Karantina

intervensi epidemiologis berupa pembatasan pergerakan orang dan barang untuk mencegah penyebaran penyakit menular
Revisi sejak 13 April 2020 07.04 oleh RianHS (bicara | kontrib)

Karantina adalah sistem yang mencegah perpindahan orang dan barang selama periode waktu tertentu untuk mencegah penularan penyakit. Sistem karantina identik dengan pengasingan terhadap seseorang atau suatu benda yang akan memasuki suatu negara atau wilayah. Dalam masa pengasingan, biasanya di area atau di sekitar pelabuhan atau bandara, dilakukan observasi dan pemeriksaan kesehatan. Masa karantina berakhir apabila diagnosis yang pasti telah diperoleh. Istilah karantina sering kali disamakan dengan isolasi medis, yaitu pemisahan individu yang menderita penyakit menular dengan populasi lain yang masih sehat.[1][2] Walaupun pada awalnya karantina dibuat untuk mencegah penyebaran penyakit pada manusia, tetapi pada perkembangan selanjutnya, konsep karantina juga digunakan untuk mencegah penyebaran penyakit pada hewan dan tumbuhan.

Presiden AS Richard Nixon menyambut astronot Apollo 11 yang tiba dari bulan dalam fasilitas karantina mobil milik NASA. Astronot dari kiri ke kanan: Neil Armstrong, Michael Collins, dan Edwin Aldrin.
Bendera sinyal "Lima" yang dikibarkan oleh kapal laut menyatakan bahwa kapal tersebut dalam proses karantina.

Etimologi dan terminologi

Kata karantina berasal dari quarantena, yang berarti "empat puluh hari", yang digunakan dalam bahasa Venesia abad ke-14 dan ke-15 yang merujuk pada periode yang dipersyaratkan bagi semua kapal untuk diisolasi sebelum penumpang dan kru dapat berlabuh di pantai selama epidemi Maut Hitam. Istilah ini muncul setelah trentino, atau periode isolasi tiga puluh hari, yang pertama kali dikenakan pada tahun 1377 di Republik Ragusa, Dalmatia (sekarang Dubrovnik di Kroasia).[3][4][5][6]

Kamus Merriam-Webster memberikan berbagai makna terhadap karantina sebagai kata benda, termasuk "periode 40 hari", beberapa definisi yang berkaitan dengan kapal, "pemberlakuan keadaan isolasi", dan sebagai "pembatasan pergerakan orang dan barang yang dimaksudkan untuk mencegah penyebaran penyakit atau hama". Kata karantina juga digunakan sebagai kata kerja.[7]

karantina berbeda dari isolasi medis, yaitu isolasi atau pemisahan terhadap mereka yang dikonfirmasi menderita penyakit menular dari populasi yang sehat.[1]

Karantina dapat digunakan secara bergantian dengan cordon sanitaire, dan meskipun kedua istilah tersebut terkait, cordon sanitaire mengacu pada pembatasan perpindahan orang ke atau keluar dari area geografis yang ditentukan, seperti komunitas, untuk mencegah infeksi agar tidak menyebar.[8]

Sejarah

Zaman kuno

Penyebutan awal untuk isolasi penyakit ditemukan dalam Kitab Imamat, yang ditulis pada abad ketujuh SM atau mungkin sebelumnya, yang menggambarkan prosedur untuk memisahkan orang yang terinfeksi untuk mencegah penyebaran penyakit di bawah Hukum Musa:

"Jika cahaya pada kulit berwarna putih tetapi tidak terlihat lebih dari kulit dalam dan rambut di dalamnya pun belum memutih, imam harus mengisolasi orang yang terkena selama tujuh hari. Pada hari ketujuh imam harus memeriksanya, dan jika ia melihat bahwa luka tidak berubah dan belum menyebar di kulit, dia harus mengisolasinya selama tujuh hari lagi.[9][butuh sumber nonprimer][10]"

Dunia Islam Abad Pertengahan

Nabi Muhammad menganjurkan untuk memisahkan orang sehat dan sakit: "Jangan mencampurkan yang sakit dengan yang sehat."[11][12][13] Selain itu, Muhammad juga memerintahkan untuk tidak bepergian dalam kondisi wabah: "Jika kalian mendengar wabah di suatu negeri, janganlah kalian memasukinya, tapi jika terjadi wabah di negeri yang kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri itu."[11][14][15]

Ibnu Sina juga merekomendasikan karantina untuk pasien dengan penyakit menular, terutama tuberkulosis.[16]

Karantina rumah sakit diwajibkan bagi kelompok pasien khusus, termasuk penderita kusta, yang dimulai sejak awal sejarah Islam.[17] Antara 706 dan 707, khalifah Umayyah keenam Al-Walid I membangun rumah sakit pertama di Damaskus dan mengeluarkan perintah untuk mengisolasi mereka yang terinfeksi kusta dari pasien lain di rumah sakit.[18][19][20] Praktek karantina wajib bagi penderita kusta di rumah sakit umum berlanjut sampai tahun 1431, ketika Kesultanan Utsmaniyah membangun rumah sakit kusta di Edirne. Penerapan karantina dilakukan di seluruh dunia Muslim, dengan bukti karantina komunitas secara sukarela dalam beberapa insiden yang dilaporkan ini. Karantina komunitas sukarela yang pertama kali didokumentasikan didirikan oleh reformasi karantina Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1838.[21]

Eropa Abad Pertengahan

Kata "karantina" berasal dari quarantena, bentuk bahasa Venesia yang berarti "empat puluh hari".[5][22] Istilah ini berasal dari isolasi kapal selama 40 hari dalam rangka praktik pencegahan penyakit pes.[22] Antara 1348 dan 1359, Maut Hitam memusnahkan sekitar 30% populasi Eropa dan persentase yang signifikan dari populasi Asia.[22] Bencana semacam itu membuat pemerintah menetapkan langkah-langkah pengendalian untuk menangani epidemi berulang.[22] Sebuah dokumen dari tahun 1377 menyatakan bahwa sebelum memasuki negara-kota Republik Ragusa di Dalmasia (sekarang Dubrovnik di Kroasia), pendatang baru harus menghabiskan 30 hari (trentine) di tempat terbatas (awalnya pulau terdekat), menunggu untuk melihat apakah gejala Maut Hitam akan berkembang.[22] Pada 1448 Senat Venesia memperpanjang masa tunggu hingga 40 hari, sehingga melahirkan istilah "karantina".[3] Karantina empat puluh hari terbukti menjadi formula yang efektif untuk menangani wabah pes. Dubrovnik adalah kota pertama di Eropa yang membuat situs karantina seperti Lazareto Dubrovnik, tempat personel kapal yang tiba ditahan hingga 40 hari.[23] Menurut perkiraan saat ini, wabah pes memiliki periode 37 hari dari infeksi hingga kematian; oleh karena itu, karantina Eropa sangat berhasil dalam menentukan kesehatan awak kapal.[24]

Praktik karantina juga diterapkan terhadap penyakit lain saat sebelum dan sesudah kehancuran akibat wabah pes. Mereka yang menderita kusta secara historis terisolasi jangka panjang dari masyarakat, dan berbagai upaya dilakukan untuk memeriksa penyebaran sifilis di Eropa bagian utara setelah 1492, munculnya demam kuning di Spanyol pada awal abad ke-19, dan munculnya kolera Asia pada 1831.

Republik Venesia memimpin dalam langkah-langkah pemeriksaan menyebarnya wabah, menunjuk tiga penjaga kesehatan masyarakat pada tahun-tahun pertama Maut Hitam (1348).[25] Catatan tindakan pencegahan berikutnya datang dari Reggio/Modena pada tahun 1374. Venesia mendirikan lazaret pertama (di sebuah pulau kecil yang berdampingan dengan kota) pada 1403. Pada 1467, Genoa mengikuti contoh Venesia, dan pada 1476 rumah sakit penderita kusta di Marseille diubah menjadi rumah sakit pes. Lazaret besar Marseille, mungkin yang paling lengkap dari lazaret lainnya, didirikan pada 1526 di pulau Pomègues. Praktik karantina di semua lazaret Mediterania tidak berbeda dari prosedur yang diterapkan di Inggris dalam perdagangan Levantin dan Afrika Utara. Ketika wabah kolera datang pada tahun 1831, beberapa lazaret baru didirikan di pelabuhan barat, terutama lazaret yang sangat luas di dekat Bordeaux, yang kemudian dialihkan untuk penggunaan lain.

Sejarah modern

 
Kapal karantina "Rhin" di Sheerness, Kent, Inggris.

Epidemi demam kuning menghancurkan komunitas perkotaan di Amerika Utara sepanjang akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, contoh paling terkenal adalah epidemi demam kuning Philadelphia 1793[26], serta wabah di Georgia (1856), dan Florida (1888).[27] Epidemi kolera dan cacar terus berlangsung sepanjang abad ke-19, dan epidemi pes memengaruhi Honolulu[28] dan San Francisco dari tahun 1899 hingga 1901.[29] Pemerintah negara bagian pada umumnya mengandalkan cordon sanitaire sebagai tindakan karantina geografis untuk mengendalikan pergerakan orang yang keluar-masuk komunitas yang terkena dampak. Selama pandemi influenza 1918, beberapa komunitas melembagakan sekuestrasi protektif (kadang-kadang disebut sebagai "karantina terbalik") untuk menjaga agar orang yang terinfeksi tidak memasukkan influenza ke dalam populasi yang sehat.[30]

 
Kondisi sebuah desa yang diisolasi di Rumania (1911).

Pada pertengahan abad ke-19, Kesultanan Utsmaniyah telah mendirikan stasiun karantina, termasuk di Anatolia dan Balkan. Misalnya, di pelabuhan Izmir, semua kapal dan muatannya akan diperiksa dan mereka yang dicurigai membawa penyakit akan ditarik ke dermaga yang terpisah dan personel kapal akan ditempatkan di gedung yang terpisah untuk jangka waktu tertentu. Di Thessalia, di sepanjang perbatasan Yunani-Turki, semua pelancong yang masuk dan keluar dari Kesultanan Utsmaniyah akan dikarantina selama 9-15 hari. Setelah munculnya wabah, stasiun karantina akan dimiliterisasi dan tentara Utsmaniyah akan dilibatkan dalam pengawasan perbatasan dan pemantauan penyakit.[31]

Konferensi internasional (1851–1938)

Serangkaian konferensi antarnegara diadakan untuk menstandarkan peraturan karantina internasional untuk mencegah penyebaran kolera, pes bubo, dan demam kuning. Konferensi Sanitasi Internasional (ISC) mulanya diinisiasi oleh negara-negara Eropa untuk mencegah penyebaran kolera dari arah timur (Mesir, Levant, dan Asia pada umumnya), tanpa terlalu menghambat perdagangan.[32][33] Konferensi ini dilangsungkan sebanyak 14 kali antara 1851 hingga 1938. Tidak ada perjanjian atau konvensi yang disepakati pada enam penyelenggaraan ISC pertama di Paris (1851 dan 1959), Konstantinopel (1866), Wina (1874), Washington (1881), dan Roma (1885), tetapi masing-masing pertemuan tersebut menciptakan pemahaman akan kolera dan pentingnya melakukan tindakan yang sesuai untuk mencegah penyebarannya.

Sebuah konvensi akhirnya disepakati oleh negara-negara peserta pada ISC ketujuh di Venesia (1892) terkait dengan tindakan pencegahan kolera pada kapal-kapal yang melintasi Terusan Suez.[34] Konvensi yang diterbitkan pada tahun 1892 ini disebut Konvensi Sanitasi Internasional (International Sanitary Convention).[32] Konvensi lebih lanjut disepakati pada ISC ke-8 di Dresden (1983) terkait penanganan kolera yang lebih mendetail,[35] pada ISC ke-9 di Paris (1894) mengenai pengendalian kolera terhadap kapal-kapal jemaah haji dari Mekkah,[36] dan pada ISC ke-10 di Venesia (1897) yang menciptakan konvensi baru tentang penyakit pes bubo.[37] Konferensi ke-11 di Paris (1903) menggabungkan aturan pencegahan kolera dan pes bubo dan menyatukan dua konvensi sebelumnya.[38][39] Pada ISC ini juga disetujui pembentukan organisasi internasional yang menangani urusan kesehatan.[33]

Organisasi kesehatan internasional pertama kali didirikan pada tahun 1902 dengan nama Biro Sanitasi Pan-Amerika, yang kemudian berubah menjadi Organisasi Kesehatan Pan-Amerika (PAHO).[40] Anggota organisasi ini adalah negara-negara di Benua Amerika. Lima tahun kemudian, pembicaraan untuk mendirikan Kantor Internasional Higiene Publik (bahasa Prancis: Office International d'Hygiène Publique, disingkat OIHP) berlangsung di Roma pada 3 Desember 1907.[40] Organisasi ini pun didirikan di Paris dan dibuat untuk mengumpulkan dan menyebarkan fakta dan dokumen yang berhubungan dengan penyakit menular, terutama kolera, pes bubo, dan demam kuning.[40] Selain itu, OIHP juga mengawasi aturan internasional mengenai karantina kapal dan pelabuhan untuk mencegah penyebaran penyakit, serta untuk mengelola konvensi kesehatan masyarakat lainnya.[40] OIHP dibubarkan pada tahun 1946 dan layanan epidemiologisnya digabungkan dalam Komisi Sementara WHO pada tahun 1947, sebelum WHO terbentuk secara resmi pada 1948.

Konferensi ISC selanjutnya terus menghasilkan perubahan konvensi yang semakin lama semakin komprehensif dan disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. ISC ke-12 hingga ke-14 dilangsungkan di Paris, yang masing-masing diselenggarakan pada tahun 1911–1912, 1926, dan 1938. Pada akhirnya, penyakit yang diatur dalam konvensi ini yaitu kolera, pes bubo, demam kuning, demam tifus, dan variola.[41] Selain itu, telah diketahui bahwa hewan pengerat memiliki peran penting dalam menyebarkan penyakit di kapal penumpang.[42]

Organisasi Kesehatan Dunia (1946–sekarang)

Setelah Perang Dunia II, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengoordinasikan semua organisasi internasional yang menangani kesehatan di bawah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), termasuk Organisasi Kesehatan Liga Bangsa-Bangsa, Kantor Internasional Higiene Publik, dan Divisi Kesehatan United Nations Relief and Rehabilitation Administration; sementara itu, Organisasi Kesehatan Pan-Amerika menjadi salah satu dari enam organisasi regional WHO.[43] Pasal 21 Konstitusi WHO 1946 di antaranya menyatakan bahwa Majelis Kesehatan Dunia (WHA) memiliki otoritas untuk mengadopsi peraturan mengenai sanitasi dan persyaratan karantina, serta prosedur lainnya untuk mencegah penyebaran penyakit secara internasional.[44] Pada rapat WHA tahun 1951, Konvensi Sanitasi Internasional diubah menjadi Peraturan Sanitasi Internasional (ISR) yang mencakup enam penyakit.[32] Pada tahun 1969, WHA mengganti ISR menjadi Peraturan Kesehatan Internasional (IHR).

Bendera dan sinyal

 
Bendera sinyal "Quebec" menyatakan bahwa suatu kapal laut bebas dari penyakit.

Berbagai jenis bendera digunakan oleh kapal laut sebagai simbol untuk menyampaikan keadaan kapal tersebut, termasuk status penyakitnya. Dalam bendera sinyal maritim internasional, bendera sinyal dengan kode huruf L (Lima) menyatakan bahwa kapal tersebut sedang dalam proses karantina sedangkan bendera sinyal dengan kode huruf Q (Quebec) menyatakan bahwa kapal tersebut bebas penyakit. Keduanya dikenal dengan bendera "Yellow Jack".

Pada zaman dahulu, bendera kuning polos memberi sinyal bahwa suatu kapal sedang dikarantina. Saat ini, bendera tersebut menyimbolkan hal sebaliknya, bendera kuning polos menunjukkan bahwa suatu kapal bebas penyakit dan meminta untuk berlabuh dan diperiksa statusnya.[45]

Penyelenggaraan

Kekarantinaan dijalankan oleh pemerintah suatu negara. Di dunia internasional, dikenal istilah CIQ sebagai petugas pemerintah yang bertugas di pintu masuk suatu negara, seperti bandar udara, pelabuhan, dan pos lintas batas negara dalam rangka perlindungan perbatasan. Kepanjangan dari CIQ (terkadang ditambah unsur S sehingga menjadi CIQS) yaitu:

  • C - Customs (kepabeanan)
  • I - Immigration (keimigrasian)
  • Q - Quarantine (kekarantinaan)
  • S - Security (keamanan)

Karantina di Indonesia

Di Indonesia, karantina diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Instansi yang bertugas menyelenggarakan kekarantinaan yaitu:

No. Subyek karantina Penyelenggara Dasar hukum
1. Manusia Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

UU No. 6 Tahun 2018[46]
2. Hewan Badan Karantina Pertanian

Kementerian Pertanian Republik Indonesia

UU No. 21 Tahun 2019[47]
3. Tumbuhan Badan Karantina Pertanian

Kementerian Pertanian Republik Indonesia

UU No. 21 Tahun 2019
4. Ikan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

UU No. 21 Tahun 2019

Penyelengaraan karantina terhadap hewan dan ikan dilakukan terpisah sebab jenis penyakit yang dicegah juga berbeda. Dalam perkarantinaan, hewan merujuk pada semua binatang yang hidup di darat[48] sedangkan ikan merujuk pada biota perairan yang hidupnya berada di dalam air.[49] Karantina Indonesia mengambil referensi dari Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE). Organisasi ini menetapkan daftar penyakit hewan yang perlu dicegah penyebarannya di seluruh dunia oleh negara-negara anggota OIE. Daftar ini berisi 117 penyakit[50] yang dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penyakit pada hewan darat dan penyakit pada hewan akuatik. Oleh pemerintah Indonesia, daftar penyakit pada hewan darat ini diadopsi menjadi HPHK (hama dan penyakit hewan karantina) yang dicegah oleh karantina hewan, sedangkan daftar penyakit pada hewan akuatik diadopsi menjadi HPIK (hama dan penyakit ikan karantina) yang dicegah oleh karantina ikan.

Budaya populer

Dalam budaya populer, karantina dikenal sebagai sistem yang memisahkan atau mengasingkan peserta kompetisi dalam tempat tertentu dari dunia luar. Konsep ini mulai dikenal sejak dipopulerkan oleh Akademi Fantasi Indosiar pada tahun 2003.

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b "Quarantine and Isolation". CDC. 29 September 2017. Diakses tanggal 34 Februari 2020. 
  2. ^ "What is the difference between isolation and quarantine?". U.S. Department of Health & Human Services. 7 Juni 2015. Diakses tanggal 23 Februari 2020. 
  3. ^ a b The Journal of Sociologic Medicine- Volume 17
  4. ^ Ronald Eccles; Olaf Weber, ed. (2009). Common cold (edisi ke-Online-Ausg.). Basel: Birkhäuser. hlm. 210. ISBN 978-3-7643-9894-1. 
  5. ^ a b Mayer, Johanna (4 September 2018). "The Origin Of The Word 'Quarantine'". Diakses tanggal 17 March 2020. 
  6. ^ "Etymologia: Quarantine". Emerging Infectious Diseases. 19 (2): 263. 2013. doi:10.3201/eid1902.ET1902. 
  7. ^ "quarantine: noun". Merriam-Wesbter. Diakses tanggal 2 April 2020. 
  8. ^ Rothstein, Mark A. (2015). "From SARS to Ebola: Legal and Ethical Considerations for Modern Quarantine". Indiana Health Law Review. 12: 227–280. doi:10.18060/18963. 
  9. ^ Leviticus 13:4–5:NIV: "If the shiny spot on the skin is white but does not appear to be more than skin deep and the hair in it has not turned white, the priest is to isolate the affected person for seven days. On the seventh day the priest is to examine them, and if he sees that the sore is unchanged and has not spread in the skin, he is to isolate them for another seven days."
  10. ^ Bible: The Old Testament- Leviticus, Numbers & Deuteronomy www.sparknotes.com, ...the Israelites’ punishment for certain infractions is to isolate or expel the offending individual from the camp... ...Since uncleanness bars a person from approaching the sacred religious items, physical impurity places one farthest from the center of Israel... accessed 14 March 2020
  11. ^ a b "4 Anjuran Rasulullah Saat Menghadapi Musibah Seperti Virus Corona". Kumparan. Diakses tanggal 8 April 2020. 
  12. ^ "Sahih al-Bukhari: Book of Medicine". Sunnah. Diakses tanggal 8 April 2020. Sahih al-Bukhari 5771 
  13. ^ "Sahih Muslim: The Book of Greetings". Sunnah. Diakses tanggal 8 April 2020. Sahih Muslim 2221 
  14. ^ "Sahih al-Bukhari: Book of Medicine". Sunnah. Diakses tanggal 8 April 2020. Sahih al-Bukhari 5728 
  15. ^ "Sahih Muslim: The Book of Greetings". Sunnah. Diakses tanggal 8 April 2020. Sahih Muslim 2218 
  16. ^ Shephard, Roy J. (2015). An Illustrated History of Health and Fitness, from Pre-History to Our Post-Modern World. Cham: Springer. hlm. 279. ISBN 978-3-319-11671-6. OCLC 897376985. 
  17. ^ Saniotis, Arthur (2012-06-29). "Islamic Medicine and Evolutionary Medicine: A Comparative Analysis". Journal of the Islamic Medical Association of North America. 44 (1). doi:10.5915/44-1-8780. PMC 3708639 . PMID 23864992. 
  18. ^ Sayili, A. (1980). "The emergence of the prototype of the modern hospital in medieval Islam". Belleten (Turk Tarih Kurumu). 44: 279–286. ISSN 0041-4255. PMID 11614259. 
  19. ^ D.M., Dunlop; G.S., Colin; N., Şehsuvaroǧlu, Bedi (2012-04-24). "Bīmāristān" (dalam bahasa Inggris). doi:10.1163/1573-3912_islam_COM_0123. 
  20. ^ The encyclopaedia of Islam. Gibb, H. A. R. (Hamilton Alexander Rosskeen), 1895-1971., Bearman, P. J. (Peri J.) (edisi ke-New edition). Leiden: Brill. 1960–2009. ISBN 90-04-16121-X. OCLC 399624. 
  21. ^ Quarantine Oxford Islamic Studies Online[pranala nonaktif]
  22. ^ a b c d e Sehdev, Paul S. (2002). "The Origin of Quarantine". Clinical Infectious Diseases. 35 (9): 1071–1072. doi:10.1086/344062. PMID 12398064. 
  23. ^ Press, The Associated (24 March 2020). "Croatia's Dubrovnik, Home to Ancient Quarantine Facilities". The New York Times. Diakses tanggal 1 April 2020. 
  24. ^ Susan Scott and Christopher Duncan, Biology of Plagues: Evidence from Historical Populations, Cambridge, United Kingdom: Cambridge University Press, 2001
  25. ^ Drews, Kelly (2013). "A Brief History of Quarantine". The Virginia Tech Undergraduate Historical Review. 2. doi:10.21061/vtuhr.v2i0.16. 
  26. ^ Powell J. H., Bring Out Your Dead: The Great Plague of Yellow Fever in Philadelphia in 1793, University of Pennsylvania Press, 2014. muse.jhu.edu, accessed 3 February 2020
  27. ^ Arnebeck, Bob. "A Short History of Yellow Fever in the US". January 30, 2008; From Benjamin Rush, Yellow Fever and the Birth of Modern Medicine. bobarnebeck.com, accessed 3 February 2020
  28. ^ The Disastrous Cordon Sanitaire Used on Honolulu's Chinatown in 1900 www.slate.com, accessed 3 February 2020
  29. ^ Mark Skubik, "Public Health Politics and the San Francisco Plague Epidemic of 1900-1904," Doctoral Thesis, San Jose State University, 2002 www.skubik.com, accessed 5 February 2020
  30. ^ Peter Oliver Okin, "The Yellow Flag of Quarantine: An Analysis of the Historical and Prospective Impacts of Socio-Legal Controls Over Contagion," Doctoral dissertation, University of South Florida, January 2012; p. 232, scholarcommons.usf.edu, accessed 5 February 2020
  31. ^ Andrew Robarts. Nukhet Varlik, ed. Plague and Contagion in the Islamic Mediterranean. Arc Humanities Press. hlm. 236-7. 
  32. ^ a b c Gostin, Lawrence O.; Katz, Rebecca (2016). "The International Health Regulations: The Governing Framework for Global Health Security: The International Health Regulations". The Milbank Quarterly (dalam bahasa Inggris). 94 (2): 264–313. doi:10.1111/1468-0009.12186. PMC 4911720 . PMID 27166578. 
  33. ^ a b "Origin and development of health cooperation". WHO. Diakses tanggal 2020-04-13. 
  34. ^ Howard-Jones 1974, hlm. 65.
  35. ^ Howard-Jones 1974, hlm. 70.
  36. ^ Howard-Jones 1974, hlm. 71.
  37. ^ Howard-Jones 1974, hlm. 80.
  38. ^ Howard-Jones 1974, hlm. 85.
  39. ^ Text of the 1903 convention British Foreign and Commonwealth Office, www.fco.gov.uk Diarsipkan 26 September 2012 di Wayback Machine., accessed 5 February 2020
  40. ^ a b c d Howard-Jones 1974, hlm. 86.
  41. ^ Howard-Jones 1974, hlm. 98.
  42. ^ Howard-Jones 1974, hlm. 100.
  43. ^ McCarthy, Michael (2002-10). "A brief history of the World Health Organization". The Lancet (dalam bahasa Inggris). 360 (9340): 1111–1112. doi:10.1016/S0140-6736(02)11244-X. 
  44. ^ International Health Conference (2002). "Constitution of the World Health Organization. 1946" (PDF). Bulletin of the World Health Organization. 80 (12): 983–984. ISSN 0042-9686. PMC 2567705 . PMID 12571729. 
  45. ^ Raeside, Rob (18-02-2017). "Quarantine Flag". FOTW Flags of the World. Diakses tanggal 15-07-2019. 
  46. ^ Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
  47. ^ Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan
  48. ^ Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan
  49. ^ Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang Karantina Ikan
  50. ^ "OIE-Listed diseases, infections and infestations in force in 2019". World Organisation for Animal Health. Diakses tanggal 15 Juli 2019. 

Daftar pustaka