadilan banding setelah Mahathir mengundurkan diri.[48]
Mahathir telah melenyapkan pesaingnya, tetapi reputasinya di dunia internasional dan perpolitikan dalam negeri jatuh. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Madeleine Albright membela Anwar sebagai "sosok pemimpin yang sangat dihormati" yang "berhak mendapat proses hukum dan persidangan yang adil".[49] Dalam pidatonya di Kuala Lumpur, Wakil Presiden Amerika Serikat Al Gore menyatakan bahwa "kami akan selalu mendengar suara-suara yang menginginkan demokrasi", termasuk "suara masyarakat Malaysia yang berani".[50] Pada KTT APEC tahun 1999, Perdana Menteri Kanada Jean Chrétien menolak bertemu Mahathir, sedangkan menteri luar negeri Kanada bertemu istri Anwar, Wan Azizah Wan Ismail.[51] Wan Azizah membentuk partai oposisi liberal, Partai Keadilan Rakyat (Keadilan), untuk bertarung dalam pemilu 1999. UMNO kehilangan 18 kursi dan dua pemerintahan negara bagian karena banyak orang Melayu yang memilih PAS dan Keadilan, sebagian besar di antaranya memilih sebagai bentuk protes atas perlakuan Mahathir terhadap Anwar.[52]
Pada September 2001, Mahathir memicu kontroversi setelah ia menyatakan bahwa Malaysia sejatinya merupakan negara Islam.[53]
Pada musyawarah nasional UMNO tahun 2002, Mahathir mengumumkan bahwa ia akan mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri, tetapi para pendukungnya segera naik panggung dan memintanya tetap menjabat. Ia memastikan akan pensiun pada Oktober 2003 agar bisa mempersiapkan peralihan kekuasaan ke penggantinya, Abdullah Badawi.[54] Dengan masa jabatan 22 tahun, Mahathir merupakan pemimpin terpilih dengan masa jabatan terlama di dunia.[55] Ia masih menjadi perdana menteri dengan masa jabatan terlama di Malaysia.
Hubungan luar negeri
Sepanjang masa pemerintahan Mahathir, hubungan Malaysia dengan Barat baik-baik saja walaupun Mahathir dikenal sebagai kritikus paling vokal.[56] Pada awal pemerintahannya, perselisihan sepele dengan Britania Raya terkait biaya kuliah memancing Mahathir untuk menyerukan boikot barang-barang Britania, sebuah kampanye yang dikenal dengan nama "Buy British Last". Persoalan ini mendorong pencarian model pembangunan di Asia, khususnya Jepang. Ini merupakan awal dari Kebijakan Melihat ke Timur yang digagas Mahathir.[57] Meski persoalan ini diselesaikan oleh Perdana Menteri Margaret Thatcher, Mahathir terus mengutamakan model pembangunan Asia daripada Barat. Ia mengkritik standar ganda negara-negara Barat.[58]
Amerika Serikat
Mahathir selalu mengkritik kebijakan luar negeri Amerika Serikat secara terbuka.[59] Namun demikian, hubungan antara kedua negara tetap positif dan Amerika Serikat merupakan sumber investasi asing terbesar sekaligus pelanggan terbesar Malaysia pada masa pemerintahan Mahathir. Selain itu, perwira militer Malaysia rutin latihan bersama militer Amerika Serikat lewat program International Military Education And Training (IMET).
BBC melaporkan bahwa hubungan dengan Amerika Serikat memburuk pada tahun 1998,[60] ketika Wakil Presiden AS Al Gore berpidato di konferensi Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Kuala Lumpur:
Demokrasi memberikan legitimasi yang diperlukan oleh reformasi supaya berjalan efektif. Karena itu, di antara negara-negara yang mengalami krisis ekonomi, kami selalu mendengar tuntutan demokrasi, tuntutan reformasi, dalam berbagai bahasa – People Power, doi moi, reformasi. Kami mendengar seruan itu hari ini – di sini, saat ini – dari masyarakat Malaysia yang pemberani.
Gore dan Amerika Serikat memprotes penahanan wakil perdana menteri Mahathir, Anwar Ibrahim, dan mencapnya "persidangan semu". US News and World Report menjuluki persidangan tersebut "hiburan murahan".[61] Selain itu, Anwar merupakan pendukung kebijakan ekonomi IMF yang meliputi kenaikan suku bunga. Sebuah artikel di Malaysia Today mencantumkan bahwa, "komentar Gore adalah serangan nyata terhadap Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, dan pemerintahan-pemerintahan lain, termasuk Jepang, yang menolak tuntutan reformasi pasar Amerika Serikat".[62] Desakan reformasi Gore yang mencakup pergantian kekuasaan merupakan anatema bagi Mahathir. Ia berkomentar bahwa, "Saya belum pernah menemui orang sekasar ini". Ini merupakan gambaran harapan orang Malaysia bahwa tamu tidak boleh menjelek-jelekkan tuan rumah.[63]
Akan tetapi, pandangan Mahathir memang tidak bisa digoyahkan sebelum APEC. Contohnya, dalam pidato KTT ASEAN tahun 1997, ia mengutuk Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal dan mencapnya sebagai instrumen opresif Amerika Serikat dan negara-negara lain untuk memaksakan nilai-nilai mereka kepada bangsa Asia. Ia menambahkan bahwa bangsa Asia lebih memerlukan kestabilan dan pertumbuhan ekonomi daripada kebebasan sipil. Pernyataan ini membuat dirinya tidak disukai Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Madeleine Albright, yang juga hadir dalam KTT itu.
Hubungan kedua negara sama-sama tidak stabil. Usai pemecatan dan penahanan Anwar, Madeleine Albright menjenguk istri Anwar. Mahathir sendiri menjadikan Amerika Serikat sebagai alasan kebijakannya. Terkait penahanan politik tanpa persidangan di Malaysia, ia mengatakan, "Berbagai peristiwa di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pemerintah mereka memiliki kekuasaan khusus yang bisa dilaksanakan untuk melindungi publik demi kemaslahatan bersama."
Di sisi lain, pemerintah Amerika Serikat mengkritik pemerintah Malaysia atas penerapan Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri. Pada tahun 2001, Presiden George W. Bush menyatakan, "Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri adalah hukum yang kejam. Setiap negara tidak boleh menerapkan hukum yang mengizinkan penahanan tanpa peradilan." Tahun 2004, Bush berubah sikap dan mengatakan, "Kita tidak bisa semerta-merta mencap Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri Malaysia sebagai hukum yang kejam."
Pada tahun 2003, Mahathir berpidato di KTT Gerakan Non-Blok di Kuala Lumpur:
Apabila orang-orang tak bersalah yang tewas dalam serangan di Afganistan dan orang-orang yang meninggal akibat kekurangan pangan dan perawatan di Irak dianggap efek samping, apakah 3.000 orang yang tewas di New York dan 200 orang di Bali juga efek samping agar serangannya berhasil?[butuh klarifikasi]
Marie Huhtala, Duta Besar Amerika Serikat untuk Malaysia, menanggapi, "Pernyataan ini sama sekali tidak membantu. Washington benar-benar mempertimbangkan pernyataan ini. Pernyataan ini akan berdampak buruk terhadap hubungan kedua negara."
Invasi Irak 2003 memancing keributan antara kedua negara. Mahathir mengkritik habis-habisan Presiden George W. Bush karena bertindak tanpa mandat PBB. Meski demikian, hubungan antara kedua negara tetap kuat. Sidang dengar pendapat subkomite DPR Amerika Serikat tahun 2003 (Serial No. 108–21) tentang kebijakan Amerika Serikat terhadap Asia Tenggara menyatakan bahwa, "Meski Perdana Menteri Mahathir kadang melontarkan pernyataan publik yang serampangan, kerja sama A.S.-Malaysia tetap kuat di berbagai bidang seperti pendidikan, perdagangan, hubungan militer, dan kontraterorisme."
Sekalipun sudah pensiun, Mahathir tidak berhenti mengkritik Amerika Serikat. Menurut The Star edisi 18 Oktober 2004, ia mengatakan, "Kebanyakan rakyat Amerika Serikat masa bodoh dan tidak tahu apa-apa tentang seluruh dunia.... Namun, merekalah yang memutuskan siapa orang paling berkuasa di dunia". Dalam wawancara yang sama, ia memprediksi kemenangan George W. Bush dalam pilpres Amerika Serikat 2004.
Australia
Hubungan Mahathir dengan Australia (negara terdekat Malaysia di bekas jajahan Inggris dan negara yang kebijakan luar negerinya terpusat di Asia Tenggara) dan para tokoh politik Australia cenderung tidak stabil. Hubungan antara Mahathir dan pemimpin Australia mencapai titik rendah pada tahun 1993 ketika Paul Keating mencap Mahathir keras kepala karena tidak menghadiri KTT APEC.[64]
Singapura
Mahathir adalah alumnus fakultas kedokteran Universiti Malaya yang terletak di Singapura pada masa pemerintahan Britania Raya (kampus Universiti Malaya di Singapura kini berubah nama menjadi National University of Singapore, sedangkan kampus di Kuala Lumpur tetap Universiti Malaya). Ia lulus dari King Edward VII Medical College pada tahun 1953.
Hubungan luar negeri dengan Singapura pada masa pemerintahan Mahathir cenderung tegang. Banyak sengketa yang sampai saat ini belum terselesaikan. Sebagian besar isu internasional ini diangkat ketika Mahathir berkuasa, tetapi belum ada upaya penyelesaian secara bilateral. Isu-isu tersebut adalah:
- rendahnya harga air baku yang dibayarkan Singapura ke Malaysia (3 sen Malaysia atau US$0,008 per 1000 galon);
- rencana penggantian Causeway dengan jembatan gantung untuk memperbaiki arus air di Selat Johor (dibatalkan oleh pengganti Mahathir, Abdullah Ahmad Badawi);
- reklamasi lahan Singapura yang berdampak pada akses kapal ke Pelabuhan Tanjung Pelepas;
- penggunaan ruang udara Malaysia oleh Angkatan Udara Republik Singapura;
- status Pulau Pedra Branca (atau Pulau Batu Putih) diangkat di Mahkamah Internasional dan kini dimiliki oleh Singapura;
- kedaulatan tanah rel kereta api Malaysia di Singapura dan Points of Agreement.
- pembatalan perdagangan konter CLOB (Central Limit Order Book) tanpa batas waktu selama krisis keuangan Asia 1997 yang membekukan saham senilai US$4,47 miliar dan merugikan 172.000 investor, sebagian besar warga negara Singapura.[65][66][67]
Di sisi lain, Singapura-Malaysia menandatangani kesepakatan pada tahun 1988 dan Mahathir membangun Bendungan Linggui di Sungai Johor dan memasok air baku ke Singapura.[68] Lee dan Mahathir mengumumkan rencana pembangunan pipa gas alam dari Terengganu ke Singapura. Pipa ini rampung 10 tahun kemudian pada Januari 1992.[69]
Mahathir menulis sebuah artikel di blognya, chedet.cc, berjudul "Kuan Yew and I". Ia mengungkapkan rasa sedihnya atas wafatnya Lee. Ia mengaku sering berseteru dengan pemimpin ulung Singapura tersebut, tetapi tidak ada permusuhan kecuali perbedaan pandangan mengenai jalan yang patut ditempuh bagi Singapura untuk maju ke depan. Ia kemudian menulis bahwa ASEAN kehilangan pemimpin kuat setelah Lee Kuan Yew dan Suharto.[70] Sejumlah analis politik yakin bahwa Mahathir merupakan "penjaga tua" Asia Tenggara yang terakhir.[71]
Pada April 2016, peringatan satu tahun kematian Lee Kuan Yew, Mahathir mengatakan kepada media bahwa rakyat Singapura harus mengakui sumbangsih dan pengorbanan Lee Kuan Yew karena Lee adalah pemicu kesuksesan Singapura saat ini. Mahathir mengatakan bahwa Lee mengubah Singapura menjadi pusat keuangan dengan pelabuhan kelas dunia dan penghubung jalur penerbangan dunia. Ia juga mengatakan bahwa Lee punya pemikiran sendiri dan tidak bisa dibandingkan dengan Malaysia.[72]
Bosnia-Herzegovina
Di Bosnia-Herzegovina, Mahathir dikenal sebagai sekutu yang berpengaruh. Ia mengunjungi Sarajevo pada bulan Juni 2005 untuk membuka jembatan dekat Bosmal City Center yang menandakan persahabatan antara bangsa Malaysia dan Bosnia.
Ia melakukan kunjungan tiga hari ke Visoko untuk melihat Piramida Matahari Bosnia pada bulan Juli 2006. Ia berkunjung lagi beberapa bulan kemudian.
Pada Februari 2007, empat lembaga non-pemerintah, Sekolah Sains dan Teknologi Sarajevo, Kongres Intelektual Bosniak, Dewan Sipil Serbia, dan Dewan Nasional Kroasia, mencalonkan Mahathir sebagai penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2007 atas keterlibatannya dalam penyelesaian konflik Bosnia.[73]
Pada tanggal 22 Juni 2007, ia kembali mengunjungi Sarajevo bersama sejumlah pebisnis Malaysia untuk mempelajari peluang investasi di sana. Tanggal 11 November 2009, ia memimpin rapat tertutup Malaysia Global Business Forum–Bosnia yang dihadiri investor-investor besar dan presiden Haris Silajdžić.
Negara-negara berkembang
Mahathir dihormati di negara-negara berkembang dan negara Islam,[56] khususnya atas pertumbuhan ekonomi Malaysia yang pesar serta dukungannya terhadap nilai-nilai Muslim liberal.[74] Sejumlah pemimpin negara seperti Presiden Kazakhstan, Nursultan Nazarbayev, memuji Mahathir dan mencoba meniru resep pembangunan Mahathir. Ia adalah salah satu pemimpin yang aktif menyuarakan isu-isu negara berkembang dan sangat mendukung perbaikan kesenjangan Utara-Selatan serta mendorong pembangunan negara-negara Islam. Ia memegang komitmen berbagai blok non-NATO seperti ASEAN, G77, Gerakan Non-Blok, Organisasi Negara-Negara Islam, dan G22.
Kembali ke politik
Usai skandal 1Malaysia Development Berhad tahun 2015, Mahathir lantang mengkritik pemerintahan Najib Razak, bahkan lebih keras daripada Abdullah.[4] Ia berulang-ulang meminta Najib mundur.[75] Pada 30 Agustus 2015, ia dan istrinya, Siti Hasmah, menghadiri demonstrasi Bersih 4 bersama puluhan ribu orang lainnya yang menuntut Najib mundur.[76]
Pada tahun 2016, Mahathir memulai serangkaian unjuk rasa yang menghasilkan Deklarasi Rakyat Malaysia atas bantuan Pakatan Harapan dan berbagai LSM untuk menggulingkan Najib.[77][78] Najib menanggapi tuduhan korupsi dengan memperkuat kekuasaannya dengan mengganti wakil perdana menterinya, menutup dua surat kabar, dan mengusulkan RUU Dewan Keamanan Nasional yang memberi kekuasaan tambahan bagi perdana menteri.[79][80] Pada Juni 2016, Mahathir juga aktif mendukung calon AMANAH dari Pakatan Harapan pada pemilihan umum daerah Sungai Besar 2016 dan pemilihan umum daerah Kuala Kangsar 2016.
Pada tahun 2017, Mahathir mendirikan partai politik baru dan bergabung dengan Pakatan Harapan. Ia diusung sebagai calon ketua partai dan perdana menteri mewakili Pakatan Harapan.[81]
Pidato kontroversial
Pada tanggal 14 Oktober 2017, Mahathir mengejek Najib Razak sebagai “perdana menteri keturunan perompak Bugis yang kini memimpin Malaysia”. Ia bahkan mengatakan "pulang sana ke Sulawesi”. Pernyataannya dikritik oleh masyarakat keturunan Bugis di Malaysia dan Indonesia.[82] Pernyataan tersebut juga dikritik Sultan Johor dan Sultan Selangor yang sama-sama keturunan Bugis.[83] Setelah itu, Mahathir mengembalikan lencana SPMS dan DK (Selangor) ke Kerajaan Selangor pada 7 Desember 2017.
Pencalonan 2018
Pada 8 Januari 2018, Mahathir dinyatakan sebagai calon perdana menteri aliansi oposisi Pakatan Harapan dalam pemilu 9 Mei 2018, melawan mantan sekutunya, Najib Razak. Wan Azizah Wan Ismail, istri mantan musuh politiknya, Anwar Ibrahim, akan menjadi wakil perdana menteri.[84] Apabila menang, Mahathir akan menjadi kepala negara atau pemerintahan tertua di dunia. Menurut hasil pemilu tanggal 10 Mei 2018, Pakatan Harapan mengklaim menang sehingga Mahathir diangkat lagi menjadi perdana menteri, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya di Malaysia. Pelantikannya dijadwalkan pada pukul 21:00 pada hari yang sama.[85] Ia akan mengampuni Anwar supaya Anwar bisa menjadi penggantinya.[86][87]
Pada 8 Februari 2018, Kerajaan Kelantan mencabut penghargaan Darjah Kerabat Al-Yunusi (DK Kelantan) dari Mahathir.[88]
Masa pemerintahan kedua
Usai kemenangan bersejarah koalisi oposisi Pakatan Harapan yang dipimpin oleh Mahathir pada 9 Mei 2018, Najib Razak, calon perdana menteri dari koalisi petahana Barisan Nasional, menyatakan kalah dan mengakhiri masa pemerintahan Perdana Menteri Malaysia ke-6. Mahathir dilantik sebagai Perdana Menteri pada pukul 17:00 keesokan harinya.[89] Kekhawatiran mengenai peralihan kekuasaan bermunculan setelah Najib Razak menyatakan bahwa tidak ada partai yang mendapat suara mayoritas mutlak (karena koalisi oposisi bertarung sebagai partai terpisah yang bersekutu dan tidak diterima sebagai koalisi tunggal oleh Suruhanjaya Pilihan Raya; SPR diyakini berada di bawah pengaruh Najib) sehingga penunjukan perdana menteri berada di tangan Yang di-Pertuan Agong.[90] Namun demikian, Istana Negara Malaysia langsung mengeluarkan pernyataan resmi yang membenarkan bahwa Mahathir Mohamad akan dilantik sebagai Perdana Menteri Malaysia ke-7 pada pukul 21:30 tanggal 10 Mei 2018 dan membantah dugaan penundaan pelantikan.[91]
Sebagai Perdana Menteri Malaysia ke-7, Mahathir adalah pemimpin negara petahana tertua di dunia (92 tahun, 304 hari), disusul oleh Ratu Elizabeth II (92 tahun, 19 hari). Ia juga merupakan pemimpin negara tertua ke-10 sepanjang sejarah. Sesuai rencana asli Pakatan Harapan, Wan Azizah Wan Ismail, istri Anwar Ibrahim, akan menjadi wakilnya sekaligus Wakil Perdana Menteri perempuan pertama.[92] Setelah diangkat sebagai Perdana Menteri, Mahathir berjanji akan "menegakkan aturan hukum" dan memulai penyelidikan menyeluruh dan transparan terhadap skandal 1Malaysia Development Berhad yang diduga dilakukan oleh Perdana Menteri sebelumnya. Menurut Mahathir, apabila Najib terbukti bersalah, ia akan menghadapi konsekuensinya.[93]
Warisan
Atas upayanya mendorong pembangunan ekonomi negara, Mahathir dijuluki Bapa Pemodenan (Bapak Modernisasi).[94]
Kediaman resmi Mahathir, Seri Perdana, yang dihuni sejak 23 Agustus 1983 sampai 18 Oktober 1999, diubah menjadi museum (Galeria Sri Perdana). Sesuai prinsip pelestarian sejarah, rancangan dan tata Sri Perdana dipertahankan.
Mahathir merupakan sosok yang sangat kontroversial dan menjadi target serangan para kritikusnya. Mantan Menteri Hukum de facto Zaid Ibrahim menulis dalam memoarnya, "Dalam hati saya, saya tidak bisa menerima tuduhan bahwa Dr Mahathir adalah orang yang korup. Orang korup tidak pernah berani bicara selantang Dr Mahathir. Kekayaan bukan motivasinya. Ia hanya ingin berkuasa."[95]
Dua putra Mahathir terjun ke politik. Mokhzani adalah pejabat senior UMNO Youth, lalu keluar dan mengurus karier bisnisnya. Mukhriz terpilih sebagai anggota parlemen pada tahun 2008. Tahun 2013, Mukhriz menjadi Menteri Besar Kedah.[96][97]
Dalam biografi Mahathir tahun 2010, Wain menulis:
Naiknya standar hidup serta upaya Dr. Mahathir membangun gedung-gedung ikonik dan mempertahankan kepentingan Malaysia telah membangkitkan identitas, kebanggaan, dan kepercayaan diri bangsa yang belum pernah ada sebelumnya. Ia menjadikan Malaysia negara yang diperhitungkan di peta dunia dan sebagian besar penduduknya puas.... [Namun], ia tidak bisa mengelak dari berbagai persoalan yang berpeluang menjangkiti masyarakat Malaysia di masa depan, mulai dari Islamisasi sampai korupsi dan kesenjangan ekonomi. Meski ia mempersatukan Malaysia selama 22 tahun, sistem politik-administrasi melemah dan memburuk di bawah pemerintahan Mahathir.[98]
Hasil pemilihan
Tahun | Daerah pemilihan | Suara | Persen | Opponent(s) | Suara | Persen | Surat suara | Mayoritas | Pemilih hadir | |||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1964 | Kota Star Selatan | Mahathir Mohamad (UMNO) | 12,406 | 60.22% | Mohd. Sha'ari Abd. Shukor (PAS) | 8,196 | 39.78% | 21,440 | 4,210 | 82.8% | ||
1969 | Mahathir Mohamad (UMNO) | 12,032 | 48.03% | Yusof Rawa (PAS) | 13,021 | 51.97% | 25,679 | 989 | 78.6% | |||
1974 | Kubang Pasu | Mahathir Mohamad (UMNO) | Tidak ada | Tidak ada | Tidak ada | Tidak ada | Tidak ada | Tanpa lawan | Tidak ada | Tidak ada | ||
1978 | Mahathir Mohamad (UMNO) | 18,198 | 64.64% | Halim Arshat (PAS) | 9,953 | 35.36% | Tidak diketahui | 8,245 | 78.36% | |||
1982 | Mahathir Mohamad (UMNO) | 24,524 | 73.67% | Yusof Rawa (PAS) | 8,763 | 26.33% | 34,340 | 15,761 | 78.79% | |||
1986 | Mahathir Mohamad (UMNO) | 25,452 | 71.48% | Azizan Ismail (PAS) | 10,154 | 28.52% | 36,409 | 15,298 | 74.21% | |||
1990 | Mahathir Mohamad (UMNO) | 30,681 | 78.07% | Sudin Wahab (S46) | 8,619 | 21.93% | 40,570 | 22,062 | 77.51% | |||
1995 | Mahathir Mohamad (UMNO) | 24,495 | 77.12% | Ahmad Mohd Alim (PAS) | 7,269 | 22.88% | 33,010 | 17,226 | 73.61% | |||
1999 | Mahathir Mohamad (UMNO) | 22,399 | 63.22% | Ahmad Subki Abd. Latif (PAS) | 12,261 | 34.61% | 36,106 | 10,138 | 78.62% | |||
2018 | Langkawi | Mahathir Mohamad (PKR) | 18,954 | 54.90% | Nawawi Ahmad (UMNO) | 10,061 | 29.14% | 34,527 | 8,893 | 80.87% | ||
Zubir Ahmad (PAS) | 5,512 | 15.96% |
Buku
- The Malay Dilemma (1970) ISBN 981-204-355-1
- The Challenge,(1986) ISBN 967-978-091-0
- Regionalism, Globalism, and Spheres of Influence: ASEAN and the Challenge of Change into the 21st century (1989) ISBN 981-3035-49-8
- The Pacific Rim in the 21st century,(1995)
- The Challenges of Turmoil, (1998) ISBN 967-978-652-8
- The Way Forward, (1998) ISBN 0-297-84229-3
- A New Deal for Asia, (1999)
- Islam & The Muslim Ummah, (2001) ISBN 967-978-738-9
- Globalisation and the New Realities (2002)
- Reflections on Asia, (2002) ISBN 967-978-813-X
- The Malaysian Currency Crisis: How and why it Happened,(2003) ISBN 967-978-756-7
- Achieving True Globalization, (2004) ISBN 967-978-904-7
- Islam, Knowledge, and Other Affairs, (2006) ISBN 983-3698-03-4
- Principles of Public Administration: An Introduction, (2007) ISBN 978-983-195-253-5
- Chedet.com Blog Merentasi Halangan (Bilingual), (2008) ISBN 967-969-589-1
- A Doctor in the House: The Memoirs of Tun Dr Mahathir Mohamad, 8 March 2011 ISBN 9789675997228.
- Doktor Umum: Memoir Tun Dr. Mahathir Mohamad, 30 April 2012 ISBN 9789674150259. Buku ini adalah versi bahasa Malaysia dari memoar larisnya yang berjudul "A Doctor in the House".
Referensi
Catatan
Sitiran
- ^ Profile of Mahathir Mohamad
- ^ [1]
- ^ Abdul Rahman, Tunku (September 1969). May 13 – Before and After. Kuala Lumpur: Penerbitan Utusan Melayu. hlm. 117–121.
- ^ a b Kaos Jr., Joseph (4 April 2015). "Dr M past his quiet stage, asks Najib to step down". The Star (Malaysia). Diakses tanggal 7 August 2015.
- ^ "Dr Mahathir quits Umno, again". The Star Online. 19 February 2016. Diakses tanggal 15 October 2016.
- ^ "Dr Mahathir's new party officially registered". Free Malaysia Today FMT News. 9 September 2016. Diakses tanggal 15 October 2016.
- ^ Wain 2010, hlm. 40
- ^ Wain 2010, hlm. 38
- ^ "The exotic doctor calls it a day". The Economist. 3 November 2003. Diakses tanggal 4 February 2011.
- ^ Milne & Mauzy 1999, hlm. 28
- ^ Sankaran & Hamdan 1988, hlm. 18–20
- ^ Milne & Mauzy 1999, hlm. 30–31
- ^ Branigin, William (29 December 1992). "Malaysia's Monarchs of Mayhem; Accused of Murder and More, Sultans Rule Disloyal Subjects". The Washington Post.
- ^ Milne & Mauzy 1999, hlm. 32
- ^ Wain 2010, hlm. 203–205
- ^ Wain 2010, hlm. 206–207
- ^ Milne & Mauzy 1999, hlm. 51–54
- ^ Milne & Mauzy 1999, hlm. 56
- ^ Milne & Mauzy 1999, hlm. 57
- ^ Milne & Mauzy 1999, hlm. 57–59
- ^ Wain 2010, hlm. 97–98
- ^ Milne & Mauzy 1999, hlm. 80–89
- ^ Sankaran & Hamdan 1988, hlm. 50
- ^ Milne & Mauzy 1999, hlm. 40–43
- ^ Crossette, Barbara (7 February 1988). "Malay Party Ruled Illegal, Spurring Conflicts". New York Times. Diakses tanggal 5 February 2011.
- ^ Milne & Mauzy 1999, hlm. 43–44
- ^ Milne & Mauzy 1999, hlm. 46–49
- ^ Wain 2010, hlm. 65–67
- ^ Cheah, Boon Keng (2002). Malaysia: the making of a nation. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 219. ISBN 981-230-154-2.
- ^ Kim Hoong Khong (1991). Malaysia's general election 1990: continuity, change, and ethnic politics. Institute of South East Asian Studies. hlm. 15–17. ISBN 981-3035-77-3.
- ^ Wain 2010, hlm. 1–3
- ^ Milne & Mauzy 1999, hlm. 165
- ^ Milne & Mauzy 1999, hlm. 166
- ^ Milne & Mauzy 1999, hlm. 74
- ^ Wain 2010, hlm. 104–105
- ^ Wain 2010, hlm. 280
- ^ Hilley, John (2001). Malaysia: Mahathirism, hegemony and the new opposition. Zed Books. hlm. 256. ISBN 1-85649-918-9.
- ^ Wain 2010, hlm. 189
- ^ Wain 2010, hlm. 185–188
- ^ Wain 2010, hlm. 186–187
- ^ Wain 2010, hlm. 105–109
- ^ Wain 2010, hlm. 208–214
- ^ Stewart 2003, hlm. 32
- ^ Stewart 2003, hlm. 64–86
- ^ Stewart 2003, hlm. 106–111
- ^ Wain 2010, hlm. 293–296
- ^ Wain 2010, hlm. 297–298
- ^ Wain 2010, hlm. 299
- ^ Stewart 2003, hlm. 141
- ^ Stewart 2003, hlm. 142
- ^ Stewart 2003, hlm. 140–141
- ^ Wain 2010, hlm. 79–80
- ^ https://www.questia.com/library/journal/1G1-82481114/the-islamic-state-or-the-state-of-islam-in-malaysia
- ^ Wain 2010, hlm. 80
- ^ Spillius, Alex (31 October 2003). "Mahathir bows out with parting shot at the Jews". The Daily Telegraph. UK. Diakses tanggal 5 February 2011.
- ^ a b "Mahathir to launch war crimes tribunal". The Star (Associated Press). 31 January 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 June 2008. Diakses tanggal 14 January 2008.
- ^ "Creativity – the key to NEM's success". The Star Online. 14 August 2010. Diakses tanggal 4 September 2010.
- ^ see Mahathir Mohamad’s preface to Asia’s New Crisis, edited by Frank-Jürgen Richter, Pamela Mar (eds): John Wiley & Sons, Singapore, 2004, (see Amazon)
- ^ "Commanding Heights: Dr. Mahathir bin Mohamad". PBS.org. Diakses tanggal 1 February 2008.
- ^ World: Asia-Pacific Reform protests follow Gore's Malaysia speech
- ^ Butler, Steven (15 November 1998). "Turning the Tables in a Very Tawdry Trial". usnews.com. Diakses tanggal 20 March 2009.
- ^ Symonds, Peter. "What Anwar Ibrahim means by "reformasi" in Malaysia" Diarsipkan 8 December 2004 di Wayback Machine., Malaysia Today
- ^ Shattered Summit: A high-handed speech by Al Gore started this year's APEC meeting on the wrong foot. It never recovered.
- ^ Joseph Masilamany (29 June 2006). "Mending fences". theSun. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 March 2009. Diakses tanggal 10 August 2006.
- ^ "INVESTMENT IN MALAYSIA". Asia Times. Diakses tanggal 10 December 2012.
- ^ "INTERNATIONAL BUSINESS; Malaysia Extends Deadline in Singapore Exchange Dispute". New York Times. 1 January 2000. Diakses tanggal 10 December 2012.
- ^ "Malaysia's stockmarket; Daylight Robbery". The Economist. 10 July 1999. Diakses tanggal 10 December 2012.
- ^ http://infopedia.nl.sg/articles/SIP_1533_2009-06-23.html%7C"Singapore-Malaysia[pranala nonaktif permanen] water agreements"
- ^ http://www.straitstimes.com/sites/straitstimes.com/files/20150323/ST-Special-Edition-150323.pdf%7CPlans for a natural gas pipeline from Terengganu to Singapore.
- ^ http://chedet.cc/?p=1620
- ^ http://www.scmp.com/news/asia/article/1756234/lee-kuan-yews-death-mahathir-mohamad-last-southeast-asias-old-guard
- ^ http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/lee-kuan-yew-was-pivotal-to-singapores-success-mahathir
- ^ "Dr M nominated for Nobel Prize" Diarsipkan 3 April 2007 di Wayback Machine., [[The Star (Malaysia)|]], 4 February 2007.
- ^ Bowring, Philip (23 September 1998). "Twin Shocks Will Leave Their Mark on Malaysia". International Herald Tribune. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 June 2008. Diakses tanggal 14 January 2008.
- ^ "Dr M, BN men have every right to meet up, Nur Jazlan says". 14 October 2015. Diakses tanggal 14 October 2015.
- ^ http://www.themalaymailonline.com/malaysia/article/dr-m-shows-up-at-bersih-4-rally
- ^ http://www.channelnewsasia.com/news/asiapacific/malaysia-alliance-demands/2572686.html
- ^ http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/mahathir-and-opposition-sign-declaration-to-oust-najib
- ^ "Malaysia's Najib looks to ride out political crisis". 11 August 2015. Diakses tanggal 8 December 2015.
- ^ "New bill gives Najib extensive powers". 5 December 2015. Diakses tanggal 8 December 2015.
- ^ "Mahathir Mohamad's return shows the sorry state of Malaysian politics". The Economist. 1 July 2017. Diakses tanggal 2 July 2017.
- ^ "Bugis hurt by 'pirate' remark, Dr Mahathir told". The Star Online. Diakses tanggal 2 November 2017.
- ^ "Selangor Sultan angered, disappointed with Dr M's 'Bugis' remark". The Malay Mail Online. Diakses tanggal 2 November 2017.
- ^ "Mahathir Mohamad: Ex-Malaysia PM, 92, to run for office". BBC. 8 January 2018. Diakses tanggal 11 January 2018.
- ^ Taylor, Adam (9 January 2018). "How old is too old to be a world leader?". The Washington Post. Diakses tanggal 12 January 2018.
- ^ Hodge, Amanda (9 January 2018). "Mahathir Mohammad runs for PM in partnership with former rival Anwar Ibrahim". The Australian. Diakses tanggal 11 January 2018.
- ^ Malhi, Amrita (12 January 2018). "Mahathir Mohamad crops up again in bid to lead Malaysia – with Anwar on the same side". The Conversation. Diakses tanggal 11 January 2018.
- ^ "Tun M's title revoked by Kelantan palace". New Strait Times. Diakses tanggal 9 April 2018.
- ^ Tay, Chester (10 May 2018). "Tun M hopes to be sworn in as PM by 5pm today". The Edge Markets. Diakses tanggal 10 May 2018.
- ^ "Najib: No party has simple majority". Malaysiakini. Diakses tanggal 10 May 2018.
- ^ "Istana Negara confirms Dr M to be sworn in tonight, refutes claims of delaying PM appointment". The Edge Markets. Diakses tanggal 10 May 2018.
- ^ "Mahathir says he's poised to lead Malaysia again". Reuters Annual Financial Review. Diakses tanggal 10 May 2018.
- ^ "1MDB poses fresh threat to Najib". Free Malaysia Today. Diakses tanggal 10 May 2018.
- ^ Chaudhuri, Pramitpal (17–18 November 2006). "Visionary, who nurtured an Asian 'tiger'". Hindustan Times. Leadership Summit (speech). India. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 March 2008. Diakses tanggal 15 January 2008.
- ^ Ibrahim, Zaid (2009). Saya Pun Melayu. Petaling Jaya, Malaysia: ZI Publications. hlm. 227. ISBN 978-967-5-26603-4.
- ^ Wain 2010, hlm. 331
- ^ "Unexpected Results". Sin Chew Daily. 27 March 2009. Diakses tanggal 12 February 2011.
- ^ Wain 2010, hlm. 349
Teks
- Dhillon, Karminder Singh (2009). Malaysian Foreign Policy in the Mahathir Era 1981–2003: Dilemmas of Development. NUS Press. ISBN 9971-69-399-2.
- Milne, R. S.; Mauzy, Diane K. (1999). Malaysian Politics under Mahathir. Routledge. ISBN 0-415-17143-1.
- Morais, J. Victor (1982). Mahathir: A Profile in Courage. Eastern Universities Press. OCLC 8687329.
- Rashid, Faridah Abdul (2012). Research on the Early Malay Doctors 1900-1957 Malaya and Singapore. Xlibris Corporation. ISBN 1-469-17245-3.[sumber terbitan sendiri?]
- Sankaran, Ramanathan; Mohd Hamdan Adnan (1988). Malaysia's 1986 General Election: the Urban-Rural Dichotomy. Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 981-3035-12-9.
- Stewart, Ian (2003). The Mahathir Legacy: a Nation Divided, a Region at Risk. Allen & Unwin. ISBN 1-86508-977-X.
- Wain, Barry (2010). Malaysian Maverick: Mahathir Mohamad in Turbulent Times. Palgrave Macmillan. ISBN 0-230-23873-4.
- James Chin & Joern Dosch. Malaysia Post Mahathir: a decade of change?. Marshall Cavendish. 2016. ISBN 9814677558
Pranala luar
Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Hussein Onn |
Wakil Perdana Menteri Malaysia 1978–1981 |
Diteruskan oleh: Musa Hitam |
Perdana Menteri Malaysia 1981–2003, 2018–sekarang |
Diteruskan oleh: Abdullah Ahmad Badawi | |
Didahului oleh: Najib Razak |
Petahana | |
Jabatan diplomatik | ||
Didahului oleh: Jean Chrétien |
Ketua Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik 1998 |
Diteruskan oleh: Jenny Shipley |
Didahului oleh: Thabo Mbeki |
Sekretaris Jenderal Gerakan Non-Blok 2003 |
Diteruskan oleh: Abdullah Ahmad Badawi |