Bilangan prima

bilangan yang hanya memiliki faktor 1 dan bilangan itu sendiri

Bilangan prima adalah bilangan asli lebih dari 1 yang bukan hasilkali dari dua bilangan asli yang lebih kecil. Bilangan asli yang lebih dari 1 dan bukan bilangan prima disebut bilangan komposit. Misalnya, 5 adalah bilangan prima karena 5 dapat ditulis sebagai atau , sedangkan 4 bukanlah bilangan prima karena hasilkalinya (), dimana kedua bilangan lebih kecil dari 4. Bilangan prima merupakan bagian pusat dari teori bilangan karena melibatkan teorema dasar aritmetika: setiap bilangan asli lebih besar dari 1 adalah bilangan prima itu sendiri atau dapat difaktorkan sebagai hasil kali tunggal hingga urutannya.

Groups of two to twelve dots, showing that the composite numbers of dots (4, 6, 8, 9, 10, and 12) can be arranged into rectangles but prime numbers cannot
Bilangan komposit dapat disusun menjadi persegi panjang, sedangkan bilangan prima tidak dapat.

Sifat-sifat yang menjadikan bilangan prima disebut primalitas. Metode sederhana namun lambat yang memeriksa primalitas untuk bilangan , disebut pembagian percobaan. Metode ini menguji apakah kelipatan dari suatu bilangan bulat antara dan . Algoritma lebih cepatnya adalah uji primalitas Miller–Rabin, algoritma cepat namun memiliki kesempatan galat kecil; dan uji primalitas Agrawal–Kayal–Saxena, algoritma yang selalu memberikan solusi yang benar dalam waktu polinomial, namun sangat lambat bila dipraktekkan. Metode cepat khususnya tersedia dalam bilangan bentuk khusus, seperti bilangan Mersenne. Hingga pada Desember 2018, bilangan prima terbesar yang diketahui merupakan bilangan prima Mersenne dengan 24.862.048 digit.[1]

Sekitar 300 SM, Euklides menjelaskan bahwa ada tak berhingga banyaknya bilangan prima. Tidak ada rumus sederhana yang memisahkan bilangan prima dari bilangan komposit. Akan tetapi, sebaran bilangan prima dalam jumlah bilangan asli yang sangat banyak dapat digambar secara statistik. Hasil pertama sebaran bilangan prima tersebut mengarah pada teorema bilangan prima, yang dibuktikan pada akhir abad ke-19. Teorema ini mengatakan bilangan terbesar yang dipilih secara acak menjadi bilangan prima berbanding terbalik dengan jumlah digitnya, yaitu logaritma.

Beberapa masalah-masalah bersejarah yang melibatkan bilangan prima masih belum terpecahkan. Masalah di antaranya konjektur Goldbach, yang menyatakan bahwa setiap bilangan bulat lebih besar dari 2 dapat dibentuk sebagai jumlah dua bilangan prima, dan konjektur bilangan prima kembar, menyatakan bahwa ada tak berhingga banyaknya pasangan bilangan prima yang memiliki sebuah bilangan genap di antaranya. Masalah-masalah tersebut mendorong pengembangan berbagai cabang dalam teori bilangan, yang fokus pada aspek bilangan analitik atau bilangan aljabar. Dalam kehidupan sehari-hari, bilangan prima dipakai dalam teknologi informasi, seperti kriptografi kunci publik, yang bergantung pada kesulitan memfaktorkan bilangan yang lebih besar menjadi faktor bilangan prima. Dalam aljabar abstrak, objek yang umumnya berperilaku sebagai bilangan prima di antaranya elemen bilangan prima dan ideal bilangan prima.

Definisi dan contoh

Bilangan asli (1, 2, 3, 4, 5, dst.) dapat dikatakan bilangan prima jika bilangan asli lebih besar dari 1 dan tidak dapat ditulis sebagai hasil kali bilangan asli yang lebih kecil. Bilangan asli yang lebih dari 1, namun bukan merupakan bilangan prima disebut bilangan komposit.[2] Dengan kata lain,   dikatakan bilangan prima jika terdapat   benda tidak dapat dibagi menjadi kelompok dengan jumlah yang sama, yang terdiri dari satu benda.[3] Bilangan prima juga diilustrasikan sebagai susunan   titik menjadi persegi panjang yang lebar dan tingginya lebih dari satu titik.[4] Misalnya, bilangan di antara 1 sampai 6, bilangan primanya adalah 2, 3, dan 5;[5] karena tidak ada bilangan lain yang membagi ketiga bilangan tersebut tanpa adanya sisa. 1 bukan bilangan prima, karena merupakan pengecualian yang khusus dalam definisi di atas. 4 = 2 × 2 dan 6 = 2 × 3 merupakan bilangan komposit.

 
Gambaran melalui batang Cuisenaire bahwa 7 adalah bilangan prima. Karena 2, 3, 4, 5, atau 6 yang tidak dapat membagi 7 secara merata.

Pembagi bilangan asli   adalah bilangan asli yang membagi   sama rata. Pembagi pada setiap bilangan asli tersebut adalah 1 dan dirinya sendiri. Jika   memiliki pembagi lain, maka   bukanlah bilangan prima. Gagasan ini merujuk ke sebuah definisi bilangan prima yang berbeda namun ekuivalen: terdapat bilangan setidaknya dua pembagi bilangan positif, 1 dan dirinya sendiri.[6] Ada cara lain untuk menjelaskan hal tersebut, yaitu:   adalah bilangan prima jika   lebih besar dari 1 dan tidak ada bilangan   yang membagi   sama rata.[7]

Berikut adalah 25 bilangan prima pertama (semua bilangan prima yang lebih kecil dari 100):[8]

2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23, 29, 31, 37, 41, 43, 47, 53, 59, 61, 67, 71, 73, 79, 83, 89, 91, 97 (barisan A000040 pada OEIS).

Tidak ada bilangan genap   yang lebih besar dari 2 adalah bilangan prima karena bilangannya dapat dibentuk sebagai hasil kali  . Karena itu, setiap bilangan prima selain dari 2 adalah bilangan ganjil, dan bilangan tersebut disebut bilangan prima ganjil.[9] Ketika ditulis dalam sistem desimal biasa dengan cara yang serupa, semua bilangan prima yang lebih besar dari 5 berakhir dengan digit satuan 1, 3, 7, atau 9. Bilangan yang berakhir dengan digit satuan yang berbeda adalah bilangan komposit: bilangan desimal yang digit satuannya adalah 0, 2, 4, 6, atau 8 adalah bilangan genap, dan bilangan desimal yang berakhir dengan digit satuan 0 dan 5 habis dibagi 5.[10]

Himpunan bilangan prima terkadang dilambangkan  [11] atau  .[12]

Sifat-sifat dasar

Faktorisasi tunggal

Suatu bilangan dapat ditulis sebagai hasil kali bilangan prima disebut faktorisasi bilangan prima. Misalnya:

 

Bentuk yang ditulis dalam hasil kali disebut faktor bilangan prima. Faktor bilangan prima yang sama seringkali muncul lebih dari satu. Contoh di atas memiliki dua salinan faktor bilangan prima  . Ketika sebuah bilangan prima sering muncul berkali-kali, eksponen dapat dipakai untuk mengumpulkan salinan faktor bilangan prima. Misalnya, dalam menulis hasil kali di atas, yakni pada barisan kedua,   dilambangkan sebagai tiga pangkat dua.

Pentingnya bilangan prima dalam teori bilangan dan matematika umumnya berasal dari teorema dasar aritmetika.[13] Teorema ini mengatakan bahwa setiap bilangan bulat yang lebih besar dari 1 dapat ditulis sebagai hasil kali dari satu bilangan prima atau lebih. Lebih lanjut, hasil kalinya adalah tunggal dalam artian bahwa dua faktorisasi bilangan prima dari bilangan yang sama akan memiliki jumlah salinan yang sama dari bilangan prima yang sama meski urutannya berbeda.[14] Walaupun ada banyak cara mencari faktorisasi melalui algoritma faktorisasi bilangan bulat, hasil yang diperoleh adalah sama. Jadi, bilangan prima dapat dianggap sebagai "satuan dasar" bilangan asli.[15]

Bukti-bukti mengenai ketunggalan faktorisasi bilangan prima dijelaskan melalui lema Euklides: Jika   bilangan prima dan   membagi hasil kali   (dimana   dan   bilangan bulat), maka   membagi   atau   membagi   (atau membagi keduanya).[16] Sebaliknya, jika   memiliki sifat ketika dibagi hasil kalinya (  selalu membagi setidaknya salah satu dari faktor hasil kali tersebut), maka   haruslah bilangan prima.[17]

Ketakterhinggaan

Ada tak berhingga banyaknya bilangan prima. Dengan kata lain, barisan bilangan prima

2, 3, 5, 7, 11, 13, ...

tidak pernah berakhir. Karena pertama kali yang membuktikan pernyataan ini adalah Euklides, pernyataan tersebut disebut teorema Euklides untuk menghormati matematikawan Yunani Kuno Euklides. Masih ada bukti mengenai ketakterhinggaan bilangan prima, diantaranya: bukti analitik oleh Euler, bukti Goldbach berdasarkan bilangan Fermat,[18] bukti Furstenberg melalui topologi umum,[19] dan bukti elegan Kummer.[20]

Bukti Euler[21] menunjukkan bahwa setiap daftar bilangan prima terhingga belum lengkap. Kunci utamanya adalah mengalikan bilangan prima pada daftar tertentu dan ditambah  . Jikalau terdiri dari bilangan prima  , maka

 .

Menurut teorema dasar aritmetika,   memiliki faktorisasi bilangan prima yang faktornya berjumlah satu atau lebih.

 

  dibagi habis secara merata oleh setiap faktor-faktor tersebut, tetapi   mempunyai sisa yaitu satu ketika dibagi oleh suatu bilangan prima pada daftar tertentu sehingga tidak ada faktor bilangan prima   yang terdapat pada daftar tersebut. Karena tidak ada daftar bilangan prima terhingga, maka pasti ada tak berhingga banyaknya bilangan prima.

Bilangan yang dibentuk dengan menambahkan 1 pada hasil kali dari bilangan prima terkecil disebut bilangan Euklides.[22] Lima bilangan pertama adalah bilangan prima, tetapi yang keenam,

 ,

adalah bilangan komposit.

Rumus untuk bilangan prima

Tidak ada rumus cepat yang diketahui untuk bilangan prima. Contoh, tidak ada polinomial takkonstan, bahkan dalam beberapa variabel, yang hanya memakai nilai bilangan prima.[23] Namun, ada banyak bentuk rumus yang mengodekan semua bilangan prima, atau hanya bilangan prima. Ada rumus yang dapat didasari pada teorema Wilson, dan rumus tersebut menghasilkan 2 berkali-kali dan sisa bilangan prima dihasilkan sekali.[24] Adapula himpunan persamaan Diophantus dalam sembilan variabel dan satu parameter dengan sifat berikut: parameter adalah bilangan prima jika dan hanya jika sistem persamaan yang dihasilkan adalah solusi bilangan asli. Hal tersebut dapat dipakai untuk memperoleh rumus tunggal dengan sifat bahwa semua nilai positif adalah bilangan prima.[25]

Contoh rumus yang menghasilkan bilangan prima lainnya berasal dari teorema Mills dan teorema Wright. Rumus ini mengatakan bahwa terdapat suatu konstanta real   dan   sehingga

  dan  

adalah bilangan prima untuk suatu bilangan asli   dalam rumus yang pertama, dan suatu bilangan eksponen dalam rumus yang kedua.[26]   merepresentasikan fungsi bilangan bulat terbesar. Akan tetapi, rumus-rumus tersebut tidak dapat digunakan untuk menghasilkan bilangan prima, karena bilangan prima harus dihasilkan terlebih dahulu agar memperoleh nilai   atau  .

Pertanyaan terbuka

Banyak konjektur yang melibatkan bilangan prima telah diajukan. Seringkali memiliki perumusan dasar, banyak konjektur-konjektur tersebut memiliki bukti yang bertahan selama beberapa dekade: empat masalah Landau yang berasal dari tahun 1912 masih belum terpecahkan.[27] Salah satu masalah Landau adalah konjektur Goldbach, yang menyatakan bahwa setiap bilangan bulat genap   lebih besar dari 2 dapat ditulis sebagai jumlah dari dua bilangan prima.[28] Hingga pada 2014, konjektur ini telah dibenarkan untuk semua bilangan hingga  .[29] Pernyataan yang lebih lemah dari konjektur tersebut telah dibuktikan seperti: teorema Vinogradov yang mengatakan bahwa setiap bilangan bulat ganjil yang cukup besar dapat ditulis sebagai jumlah dari tiga bilangan prima,[30] teorema Chen yang mengatakan bahwa setiap bilangan genap yang cukup besar dapat dinyatakan sebagai jumlah dari bilangan prima dan semiprima (hasil kali dari dua bilangan prima),[31] serta suatu bilangan bulat genap yang lebih besar dari 10 dapat ditulis sebagai jumlah dari enam bilangan prima.[32] Cabang teori bilangan yang mempelajari masalah tersebut disebut teori bilangan aditif.[33]

Sifat-sifat analitik

Teori bilangan analitik adalah studi cabang teori bilangan yang berfokus mengenai fungsi kontinu, limit, deret takhingga, dan kaitan matematika tentang takhingga dan infinitesimal.

Cabang ini dimulai dengan Leonhard Euler yang menemukan solusi dari masalah yang sangat penting, yaitu masalah Basel. Masalah ini menanyakan berapakah nilai dari deret takhingga   dan nilai deret saat ini dapat dianggap sebagai nilai   (dimana   adalah fungsi zeta Riemann). Fungsi ini sangat terkait erat dengan bilangan prima dan fungsi ini merupakan salah satu masalah yang belum terpecahkan yang sangat penting dalam matematika, hipotesis Riemann. Euler memperlihatkan bahwa  .[34] Kebalikannya,  , merupakan probabilitas batas yang menyatakan bahwa dua bilangan acak dipilih secara seragam dari kisaran relatif prima yang besar (relatif prima berarti tidak memiliki kesamaan faktor).[35]

Sebaran bilangan prima masih dicari, seperti pertanyaan yang menanyakan berapa banyak bilangan prima yang lebih kecil dari sebuah batas yang lebih besar dijelaskan melalui teorema bilangan prima, namun rumus efisien bilangan prima ke-  belum diketahui. Teorema Dirichlet tentang barisan aritmetika, dalam bentuk dasar, mengatakan bahwa polinomial linear

 

dengan   dan   saling relatif prima mengambil tak berhingga banyaknya nilai bilangan prima. Bentuk teorema yang lebih kuat mengatakan bahwa jumlah timbal balik dari nilai bilangan prima tersebut adalah divergen, dan bahwa polinomial linear yang berbeda dengan   yang sama kira-kira sama dengan perbandingan bilangan prima yang sama. Walaupun konjektur tersebut dirumuskan mengenai perbandingan bilangan prima dalam polinomial berderajat tinggi, konjektur tersebut masih belum terpecahkan, dan belum diketahui adakah polinomial kuadratik bahwa (untuk nilai-nilai bilangan bulat) merupakan sering tak berhingga bilangan prima.

Bukti analitik teorema Euklides

Bukti Euler yang mengatakan ada tak berhingga banyaknya bilangan prima meninjau jumlah dari timbal-balik bilangan prima,

 .

Euler memperlihatkan bahwa untuk suatu   bilangan real sembarang, terdapat bilangan prima   yang jumlahnya lebih besar dari  .[36] Bukti tersebut memperlihatkan bahwa ada tak berhingga banyaknya bilangan prima. Karena jika terdapat berhingga banyaknya bilangan prima, maka jumlahnya akan mencapai nilai maksimum di bilangan prima terbesar daripada naik melalui setiap  . Laju pertumbuhan dari jumlah ini digambarkan melalui teorema kedua Mertens.[37] Bandingkan jumlah

 ,

yang tidak naik menuju takhingga ketika   menuju takhingga (lihat masalah Basel). Ini berarti, bilangan prima sering kali muncul daripada bilangan asli yang dikuadratkan meskipun kedua himpunan adalah takhingga.[38] Teorema Brun menyatakan bahwa jumlah timbal-balik bilangan prima kembar,

 ,

adalah terhingga. Karena teorema Brun, bukti di atas tidak dapat menggunakan metode Euler untuk menyelesaikan bilangan prima kembar, yang ada tak berhingga banyaknya bilangan prima.[38]

Jumlah bilangan prima di bawah batas tertentu

 
Galat relatif dari   dan integral logaritmik   merupakan aproksimasi fungsi penghitungan bilangan prima. Ketika   membesar, kedua galat relatif tersebut menurun ke nol, tetapi untuk integral logaritmik, konvergensi ke nol semakin cepat.

Fungsi penghitungan bilangan prima   didefinisikan sebagai jumlah bilangan prima yang lebih kecil dari  .[39] Contohnya,  , karena ada lima bilangan prima yang lebih kecil atau sama dengan 11 (yakni 2, 3, 5, 7, 11). Metode seperti algoritma Meissel–Lehmer dapat menghitung nilai eksak   lebih cepat daripada menulis setiap bilangan prima sampai dengan  . Teorema bilangan prima menyatakan bahwa   asimtotik dengan  . Teorema ini ditulis sebagai

 .

Ini berarti bahwa rasio   terhadap pecahan di ruas kanan mendekati 1 ketika   menuju takhingga.[40] Teorema ini menyiratkan bahwa kemungkinan bilangan yang lebih kecil dari   yang dipilih secara acak adalah bilangan prima, kira-kira berbanding terbalik dengan jumlah digit  .[41] Teorema ini juga menyiratkan bahwa bilangan prima ke-  sebanding dengan  ,[42] dan demikian bahwa ukuran rata-rata dari celah bilangan prima sebanding dengan  .[43] Pendekatan lebih akuratnya adalah   sebanding dengan integral logaritmik Euler[40]

 .

Barisan aritmetika

Barisan aritmetika ialah barisan bilangan yang hingga maupun takhingga sehingga bilangan berurutan dalam barisan tersebut memiliki beda atau selisih yang sama.[44] Selisih barisan aritmetika disebut modulus barisan.[45] Misalnya,

 ,

adalah barisan aritmetika takhingga dengan modulus 9. Dalam barisan aritmetika, semua bilangan memiliki sisa yang sama ketika dibagi oleh modulus. Contoh di atas, sisanya adalah 3. Karena modulus adalah 9 dan sisanya merupakan kelipatan 3, dan begitu pula untuk setiap anggota pada barisan tersebut. Karena itu, barisan tersebut memiliki satu bilangan prima, yakni 3. Pada umumnya, barisan takhingga

 

dapat memiliki bilangan prima yang lebih dari satu ketika sisa   dan modulus   relatif prima. Jika   dan   relatif prima, teorema Dirichlet tentang barisan aritmetika mengatakan bahwa barisan memuat tak terhingga banyaknya bilangan prima.[46]

Bilangan prima dalam barisan aritmetika merupakan modulo 9. Setiap baris dari pita horizontal yang tipis memperlihatkan salah satu dari sembilan barisan yang modulo 9 yang mungkin, dengan bilangan prima ditandai berwarna merah. Barisan bilangan yaitu 0, 3, atau 6 mod 9 memuat setidaknya satu bilangan prima (yaitu 3); sisa barisan bilangan yaitu 2, 4, 5, 7, dan 8 mod 9 mempunyai tak berhingga banyaknya bilangan prima, dengan bilangan prima yang serupa pada masing-masing barisan

Teorema Green–Tao memperlihatkan bahwa ada barisan aritmetika hingga panjang sembarang yang hanya terdiri dari bilangan prima.[47][48]

Dalam aljabar abstrak

Anggota bilangan prima dalam gelanggang

 
Bilangan prima Gauss dengan norma yang kurang dari 500

Gelanggang komutatif merupakan struktur aljabar dimana penambahan, pengurangan dan perkalian didefinisikan. Bilangan bulatnya merupakan sebuah gelanggang, dan bilangan prima dalam bilangan bulat telah dirampat menjadi gelanggang melalui dua cara seperti anggota bilangan prima dan anggota taktereduksi. Sebuah anggota   dari sebuah gelanggang   dikatakan bilangan prima jika   adalah bilangan taknol, tidak mempunyai invers perkalian (yang berarti, gelanggang bukanlah sebuah unit), dan memenuhi syarat berikut: jika   membagi hasil kali   dari dua anggota  , maka   juga membagi setidaknya   ataupun  . Sebuah anggota adalah taktereduksi jika sebuah anggota bukan merupakan sebuah unit maupun hasil kali dari dua anggota takunit lainnya. Dalam gelanggang bilangan bulat, anggota bilangan prima dan anggota taktereduksi membentuk himpunan yang sama,

 

Dalam sebuah gelanggang sembarang, semua anggota bilangan prima adalah taktereduksi. Kebalikannya tidak berlaku pada umumnya, namun berlaku untuk domain faktorisasi tunggal.[49]

Teorema dasar aritmetika tetap berlaku (menurut definisi) dalam domain faktorisasi tunggal. Contoh mengenai domain faktorisasi tunggal adalah bilangan bulat Gauss  , gelanggang dari bilangan kompleks berbentuk   dimana   menyatakan satuan imajiner,   dan   merupakan bilangan bulat sembarang. Anggota bilangan primanya dikenal sebagai bilangan prima Gauss. Tidak semua bilangan yang merupakan bilangan prima di antara bilangan bulat tetap merupakan bilangan prima dalam bilangan bulat Gauss. Sebagai contoh, bilangan 2 dapat ditulis sebagai hasil kali dari dua bilangan prima Gauss, yaitu   dan  . Bilangan prima rasional (anggota bilangan prima dalam bilangan bulat) kongruen dengan 3 mod 4 adalah bilangan prima Gauss, namun bilangan prima rasional kongruen dengan 1 mod 4 bukan bilangan prima Gauss.[50] Contoh tersebut merupakan akibat dari teorema Fermat tentang jumlah dari dua bilangan kuadrat, yang mengatakan bahwa sebuah bilangan prima ganjil   dapat dinyatakan sebagai jumlah dari dua bilangan kuadrat,  , dan demikian dapat difaktorkan sebagai  , tepat ketika   kongruen dengan 1 mod 4.[51]

Teori grup

Dalam teori grup hingga, teorema Sylow menyiratkan bahwa jika perpangkatan bilangan prima   membagi tingkat grup, maka grup memiliki subgrup tingkat  . Menurut teorema Lagrange, suatu grup tingkat bilangan prima adalah grup siklik dan menurut teorema Burnside, suatu grup yang tingkatnya dibagi oleh dua bilangan prima merupakan grup terselesaikan.[52]

Referensi

  1. ^ "51st Known Mersenne Prime Discovered". www.mersenne.org. Diakses tanggal 21 Desember 2018. 
  2. ^ Cahyo, Dhea Arokhman Yusufi (2020-05-10). Heuristic - For Mathematical Olympiad Approach. Math Heuristic. hlm. 18. 
  3. ^ Henderson, Anne (2014-06-20). Dyslexia, Dyscalculia and Mathematics: A practical guide (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 62. ISBN 978-1-136-63662-2. 
  4. ^ Adler, Irving (1960). The giant golden book of mathematics; exploring the world of numbers and space. Internet Archive. New York, Golden Press. 
  5. ^ Lawrence S. Leff (2000). Barron's math workbook for the SAT I. Internet Archive. Barron's. ISBN 978-0-7641-0768-9. 
  6. ^ Dudley, Underwood (1978). "Section 2: Unique factorization". Elementary number theory (2nd ed.). W.H. Freeman and Co. hlm. 10. ISBN 978-0-7167-0076-0.
  7. ^ Sierpiński, Wacław (1988). Elementary Theory of Numbers. North-Holland Mathematical Library. 31 (2nd ed.). Elsevier. hlm. 113. ISBN 978-0-08-096019-7.
  8. ^ Ziegler, Günter M. (2004). "The great prime number record races". Notices of the American Mathematical Society. 51 (4): 414–416. MR 2039814. 
  9. ^ Stillwell, John (1997-10-30). Numbers and Geometry (dalam bahasa Inggris). Springer Science & Business Media. hlm. 9. ISBN 978-0-387-98289-2. 
  10. ^ Sierpiński, Wacław (1964). A Selection of Problems in the Theory of Numbers. New York: Macmillan. hlm. 40. MR 0170843.
  11. ^ Nathanson, Melvyn B. (2008-01-11). Elementary Methods in Number Theory (dalam bahasa Inggris). Springer Science & Business Media. ISBN 978-0-387-22738-2. 
  12. ^ Faticoni, Theodore G. (2012-04-23). The Mathematics of Infinity: A Guide to Great Ideas (dalam bahasa Inggris). John Wiley & Sons. hlm. 44. ISBN 978-1-118-24382-4. 
  13. ^ Smith, Karl J. (2011). The Nature of Mathematics (edisi ke-12th). Cengage Learning. hlm. 188. ISBN 978-0-538-73758-6. 
  14. ^ Dudley 1978, Section 2, Theorem 2, p. 16; Neale, Vicky (2017). Closing the Gap: The Quest to Understand Prime Numbers. Oxford University Press. p. 107. ISBN 978-0-19-109243-5. 
  15. ^ du Sautoy, Marcus (2003). The Music of the Primes: Searching to Solve the Greatest Mystery in Mathematics . Harper Collins. hlm. 23. ISBN 978-0-06-093558-0. 
  16. ^ Dudley 1978, Section 2, Lemma 5, p. 15; Higgins, Peter M. (1998). Mathematics for the Curious. Oxford University Press. hlm. 77–78. ISBN 978-0-19-150050-3. 
  17. ^ Rotman, Joseph J. (2000). A First Course in Abstract Algebra (edisi ke-2nd). Prentice Hall. Problem 1.40, p. 56. ISBN 978-0-13-011584-3. 
  18. ^ Letter in Latin from Goldbach to Euler, July 1730.
  19. ^ Furstenberg, Harry (1955). "On the infinitude of primes". American Mathematical Monthly. 62 (5): 353. doi:10.2307/2307043. JSTOR 2307043. MR 0068566. 
  20. ^ Ribenboim, Paulo (2004). The little book of bigger primes. Berlin; New York: Springer-Verlag. hlm. 4. ISBN 978-0-387-20169-6. 
  21. ^ Euclid's Elements, Book IX, Proposition 20. See David Joyce's English translation of Euclid's proof or Williamson, James (1782). The Elements of Euclid, With Dissertations. Oxford: Clarendon Press. hlm. 63. OCLC 642232959. 
  22. ^ Vardi, Ilan (1991). Computational Recreations in Mathematica. Addison-Wesley. hlm. 82–89. ISBN 978-0-201-52989-0. 
  23. ^ Matiyasevich, Yuri V. (1999). "Formulas for prime numbers". In Tabachnikov, Serge (ed.). Kvant Selecta: Algebra and Analysis. Vol. II. American Mathematical Society. hlm. 13–24. ISBN 978-0-8218-1915-9.
  24. ^ Mackinnon, Nick (June 1987). "Prime number formulae". The Mathematical Gazette. 71 (456): 113–114. doi:10.2307/3616496. JSTOR 3616496. 
  25. ^ Matiyasevich, Yuri V. (1999). "Formulas for prime numbers". Dalam Tabachnikov, Serge. Kvant Selecta: Algebra and Analysis. II. American Mathematical Society. hlm. 13–24. ISBN 978-0-8218-1915-9. 
  26. ^ Wright, E.M. (1951). "A prime-representing function". American Mathematical Monthly. 58 (9): 616–618. doi:10.2307/2306356. JSTOR 2306356
  27. ^ Guy 2013, hlm. vii.
  28. ^ Guy 2013, C1 Goldbach's conjecture, hlm. 105–107.
  29. ^ Oliveira e Silva, Tomás; Herzog, Siegfried; Pardi, Silvio (2014). "Empirical verification of the even Goldbach conjecture and computation of prime gaps up to  ". Mathematics of Computation. 83 (288): 2033–2060. doi:10.1090/S0025-5718-2013-02787-1 . MR 3194140. 
  30. ^ Tao 2009, 3.1 Structure and randomness in the prime numbers, pp. 239–247. See especially p. 239.
  31. ^ Guy 2013, p. 159.
  32. ^ Ramaré, Olivier (1995). "On Šnirel'man's constant". Annali della Scuola Normale Superiore di Pisa. 22 (4): 645–706. MR 1375315. 
  33. ^ Rassias, Michael Th. (2017). Goldbach's Problem: Selected Topics. Cham: Springer. hlm. vii. doi:10.1007/978-3-319-57914-6. ISBN 978-3-319-57912-2. MR 3674356. 
  34. ^ Sandifer 2007, Chapter 35, Estimating the Basel problem, pp. 205–208.
  35. ^ Ogilvy, C.S.; Anderson, J.T. (1988). Excursions in Number Theory. Dover Publications Inc. hlm. 29–35. ISBN 978-0-486-25778-5. 
  36. ^ Apostol 1976, Section 1.6, Theorem 1.13
  37. ^ Apostol 1976, Section 4.8, Theorem 4.12
  38. ^ a b Miller, Steven J.; Takloo-Bighash, Ramin (2006). An Invitation to Modern Number Theory. Princeton University Press. hlm. 43–44. ISBN 978-0-691-12060-7. 
  39. ^ Crandall & Pomerance 2005, hlm. 6.
  40. ^ a b Crandall & Pomerance 2005, p. 10.
  41. ^ du Sautoy, Marcus (2011). "What are the odds that your telephone number is prime?". The Number Mysteries: A Mathematical Odyssey through Everyday Life. St. Martin's Press. hlm. 50–52. ISBN 978-0-230-12028-0. 
  42. ^ Apostol 1976, Section 4.6, Theorem 4.7
  43. ^ Riesel 1994, "Large gaps between consecutive primes", pp. 78–79.
  44. ^ Gelfand, I.M.; Shen, Alexander (2003). Algebra. Springer. hlm. 37. ISBN 978-0-8176-3677-7. 
  45. ^ Mollin, Richard A. (1997). Fundamental Number Theory with Applications. Discrete Mathematics and Its Applications. CRC Press. hlm. 76. ISBN 978-0-8493-3987-5. 
  46. ^ Crandall & Pomerance 2005, Theorem 1.1.5, p. 12.
  47. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama neale-18-47
  48. ^ Green, Ben; Tao, Terence (2008). "The primes contain arbitrarily long arithmetic progressions". Annals of Mathematics. 167 (2): 481–547. arXiv:math.NT/0404188 . doi:10.4007/annals.2008.167.481. 
  49. ^ Lauritzen, Niels (2003). Concrete Abstract Algebra: From numbers to Gröbner bases. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 127. doi:10.1017/CBO9780511804229. ISBN 978-0-521-53410-9. MR 2014325. 
  50. ^ Lauritzen 2003, Corollary 3.5.14, p. 133; Lemma 3.5.18, p. 136.
  51. ^ Kraft & Washington 2014, Section 12.1, Sums of two squares, pp. 297–301.
  52. ^ Hall, Marshan (2018), The Theory of Groups. Dover Books on Mathematics. Courier Dover Publications. ISBN 978-0-486-81690-6. Untuk teorema Sylow. lihat hlm. 43. Untuk teorema Lagrange, lihat hlm. 12. Untuk teorema Burnside, lihat hlm. 143.