Immanuel Kant

Revisi sejak 14 Desember 2021 14.22 oleh Saiful Arvandy (bicara | kontrib) (menambahkan isi artikel)

Immanuel Kant (22 April 1724 – 12 Februari 1804) adalah seorang tokoh filsafat di Jerman pada Abad Pencerahan.[1] Dalam sejarah filsafat modern, pemikiran Kant sebagian besar mengkritik tentang metafisika tradisional.[2] Kant meyakini bahwa filsafat merupakan ilmu pokok dan sumber segala pengetahuan.[3] Sesuai perannya, filsafat dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan manusia yang paling utama.[4] Dalam kajian filsafatnya, ia membagi persoalan menjadi empat, yaitu metafisika, agama, etika dan antropologi.[5] Immanuel Kant memulai penyelidikan atas pemikiran manusia dengan memisahkan pemikiran yang murni dari akal tanpa adanya pengalaman, serta pemikiran yang murni dari pengalaman dengan adanya bukti empiris.[6] Dasar filsafat Kant adalah prinsip transendental.[7] Pemikiran Kant dikenal sebagai kritisisme atau rasionalisme kritis. Bersama dengan empirisme Inggris, pemikiran Kant menjadi dasar ilmu pengetahuan modern dalam bidang bahasa, khususnya positivisme logis dan filsafat bahasa.[8]

Immanuel Kant
Lahir(1724-04-22)22 April 1724
Königsberg, Kerajaan Prusia
Meninggal12 Februari 1804(1804-02-12) (umur 79)
Königsberg, Kerajaan Prusia
Tempat tinggalKerajaan Prusia
KebangsaanJerman
EraFilsafat abad ke-18
KawasanFilsafat Barat
AliranKantianisme
Filsafat Pencerahan
Minat utama
Epistemologi · Metafisika · Etika
Gagasan penting
Imperatif Kategoris
Transendental Idealisme
Sintetik a priori
Ansichtslosigkeit · Sapere aude
Hipotesis nebula
Tanda tangan

Masa muda

Immanuel Kant dilahirkan pada tanggal 22 April 1724 di sebuah kota kecil dalam wilayah Prusia Timur, yaitu Königsberg.[9] Keluarganya merupakan penganut Protestanisme yang taat dan mempengaruhi pemikiran Kant terhadap moral.[10] dari pasangan Johann Georg Kant, seorang ahli pembuat baju zirah (baju besi), dan Anna Regina Kant. Setelah itu, ayahnya kemudian dikenal sebagai ahli perdagangan, tetapi pada tahun 1730-1740 perdangangan di Königsberg mengalami kemerosotan. Hal ini memengaruhi bisnis ayahnya dan membuat keluarga mereka hidup dalam kesulitan. Ibunya meninggal pada saat Kant berumur 13 tahun, sedangkan ayah Kant meninggal saat dia berumur hampir 22 tahun.

Kant menempuh pendidikan dasar di Saint George's Hospital School, kemudian melanjutkan ke Collegium Fredericianum, sebuah sekolah yang berpegang pada ajaran Pietist. Keluarga Kant memang penganut agama Pietist, yaitu agama di Jerman yang mendasarkan keyakinannya pada pengalaman religius dan studi kitab suci. Pada tahun 1740, Kant menempuh pendidikan di Universitas Königsberg dan mempelajari filsafat, matematika, dan ilmu alam. Untuk meneruskan pendidikannya, dia bekerja sebagai guru privat selama tujuh tahun dan pada masa itu, Kant mempublikasikan beberapa naskah yang berkaitan dengan pertanyaan ilmiah. Pada tahun 1755-1770, Kant bekerja sebagai dosen sambil terus mempublikasikan beberapa naskah ilmiah dengan berbagai macam topik. Gelar profesor didapatkan Kant di Königsberg pada tahun 1770.

Metode filsafat

Immanuel Kant mengembangkan metode penelusuran filsafat yang transendental.[11] Ia memulai pemikiran filsafat dengan pertanyaan mengenai sumber dari dasar ilmu alam dalam diri subjek. Semua pertanyaan yang tidak terkait dengan pertanyaan utama ini tidak dipertimbangkan sama sekali. Penyelidikan filsafat dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu mengenai peristiwa-peristiwa yang memiliki subjek yang dapat diselidiki dengan bukti empiris. Melalui pemikiran ini, diketahui adanya objek pengetahuan di dalam subjek, tetapi sifatnya tidak dikenali. Hal yang dikenali hanya apa saja yang ada pada diri subjek. Dalam semua bentuk pengetahuan, metode filsafat Kant memerlukan keaktifan dalam pekembangan subjek pengetahuan.[12]

Pemikiran filosofis

Sumber ilmu pengetahuan

Kant mengemukakan bahwa susmber ilmu pengetahuan ada dua yaitu akal dan pengalaman. Pandangan Kant terhadap sumber pengetahuan menyeimbangkan antara rasionalisme dan empirisme. Kant berpendapat bahwa kedua paham ini tidak seimbang satu sama lain. Ia kemudian menyeimbangkan keduanya melalui sintesis terhadap unsur pengenalan pengetahuan. Kant mensintesikan unsur apriori pada rasionalisme dengan unsur aposteriori pada empirisme.[13]

Kant meyakini bahwa unsur apriori diperlukan oleh segala pengetahuan yang dicapai manusia melalui indra. Unsur apriori ini harus ada sebelum pengalaman terjadi. Ia memberikan permisalan pada kondisi elemen bentuk, ruang dan waktu yang menyusun benda dalam pengamatan manusia. Ketiga elemen ini telah ada lebih dahulu di dalam akal manusia sebelum adanya pengamatan dan pengalaman.[14] Apriori dalam pendapat Kant mengarahkan objek pengamatan menuju ke akal. Melalui pandangan ini, Kant menganggap belajar sebagai suatu substansi yang bersifat spiritual. Proses tercipta dan terbinanya dilakukan oleh dirinya sendiri.[15]

Moral dan kebaikan

Kant menganggap Tuhan sebagai kebaikan tertinggi yang menyediakan kehidupan di masa depan yang abadi dari segi moral. Ia mengemukakan bahwa perbuatan baik manusia dilakukan untuk kebaikan manusia itu sendiri. Ia menyebut pandangannya ini sebagai "imperatif kategoris". Harapan untuk meminta keadilan kepada Tuhan masih ada di akhirat, ketika kehidupan di dunia mengalami kesengsaraan sementara kebaikan telah diperbuat. Kant meyakini bahwa secara moral, setiap tindakan manusia di dunia akan memperoleh keadilan oleh Tuhan di akhirat.[16] Kant berpandangan bahwa kedudukan dari norma-norma di dalam moral lebih tinggi dibandingkan dengan norma hukum. Pertanggungjawaban terhadap moral harus didasarkan kepada hati nurani manusia.[17] Sementara itu, Kant menganggap pemberian pidana atas kejahatan bukan merupakan bentuk kebaikan pelaku kejahatan maupun masyarakat. Ia berpendapat bahwa pidana diberikan sebagai balasan atas kejahatan yang dilakukan oleh pelakunya. Kant menyatakan bahwa pidana merupakan bagian dari kejahatan itu sendiri.[18]

Etika dan pendidikan

Kant menetapkan akal pikiran sebagai dasar bagi etika. Pandangan terhadap etika ditentukan oleh adanya kemauan untuk memperoleh hakikat dari sesuatu. Etika yang dikemukakan oleh Kant dapat mewujudkan berbagai perbuatan atau tindakan disertai dengan adanya kesadaran akan kewajiban.[19] Selain itu, dalam pandangan Kant, manusia adalah makhluk hidup dengan martabat yang tinggi.[20] Pendidikan diperlukan oleh manusia untuk menyempurnakan pribadi manusia yang berwatak luhur dan bertanggung jawab. Sifat manusia yang utuh dibangun melalui pendidika bagi individu maupun kelompok. Peran pendidikan ialah menghasilkan individu yang mampu memberikan daya guna melalui keahlian dirinya sehingga memmberikan manfaat bagi dirinya dan orang lain.[21]

Keadilan dan kebebasan

Immanuel Kant mengakui adanya kaitan antara keadilan dan kebebasan melalui bukunya yang berjudul Metaphysical Elements of Justice. Kant menyatakan di dalam bukunya bahwa manusia hanya memiliki satu hak bawaan yaitu kebebasan. Hak atas kebebasan ini hanya dapat diperoleh selama kebebasan ini diberikan secara setara kepada setiap orang. Sifat dari hak atas kebebasan ini adalah kodrati karena dimiliki oleh manusia disebabkan kemanusiaan itu sendiri. Syarat adanya keadilan di dalam masyarakat adalah adanya prinsip kebebasan yang mengakui kebebasan orang lain pula. Prinsip ini dikenal dengan prinsip alteritas atau persamaan pengakuan.[22]

Pemikiran sains

Ilmu alam

Immanuel Kant menetapkan 12 kategori untuk menetapkan dasar epistemologi bagi ilmu alam. Seluruh kateogri ini dikemukakan di dalam karyanya yang berjudul Kritik atas Nalar Murni. Kant membagi seluruh kategori ini dalam 4 kelompok yaitu kuantitas, kualitas, relasi dan modalitas. Kelompok kuantitas meliputi kesatuan, kejamakan dan keutuhan. Kelompok kualitas meliputi kenyataan, negasi dan pembatasan. Kelompok relasi meliputi substansi, kausalitas dan timbal-balik. Sedangkan kelompok modalitas meliputi kemungkinan, peneguhan dan keperluan.Dalam pandangan Kant, seluruh kategori tersebut menjadi pengatur data bagi indra manusia yang sifatnya terbatas pada dunia fisik. Kant menolak dua jenis komponen keberadaan manusia yaitu perasaan dan keinginan untuk bertindak.[23] Dalam Kritik atas Nalar Murni, Kant juga menjelaskan mengenai keterbatasan dari akal.[24]

Asal mula Tata Surya

Immanuel Kant merupakan salah satu pemikir yang mengkaji mengenai asal mula Tata Surya. Ia merupakan salah seorang pengikut mazhab Monoistik. Mazhab ini merupakan salah satu dari dua mazhab yang menjelaskan Tata Surya hingga tahun 1960-an. Dalam mazhab ini, diyakini bahwa unsur penyusun dari segala benda di Tata Surya berasal dari satu materi yang sama.[25]

Pemikiran politik

Pemisahan kekuasaan

Immmanuel Kant merupakan salah satu tokoh pemikir mengenai kenegaraan pada Abad Pencerahan setelah John Locke dan Montesquieu.[26] Kant merupakan tokoh yang memperluas penggunakan istilah pemisahan kekuasaan yaitu trias politica. Istilah ini awalnya diperkenalkan oleh John Locke dengan pemisahan kekuasaan menjadi legislatif, eksekutif dan federatif. Kemudian oleh Montesquieu, kekuasaan federatif diubah menjadi kekuasaan yudikatif. Dalam definisi Kant, ketiganya dianggap sebagai cabang dari kekuasaan.[27] Selain itu, Kant juga memiliki pendapat mengenai tujuan politik. Kant berpendapat bahwa politik dibuat untuk memenuhi kebutuhan bendawi dan kebahagiaan rohani. Politik dibuat agar setiap orang dapat puas terhadap pengaturannya.[28]

Pemikiran seni

Estetika

Estetika di dalam pandangan Kant merupakan kemampuan manusia dalam mengamati keindahan lingkungannya secara teratur. Pentingnya keindahan bagi manusia menandakan bahwa manusia memiliki perasaan yang menghargai kualitas. Manusia membuat keindahan dengan meniru lingkungan sejak masa purbakala. Salah satu ciri estetika manusia adalah adanya aliran naturalisme dalam seni rupa.[29]

Daftar karya

Referensi

  1. ^ Wattimena, Reza A. A. (2015). Bahagia, Kenapa Tidak? (PDF). Yogyakarta: MaHarSa. hlm. 181. ISBN 978-602-08931-0-5. 
  2. ^ Wattimena, Reza A.A (2010). Filsafat Kritis Immanuel Kant: Mempertimbangkan Kritik Karl Ameriks terhadap Kritik Immanuel Kant atas Metafisika (PDF). Jakarta: PT Evolitera. hlm. 2. ISBN 978-602-96504-4-0. 
  3. ^ Sumanto, Edi (2019). Filsafat Jilid I (PDF). Bengkulu: Penerbit Vanda. hlm. 8–9. ISBN 978-602-6784-91-9. 
  4. ^ Waris. Rofiq, Ahmad Choirul, ed. Pengantar Filsafat (PDF). Ponorogo: STAIN Po Press. hlm. 6. 
  5. ^ Wasitaatmadja, F. F., Hamdayama, J., dan Herdiawanto, H. (2019). Spiritualisme Pancasila (PDF). Jakarta Timur: Prenadamedia Group. hlm. 103. ISBN 978-602-422-267-3. 
  6. ^ Aprita, S., dan Adhitya, R. (2020). Filsafat Hukum (PDF). Depok: Rajawali Pers. hlm. 102. ISBN 978-623-231-448-1. 
  7. ^ Isharyanto (2016). Ilmu Negara (PDF). Karanganyar: Oase Pustaka. hlm. 64. ISBN 978-602-6259-57-8. 
  8. ^ Kleden, I., dan Abdullah, T., ed. (2017). Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora di Indonesia (PDF). Jakarta: LIPI Press. hlm. 476. ISBN 978-979-799-880-6. 
  9. ^ Noor, Irfan (2010). "Teori Pengetahuan Immanuel Kant dan Implikasinya terhadap Batas Ilmu" (PDF). Ilmu Ushuluddin. 9 (1): 44. ISSN 1412-5188. 
  10. ^ Dahlan, Moh (2009). "Pemikiran Filsafat Moral Immanuel Kant: Deontologi, Imperatif Kategoris dan Postulat Rasio Praktis" (PDF). Ilmu Ushuluddin. 8 (1): 38. 
  11. ^ Nawawi, Nurnaningsih (2017). Tokoh Filsuf dan Era Keemasan Filsafat Edisi Revisi (PDF). Makassar: Pusaka Almaida. hlm. 16. ISBN 978-602-6253-53-8. 
  12. ^ Sudiantara, Yosephus (2020). Filsafat Ilmu Pengetahuan: Bagian pertama, Inti Filsafat Ilmu Pengetahuan (PDF). Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata. hlm. 68. ISBN 978-623-7635-46-8. 
  13. ^ Idris, S., dan Ramly, F. (2016). Tabrani, ed. Dimensi Filsafat Ilmu dalam Diskursus Integrasi Ilmu (PDF). Yogyakarta: Darussalam Publishing. hlm. 18. ISBN 978-602-71602-6-2. 
  14. ^ Harisah, Afifuddin (2018). Filsafat Pendidikan Islam: Prinsip dan Dasar Pengembangan (PDF). Sleman: Deepublish. hlm. 112. 
  15. ^ Thabrani, Abdul Muis (2015). Rafik, Ainur, ed. Filsafat dalam Pendidikan (PDF). Jember: IAIN Jember Press. hlm. 86–87. ISBN 978-602-414-018-2. 
  16. ^ Syamsudi, M., dkk. (2009). Pendidikan Pancasila: Menempatkan Pancasila dalam Konteks Keislaman dan Keindonesiaan (PDF). Yogyakarta: Total Media. hlm. 75–76. ISBN 979-1519-27-7. 
  17. ^ Hoesein, Zainal Arifin (2019). Kusmadi, Irwan, ed. "Konstitusionalitas Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum" (PDF). Proseding Forum Group Discussion: Menggugat Konstitusionalitas Presidental Threshold, Sebuah Tafsir Demokrasi Pancasila. Legal Era Indonesia: 40. ISBN 978-602-8659-93-2. 
  18. ^ Ishaq (2017). Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi (PDF). Bandung: CV. Alfabeta. hlm. 212. ISBN 978-602-289-287-8. 
  19. ^ Hidayat, R., dan Rifa’i, M. (2018). Abdillah, ed. Etika Manajemen Perspektif Islam (PDF). Medan: Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia. hlm. 130. ISBN 978-602-51316-3-9. 
  20. ^ Juanda, Anda (2019). Farihin, ed. Pembelajaran Kurikulum Tematik Terpadu: Teori dan Praktik Pembelajaran Tematik Terpadu Berorientasi Landasan Filosofis, Psikologis dan Pedagogis (PDF). Cirebon: Confident. hlm. 35. ISBN 978-602-0834-81-8. 
  21. ^ Sugiarti dan Andalas, E. F., ed. (2020). Membangun Optimisme Meretas Kehidupan Baru dalam Dunia Pendidikan (PDF). Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang. hlm. 28. ISBN 978-979-796-512-9. 
  22. ^ Rahman, M. Taufiq (2018). Kelik, Mas, ed. Pengantar Filsafat Sosial (PDF). Bandung: LEKKAS. hlm. 11. ISBN 978-602-51298-8-9. 
  23. ^ Hidayat, Ainur Rahman (2018). Afandi, Moh., ed. Sinergitas Filsafat Ilmu Dengan Khazanah Kearifan Lokal Madura (PDF). Pamekasan: Duta Media Publishing. hlm. 131. ISBN 978-602-6546-45-6. 
  24. ^ Junaidi, Ahmad (2014). Filsafat Hukum Islam (PDF). Jember: STAIN Jember Press. hlm. 19. ISBN 978-602-1640-73-9. 
  25. ^ Siregar, Suryadi (2017). Fisika Tata Surya (PDF). Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Insitut Teknologi Bandung. hlm. 1. ISBN 978-602-74668-6-9. 
  26. ^ Isharyanto (2016). Ilmu Negara (PDF). Karanganyar: Oase Pustaka. hlm. 62. ISBN 978-602-6259-57-8. 
  27. ^ Muhtada, D., dan Diniyanto, A. (2018). Muhtada, Dani, ed. Dasar-Dasar Ilmu Negara (PDF). Semarang: Badan Penerbit Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang. hlm. 36. ISBN 978-602-53084-0-6. 
  28. ^ Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (2016). Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pancasila (PDF). Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan. hlm. 78. ISBN 978-602-6470-01-0. 
  29. ^ Faisal (2008). Arsitektur Mandar Sulawesi Barat (PDF). Jakarta: Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film. hlm. 122. ISBN 978-602-8099-13-4. 

Lihat pula

Pranala luar