Kabupaten Karawang

kabupaten di Indonesia, di pulau Jawa


Kabupaten Karawang (aksara Sunda: ᮊᮘᮥᮕᮒᮦᮔ᮪ ᮊᮛᮝᮀ, Latin: Kabupatén Karawang) adalah sebuah kabupaten di Tatar Pasundan Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah Karawang. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor di barat, Laut Jawa di utara, Kabupaten Subang di timur, Kabupaten Purwakarta di tenggara, serta Kabupaten Cianjur di selatan ini memiliki luas wilayah 1.652,20 Km2 [4]dengan jumlah penduduk pada tahun 2019 sebesar 2.271.960 jiwa[4] dan memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.375,11 jiwa per Km2. Secara geografis wilayah Kabupaten Karawang terletak antara 070-02-1070-40 B dan 50-56-60-34 LS, termasuk daerah dataran yang relative rendah, mempunyai variasi ketinggian wilayah antara 0 - 1.279 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan wilayah 0 - 2 %, 2 - 15 %, 15 - 40 % dan diatas 40 %.[5]

Kabupaten Karawang
Daerah tingkat II
Dari atas searah jarum jam : Gedung Pemerintahan daerah (Pemda) kabupaten Karawang di kecamatan Karawang Timur, Pintu Jalan Bendungan Walahar di desa Walahar, Klari (dibangun 1918 - selesai 1925), Kompleks Pemakaman Bupati Karawang di desa Manggung Jaya, Cilamaya Kulon, Pantai Tanjung Baru di desa Pasir Jaya, Cilamaya Kulon, Curug Cigentis, di desa Mekar Buana, Tegal Waru, Persawahan Karawang dan Perbukitan di kawasan pegunungan Sanggabuana.
Dari atas searah jarum jam : Gedung Pemerintahan daerah (Pemda) kabupaten Karawang di kecamatan Karawang Timur, Pintu Jalan Bendungan Walahar di desa Walahar, Klari (dibangun 1918 - selesai 1925), Kompleks Pemakaman Bupati Karawang di desa Manggung Jaya, Cilamaya Kulon, Pantai Tanjung Baru di desa Pasir Jaya, Cilamaya Kulon, Curug Cigentis, di desa Mekar Buana, Tegal Waru, Persawahan Karawang dan Perbukitan di kawasan pegunungan Sanggabuana.
Lambang Daerah Kabupaten Karawang
Motto: 
Pangkal Perjuangan ᮕᮀᮊᮜ᮪ ᮕᮨᮁᮔᮥᮃᮍᮔ᮪
Semboyan: INTERASIH (Indah Tertib Aman Bersih)
Peta
Peta
Kabupaten Karawang di Jawa
Kabupaten Karawang
Kabupaten Karawang
Peta
Kabupaten Karawang di Indonesia
Kabupaten Karawang
Kabupaten Karawang
Kabupaten Karawang (Indonesia)
Koordinat: 6°18′18″S 107°18′01″E / 6.3050853°S 107.3002579°E / -6.3050853; 107.3002579
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Barat
Tanggal berdiri14 September 1633
(10 Rabiul Awal 1043 H)
Ibu kotaKarawang (kota)
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kecamatan: 30
  • Kelurahan: 309
Pemerintahan
 • Bupatidr. Cellica Nurrachadiana
 • Wakil BupatiH. Ahmad Zamakhsyari, S.Ag.
Luas
 • Total1.737,30 km2 (67,080 sq mi)
Populasi
 ((2007)[1])
 • Total2.073.356
 • Kepadatan1,193/km2 (3,090/sq mi)
Demografi
 • BahasaIndonesia, Sunda, Jawa, Bahasa Cirebon (dengan beragam dialek, Bahasa Cirebon dialek Cilamaya menjadi dialek khas wilayah Pesisir Karawang),Bahasa Betawi (termasuk dialek Bekasi) Penyebarannya terpusat disekitar Kecamatan Tirtajaya dan Batujaya.[2][3]
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode BPS
3215 Edit nilai pada Wikidata
Kode area telepon0267, 0264 (Khusus Wilayah Eks-Kawedanan Cikampek)
Kode Kemendagri32.15 Edit nilai pada Wikidata
DAURp1.134.530.200.000.-
Flora resmiJambu Air Cincalo
Fauna resmiAyam Ciparage
Situs webwww.karawangkab.go.id

Toponomi

Kata "karawang" muncul pada Naskah Bujangga Manik dari akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16. Bujangga Manik menuliskan sebagai berikut:

Leteng karang ti Karawang,
Leteng susuh ti Malayu,
Pamuat aki puhawang.
Dipinangan pinang tiwi,
Pinang tiwi ngubu cai,

Dalam bahasa Sunda, karawang mempunyai arti "penuh dengan lubang". Bisa jadi pada daerah Karawang zaman dulu banyak ditemui lubang.

Cornelis de Houtman, orang Belanda pertama yang menginjakkan kakinya di pulau Jawa, pada tahun 1596 menuliskan adanya suatu tempat yang bernama Karawang sebagai berikut:

Di tengah jalan antara Pamanukan dan Jayakarta, pada sebuah tanjung terletak Karawang.[6]

Meskipun ada sumber sejarah primer yaitu Naskah Bujangga Manik dan catatan dari Cornelis de Houtman yang menyebutkan kata Karawang, sebagian orang menyebutnya Kerawang adapula yang menyebut Krawang seperti yang ditulis dalam buku Miracle sight West Java[butuh rujukan] yang diterbitkan oleh Provinsi Jawa Barat.

R. Tjetjep Soepriadi dalam buku Sejarah Karawang[butuh rujukan] berspekulasi tentang asal-muasal kata karawang, pertama kemungkinan berasal dari kata karawaan yang mengandung arti bahwa daerah ini terdapat "banyak rawa", dibuktikan dengan banyaknya daerah yang menggunakan kata rawa di depannya seperti, Rawa Gabus, Rawa Monyet, Rawa Merta dan lain-lain; selain itu berasal dari kata kera dan uang yang mengandung arti bahwa daerah ini dulunya merupakan habitat binatang sejenis monyet yang kemudian berubah menjadi kota yang menghasilkan uang; serta istilah serapan yang berasal dari bahasa Belanda seperti caravan dan lainnya.

Sejarah

Berkas:2016-04-14-1024.jpg
Hiasan penanda hajatan pernikahan pada masyarakat wilayah Kabupaten Karawang wilayah selatan, hiasan terbuat dari batang bambu utuh yang disisakan daun bagian atasnya dilengkapi dengan topi caping yang digantung lengkap dengan tali-tali berwarna-warni dibawahnya yang menjuntai (penggunaan tali bisa disubtitusi atau digantikan dengan kertas warna-warni).

Hiasan ini merupakan kearifan lokal masyarakat Kabupaten Karawang bagian selatan yang ditumbuhi banyak pohon bambu.

Pemukiman awal

Wilayah Karawang sudah sejak lama dihuni manusia. Peninggalan Situs Batujaya dan Situs Cibuaya yang luas menunjukkan pemukiman pada awal masa modern yang mungkin mendahului masa Kerajaan Tarumanagara. Penduduk Karawang semula beragama Hindu dan Budha dan wilayah ini berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda.

Penyebaran Islam

Agama Islam mulai dianut masyarakat setempat pada masa Kerajaan Sunda, setelah seorang patron bernama Syekh Hasanudin bin Yusuf Idofi, konon dari Makkah, yang terkenal dengan sebutan "Syekh Quro", Syekh Quro merupakan seorang utusan Raja Campa yang mengikuti pelayaran persahabatan ke Majapahit dari Dinasti Ming yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho (Kapal Laksamana Cheng Ho tercatat mendarat di Pelabuhan Muara Jati, Kerajaan Singapura (cikal bakal Kesultanan Cirebon pada tahun 1415[7].), ketika kapal sudah berada di Pura, Karawang, Syekh Quro beserta pengikutnya turun dan tinggal untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Pura dan kemudian menikah dengan Putri Ki Gede Karawang yang bernama Ratna sondari[8] dan meluaskan pengajarannya hingga ke wilayah Pura Dalem (Pedalaman Pura) kemudian mendirikan pesantren di Desa Pulo Kelapa (sekarang masuk kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Karawang)

Dari pernikahannya dengan Ratna Sondari, Syekh Quro memiliki seorang anak yang diberi nama Ahmad, Ahmad inilah yang kemudian dikenal dengan nama Syekh Ahmad (Penghulu Pertama di Karawang), Syekh Ahmad pernah diperintahkan oleh ayahnya untuk membantu Syekh Nur Jati atau Syekh Datuk Kahfi di Pesambangan (sekarang masuk wilayah kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon).

Hubungan penyebaran Islam di Karawang dengan Kesultanan Cirebon
 
Wayang kulit Cirebon gaya Cilamaya karya Ki Ardi, disungging ulang oleh Ki Enang Sutria dan dibrom ulang oleh Arie Nugraha

Puteri Ki Gede Karawang yaitu Ratna sondari memberikan sumbangan hartanya untuk mendirikan sebuah masjid di Gunung Sembung (letaknya berdekatan dengan Gunung Jati) atau dikenal dengan sebutan (Nur Giri Cipta Rengga) yang bernama Masjid Dog Jumeneng atau Masjid Sang Saka Ratu, yang sampai sekarang masih digunakan dan terawat baik.[9]

Syekh Ahmad (Anak Syekh Quro dengan Ratna sondari) kemudian berkeluarga dan memiliki seorang putera bernama Musanudin, Musanudin inilah yang kemudian menjadi Lebai di Kesultanan Cirebon dan memimpim Masjid Agung Sang Cipta Rasa pada masa kepemimpinan Sunan Gunung Jati

Pengangkatan juru kunci di situs makam Syekh Quro dikuatkan oleh pihak Keraton Kanoman, Cirebon.

Syekh Quro memberikan ajaran yang kemudian dilanjutkan oleh murid-murid Wali Sanga. Makam Syeikh Quro terletak di Pulobata, Kecamatan Lemahabang.

Masa Kesultanan Cirebon

Setelah Kerajaan Sunda runtuh maka wilayah antara sungai Angke dan sungai Cipunegara terbagi dua. Menurut Carita Sajarah Banten, Sunan Gunung Jati pada abad ke 15[10] membagi wilayah antara sungai Angke dan sungai Cipunegara menjadi dua bagian dengan sungai Citarum sebagai pembatasnya, sebelah timur sungai Citarum hingga sungai Cipunegara masuk wilayah Kesultanan Cirebon yang sekarang menjadi Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dan sebelah barat sungai Citarum hingga sungai Angke menjadi wilayah bawahan Kesultanan Banten dengan nama Jayakarta.[11][12].

Pemerintahan mandiri

Sebagai suatu daerah berpemerintahan sendiri tampaknya dimulai semenjak Karawang diduduki oleh Kesultanan Mataram, di bawah pimpinan Wiraperbangsa dari Sumedang Larang tahun 1632. Kesuksesannya menempatkannya sebagai wedana pertama dengan gelar Adipati Kertabumi III. Semenjak masa ini, sistem pertanian melalui pengairan irigasi mulai dikembangkan di Karawang dan perlahan-lahan daerah ini menjadi daerah pusat penghasil beras utama di Pulau Jawa hingga akhir abad ke-20.

Selanjutnya, Karawang menjadi kabupaten dengan bupati pertama Raden Adipati Singaperbangsa bergelar Kertabumi IV yang dilantik 14 September 1633. Tanggal ini dinobatkan menjapada hari jadi Kabupaten Karawang. Selanjutnya, bupatinya berturut-turut adalah R. Anom Wirasuta 1677-1721, R. Jayanegara (gelar R.A Panatayuda II) 1721-1731, R. Martanegara (R. Singanagara dengan gelar R. A Panatayuda III) 1731-1752, R. Mohamad Soleh (gelar R. A Panatayuda IV) 1752-1786. Pada rentang ini terjadi peralihan penguasa dari Mataram kepada VOC (Belanda).

Menjelang Kemerdekaan Indonesia

Pada masa menjelang Kemerdekaan Indonesia, Kabupaten Karawang menyimpan banyak catatan sejarah. Rengasdengklok merupakan tempat disembunyikannya Soekarno dan Hatta oleh para pemuda Indonesia untuk secepatnya merumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1945.

Kabupaten Karawang juga menjadi inspirasi sastrawan Chairil Anwar menulis karya Antara Karawang-Bekasi karena peristiwa pertempuran di daerah sewaktu pasukan dari Divisi Siliwangi harus meninggalkan Bekasi menuju Karawang yang masih menjadi daerah kekuasaan Republik.

Kecamatan Rengasdengklok adalah daerah pertama milik Republik Indonesia yang gagah berani mengibarkan bendera Merah Putih sebelum Proklamasi kemerdekaan Indonesia di Gaungkan.[butuh rujukan] Oleh karena itu selain dikenal dengan sebutan Lumbung Padi Karawang juga sering disebut sebagai Kota Pangkal Perjuangan. Di Rengasdengklok didirikan sebuah monumen yang dibangun oleh masyarakat sekitar, kemudian pada masa pemerintahan Megawati didirikan Tugu Kebulatan Tekad untuk mengenang sejarah Republik Indonesia.

Setelah Kemerdekaan Indonesia

Wilayah Karawang pada masa lalu (hasil pembagian oleh Sunan Gunung Jati pada abad ke 15) kemudian dipecah menjadi dua bagian pada masa perang kemerdekaan sekitar tahun 1948 dengan sungai Citarum dan sungai Cilamaya menjadi pembatasnya, wilayah Kabupaten Karawang Barat meliputi wilayah Kabupaten Karawang sekarang ditambah desa-desa di sebelah barat Citarum yaitu desa-desa Sukasari dan Kertamanah dengan ibu kota di kecamatan Karawang, sementara Kabupaten Karawang Timur meliputi wilayah Kabupaten Purwakarta dikurangi desa-desa di kecamatan Sukasari (yang dahulu masih bagian dari Kabupaten Karawang) dan Kabupaten Subang dengan ibu kota di kecamatan Subang.[13].

lalu kemudian pada tahun 1950 nama Kabupaten Karawang Timur diubah menjadi Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di kecamatan Subang dan Kabupaten Karawang Barat menjadi Krawang dengan ibu kota di kecamatan Karawang.[14].

Pada tahun 1968 terjadi pemekaran wilayah Kabupaten Purwakarta yang sebelumnya bernama Kabupaten Karawang Timur menjadi Kabupaten Subang dengan ibu kota di kecamatan Subang dan Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di kecamatan Purwakarta, karena pada tahun yang sama berlangsung proyek besar bendungan Ir. Djuanda atau yang dikenal dengan nama Bendungan Jatiluhur maka pemerintah pusat pada masa itu merasa perlu untuk menyatukan wilayah waduk Jatiluhur ke dalam satu wilayah kerja yang akhirnya diputuskan dimasukan ke dalam wilayah Kabupaten Purwakarta sehingga pada tahun 1968 wilayah Kabupaten Krawang harus melepaskan desa-desa yang berada disebelah barat sungai Citarum yang masuk dalam proyek besar bendungan Ir. Djuanda atau Bendungan Jatiluhur, desa-desa tersebut adalah desa-desa Sukasari dan Kertamanah yang sekarang masuk dalam kecamatan Sukasari, Kabupaten Purwakarta, sehingga dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1968 maka wilayah Kabupaten Krawang menjadi berkurang dan wilayah inilah yang dikemudian hari disebut sebagai Kabupaten Karawang[15]

Geografi

Wilayah Kabupaten Karawang sebagian besar dataran pantai yang luas, terhampar di bagian pantai Utara dan merupakan endapan batuan sedimen yang dibentuk oleh bahan–bahan lepas terutama endapan laut dan aluvium vulkanik. Sedangkan di bagian tengah kawasan perbukitan yang sebagian besar terbentuk oleh batuan sedimen, sedang di bagian Selatan terdapat Gunung Sanggabuana dengan ketinggian ± 1.291 m di atas permukaan laut.

Topografi

Sebagian besar wilayah Kabupaten Karawang adalah dataran rendah, dan di sebagian kecil di wilayah selatan berupa dataran tinggi.

Iklim

Sesuai dengan bentuk morfologinya Kabupaten Karawang terdiri dari dataran rendah yang mempunyai temperatur udara rata-rata 27 °C dengan tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66 persen dan kelembaban nisbi 80 persen. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.100 – 3.200 mm/tahun. Pada bulan Januari sampai April bertiup angin Muson Laut dan sekitar bulan Juni bertiup angin Muson Tenggara. Kecepatan angin antara 30 – 35 km/jam, lamanya tiupan rata-rata 5 – 7 jam.

Hidrografi

Kabupaten Karawang dilalui oleh aliran sungai yang melandai ke arah utara: Cibe'et yang mengalir dari selatan karawang menuju sungai citarum yang juga menjadi batas antara Kabupaten Karawang dan Bekasi,Citarum, yang merupakan pemisah Kabupaten Karawang dari Kabupaten Bekasi, dan Cilamaya, yang merupakan batas wilayah dengan Kabupaten Subang. Selain sungai, terdapat juga tiga buah saluran irigasi yang besar yaitu Saluran Induk Tarum Utara, Saluran Induk Tarum Tengah dan Saluran Induk Tarum Barat yang dimanfaatkan untuk pengairan sawah, tambak, dan pembangkit tenaga listrik.

Curah Hujan

Curah hujan di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orografi dan perputaran/ pertemuan arus udara. Oleh karena itu, jumlah curah hujan sangat beragam menurut bulan. Catatan rata-rata curah hujan di Kabupaten Karawang selama tahun 2005 mencapai 2.534 mm dengan rata-rata curah hujan per bulan sebesar 127 mm, lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata curah hujan pada tahun 2004 yang mencapai 1.677 mm dengan rata-rata curah hujan per bulannya mencapai 104 mm. Kadang suka pindah ke wilayah Kabupaten Bekasi awannya biar Jakarta hujan deras.

Pada tahun 2005 rata-rata curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Tegalwaru yaitu mencapai 318 mm per bulan, dan yang terendah terjadi di Kecamatan Talagasari yaitu hanya 51 mm.

Pemerintahan

Kabupaten Karawang terdiri atas 30 kecamatan, yang dibagi lagi atas 197 desa dan 12 kelurahan. Pusat pemerintahan Kabupaten ini terletak di Kecamatan Karawang Timur, tepatnya di kelurahan Karawang Wetan.

Daftar Bupati

No Potret Bupati Mulai menjabat Akhir menjabat Prd. Wakil Bupati Ket.
1
Raden Djuarsa
1945
1948
1
2
Raden Ateng Surya Satjakusumah
1948
1949
2
3
  Raden Hasan Surya Satjakusumah
1949
1950
3
4
  Raden H. Rubaya Suryanatamihardja
1950
1951
4
5
  Moh. Tohir Mangkudijoyo
1951
1956
5
1956
1961
6
6
  Letkol Inf.
Husni Hamid
1961
1966
7
1966
1971
8
7
  Letkol Inf.
Setia Syamsi
1971
1976
9
8
  Kol. Inf.
Tata Suwanta Hadisaputra
1976
1981
10
9
  Kol. Cpl. H.
Opon Supandji
1981
1986
11
10
  Kol. Czi. H.
Sumarno Suradi
1986
1991
12
1991
1996
13
11
  Kol. Inf. Drs. H.
Dadang S. Muchtar
1996
21 Februari 2000
14
  R. H. Daud Priatna
S.H.
21 Februari 2000
15 Desember 2000
12
  Letkol. Inf.
Achmad Dadang
15 Desember 2000
18 November 2005
15
Drs. H.
D. Shalahudin Muftie
M.Si.
[16][17][18]
  Drs. H.
D. Shalahudin Muftie
M.Si.
18 November 2005
15 Desember 2005
(11)
  Drs. H.
Dadang S. Muchtar
16 Desember 2005
16 Desember 2010
16
Hj.
Eli Amalia Priyatna
Ir. H.
Iman Sumantri
16 Desember 2005
27 Desember 2010
13
  Drs. H.
Ade Swara
M.H.
27 Desember 2010
19 Desember 2014
17
dr.
Cellica Nurrachadiana
 
  dr.
Cellica Nurrachadiana
19 Desember 2014
27 Desember 2010
  Ir.
Deddi Mulyadi
(Penjabat)
28 Desember 2015
17 Februari 2016
[Ket. 1]
14
  dr.
Cellica Nurrachadiana
17 Februari 2016
17 Februari 2021
18
H. Ahmad Zamakhsyari, S.Ag.
[Ket. 2]
(14)
  dr.
Cellica Nurrachadiana
26 Februari 2021
25 September 2023
19
H.
Aep Syaepuloh
S.E.
[Ket. 3]
15
  H.
Aep Syaepuloh
S.E.
25 September 2023
Petahana
[Ket. 4]
Drs. H.
Teppy Wawan Dharmawan
S.H., M.K.M.
(Penjabat Sementara)
24 September 2024
23 November 2024
[Ket. 5]
Catatan
  1. ^ Penjabat bupati
  2. ^ Pelaksana Harian bupati
  3. ^ Mengundurkan diri sebagai bupati karena menjadi calon anggota legilatif
  4. ^ Menjabat Plt. karena bupati mengundurkan diri lalu dilantik menjadi Bupati definitif sisa masa jabatan sejak 4 Desember 2023
  5. ^ Menjadi Penjabat sementara (Pjs.) karena Bupati cuti untuk kampanye Pilbup hingga 23 November 2024[19]

Dewan Perwakilan

Kecamatan

 
Peta Batas Kecamatan Kabupaten Karawang

Sampai pada tahun 2019 Kabupaten Karawang terdiri dari 30 Kecamatan, 297 Desa, dan 12 Kelurahan[4]

KECAMATAN DESA KELURAHAN
PANGKALAN 8 -
TEGALWARU 9 -
CIAMPEL 7 -
TELUKJAMBE TIMUR 9 -
TELUKJAMBE BARAT 10 -
KLARI 13 -
CIKAMPEK 10 -
PURWASARI 8 -
TIRTAMULYA 10 -
JATISARI 14 -
BANYUSARI 12 -
KOTABARU 9 -
CILAMAYA WETAN 12 -
CILAMAYA KULON 12 -
LEMAHABANG 11 -
TELAGASARI 14 -
MAJALAYA 7
KARAWANG TIMUR 4 4
KARAWANG BARAT - 8
RAWAMERTA 13 -
TEMPURAN 14 -
KUTAWALUYA 12 -
RENGASDENGKLOK 9 -
JAYAKERTA 8 -
PEDES 12 -
CILEBAR 10 -
CIBUAYA 11 -
TIRTAJAYA 11 -
BATUJAYA 10 -
PAKISJAYA 8 -
Jumlah/Total 297 12

Pemekaran Daerah

Karawang merupakan ibu kota Kabupaten Karawang yang direncanakan akan dimekarkan dari Kabupaten Karawang yang terdiri dari 4 kecamatan, yakni kecamatan Karawang Barat, kecamatan Karawang Timur, kecamatan Telukjambe Timur dan kecamatan Telukjambe Barat dan nantinya ibu kota Kabupaten Karawang akan dipindahkan ke Cikampek.[20]

Namun jika Cikampek juga dimekarkan menjadi kota juga seperti Karawang, maka ibu kota Kabupaten Karawang akan dipindahkan ke kecamatan Talagasari karena selain terletak ditengah - tengah Kabupaten Karawang, juga dekat dengan Pelabuhan Cilamaya yang akan dibangun dan akan menjadi pusat perekonomian yang baru.[21]

Demografi

Penduduk Karawang umumnya adalah suku Sunda yang menggunakan Bahasa Sunda. Di daerah utara Kabupaten Karawang, seperti di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya sebagian penduduknya menggunakan Bahasa Betawi, sedangkan di Kecamatan Pedes, Tempuran, Kecamatan Cilamaya Wetan, dan Cilamaya Kulon sebagian penduduknya menggunakan Bahasa atau Dialek Cirebon atau Dermayon. Sedangkan di beberapa kecamatan yang lainnya di Karawang menggunakan Bahasa Sunda Kasar, beberapa kosakata yang mereka gunakan adalah 'aing' (bhs. Sunda standar kuring/abdi), 'nyanéh' (bhs. Sunda standar manéh/anjeun), nyanéhna (bhs. Sunda standar manéhna/anjeunna), nyaranéhna (bhs. Sunda standar maranéhna/aranjeunna), manyaho (bhs. Sunda standar nyaho/terang). Tetapi di daerah selatan Kabupaten Karawang Kecamatan Pangkalan dan Kecamatan Tegalwaru, mereka menggunakan bahasa Sunda standar.

Penduduk Kabupaten Karawang mempunyai mata pencaharian yang beragam, tetapi di sejumlah kecamatan, mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai petani atau pembajak sawah karena Kabupaten Karawang adalah daerah penghasil padi.

Penduduk menurut jenis kelamin

Tahun/
Jenis Kelamin
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Laki-laki - 916.554 935.634 972.174 968.511 985.727 - - -
Perempuan - 872.971 927.205 931.337 965.761 985.736 - - -
Total - 1.799.525 1.862.839 1.903.511 1.934.272 1.971.463 - - -
Sumber: Buku DDA: BPS Kabupaten Karawang[22]

Jumlah penduduk, rumah tangga, dan rata-rata penduduk per rumah tangga

Tahun/
Rincian
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Penduduk - - - - 1.934.272 1.971.463 - - -
Rumahtangga - - - - 475.251 490.414 - - -
Penduduk/Rumahtangga - - - - 4,07 4,02 - - -
Sumber: Buku DDA: BPS Kabupaten Karawang[22]

Ekonomi

Kabupaten Karawang merupakan lokasi dari beberapa kawasan industri, antara lain Karawang International Industry City KIIC, Kawasan Surya Cipta, Kawasan Bukit Indah City atau BIC di jalur Cikampek (Karawang). Salah satu industri strategis milik negara juga memiliki fasilitasnya di deretan kawasan industri tersebut, yaitu Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (http://www.peruri.co.id/) yang mencetak uang kertas, uang logam, maupun dokumen-dokumen berharga seperti paspor, pita cukai, meterai dan lain sebagainya.

Di bidang pertanian, Karawang terkenal sebagai lumbung padi Jawa Barat.

Media Massa

Stasiun Radio

  • Suara Kita 88,2 MHz jangkauan Karawang, Bekasi, Subang, sebagian Jakarta dan Bogor

Fauna identitas

Ayam Ciparage adalah ayam khas asli dari Kabupaten Karawang yang merupakan ayam laga legendaris, Karena ayam ini memiliki gaya bertarung yang cepat seperti ayam Birma. Pukulan tajinya akurat dan bertubi-tubi mengarah ke kepala dan leher lawan. Gaya bertarung seperti ini sangat "mematikan" bagi lawan yang ukuran tubuhnya sama. Bahkan, ayam Ciparage sering kali mampu mengalahkan lawan yang lebih besar. Ayam Ciparage adalah varietas ayam petarung lokal terbaik asli Indonesia. Ayam ini berasal dari kampung Ciparage, Desa Cilamaya, Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat. Konon ayam Ciparage adalah keturunan dari ayam milik adipati Singaperbangsa yang melegenda.

Flora identitas

Flora atau tumbuhan yang menjadi identitas wilayah kabupaten Karawang adalah Jambu air Cincalo, menurut data statistik dari dinas pertanian provinsi Jawa Barat, wilayah kabupaten Karawang merupakan wilayah yang terbesar sebagai sentra penanaman pohon Jambu. Jambu air Cincalo yang berwarna merah banyak terdapat di wilayah kabupaten Karawang yang oleh masyarakat sekitar disebut sebagai Jambu Bolang[23] yang jika matang maka akan berwarna merah tua kebiruan dengan rasa manis asam segar, kecamatan yang terkenal dengan "Jambu Bolang" ini adalah kecamatan Tirtajaya[24]

Kesenian Daerah

 
Pagelaran Wayang kulit Cirebon pada Mei 2015 yang diabadikan oleh Arie Nugraha (budayawan Cirebon) dengan lakon "Rit Madenda" di desa Mekar Asih, kecamatan Banyu Sari, kabupaten Karawang yang dipimpin oleh Ki Dalang Enang Sutriya

Kesenian daerah kabupaten Karawang dipengaruhi oleh budaya dari tiga suku asli Jawa Barat yaitu Sunda, Betawi dan Cirebon.

Wayang kulit Cirebon di Karawang

Wayang kulit Cirebon yang terdapat di wilayah kabupaten Karawang merupakan bagian dari wilayah pedalangan Cirebon gaya kulonan yang di antaranya berada di kabupaten Subang dan kabupaten Karawang, pada pola penyebarannya di kabupaten Karawang wilayah desa-desa di kecamatan Cilamaya Wetan, kabupaten Karawang ( termasuk di antaranya wilayah desa Cilamaya dan pemekarannya ), sebagian wilayah desa di kecamatan Banyu Sari ( termasuk di antaranya desa Banyu Asih ) menjadi pusat utama pelestariannya, desa-desa tersebut juga bersinergi dengan desa-desa lain yang masih satu budaya di wilayah kabupaten Subang seperti desa Rawa Meneng dan sekitarnya yang juga memegang peranan penting dalam menghidupkan dan melestarikan wayang kulit Cirebon di Karawang

Gaya sunggingan (pewarnaan) pada wayang kulit Cirebon gaya kulonan terutama Cilamaya memiliki perbedaan yang tidak jauh dengan gaya sunggingan wayang kulit Cirebon gaya kidulan terutama Palimanan, menurut Waryo (budayawan Cirebon) hal tersebut dimungkinkan karena pada masa lalu para pedalang dan pengrajin wayang antar kedua wilayah saling bertukar dan saling melakukan pembelian wayang kulit cirebon.

Tradisi Mapag Sri dan Wayang kulit Cirebon

Pada bulan Oktober 2014, tradisi Mapag Sri diadakan kembali sebagai tanda berakhirnya kekosongan tradisi syukuran panen. Tradisi ini selama kurang lebih lima puluh tahun hampir tidak pernah digelar di blok Cibango, desa Cilamaya, kecamatan Cilamaya Wetan, kabupaten Karawang. Tradisi ini juga disempurnakan dengan pagelaran wayang kulit cirebon gaya kulonan (cilamaya).

Menurut Aef Sudrajat, yang merupakan ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Saluyu sekaligus yang menggelar syukuran tersebut, kekosongan yang terjadi selama kurang lebih lima puluh tahun disebabkan oleh modernisasi dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk melestarikan tradisi syukuran.[25] Berkurangnya masyarakat yang melakukan tradisi syukuran mapag sri dimungkinkan terjadi dalam kondisi masyarakat yang mayoritas muslim dikarenakan dalam salah satu urutan prosesi tradisi mapag sri ada sebuah prosesi mengarak simbolisasi dewi sri untuk mengelilingi kampung yang oleh beberapa kalangan masyarakat muslim bagian ini dianggap tidak Islami walau bagian lain dalam prosesi syukuran mapag sri pada budaya Cirebon telah kental nuansa Islamnya. Beberapa masyarakat adat Cirebon telah mengganti simbolisasi dewi sri ini dengan sepasang pengantin padi seperti pada tradisi mapag sri di pesisir timur kabupaten Indramayu sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai keislaman.[26]

Pada masyarakat adat Cirebon di wilayah Cilamaya dan sekitarnya, tradisi syukuran mapag sri dimaknai sebagai wujud syukur kepada Allah swt menjelang musim panen, tradisi syukuran mapag sri merupakan bagian dari rangkaian tradisi panen, pascapanen dan menjelang tanam padi, pada masyarakat adat Cirebon di wilayah Cilamaya dan sekitarnya rangkaian tradisi selanjutnya setelah syukuran mapag sri adalah tradisi hajat bumi atau dalam bahasa setempat dikenal dengan istilah Babaritan yang dilakukan setelah prosesi panen dan kemudian tradisi mapag cai ( membawa air ) yang dilakukan menjelang musim tanam.

Menurut Aef Sudrajat, prosesi Mapag Sri di wilayahnya dapat dilakukan dengan dukungan dari donatur dan sumbangan dari delapan kelompok tani yang tergabung di dalam Gapoktan pimpinannya, prosesi mapag sri disempurnakan dengan pagelaran wayang kulit cirebon gaya kulonan yang dipimpin oleh Ki Dalang Udama dari desa Rawa Meneng, kecamatan Blanakan, kabupaten Subang. Pagelaran wayang kulit cirebon gaya kulonan tersebut dipentaskan siang - malam di kompleks pemakaman sesepuh blok Cibango, oleh masyarakat sekitar prosesi pagelaran wayang kulit ini disebut "prosesi ngaruwat" atau selamatan guna memohon doa dari Allah swt agar dijauhkan dari bahaya, penyakit dan kesulitan. pada pagelaran wayang kulit cirebon yang menjadi pelengkap prosesi adat mapag sri, lakon wayang yang biasanya dipentaskan adalah lakon Sulanjana yang bercerita tentang asal muasalnya padi.

Set Wayang kulit Cirebon gaya Kulonan ( Cilamaya )

Transportasi

Ibu kota kabupaten Karawang berada di jalur pantura. Kabupaten Karawang dilintasi ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek, Jalan Tol Cipularang (yang menghubungkan Karawang dengan Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung) dan Jalan Tol Cipali (yang menghubungkan Karawang dengan Kabupaten Subang, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu dan Kota Cirebon). Cikampek Cikampek merupakan kecamatan yang terletak di bagian timur Kabupaten Karawang, di Cikampek terdapat stasiun kereta api yang merupakan pertemuan dua jalur utama dari Bandung dan dari Cirebon menuju Jakarta.

Pariwisata

Objek Wisata

  • Pantai Tanjung Pakis
  • Bendungan Walahar
  • Curug Bandung
  • Curug Cigeuntis
  • Pantai Tanjung Pakis
  • Pantai Samudra Baru
  • Pantai Tanjung Baru
  • Danau Cipule[27]

Olahraga

Lihat Pula

Referensi

  1. ^ Penduduk Kabupaten Karawang tahun 2007 menurut BPS Provinsi Jawa Barat
  2. ^ Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2003
  3. ^ Peta Budaya Provinsi Jawa Barat Tahun 2011
  4. ^ a b c https://www.kemendagri.go.id/files/2020/PMDN%2072%20TH%202019+lampiran.pdf
  5. ^ https://jabarprov.go.id/index.php/pages/id/1055
  6. ^ Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta Jilid II, Adolf Heuken SJ, Cipta Loka Caraka, Jakarta, 2000
  7. ^ Yuanzhi Kong, Hembing Wijayakusuma. 2011. Muslim Tionghoa Cheng Ho: misteri perjalanan muhibah di Nusantara.: Yayasan Obor Indonesia.
  8. ^ [1]|Kerajaan Pura
  9. ^ [2]|Sumur Jalatunda - IAIN Syekh Nurjati
  10. ^ [3]|Sungai Citarum Sekilas Sejarah, Banjir: Dulu hingga Sekarang, Menuju Tujuan Bersama
  11. ^ Perang, Dagang, Persahabatan: Surat-surat Sultan Banten, Titik Pudjiastuti, Buku Obor, Jakarta, 2007
  12. ^ [4]|jayakarta
  13. ^ Surat Keputusan DPRD Kabupaten Subang - DPRD No.: 01/SK/DPRD/1977
  14. ^ Undang-Undang No. 14 tahun 1950 - Tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat
  15. ^ Undang-Undang No. 4 Tahun 1968 - Pembentukan Kabupaten Purwakarta Dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang NO.14 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat
  16. ^ Sutisna, Nanang (18 Juni 2001). "Akibat Kenaikan Bahan Bakar Minyak: Hingga Minggu Petang, Purwakarta Masih Lumpuh". Tempo Interaktif. Purwakarta. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-08-12. Diakses tanggal 4 Maret 2016. 
  17. ^ "Bunyamin Dudih Jabat Ketua Umum Yayasan Pendidikan Bale Bandung". Pikiran-Rakyat.com. Soreang. 4 Juli 2011. Diakses tanggal 4 Maret 2016. [pranala nonaktif permanen]
  18. ^ YAN (18 Februari 2003). "Tugas Bupati Bunyamin Dudih Diperpanjang, Pelantikan Pejabat Baru Ditunda". Pelita. Diakses tanggal 4 Maret 2016. [pranala nonaktif permanen]
  19. ^ Anindyadevi Aurellia (24 September 2024). "5 Pjs Bupati di Jawa Barat Resmi Dilantik, Ini Daftarnya". Detik.com. Diakses tanggal 26 September 2024. 
  20. ^ Wacana Pemekaran Kabupaten Karawang Kembali Santer pikiran-rakyat.com
  21. ^ Cikampek Layak Pisahkan Diri Dari Karawang inilah.com
  22. ^ a b Buku DDA: BPS Kabupaten Karawang
  23. ^ Warintek kabupaten Bantul - Jambu Air
  24. ^ Karawang News - Produksi Buah Jambu Bisa Meningkatkan Ekonomi Warga Miskin (edisi tahun 2013)
  25. ^ Radar Karawang - Petani Gelar Wayang Kulit (edisi tahun 2014)
  26. ^ Pambudi, J. 2013. Mapag Sri, Cara Petani Syukuri Hasil Bumi. Bandung: Pikiran Rakyat
  27. ^ Kutayu

Pranala luar