Sejarah perkeretaapian di Indonesia

artikel daftar Wikimedia

Kehadiran kereta api pertama di Indonesia mulai hadir sejak Tanam Paksa hingga saat ini. Perusahaan yang dinasionalisasikan, Djawatan Kereta Api (DKA) berdiri setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 28 September 1945 atau sekitar sebulan setelah proklamasi. Di bawah ini adalah sejarah perkeretaapian di Indonesia pada rentang tahun 1875-1925 dan dalam bentuk sketsa.[1]

Pembangunan jembatan rel di wilayah Banyuwangi.
Pembangunan jembatan KA di Sumatra.
Jembatan Cikuda ketika masih aktif (1924)

Pra-kemerdekaan

Gambaran keadaan kereta api di Indonesia pada masa djaman doeloe perlu dilestarikan, sehingga generasi mendatang bisa menghayati dan betapa pentingnya pembangunan kereta api. Memang pada masa itu nama kereta api sudah tepat, karena kereta dijalankan dengan api dari pembakaran batu bara atau kayu. Sedangkan sekarang sudah memakai diesel atau listrik, sehingga lebih tepat kalau disebut kereta rel, artinya kereta yang berjalan di atas rel dengan diesel ataupun listrik. Informasi tersebut sangat langka.

Setelah Tanam Paksa diberlakukan oleh van den Bosch pada tahun 1825-1830, ide tentang perkeretaapian Indonesia diajukan dengan tujuan untuk mengangkut hasil bumi dari Sistem Tanam Paksa tersebut. Salah satu alasan yang mendukung adalah tidak optimalnya lagi penggunaan jalan raya pada masa itu. Akhirnya, pada 1840, Kolonel J.H.R. Carel Van der Wijck mengajukan proposal pembangunan jalur kereta api di Hindia Belanda.[2]

Kereta api pertama di Indonesia dibangun tahun 1867 di Semarang dengan rute Samarang - Tanggung yang berjarak 26 km oleh NISM, N.V. (Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij) dengan lebar jalur 1.435 mm (lebar jalur SS - Staatsspoorwegen adalah 1.067 mm atau yang sekarang dipakai), atas permintaan Raja Willem I untuk keperluan militer di Semarang maupun hasil bumi ke Gudang Semarang. Kemudian dalam melayani kebutuhan akan pengiriman hasil bumi dari Indonesia, maka Pemerintah Kolonial Belanda sejak tahun 1876 telah membangun berbagai jaringan kereta api, dengan muara pada pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya. Semarang meskipun strategis, tetapi tidak ada pelabuhannya untuk barang, sehingga barang dikirim ke Batavia atau Soerabaja.

Pembangunan pertama[3]

Kehadiran kereta api di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di desa Kemijen, Jumat tanggal 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh "Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij" (NIS) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867.

 
Kereta listrik pertama beroperasi 1925, menghubungkan Weltevreden dengan Tandjoengpriok.

Keberhasilan swasta, NIS membangun jalan KA antara Stasiun Samarang-Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 km, tahun 1870 menjadi 110 km, tahun 1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km.

Perkembangan di luar Jawa[3]

 
Halte Si Loengkang di jalur Solok-Silungkang, ketika baru selesai dibangun.
 
Pembangunan jalur KA bergerigi di Kayu Tanam, Sumatra Barat.

Selain di Jawa, pembangunan rel KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatra Utara (1886), Sumatra Barat (1891), Sumatra Selatan (1914), bahkan tahun 1922 di Sulawesi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang-Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA Pontianak - Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan KA.

Pendudukan Jepang[3]

Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan KA di Indonesia mencapai 6.811 km. Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang lebih 901 km raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan KA di sana.

Jenis jalan rel KA di Indonesia dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah - Cikara dan 220 km antara Muaro - Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang memperkerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro - Pekanbaru.

Jaringan rel

Pengembangan jaringan rel kereta api 1875 - 1925 dalam 4 tahap, yaitu:

  • 1875 - 1888,
  • 1889 - 1899,
  • 1900 - 1913
  • 1914 - 1925.

Jaringan setelah tahun 1875 hingga tahun 1888

Pembangunan Tahap I terjadi tahun 1876-1888. Awal pembangunan rel adalah 1876, berupa jaringan pertama di Hindia Belanda, antara Tanggung dan Gudang di Semarang pada tahun 1876, sepanjang 26 km. Setelah itu mulai dibangun lintas Semarang - Gudang. Pada tahun 1880 dibangun lintas Batavia (Jakarta) - Buitenzorg (Bogor) sepanjang 59 km, kemudian dilanjutkan ke Cicalengka melalui Cicurug - Sukabumi - Cibeber - Cianjur - Bandung. Pada tahun 1877 dibangun lintas Kediri - Blitar, dan digabungkan dengan lintas Surabaya - Cilacap lewat Kertosono - Madiun - Solo, dan juga lintas Jogya - Magelang.

Hingga tahun 1888 jaringan rel terbangun adalah:

  • Batavia - Buittenzorg - Sukabumi - Bandung - Cicalengka
  • Batavia - Tanjung Priok dan Batavia - Bekasi
  • Cilacap - Kutoarjo - Yogya - Solo - Madiun - Sidoarjo - Surabaya
  • Kertosono - Kediri - Blitar
  • Sidoarjo - Malang dan Bangil - Pasuruan - Probolinggo
  • Solo - Purwodadi - Semarang dan Semarang - Rembang
  • Tegal - Balapulang

Jaringan setelah tahun 1889 hingga tahun 1899

Hingga tahun 1899 jaringan rel terbangun adalah:

  • Djogdja - Tjilatjap
  • Soerabaja - Pasoeroean - Malang
  • Madioen - Solo
  • Sidoardjo - Modjokerto
  • Modjokerto - Kertosono
  • Kertosono - Blitar
  • Kertosono - Madioen - Solo
  • Buitenzorg (Bogor) - Tjitjalengka
  • Batavia - Rangkasbitung
  • Bekasi - Krawang
  • Cicalengka - Cibatu (Garut) - Tasikmalaya - Maos - Banjarnegara
  • Cirebon - Semarang dan Semarang - Blora
  • Yogya - Magelang
  • Blitar - Malang dan Krian - Surabaya
  • Sebagian jalur Madura

Jaringan setelah tahun 1899 hingga tahun 1913

Hingga tahun 1913 jaringan rel terbangun adalah:

  • Rangkasbitung - Labuan dan Rangkasbitung - Anyer
  • Krawang - Cirebon dan Cikampek - Bandung
  • Pasuruan - Banyuwangi
  • Seluruh jaringan Madura
  • Blora - Bojonegoro - Surabaya

Jaringan setelah tahun 1913 hingga tahun 1925

Hingga tahun 1925 jaringan rel terbangun adalah:

  • Sisa jalur Pulau Jawa
  • Elektrifikasi Jatinegara - Tanjung Priok
  • Elektrifikasi Batavia - Bogor:
  • Sumatra Selatan: Panjang - Palembang dan
  • Sumatra Barat: sekitar Sawahlunto dan Padang
  • Sumatra Utara: Tanjung Balai - Medan - Pematangsiantar; dan Medan - Belawan - Pangkalansusu.
  • Sulawesi: Makasar - Takalar dan rencana Makasar - Maros - Sinkang
  • Sulawesi Utara: rencana Manado - Amurang
  • Kalimantan: rencana Banjarmasin - Amuntai; dan rencana Pontianak - Sambas.

Untuk Kalimantan dan Sulawesi tidak terlaksana karena baru akan dimulai dibangun tahun 1941 dan Perang Dunia II meletus.

Masa Pembangunan Stasiun

Berikut daftar stasiun besar:

  1. Stasiun Karanganyar - 1875
  2. Stasiun Jakarta Kota - diresmikan 1929
  3. Stasiun Tanjung Priok - 1914
  4. Stasiun Gambir (dulu Weltevreden) - 1914
  5. Stasiun Jatinegara (dulu Meester Cornelis)
  6. Stasiun Manggarai - 1969
  7. Stasiun Pasar Senen - 1916
  8. Stasiun Cikampek - 1894
  9. Stasiun Bogor - 1881
  10. Stasiun Depok - 1881
  11. Stasiun Bandung - 1887
  12. Stasiun Yogyakarta - 1887
  13. Stasiun Solo Balapan - 1876
  14. Stasiun Semarang Tawang - 1873
  15. Stasiun Cirebon - 1920
  16. Stasiun Madiun - 1897
  17. Stasiun Purwokerto - 1922
  18. Stasiun Malang - 1941
  19. Stasiun Surabaya Kota - 1878 dan renovasi 1911
  20. Stasiun Surabaya Gubeng - 1913
  21. Stasiun Pasar Turi - 1938
  22. Stasiun Kertosono

Jaringan kereta listrik Batavia - Buitenzorg 1918

Stasiun Bogor (Buitenzorg) dibangun tahun 1880 pada waktu membuat lintas Buitenzorg - Soekaboemi - Tjiandjoer - Tjitjalengka. Namun jaringan kereta listrik hanya ada di Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor) yang dibangun tahun 1918, kemudian tahun 1925 jaringan listrik juga dibuat ke Meester Cornelis (Jatinegara) ke Tandjoeng Priok.

Armada

Semenjak di temukannya mesin uap oleh James Watt dan lokomotif uap oleh Richard Trevithik antara tahun 1867 hingga 1920an lokomotif uap menjadi tonggak awal kesuksesan pada semua jalur kereta api yang di bangun di pulau jawa, sumatra dan sulawesi pada masa hindia belanda hingga kemerdekaan Indonesia

Berbagai lokomotif uap di Indonesia

 

Pada masa hindia belanda hingga kemerdekaan Indonesia pernah dioperasikan berbagai lokomotif uap dari berbagai jenis, antara lain:

  • Tipe B
  • Tipe BB
  • Tipe C
  • Tipe CC
  • Tipe D
  • Tipe DD
  • Tipe F

Sebagian lokomotif uap yang pernah beroperasi pada masa hindia belanda hingga kemerdekaan Indonesia beberapa lokomotif tersebut dengan seri B, C, BB, CC, DD, D dan F telah dipajang di Museum Kereta Api Ambarawa dan Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah. Sebagian lokomotif tersebut sudah tidak diketahui lagi keberadaannya karena sebagian telah dirucat atau dijadikan besitua dan hanya bisa dilihat pada beberapa foto dan video dokumentasinya.[4]

Jenis kereta 1876-1925

Kereta penumpang adalah sarana untuk mengangkut penumpang, sedangkan untuk mengangkut barang disebut gerbong sedangkan untuk mengangkut barang cair disebut ketel.[5][6] Sejak dahulu, kereta dibuat secara lokal, dengan sasis dan rangka baja sedangkan bodi dibuat dari kayu. Pada waktu itu belum ada pendingin udara, sehingga kelas kereta dibedakan jenis kursi dan jumlah kursi per kereta. Kelas 1 terdapat 3 tempat duduk per baris, kelas 2 terdapat 4 tempat duduk per baris dan kelas 3 terdapat 5 tempat duduk per baris. Sehingga tiap kereta kelas 3 terdapat 60-72 tempat duduk, sedangkan tiap kereta kelas 2 terdapat 24-32 tempat duduk dan kelas 1 terdapat 12 tempat duduk. Biasanya kelas 1 dan kelas 2 menjadi satu, sedangkan kelas 3 tersendiri. Namun kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 dirangkai dalam satu rangkaian.

Jenis kereta dan lokomotif listrik 1925

Di Jabodetabek, KRL mulai dirintis tahun 1925. Awalnya, kereta tersebut ditarik oleh lokomotif listrik, salah satunya seperti ESS 3201 yang kini masih terawat dengan baik karena dilestarikan oleh Unit Heritage KAI sekarang.[7]

Pasca-kemerdekaan

pada masa ini terjadi perpindahan dan perebutan kepemilikan perkeretaapian dari penjajahan belanda ke Repubilk Indonesia pasca kemerdekaan mulai dari era DKARI, AMKA, KLB 3 Januari hingga perubahan sarana perkeretaapian yang rusak akibat perang kemerdekaan

Periode DKARI

Perebutan kekuasaan

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, perusahaan-perusahaan yang dahulu dimiliki oleh Belanda tidak serta-merta jatuh ke tangan Indonesia. Bahkan tersiar kabar bahwa Belanda berkeinginan agar perusahaan yang kelak disebut Djawatan Kereta Api (DKA) menjadi target pertama yang hendak direbut Sekutu lalu dikembalikan ke Staatsspoorwegen (SS). Bahkan, Menteri Perhubungan saat itu, Abikoesno Tjokrosoejoso, justru setuju apabila DKA dikembalikan ke tangan Belanda.[8]

Pada tanggal 2 September 1945, Angkatan Pemoeda Indonesia (API) menyelenggarakan pertemuan dengan grup revolusioner dari buruh DKA. Pertemuan dilangsungkan di Gedung Menteng 31, Jakarta. API, organisasi revolusioner Indonesia, dipimpin oleh Wikana, sedangkan buruh kereta yang hadir dipimpin oleh Legiman Harjono. Kesepakatannya adalah merebut DKA. Untuk melaksanakan hal tersebut, tenaga revolusioner dari API diperbantukan di DKA untuk menyiapkan aksi perebutan. Pada pukul 23.00, pertemuan lanjutan dilakukan di rumah dinas kepala Stasiun Manggarai dan menghadirkan pegawai-pegawai DKA. Kesepakatannya adalah merebut stasiun DKA dari tangan Jepang.[8]

Keesokan harinya, pada 3 September 1945 pada pukul 09.30 hingga 12.00 kaum buruh DKA melakukan aksi perebutan tersebut. Perebutan dilakukan di stasiun-stasiun di Jakarta. Pada akhirnya, stasiun Jatinegara dan Manggarai berhasil direbut oleh kaum buruh, menyusul kemudian Gambir, Tanjung Priok, Pasar Senen, Jakarta Kota, dan lain-lain. Kantor DKA, bengkel, dan dipo lokomotif berhasil direbut. Di Stasiun Jakarta Kota, sempat terjadi aksi bentrok dengan tentara Jepang. Begitu selesai melakukan aksi, kaum buruh membentuk "Dewan Buruh" di perusahaan dan membentuk "Serikat Buruh Kereta Api (SBKA)".[8]

Sementara itu, karyawan KA yang tergabung dalam "Angkatan Moeda Kereta Api" (AMKA) juga mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Pada tanggal 14 Oktober hingga 19 Oktober meletuslah pertempuran di Kota Semarang. Perang ini sebenarnya meletus pada 15 Oktober, namun pada 14 Oktober situasi sudah memanas. Salah satu tujuannya adalah merebut Hoofdkantoor van de Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (Lawang Sewu). Banyak tokoh AMKA yang gugur dalam pertempuran ini. Keberhasilan kaum buruh dan pemuda segera diikuti oleh perusahaan lainnya. Kaum buruh pun membentuk beberapa serikat-serikat buruh.[8]

Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada ditangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dengan urusan perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya "Djawatan Kereta Api Republik Indonesia" (DKARI).[3]

Kecuali DKARI ada pula operator lain yang terpisah, Kereta Api Soematra Oetara Negara Repoeblik Indonesia dan Kereta Api Negara Repoeblik Indonesia, yang kesemuanya beroperasi di Sumatra. Selain itu, ada pula Verenigde Spoorwegbedrijf (VS) yang merupakan gabungan dua belas operator kereta api swasta pada masa Hindia Belanda.[9] Pada akhirnya, DKARI dan Staatsspoorwegen en Verenigde Spoorwegbedrijf (SS/VS) digabung menjadi satu sebagai Djawatan Kereta Api (DKA)[10]

KLB 3 Januari 1946

Ketika Jakarta jatuh ke tangan Netherlands Indies Civil Administration (NICA), ibu kota Indonesia pindah ke Yogyakarta. Pada tanggal 3 Januari 1946 pukul 18.00 WIB, Presiden Indonesia, Soekarno beserta keluarga dan rombongan pejabat berangkat dari rumah kediaman di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, menuju stasiun Manggarai. Rangkaian kereta penumpang terdiri atas delapan gerbong yang ditarik lokomotif C2849 eks-Staatsspoorwegen.[11][12]

Suasana selama perjalanan keadaan sangat tegang. Di stasiun Manggarai, dilakukan manuver langsir gerbong barang. Agar tidak mencurigakan, seluruh lampu gerbong dibiarkan gelap gulita. Pada akhirnya, pada tanggal 4 Januari 1946 tiba di Kota Yogyakarta dan untuk mengenangnya, diperkenalkanlah istilah kereta luar biasa (KLB). Pada saat itu pula, ibu kota negara pindah ke Yogyakarta.[12]

Dieselisasi atau era Lokomotif Diesel

Pada tahun 1953, terjadi perpindahan era lokomotif uap ke lokomotif diesel yang pada saat itu masih banyak lokomotif uap peninggalan belanda yang beroperasi di lingkungan perkeretaapian Indonesia, dikenal dengan sebutan dieselisasi. Pada masa itu, lokomotif CC200 didatangkan dari Alco-GE (Amerika Serikat) ke Indonesia. Lokomotif ini memiliki dua kabin masinis dan bergandar Co'2'Co' (tiga bogie yang kedua bogie depan dan belakangnya memiliki tiga gandar penggerak, sedangkan satu bogie tengah memiliki dua gandar idle) karena pada masa itu tekanan gandar rel di Indonesia maksimal 12 ton yang mengakibatkan rendahnya beban gandar dan menjadi lokomotif diesel pertama di Indonesia untuk kereta komersial sekaligus menjadi lokomotif diesel elektrik pertama di Indonesia.[13]

Pada tahun 1955, CC200 menjadi andalan bagi kereta api pengangkut rombongan Konferensi Asia Afrika di Kota Bandung. KLB ini berangkat dari Jakarta menuju Bandung.[14]

Kemudian, disusul dengan lokomotif diesel elektrik generasi ke dua dan lokomotif diesel hidraulik pertama di indonesia seperti, BB200, BB300, serta D300.[15]

Perusahaan negara

Nama DKA pun diubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) pada tahun 1963. PNKA kemudian memasukkan perusahaan lainnya, seperti Deli Spoorweg Maatschappij yang masih independen menjadi satu sehingga kereta api di Indonesia hanya memiliki satu perusahaan operator.[16] Pada masa ini, lokomotif diesel hidraulik menjadi andalan bagi semua kereta api penumpang, barang maupun tugas langsir bersama lokomotif diesel elektrik yang perlahan menggantikan tugas lokomotif uap. Seperti Bima Kunting, Kebo Kuning, C300, D301, BB301, dan BB302 secara bertahap didatangkan. serta Lokomotif diesel elektrik generasi ke tiga dan ke empat seperti BB201, BB202 yang diproduksi sejak tahun 1967 oleh General Motors - Electro-Motive Division (EMD).

KA Bima

Pada tanggal 1 Juni 1967 PNKA mengoperasikan kereta api Bima rute Gambir-Surabaya Gubeng pp.[17] Kereta ini menggunakan rangkaian gerbong berwarna biru dan merupakan kereta api pertama dengan sistem AC berfreon di Indonesia. Pada awal pengoperasiannya, KA Bima mengikuti rute Bintang Sendja. Namun, beberapa minggu kemudian rutenya pun diubah melewati Purwokerto dan Yogyakarta, hingga saat ini dan menjadi kereta api unggulan pada awal pengoperasinya hingga tahun 1984.

Perusahaan jawatan

Pada tanggal 15 September 1971, nama PNKA berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA, Perjanka) selama dekade 1970-an hingga awal dekade 1990-an.[16] PJKA dipimpin oleh Kepala PJKA (Kaperjanka). Pada masa ini, perkeretaapian Indonesia mengalami kemunduran. PJKA menganggap sejumlah jalur kereta api lintas cabang justru tidak mendatangkan keuntungan secara ekonomis. Selain dari banyaknya penumpang gelap, kerusakan lokomotif, maupun kerusakan prasarana perkeretaapian; persaingan dengan mobil pribadi maupun angkutan umum telah mengakibatkan kerugian besar bagi PJKA, sehingga PJKA merugi dan menutup beberapa jalur cabang tersebut.[18]

Pada tahun 1981, PJKA terlibat dalam produksi film berjudul Kereta Api Terakhir yang diproduksi oleh Pusat Produksi Film Negara, dan merupakan film unggulan pada masa itu.[19]

Era lokomotif andalan kereta api

Pada tahun 1977-1978 dan 1983, lokomotif CC201 dan BB203 generasi pertama dan kedua mulai diimpor dari GE Transportation sekaligus menjadi lokomotif diesel elektrik generasi ke lima dan ke enam. CC201 adalah lokomotif yang sangat diandalkan pada masa itu karena berpengalaman menarik segala jenis KA mulai dari eksekutif, bisnis, maupun ekonomi. PJKA melakukan pengelompokan CC 201 dan BB 203. CC 201 hanya untuk jalur rel berat, sedangkan BB203 digunakan untuk rel ringan. Bentuk dan mesin kedua lokomotif itu sama, tetapi hanya jumlah gandar penggeraknya yang berbeda. Lokomotif BB 203 dilengkapi dengan empat gandar penggerak, sementara CC 201 dilengkapi dengan enam gandar penggerak. Sejak 1989, lokomotif BB 203 secara bertahap dimodifikasi menjadi CC 201 dengan menambah dua gandar penggerak dan mengatur keluaran daya dari 1500 HP menjadi 1950 HP.

Di Divisi Regional III Sumatra Selatan dan Lampung, diimporlah CC202 generasi pertama pada tahun 1986 sekaligus menjadi lokomotif diesel elektrik generasi ke tujuh. Dengan dilatarbelakangi meningkatnya kebutuhan angkutan batu bara, lokomotif ini cukup menarik kereta Babaranjang. Selain itu, di Jawa dan Sumatra diimporlah lokomotif diesel hidraulik seperti BB302, BB303, BB304, BB305, dan BB306. Pada masa itu, lokomotif diesel hidraulik di Jawa dan Sumatra merajai layanan kereta api ekonomi lokal.

Pada tanggal 6 Oktober 1976, beberapa saat setelah ditutupnya jalur kereta api Secang-Kedungjati, Museum Kereta Api Ambarawa didirikan, menempati bekas stasiun Willem I di Ambarawa. Di sinilah akhir riwayat sejumlah lokomotif uap yang berhenti beroperasi menarik kereta api jarak dekat/lokal, barang maupun tugas langsir. Karena, pada tahun 1980-an semua lokomotif uap dinyatakan tidak layak beroperasi untuk kereta api komersial karena faktor usia.

Kemunduran

Pada masa itu, PJKA terus mengalami kerugian akibat kalah bersaing dengan mobil pribadi, angkutan umum, maupun pesawat terbang. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan subsidi tahunan. Subsidi ini diformat untuk belanja pegawai serta pengurang beban kerugian PJKA.[20]

Terjadinya Tragedi Bintaro pada 19 Oktober 1987 merupakan peristiwa tragis yang memperparah buruknya citra PJKA sebagai satu-satunya operator kereta api di Indonesia. Dalam tragedi ini, ratusan orang tewas sedangkan sisanya luka-luka. Sejak tragedi itulah, keamanan dan kenyamanan kereta api masih dipertanyakan.

Menjadi perum

 
CC201 05 (CC201 77 04) semasa berlogo Perumka dan sebelum dimutasi

Pada tanggal 2 Januari 1991, PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka). Pada masa ini, kerugian-kerugian seperti yang dialami PJKA pada beberapa tahun yang lalu dapat ditekan. Seluruh pegawainya masih berstatus PNS yang diatur tersendiri dan diperbolehkan mencari laba.

menjadi modern pada armadanya

KRL Rheostatik dan KRL Holec. KRL yang di sebelah kiri dicat hijau putih
KA Bisnis Sawunggalih melintas Jembatan Sakalibel dengan cat putih-kuning.

Zaman Perumka biasa disebut "zaman merah biru" karena semua cat lokomotif yang dioperasikan secara komersial diubah menjadi merah dan biru dengan logo Perumka putih di depan dan belakangnya, serta di bawah kaca kabin masinis tepat di atas plat nomornya. Selain itu, cat livery semua kelas kereta juga diubah, yakni untuk eksekutif dicat biru muda-biru tua, bisnis dicat hijau tua-biru tua, ekonomi dicat merah tua-biru tua, serta kereta pembangkit dan kereta bagasi dicat biru tua polos. Semua kereta memiliki garis putih dengan logo Perumka merah. Pada masa ini, lokomotif diesel elektrik merajai perkeretaapian Indonesia mulai dari kereta api eksekutif, bisnis, ekonomi jarak jauh bahkan kereta barang sekalipun. sedangkan lokomotif diesel hidraulik perlahan mulai tergeser dan menjadi penarik kereta api ekonomi jarak menengah, lokal/dekat, barang maupun tugas langsir semenjak tenaga diesel hidraulik sudah tidak lagi cukup kuat menarik kereta api jarak jauh dikarenakan faktor suku cadang.

Pada tahun 1995 lahir kereta api eksekutif argo buatan PT Inka Madiun, yang diberi nama Argo Bromo dan Argo Gede. Semua kereta eksekutif argo terbaru tersebut dicat putih abu-abu dengan garis biru-biru tua dengan logo PT KAI di kiri dan Departemen Perhubungan di kanan. Selain itu, diimpor pula lokomotif CC 203 dari pabriknya, GE Transportation langsung. Lokomotif ini memiliki desain yang aerodinamis.

Akibat hadirnya kereta argo ini, terjadi perubahan skema warna, dengan kereta kelas eksekutif dan bisnis dicat dengan pola yang sama dengan kelas Argo namun dengan warna krem-putih. Pada tahun 1997 muncul kereta api Argo Bromo Anggrek yang dicat warna pink-putih. Sementara itu, kereta ekonomi sebenarnya dicat dengan warna putih-hijau toska, namun pada akhirnya hanya KRL Rheostatik kelas ekonomi dan sebagian KRD yang dicat dengan skema warna tersebut, sementara kereta ekonomi lainnya masih nyaman dengan skema warna merah-biru dari sebelum tahun 1995. Livery yang sudah disebutkan sebelumnya juga ditambah dengan dua garis, salah satunya berwarna biru muda dan satu lagi berwarna biru tua.

Persero

Akhirnya, pada tanggal 1 Juni 1999 Perumka secara resmi berubah menjadi PT Kereta Api (Persero (PT KA). Pada awal 1990-an dan 2000-an, PT KA tetap mempertahankan cat merah-biru pada lokomotif-lokomotifnya, kecuali untuk CC 203.

Pada tahun 2006 ke atas, CC 201 dan sebagian besar lokomotif lainnya kemudian berganti cat seperti CC 203, yakni putih bergaris biru muda-biru tua. Sementara itu terjadi perubahan pada seluruh rangkaian kereta penumpang mulai dari eksekutif, bisnis, maupun ekonomi, menjadi seperti yang dapat dilihat saat ini. Untuk lokomotif heritage menggunakan livery PJKA.

Pada masa ini, PT KA memperkenalkan sistem PSO (public service obligation), terutama untuk kereta api ekonomi.[20] PSO ini menggantikan sistem subsidi yang sebelumnya dilaksanakan. Pada tahun 2007 disahkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 yang menghapus monopoli yang dilakukan oleh PT KA.

Transformasi dan digitalisasi

Era digitalisasi perkeretaapian Indonesia sudah muncul sejak 1980-an. Digitalisasi mulai dirintis saat diluncurkannya lokomotif BB204 pada tahun 1980-an di Sumatra Barat. Selanjutnya CC 204 dimodifikasi dari CC201 dengan menambahkan komputer BrightStar Sirius sehingga dapat memitigasi kerusakan 45 menit sebelum kerusakan itu terjadi. Selain itu, pada tahun 2006 hingga 2011, dibuatlah lokomotif dengan mendasarkan pada desain CC203 dengan menambahkan komputer BrightStar Sirius di PT Inka sehingga terciptalah CC204 batch II.

Pada dekade 2010-an telah banyak terjadi transformasi pada PT KA, lebih-lebih saat dipimpin oleh Ignasius Jonan. Pada tahun 2010 nama PT KA berubah menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero) (PT KAI). Keluhan masyarakat dengan tidak adanya AC pada kereta ekonomi, maka pada tahun 2010 muncul kereta api ekonomi AC non-PSO dengan hadirnya kereta api Bogowonto sebagai perintisnya.

Pada tanggal 28 September 2011, logo PT KAI berganti. Transformasi lain yang terletak pada sistem pertiketan. Tiket yang semula hanya bisa dipesan di stasiun keberangkatan, kini sudah dipesan di minimarket dan agen-agen tiket. Yang lebih hebatnya lagi, muncul sistem boarding pass yang mengharuskan penumpang membawa bukti identitas diri. Selain itu, pengelolaan stasiun kini sangat bagus. Semua kereta api jarak menengah maupun jauh telah dipasangi AC. Digitalisasi lokomotif di Indonesia terus maju sejak CC205 dan CC206 diimpor untuk memperkuat armada PT KAI saat ini.

Perkembangan dan Pemeliharaan

Sebagai salah satu model transportasi massal yang dipakai oleh jutaan masyarakat, perkembangan perkeretaapian di Indonesia tak lepas dari sorotan dan kelemahan. Faktor yang sering menjadi perhatian saat ini adalah tingkat kecelakaan yang masih relatif tinggi baik gerbong yang anjlok, tabrakan antara kereta api dengan kereta api, tabrakan antara kereta api dengan kendaraan lain, adanya banjir/longsor dan masalah lain yang sering dihadapi oleh pengguna Kereta Api. Penyebab utama dari problematika ini dapat dilihat pada sarana dan pemeliharaan rel yang tidak merata sehingga mengakibatkan berbagai masalah. Pada tahun 2009, tercatat 255 orang menjadi korban kecelakaan kereta api baik luka ataupun tewas.[21] Sekitar 60 % kecelakaan kereta api terjadi di perlintasan kereta api, yang umumnya tak memiliki palang pintu bahkan tak berpenjaga.[22] Sebanyak 2.923 palang pintu perlintasan kereta api yang tersebar di pulau Jawa, tercatat sekitar 1.192 tidak dijaga petugas.[23] Artinya 40% perlintasan luput dari pengawasan pihak PT KAI yang bertanggung jawab penuh menjamin keamanan dan keselamatan lalu lintas sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 23 Tahun 2007 pasal 31, pasal 32, pasal 33, pasal 34 dan pasal 124 yang telah disahkan oleh legislatif.

Penambahan jalur baru

Sejak tahun 2015, pemerintah berencana untuk meningkatkan infrastruktur perkeretaapian di Indonesia dengan menambah jalur baru, reaktifasi jalur nonaktif dan juga membuat jalur ganda, tidak hanya di koridor pulau Jawa, tapi juga di koridor-koridor lainnya seperti Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua[24][25].

Berikut ini, pembangunan jaringan kereta di luar Jawa dari Program Strategis Perkeretaapian 2015-2019:

Koridor Pulau Sumatra

Pembangunan Kereta Api Antar Kota/Trans Sumatra:

  • Jalur KA baru Bireun-Lhokseumawe-Langsa-Besitang
  • Jalur KA baru Rantauprapat-Duri-Dumai
  • Jalur KA baru Duri-Pekanbaru
  • Jalur KA baru Pekanbaru-Muaro
  • Jalur KA baru Pekabaru-Jambi-Palembang
  • Jalur KA baru Simpang-Tanjung Api-Api
  • Jalur ganda KA Prabumulih-Kertapati
  • Jalur ganda KA Baturaja-Martapura
  • Jalur ganda KA Muara Enim-Lahat
  • Jalur ganda KA Cempaka -Tanjung Karang
  • Jalur ganda KA Sukamenanti-Tarahan
  • Jalur KA baru Rejosari/KM3-Bakauheni

Reaktivasi Jalur KA:

Pembangunan Kereta Api Perkotaan/Jalur Ganda/Elektrifikasi/Jalur Baru Akses ke Pusat Kegiatan:

  • Perkotaan Medan (Jalur Ganda KA Medan-Araskabu-Kualanamu)
  • Perkotaan Padang (Padang-BIM dan Padang-Pariaman)
  • Perkotaan Batam (Batam Center-Bandara Hang Nadim)
  • Perkotaan Palembang (Monorel)

Pembangunan Kereta Api Akses Bandara:

  • Bandara Kualanamu, Medan (peningkatan kapasitas)
  • Bandara Internasional Minangkabau, Padang
  • Bandara Hang Nadim, Batam
  • Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II

Pembangunan Kereta Api Akses Pelabuhan:

  • Pelabuhan Lhokseumawe
  • Pelabuhan Belawan
  • Pelabuhan Kualatanjung
  • Pelabuhan Dumai
  • Pelabuhan Tanjung Api-Api
  • Pelabuhan Panjang
  • Pelabuhan Bakauheni

Koridor Pulau Kalimantan

Pembangunan KA Khusus/Batubara/Akses Pelabuhan (Skema KPS):

  • Muara Wahau-Muara Bengalon
  • Murung raya-Kutai Barat-Paser-Panajam Paser Utara-Balikpapan
  • Puruk Cahu-Mangkatib

Pembangunan Kereta Api Antar Kota/Trans Kalimantan:

  • Jalur KA baru Tanjung-Paringin-Barabai-Rantau-Martapura-Banjarmasin
  • Jalur KA baru Balikpapan-Samarinda
  • Jalur KA baru Tanjung-Balikpapan
  • Jalur KA baru Banjarmasin-Palangkaraya
  • Jalur KA baru Palangkaraya -Sangau-Pontianak-Batas Negara
  • Jalur KA baru Samarinda-Sangata-Tanjung Redep-Batas Negara

Pembangunan Kereta Api Akses Bandara:

  • Bandara Syamsuddin Noor

Koridor Pulau Sulawesi

Pembangunan Kereta Api Antar Kota/Trans Sulawesi:

  • Jalur KA baru Manado-Bitung
  • Jalur KA baru Bitung-Gorontalo-Isimu
  • Jalur KA baru Pare Pare-Mamuju
  • Jalur KA baru Makassar-Pare Pare
  • Jalur KA baru Makassar-Sungguhminasa-Takalar-Bulukumba-Watampone
  • Jalur KA baru Mamuju-Palu-Isimu

Pembangunan Kereta Api Perkotaan:

  • Perkotaan Makassar dan sekitarnya
  • Perkotaan Manado

Pembangunan Kereta Api Akses Bandara/Pelabuhan:

  • Bandara Sultan Hasanuddin
  • Pelabuhan Garonggong, Pelabuhan New Makassar
  • Pelabuhan Bitung

Koridor Pulau Papua

  • Pembangunan Jalur KA baru di Papua baru direncanakan satu, yaitu untuk jalur Sorong-Manokwari.

Galeri

Referensi

  1. ^ GEDENKBOEK der Staatsspoor en Tramwegen in Nederlandsch Indie (1875-1925), Buku Kenang-kenangan kereta api dan trem di Hindia Belanda untuk masa laporan tahun 1875-1925, oleh S.A. Reitsma (Redaktur), Dinas Informasi Topografi Hindia Belanda - Jatinegara 1925
  2. ^ Sejarah Kereta Api Indonesia
  3. ^ a b c d Situs web resmi PT KAI: Sejarah Perkeretaapian
  4. ^ Lokomotif uap yang pernah ada di Indonesia
  5. ^ Unit Pusat Pelestarian dan Desain Arsitektur KAI: Gerbong
  6. ^ Unit Pusat Pelestarian dan Desain Arsitektur KAI: Kereta
  7. ^ Unit Pusat Pelestarian dan Desain Arsitektur KAI: Lokomotif Listrik
  8. ^ a b c d Perjuangan Revolusioner Merebut Djawatan Kereta Api
  9. ^ Kota Toea Magelang: Sejarah Perkeretaapian di Indonesia
  10. ^ SuaraMerdeka: Lahan Belakang Birao/SCS Tetap Dinilai Milik PT KAI
  11. ^ Majalah KA Edisi Juli 2014
  12. ^ a b Majalah KA Edisi Oktober 2014
  13. ^ Majalah KA Edisi September 2013
  14. ^ Unit Pusat Pelestarian dan Desain Arsitektur PT KAI: CC200
  15. ^ Diesel Locomotive Roster
  16. ^ a b Sejarah Kereta Api Indonesia
  17. ^ Kereta api Express Malam Bima
  18. ^ BPCB Yogyakarta: Sejarah Jalur Trem Yogyakarta-Brosot
  19. ^ FilmIndonesia: Kereta Api Terakhir
  20. ^ a b Subsidi atau PSO?
  21. ^ http://gis.dephub.go.id/mapping/Statistik/Keretaapi/Tabel_A_4_3_01.htm Angka kecelakaan Kereta Api
  22. ^ http://www.indosiar.com/fokus/60-persen-kecelakaan-kereta-api-terjadi-di-perlintasan_29139.html Perlintasan kereta api
  23. ^ http://www.lensaindonesia.com/2013/09/28/palang-pintu-liar-pt-kai-enggan-tanggung-jawab.html Palang pintu mematikan.
  24. ^ "Berikut Daftar Lengkap Pembangunan Jaringan Kereta Api 2015-2019", BeritaSatu.com, diakses 8 September 2015
  25. ^ "Mimpi Mengularnya Jalur Kereta Api Hingga 2019", Okezone.com, diakses 8 September 2015

Lihat pula

Pranala luar