Aceh
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Nanggröe Aceh Darussalam adalah sebuah Daerah Istimewa setingkat provinsi yang terletak di Pulau Sumatra dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatra Utara di sebelah tenggara dan selatan.
Nanggröe Aceh Darussalam نڠغرو اتچيه دارالشلام | |
---|---|
Motto: "Pancacita" (dari bahasa Sansekerta yang artinya "Lima cita-cita") | |
Negara | Indonesia |
Dasar hukum pendirian | UU RI No. 24/1956 UU RI No. 44/1999 UU RI No. 18/2001 UU RI No. 11/2006 (Pemerintahan Aceh) |
Tanggal | 7 Desember 1959 (hari jadi) |
Ibu kota | Banda Aceh (dahulu Koetaradja) |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• Gubernur | drh. Irwandi Yusuf, M.Sc.. |
Luas | |
• Total | 55,390 km² km2 (Formatting error: invalid input when rounding sq mi) |
Populasi | |
• Total |
|
• Kepadatan | 76/km2 (200/sq mi) |
Demografi | |
• Agama | Islam (97,6%), Kristen (1,7%), Hindu (0,08%), Budha (0,55%) |
• Bahasa | Aceh, Gayo, Alas, Kluet, Julu, Jamee, Tamiang, Devayan, Sigulai, Haloban, Lekon, Nias, Pakpak[2][3]. |
Kode Kemendagri | 11 |
Kode BPS | 11 |
Lagu daerah | Bungong Jeumpa |
Situs web | www.nad.go.id |
Ibukota NAD ialah Banda Aceh. Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Aceh merupakan kawasan yang paling buruk dilanda gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Beberapa tempat di pesisir pantai musnah sama sekali. Yang terberat adalah Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Singkil dan Simeulue.
Aceh mempunyai kekayaan sumber alam seperti minyak bumi dan gas alam. Sumber alam itu terletak di Aceh Utara dan Aceh Timur. Aceh juga terkenal dengan sumber hutannya, yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane, Aceh Tenggara, sampai Seulawah, Aceh Besar. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) juga terdapat di Aceh Tenggara.
Sejarah
- Artikel utama: Sejarah Aceh
Pada zaman kekuasaan zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut seorang penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman tersebut, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau. Kekuasaan Aceh pula meliputi hingga Perak. Kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di dunia Barat pada abad ke-16, termasuk Inggris, Ottoman, dan Belanda.
Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang berkepanjangan sejak awal abad ke-16, pertama dengan Portugal, lalu sejak abad ke-18 dengan Britania Raya (Inggris) dan Belanda. Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya di Kedah dan Pulau Pinang di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya.
Pada tahun 1824, Persetujuan Britania-Belanda ditandatangani, di mana Britania menyerahkan wilayahnya di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal ini tidak benar. Pada tahun 1871, Britania membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh, kemungkinan untuk mencegah Perancis dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.
Kesultanan Aceh
Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kesultanan Samudera Pasai yang hancur pada abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
Sultan Aceh
Sultan Aceh merupakan penguasa / raja dari Kesultanan Aceh, tidak hanya sultan, di Aceh juga terdapat Sultanah / Sultan Wanita. Daftar Sultan yang pernah berkuasa di Aceh dapat dilihat lebih jauh di artikel utama dari Sultan Aceh.
Gelar-Gelar yang Digunakan dalam Kerajaan Aceh
Segala Hal Tentang Kerajaan Aceh
- Dalam
- Istana Darut Donya
- Cap Sikureung (cap sembilan)
- Meuligoe
- Gajah Putih
- Pasukan Gajah
Perang Aceh
Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.
Dr. Snouck Hurgronje, seorang ahli Islam dari Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para ulama, bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun 1898, J.B. van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh, dan bersama letnannya, Hendricus Colijn, merebut sebagian besar Aceh.
Sultan M. Dawud akhirnya meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya jatuh seluruhnya pada tahun 1904. Saat itu, hampir seluruh Aceh telah direbut Belanda.
Bangkitnya nasionalisme
Sementara pada masa kekuasaan Belanda, bangsa Aceh mulai mengadakan kerjasama dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia dan terlibat dalam berbagai gerakan nasionalis dan politik. Aceh kian hari kian terlibat dalam gerakan nasionalis Indonesia. Saat Volksraad (parlemen) dibentuk, Teuku Nyak Arif terpilih sebagai wakil pertama dari Aceh. (Nyak Arif lalu dilantik sebagai gubernur Aceh oleh gubernur Sumatra pertama, Moehammad Hasan).
Saat Jepang mulai mengobarkan perang untuk mengusir kolonialis Eropa dari Asia, tokoh-tokoh pejuang Aceh mengirim utusan ke pemimpin perang Jepang untuk membantu usaha mengusir Belanda dari Aceh. Negosiasi dimulai di tahun 1940. Setelah beberapa rencana pendaratan dibatalkan, akhirnya pada 9 Februari 1942 kekuatan militer Jepang mendarat di wilayah Ujong Batee, Aceh Besar. Kedatangan mereka disambut oleh tokoh-tokoh pejuang Aceh dan masyarakat umum. Masuknya Jepang ke Aceh membuat Belanda terusir secara permanen dari tanah Aceh.
Awalnya Jepang bersikap baik dan hormat kepada masyarakat dan tokoh-tokoh Aceh, dan menghormati kepercayaan dan adat istiadat Aceh yang bernafaskan Islam. Rakyat pun tidak segan untuk membantu dan ikut serta dalam program-program pembangunan Jepang. Namun ketika keadaan sudah membaik, pelecehan terhadap masyarakat Aceh khususnya kaum perempuan mulai dilakukan oleh personil tentara Jepang. Rakyat Aceh yang beragama Islam pun mulai diperintahkan untuk membungkuk ke arah matahari terbit di waktu pagi, sebuah perilaku yang sangat bertentangan dengan akidah Islam. Karena itu pecahlah perlawanan rakyat Aceh terhadap Jepang di seluruh daerah Aceh. contoh yang paling terkenal adalah perlawanan yang dipimpin oleh Teungku Abdul Jalil, seorang ulama dari daerah Bayu, dekat Lhokseumawe.
Masa Republik Indonesia
Sejak tahun 1976, organisasi pembebasan bernama Gerakan Aceh Merdeka (GAM) telah berusaha untuk memisahkan Aceh dari Indonesia melalui upaya militer. Pada 15 Agustus 2005, GAM dan pemerintah Indonesia akhirnya menandatangani persetujuan damai sehingga mengakhiri konflik antara kedua pihak yang telah berlangsung selama hampir 30 tahun.
Pada 26 Desember 2004, sebuah gempa bumi besar menyebabkan tsunami yang melanda sebagian besar pesisir barat Aceh, termasuk Banda Aceh, dan menyebabkan kematian ratusan ribu jiwa.
Di samping itu, telah muncul aspirasi dari beberapa wilayah NAD, khususnya di bagian barat, selatan dan pedalaman untuk memisahkan diri dari NAD dan membentuk provinis-provinsi baru.
Darul Islam / Tentara Islam Indonesia
Gerakan Aceh Merdeka
Pasca Gempa dan Tsunami 2004, yaitu pada 2005, Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka sepakat mengakhiri konflik di Aceh. Perjanjian ini ditandatangani di Finlandia, dengan peran besar daripada mantan petinggi Finlandia, Marti Ahtisaari.
Penerapan Darurat Militer
Sosial kemasyarakatan
Suku bangsa
Provinsi NAD terdiri dari 10 suku asli, yaitu Suku Aceh, Suku Gayo, Suku Alas, Suku Aneuk Jamee, Suku Melayu Tamiang, Suku Kluet, Suku Devayan, Suku Sigulai, Suku Haloban suku pakpak dan boang dan Suku Julu.
Suku Aceh tersebar terutama di Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Kota Langsa, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, dan Aceh Selatan.
Penduduk Aceh merupakan keturunan berbagai suku, kaum, dan bangsa. Leluhur orang Aceh berasal dari Semenanjung Malaysia, Cham, Cochin China, Kamboja.
Di samping itu banyak pula keturunan bangsa asing di tanah Aceh, bangsa Arab dan India dikenal erat hubungannya pasca penyebaran agama Islam di tanah Aceh. Bangsa Arab yang datang ke Aceh banyak yang berasal dari provinsi Hadramaut (Negeri Yaman), dibuktikan dengan marga-marga mereka Al Aydrus, Al Habsyi, Al Attas, Al Kathiri, Badjubier, Sungkar, Bawazier dan lain lain, yang semuanya merupakan marga marga bangsa Arab asal Yaman. Mereka datang sebagai ulama dan berdagang. Saat ini banyak dari mereka yang sudah kawin campur dengan penduduk asli Aceh, dan menghilangkan nama marganya.
Sedangkan bangsa India kebanyakan dari Gujarat dan Tamil. Dapat dibuktikan dengan penampilan wajah bangsa Aceh, serta variasi makanan (kari), dan juga warisan kebudayaan Hindu Tua (nama-nama desa yang diambil dari bahasa India, contoh: Indra Puri). Keturunan India dapat ditemukan tersebar di seluruh Aceh. Karena letak geografis yang berdekatan maka keturunan India cukup dominan di Aceh.
Pedagang pedagang Tiongkok juga pernah memiliki hubungan yang erat dengan bangsa Aceh, dibuktikan dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho, yang pernah singgah dan menghadiahi Aceh dengan sebuah lonceng besar, yang sekarang dikenal dengan nama Lonceng Cakra Donya, tersimpan di Banda Aceh. Semenjak saat itu hubungan dagang antara Aceh dan Tiongkok cukup mesra, dan pelaut-pelaut Tiongkok pun menjadikan Aceh sebagai pelabuhan transit utama sebelum melanjutkan pelayarannya ke Eropa.
Selain itu juga banyak keturunan bangsa Persia (Iran/Afghan) dan Turki, mereka pernah datang atas undangan Kerajaan Aceh untuk menjadi ulama, pedagang senjata, pelatih prajurit dan serdadu perang kerajaan Aceh, dan saat ini keturunan keturunan mereka kebanyakan tersebar di wilayah Aceh Besar. Hingga saat ini bangsa Aceh sangat menyukai nama-nama warisan Persia dan Turki. Bahkan sebutan Banda, dalam nama kota Banda Aceh pun adalah warisan bangsa Persia (Banda/Bandar arti: Pelabuhan).
Di samping itu ada pula keturunan bangsa Portugis, di wilayah Kuala Daya, Lam No (pesisir barat Aceh). Mereka adalah keturunan dari pelaut-pelaut Portugis di bawah pimpinan nakhoda Kapten Pinto, yang berlayar hendak menuju Malaka (Malaysia), dan sempat singgah dan berdagang di wilayah Lam No, dan sebagian besar di antara mereka tetap tinggal dan menetap di Lam No. Sejarah mencatat peristiwa ini terjadi antara tahun 1492-1511, pada saat itu Lam No di bawah kekuasaan kerajaan kecil Lam No, pimpinan Raja Meureuhom Daya. Hingga saat ini masih dapat dilihat keturunan mereka yang masih memiliki profil wajah Eropa yang masih kental.
Sejarah pun mencatat bahwa tokoh-tokoh besar kelas dunia seperti, Marco Polo, Ibnu Battuta, serta Kubilai Khan, pernah singgah di tanah Aceh.
Bahasa
Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Aceh, Bahasa Indonesia.
Meskipun banyak yang menggunakan bahasa Aceh dalam pergaulan sehari-hari, namun tidak berarti bahwa corak dan ragam bahasa Aceh yang digunakan sama. Tidak saja dari segi dialek yang mungkin berlaku bagi bahasa di daerah lain; bahasa Aceh bisa berbeda dalam pemakaiannya, bahkan untuk kata-kata yang bermakna sama. Kemungkinan besar hal ini disebabkan banyaknya percampuran bahasa, terutama di daerah pesisir, dengan bahasa daerah lainnya atau juga karena kelestarian bahasa aslinya.
Orang Aceh mempunyai bahasa sendiri yakni bahasa Aceh, yang termasuk rumpun bahasa Austronesia. Bahasa Aceh terdiri dari beberapa dialek, di antaranya dialek Peusangan, Banda, Bueng, Daya, Pase, Pidie, Tunong, Seunagan, Matang, dan Meulaboh, tetapi yang terpenting adalah dialek Banda. Dialek ini dipakai di Banda Aceh. Dalam tata bahasanya, Bahasa Aceh tidak mengenal akhiran untuk membentuk kata yang baru, sedangkan dalam sistem fonetiknya, tanda 'eu' kebanyakan dipakai tanda pepet (bunyi e).
Dalam bahasa Aceh, banyak kata yang bersuku satu. Hal ini terjadi karena hilangnya satu vokal pada kata-kata yang bersuku dua, seperti "turun" menjadi "trôn", karena hilangnya suku pertama, seperti "daun" menjadi "ôn". Di samping itu banyak pula kata-kata yang sama dengan bahasa-bahasa Indonesia Bagian Timur.
Masyarakat Aceh yang berdiam di kota umumnya menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar, baik dalam keluarga maupun dalam kehidupan sosial. Namun demikian, masyarakat Aceh yang berada di kota tersebut mengerti dengan pengucapan bahasa Aceh. Selain itu, ada pula masyarakat yang memadukan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Aceh dalam berkomunikasi. Pada masyarakat Aceh di pedesaan, bahasa Aceh lebih dominan dipergunakan dalam kehidupan sosial mereka. Dalam sistem bahasa tulisan tidak ditemui sistem huruf khas bahasa Aceh asli.
Tradisi bahasa tulisan ditulis dalam huruf Arab-Melayu yang disebut bahasa Jawi atau Jawoe, Bahasa Jawi ditulis dengan huruf Arab ejaan Melayu. Pada masa Kerajaan Aceh banyak kitab ilmu pengetahuan agama, pendidikan, dan kesusasteraan ditulis dalam bahasa Jawi. Pada makam-makam raja Aceh terdapat juga huruf Jawi. Huruf ini dikenal setelah datangnya Islam di Aceh. Banyak orang-orang tua Aceh yang masih bisa membaca huruf Jawi.
Bahasa lain yang digunakan di Acah adalah Bahasa Gayo yang dituturkan di kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues dan Serbajadi, Aceh Timur. Bahasa Simeulue dan beberapa bahasa lainnya di kabupaten Simeulue, Melayu Tamiang, Alas, Aneuk Jamee yang merupakan dialek Bahasa Minangkabau dan Bahasa Kluet.
Agama
Mayoritas penduduk di provinsi NAD memeluk agama Islam. Selain itu provinsi NAD memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di provinsi ini Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam.
Pendidikan
Dalam hal pendidikan, sebenarnya provinsi ini mendapatkan status Istimewa selain dari D.I. Yogyakarta. Namun perkembangan yang ada tidak menunjukkan kesesuaian antara status yang diberikan dengan kenyataannya. Pendidikan di Aceh dapat dikatakan terpuruk. Salah satu yang menyebabkannya adalah konflik yang berkepanjangan, dengan sekian ribu sekolah dan institusi pendidikan lainnya menjadi korban. Pada UAN (Ujian Akhir Nasional) 2005 ada ribuan siswa yang tidak lulus dan terpaksa mengikuti ujian ulang.
Aceh juga memiliki sejumlah Perguruan Tinggi Negeri seperti
Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang berlaku di Nanggroe Aceh Darussalam saat ini ada 2, yaitu Sistem Pemerintahan Lokal Aceh dan Sistem Pemerintahan Indonesia.
Sistem Pemerintahan Indonesia
Sejak tahun 1999, Nanggroe Aceh Darussalam telah mengalami beberapa pemekaran wilayah hingga sekarang mencapai 5 pemerintahan kota dan 18 kabupaten sebagai berikut:
Daftar gubernur
Gubernur Aceh | |||||||||
No. | Foto | Gubernur | Mulai Jabatan | Akhir Jabatan | Periode | Ket. | Wakil Gubernur | Ref. | |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1 | Teuku Nyak Arif | 3 Oktober 1945 | 1946 | 1 | [Ket. 1] | Lowong | |||
2 | Teuku Daud Syah | 1946 | 1947 | 2 | [Ket. 2] | ||||
3 | Daud Beureu'eh | 1947 | 1949 | 3 | [Ket. 3] | ||||
1950 | 1951 | 4 | [Ket. 4] | ||||||
4 | B. M. Danubroto | 1951 | 1953 | 5 | [Ket. 5] | ||||
5 | Teuku Sulaiman Daud | Mei 1953 | September 1953 | 6 | [Ket. 6] | ||||
6 | Abdul Razak | 1954 | 1956 | 7 | |||||
7 | Ali Hasyimi | 1957 | 1959 | 8 | |||||
1959 | 1964 | 9 | [Ket. 7] | A. M. Namploh (1959—1965) |
[5] | ||||
Nyak Adam Kamil | 10 April 1964 | 30 Agustus 1966 | 10 | ||||||
9 | Hasby Wahidi | 30 Agustus 1967 | 15 Mei 1968 | 11 | Lowong | [6] | |||
10 | Abdullah Muzakir Walad | 15 Mei 1968 | 27 Juni 1973 | 12 | |||||
27 Juni 1973 | 27 Agustus 1978 | 13 | |||||||
11 | Abdul Madjid Ibrahim | 27 Agustus 1978 | 15 Maret 1981[7] | 14 | |||||
12 | Hadi Thayeb | 27 Agustus 1981 | 27 Agustus 1986 | 15 | Lowong | ||||
13 | Ibrahim Hassan | 27 Agustus 1986 | 25 Mei 1993 | 16 | Teuku Djohan | [8] | |||
14 | Syamsudin Mahmud | 26 Mei 1993 | 26 Mei 1998 | 17 | Zainuddin AG | ||||
26 Mei 1998 | 21 Juni 2000 | 18 | [Ket. 8] | Bustari Mansyur | [9][10][11] | ||||
15 | Abdullah Puteh | 25 November 2000 | 19 Juli 2004 | 19 | [Ket. 9] [Ket. 10] |
Azwar Abubakar | [12][13] | ||
16 | Irwandi Yusuf | 8 Februari 2007 | 8 Februari 2012 | 20 (2006) |
[Ket. 11] | Muhammad Nazar | |||
17 | Zaini Abdullah | 25 Juni 2012 | 25 Juni 2017 | 21 (2012) |
Muzakkir Manaf | [14] | |||
18 | Irwandi Yusuf | 5 Juli 2017 | 15 Oktober 2020[a] | 22 (2017) |
Nova Iriansyah | [15] | |||
19 | Nova Iriansyah | 5 November 2020 | 5 Juli 2022 | Lowong | [16] |
Pengganti sementara
Dalam tumpuk pemerintahan, seorang kepala daerah yang mengajukan diri untuk cuti atau berhenti sementara dari jabatannya kepada pemerintah pusat, maka Menteri Dalam Negeri menyiapkan penggantinya yang merupakan birokrat di pemerintah daerah atau bahkan wakil gubernur, termasuk ketika posisi gubernur berada dalam masa transisi. Berikut merupakan daftar pengganti sementara untuk jabatan Gubernur Aceh.
Potret | Gubernur | Partai | Awal | Akhir | Periode | Definitif | Ket. | ||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Abdul Wahab (Penjabat) |
Non Partai | 1953 | 1954 | 6 | Teuku Sulaiman Daud | ||||
M. Hasan Basry (Pelaksana Harian) |
Non Partai | 15 Maret 1981 | 8 April 1981 | 14 | Abdul Madjid Ibrahim | [7][17] | |||
Eddy Sabara (Penjabat) |
Non Partai | 8 April 1981[17] | 27 Agustus 1981 | ||||||
Ramli Ridwan (Penjabat) |
Non Partai | 21 Juni 2000 | 25 November 2000 | 18 | Syamsudin Mahmud | ||||
Azwar Abubakar (Penjabat) |
Non Partai | 19 Juli 2004 | 30 Desember 2005 | 19 | Abdullah Puteh | [Ket. 12] | |||
Mustafa Abubakar (Pelaksana Harian) |
Non Partai | 30 Desember 2005 | 8 Februari 2007 | — | Transisi | ||||
Tarmizi Abdul Karim (Penjabat) |
Non Partai | 8 Februari 2012 | 25 Juni 2012 | ||||||
Soedarmo (Penjabat) |
Non Partai | 28 Oktober 2016 | 11 Februari 2017 | 21 | Zaini Abdullah | [Ket. 13] [18] | |||
Dermawan (Pelaksana Harian) |
Non Partai | 25 Juni 2017 | 5 Juli 2017 | — | Transisi | [Ket. 14] | |||
Nova Iriansyah (Pelaksana Tugas) |
Demokrat | 5 Juli 2018 | 5 November 2020 | 22 | Irwandi Yusuf | [Ket. 15] [19] | |||
Achmad Marzuki (Penjabat) |
Non Partai | 6 Juli 2022 | 13 Maret 2024 | — | Transisi | [Ket. 16] [20] | |||
Bustami Hamzah (Penjabat) |
Non Partai | 13 Maret 2024 | 22 Agustus 2024 | [Ket. 17] [21] | |||||
Safrizal Zakaria Ali (Penjabat) |
Non Partai | 22 Agustus 2024 | Petahana | [Ket. 18] |
- Keterangan
- ^ Sebagai Residen Aceh, berada di bawah Gubernur Sumatra
- ^ Sebagai Gubernur Aceh
- ^ Sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo
- ^ Sebagai Gubernur Aceh
- ^ Sebagai Residen Koordinator
- ^ Sebagai Pemangku Koordinator Pemerintah
- ^ Sebagai Gubernur Daerah Istimewa Aceh
- ^ Pada Juni 2000, Syamsudin Mahmud diangkat menjadi Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
- ^ Pada tahun 2001, Sebagai Gubernur Nanggroë Aceh Darussalam
- ^ Pada tahun 2004, Abdullah Puteh dinonaktifkan dari jabatannya karena divonis melakukan tindak pidana korupsi
- ^ Pada tahun 2009, Sebagai Gubernur Aceh
- ^ Menggantikan posisi Abdullah Puteh yang dinonaktifkan
- ^ Menggantikan sementara Gubernur dan Wagub petahana yang berkampanye di Pilgub 2017
- ^ Menggantikan Gubernur dan Wagub masa jabatan 2012-2017 yang sudah berakhir masa tugasnya.
- ^ Menggantikan Gubernur Irwandi Yusuf yang terjaring OTT KPK.
- ^ Menggantikan Nova Iriansyah yang masa jabatannya sudah berakhir.
- ^ Penjabat Gubernur menggantikan Penjabat Gubernur Achmad Marzuki.
- ^ Penjabat Gubernur menggantikan Penjabat Gubernur Bustami Hamzah.
- Catatan
- ^ Non-aktif 5 Juli 2018–15 Oktober 2020 karena kasus korupsi
Perwakilan
Berdasarkan Pemilihan Umum Legislatif 2009, Provinsi Aceh mengirimkan 13 anggota DPR, dengan perincian: Partai Demokrat tujuh orang, PKS dan Partai Golkar masing-masing dua orang, dan PAN serta PPP masing-masing satu orang.[22] Selain itu, empat anggota DPD yang berasal dari Aceh adalah Tgk. Abdurrahman BTM., H.T. Bachrum Manyak, Dr. Ahmad F. Hamid, M.S., dan Ir. H.T. A. Khalid, M.M.[23]
Pada tingkat provinsi, DPRA dengan 69 kursi tersedia dikuasai oleh Partai Aceh (33 kursi)[22].
Partai | Kursi | % |
---|---|---|
Partai Aceh | 33 | 47,8 |
Partai Demokrat | 10 | 14,5 |
Partai Golkar | 8 | 11,6 |
PAN | 5 | 7,3 |
PKS | 4 | 5,8 |
PPP | 3 | 4,4 |
Partai Daulat Aceh | 1 | 1,5 |
PDI-P | 1 | 1,5 |
PKPI | 1 | 1,5 |
PBB | 1 | 1,5 |
PKB | 1 | 1,5 |
Partai Patriot | 1 | 1,5 |
Total | 69 | 100,0 |
Komposisi ini baru berlaku sejak dilantik pada bulan Oktober 2009.
Sistem Pemerintahan Lokal Aceh
Sistem pemerintahan lokal Aceh terdiri dari gampông, mukim, nanggroë, sagoë dan keurajeun.
Kondisi dan sumber daya alam
Kondisi alam
Keanekaragaman hayati
Sumber daya alam
Perekonomian
Ekspor & Impor
Pertanian & perkebunan
Perikanan
Sebelum bencana tsunami 26 Desember 2004, perikanan merupakan salah satu pilar ekonomi lokal di Nanggroe Aceh Darussalam, menyumbangkan 6,5 persen dari Pendapatan Daerah Bruto (PDB) senilai 1,59 triliun pada tahun 2004 (Dinas Perikanan dan Kelautan NAD 2005). Potensi produksi perikanan tangkap mencapai 120.209 ton/tahun sementara perikanan budidaya mencapai 15.454 ton/tahun pada tahun 2003 (Dinas Perikanan dan Kelautan NAD 2004). Produksi perikanan tersebut merata, baik di Samudera Hindia maupun Selat Malaka.
Industri perikanan menyediakan lebih dari 100.000 lapangan kerja, 87 persen (87.783) di sub sektor perikanan tangkap dan sisanya (14.461) di sub sektor perikanan budidaya. Sekitar 53.100 orang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian utama. Namun demikian, 60 persen adalah nelayan kecil menggunakan perahu berukuran kecil. Dari sekitar 18.800 unit perahu/kapal ikan di Aceh, hanya 7.700 unit yang mampu melaut ke lepas pantai. Armada perikanan tangkap berskala besar kebanyakan beroperasi di Aceh Utara, Aceh Timur, Bireuen, Aceh Barat dan Aceh Selatan.
Menurut Nurasa et al. (1993), nelayan Aceh sebagian besar menggunakan alat tangkap pancing (hook and line). Alat tangkap lain adalah pukat, jaring cincin (purse seine), pukat darat, jaring insang, jaring payang, jaring dasar, jala dan lain-lain.
Infrastruktur penunjang industri ini meliputi satu pelabuhan perikanan besar di Banda Aceh, 10 pelabuhan pelelangan ikan (PPI) utama di 7 kabupaten/kota dan sejumlah tempat pelelangan ikan (TPI) kecil di 18 kabupaten/kota. Selain itu terdapat 36.600 hektar tambak, sebagian besar tambak semi intensif yang dimiliki petambak bermodal kecil. Tambak-tambak ini tersebar di Aceh Utara, Pidie, Bireuen dan Aceh Timur.
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia mengelola sebuah pusat pendidikan dan latihan (Pusdiklat) budidaya, sebuah pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang) budidaya, sebuah laboratorium uji mutu perikanan dan sebuah kapal latih. Di tiap kabupaten/kota, terdapat dinas perikanan dan kelautan. Total aset di sektor perikanan pra-tsunami mencapai sekitar Rp 1,9 triliun.
Pasca-tsunami 2004
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (2005) memperkirakan 9563 unit perahu hancur atau tenggelam, termasuk 3969 (41,5%) perahu tanpa motor, 2369 (24,8%) perahu bermotor dan 3225 (33,7%) kapal motor besar (5-50 ton). Selain itu, 38 unit TPI rusak berat dan 14.523 hektar tambak di 11 kabupaten/kota rusak berat. Diperkirakan total kerugian langsung akibat bencana tsunami mencapai Rp 944.492,00 (50% dari nilai total aset), sedangkan total nilai kerugian tak langsung mencapai Rp 3,8 milyar. Sebagian besar kerugian berasal dari kerusakan tambak.
Kerusakan tambak budidaya tersebar merata. Bahkan di daerah yang tidak terlalu parah dampak tsunaminya (misalnya di Aceh Selatan), tambak-tambak yang tergenang tidaklah mudah diperbaiki dan digunakan kembali. Total kerugian mencapai Rp 466 milyar, sekitar 50 persen dari total kerugian sektor perikanan. Kerugian ekonomi paling besar berasal dari hilangnya pendapatan dari sektor perikanan (tangkap dan budidaya). Hilangnya sejumlah besar nelayan, hilang atau rusaknya sarana dan prasarana perikanan termasuk alat tangkap dan perahu serta kerusakan tambak menjadikan angka kerugian sedemikian besarnya.
Diperkirakan produksi perikanan di Aceh akan anjlok hingga 60 persen. Proses pemulihan diperkirakan membutuhkan waktu paling sedikit 5 tahun. Di subsektor perikanan tangkap, bahkan diduga perlu waktu lebih lama (sekitar 10 tahun), karena banyaknya nelayan yang hilang atau meninggal selain rusaknya sejumlah besar perahu atau alat tangkap. Berdasarkan asumsi tersebut, total kerugian yang mungkin terjadi hingga sektor ini pulih total dan kembali ke kondisi pra-tsunami diperkirakan mencapai Rp 3,8 triliun.
Lihat juga: Panglima Laôt
Perbankan
Nanggroe Aceh Darussalam terdapat dua kantor Bank Indonesia, bank sentral Republik Indonesia, yang dibuka di Banda Aceh (kelas III) dan Lhokseumawe (kelas IV). Tugas Bank Indonesia yang terdiri dari bidang moneter, sistem pembayaran, dan perbankan. Di daerah-daerah tugas Bank Indonesia lebih dominan di bidang sistem pembayaran dan perbankan.
Di bidang sistem pembayaran menyelenggarakan sistem kliring dan BI-RTGS dan di bidang perbankan mengawasi dan membina bank-bank agar beroperasi dengan sehat dan menguntungkan. Informasi mengenai perkembangan perbankan dapat dilihat pada sub Statistik Perbankan. www.jazarihamid.com.
Industri
Aceh memiliki sejumlah industri besar di antaranya
- PT Arun Ngl Kilang Pencairan Gas Alam
- PT PIM Pabrik Pupuk Iskandar Muda
- PT AAF Pabrik Pupuk Asean
- PT KKA Pabrik Kertas
- PT SAI-Lafarge Semen Andalas
- ExxonMobil Kilang Gas Alam
Pertambangan
Emas di Woyla, Seunagan, Aceh Barat; Pisang Mas di Beutong, Payakolak, Takengon Aceh Tengah Batubara di Kaway XI, di Semayan di Aceh Barat, Batugamping di Tanah Greuteu, Aceh Besar; di Tapaktuan
Pariwisata
Seni dan Budaya
Aceh merupakan kawasan yang sangat kaya dengan seni budaya galibnya wilayah Indonesia lainnya. Aceh mempunyai aneka seni budaya yang khas seperti tari-tarian, dan budaya lainnya seperti:
- Didong (seni pertunjukan dari masyarakat Gayo)
- Meuseukee Eungkot (sebuah tradisi di wilayah Aceh Barat)
- Peusijuek (atau Tepung tawar dalam tradisi Melayu)
Sastra
- Bustanussalatin
- Hikayat Prang Sabi
- Hikayat Malem Diwa
- Legenda Amat Rhah manyang
- Legenda Putroe Nen
- Legenda Magasang dan Magaseueng
Senjata tradisional
Rencong adalah senjata tradisional Aceh, bentuknya menyerupai huruf L, dan bila dilihat lebih dekat bentuknya merupakan kaligrafi tulisan Bismillah. Rencong termasuk dalam kategori dagger atau belati (bukan pisau ataupun pedang).
Selain rencong, bangsa Aceh juga memiliki beberapa senjata khas lainnya, seperti Sikin Panyang, Klewang dan Peudeung oon Teubee.
Rumah Tradisional
Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur).
Tarian
Provinsi NAD yang memiliki setidaknya 10 suku bangsa, memiliki kekayaan tari-tarian yang sangat banyak dan juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian yang terkenal di tingkat nasional dan bahkan dunia merupakan tarian yang berasal dari Nanggroe Aceh Darussalam, seperti Tari Rateb Meuseukat dan Tari Saman.
Tarian Suku Aceh
- Tari Laweut
- Tari Likok Pulo
- Tari Pho
- Tari Ranup Lampuan
- Tari Rapai Geleng
- Tari Rateb Meuseukat
- Tari Ratoh Duek
- Tari Seudati
- Tari Tarek Pukat
Tarian Suku Gayo
Tarian Suku Lainnya
Sastra
Makanan Khas
Aceh mempunyai aneka jenis makanan yang khas. Antara lain timphan, gulai itik, kari kambing yang lezat, Gulai Pliek U dan meuseukat yang langka. Di samping itu emping melinjo asal kabupaten Pidie yang terkenal gurih, dodol Sabang yang dibuat dengan aneka rasa, ketan durian (boh drien ngon bu leukat), serta bolu manis asal Peukan Bada, Aceh Besar juga bisa jadi andalan bagi NAD.
Pahlawan
Bangsa Aceh merupakan bangsa yang gigih dalam mempertahankan kemerdekaannya. Kegigihan perang bangsa Aceh, dapat dilihat dan dibuktikan oleh sejumlah pahlawan (baik pria maupun wanita), serta bukti-bukti lainnya (empat jenderal Belanda tewas dalam perang Aceh, serta kuburan Kerkhoff yang pernah mencatat rekor sebagai kuburan Belanda terluas di luar Negeri Belanda).
Pahlawan Perempuan
Pahlawan Pria
Tokoh asal Aceh
- Lihat pula Suku Aceh untuk tokoh-tokoh yang bukan berasal dari provinsi Aceh namun berketurunan Aceh.
- Sheikh Hamzah al-Fansuri
- Sheikh Nuruddin ar-Raniry
- Sheikh Abdurrauf atau lebih terkenal dengan nama Syiah Kuala
- Syamsuddin al-Sumatrani
- Tun Sri Lanang
- Teungku Syik Pantee Kulu
- Ismail al-Asyi
- Mr Teuku Mohammad Hassan
- Mohamad Kasim Arifin
- Teungku Hasan Muhammad di Tiro
- Teuku Zakaria Teuku Nyak Puteh atau Puteh Ramlee atau P. Ramlee
- Yap Thiam Hien
- Teungku Ahmad Dewi
Referensi
- ^ http://www.nad.go.id/uploadfiles/PENDUDUK/PENDUDUKBULANJUNI_08.pdf
- ^ http://www.rakyataceh.com/index.php?open=view&newsid=3337
- ^ http://gemasastrin.wordpress.com/2007/11/13/bahasa-daerah-aceh-dan-bahasa-aceh/
- ^ "Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan (Permendagri No.137-2017) - Kementerian Dalam Negeri - Republik Indonesia". www.kemendagri.go.id (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-29. Diakses tanggal 2018-07-09.
- ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-07-20. Diakses tanggal 2019-07-20.
- ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-11-07. Diakses tanggal 2017-11-30.
- ^ a b Hasan, Ibrahim (2003). Namaku Ibrahim Hasan: menebah tantangan zaman. Yayasan Malem Putra. hlm. 542. ISBN 978-979-97100-0-0. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-18. Diakses tanggal 2022-01-11.
- ^ "Wawancara Prof. Dr. Ibrahim Hasan: Yang Ganas itu GPK Generasi Kedua". Tempo.co. Tempo Interaktif. 8 Agustus 1998. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-08-12. Diakses tanggal 23 Desember 2015.
- ^ BUR; RUL; KAN (21 Juni 2000). "Tugas Utama Ramli Ridwan Antarkan Suksesi Daerah". Diakses tanggal 23 Desember 2015.[pranala nonaktif permanen]
- ^ MIS. "Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud: Jabatan Gubernur Bukan Harta Warisan". Tempo.co. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2001-07-23. Diakses tanggal 2015-12-23.
- ^ Mahmud, Syamsuddin; P., Sugiono M. (2004). Biografi seorang guru di Aceh: kisah Syamsuddin Mahmud kepada Sugiono M.P. Aceh: Syiah Kuala University Press. ISBN 9789798278150.
- ^ NJ (5 November 2000). "Abdullah Puteh Terpilih sbg Gubernur Aceh". Kompas. Aceh: Ohio University. Diakses tanggal 23 Desember 2015.[pranala nonaktif permanen]
- ^ "PN Jakarta Pusat Siap Adili Puteh". Suara Merdeka Online. 9 Desember 2004. Diakses tanggal 23 Desember 2015.[pranala nonaktif permanen]
- ^ LH (25 Juni 2012). "Mantan Petinggi GAM Resmi Jadi Gubernur NAD 2012-2017". detikcom. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-19. Diakses tanggal 25 Juni 2012.
- ^ Ariefana, Pebriansyah (2018-07-05). "Tunjuk Pejabat Gubernur Aceh, Mendagri Non Aktifkan Irwandi Yusuf". Suara.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-07-07. Diakses tanggal 2018-07-07.
- ^ Razali, Habil. "Dilantik Jadi Gubernur Aceh, Nova: Terima Kasih Irwandi Yusuf". Kumparan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-11. Diakses tanggal 18 Juni 2021.
- ^ a b "Eddy Sabara, pejabat gubernur Aceh * Mendagri: Jangan didramatisir pencalonan gubernur definitif" . Kompas. 9 April 1981. hlm. 1. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-18. Diakses tanggal 22 September 2021.
Mendagri Amirmachmud Rabu kemarin melantik Mayjen TNI Eddy Sabara menjadi pejabat Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh dalam sidang pleno DPRD I di Banda Aceh. Seusai sidang Menteri melantik pula Drs Muhammad Syah Asjek menjadi Wakil Gubernur.
- ^ "Profil Plt Gubernur Aceh, Mayjen TNI (Purn) Soedarmo". Website Resmi Pemerintah Provinsi Aceh. 3 November 2016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-05. Diakses tanggal 5 September 2018.
- ^ Zaenal (2018-07-05). "Resmi, Mendagri Tunjuk Nova Iriansyah Jadi Plt Gubernur Aceh, Tgk Syarkawi Plt Bupati Bener Meriah". Tribunnews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-01-11. Diakses tanggal 2018-07-07.
- ^ CNN Indonesia (2022-07-06). "Achmad Marzuki Resmi Dilantik Tito Jadi Pj Gubernur Aceh". CNN Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-06. Diakses tanggal 6 Juli 20.
- ^ "Mendagri Resmi Lantik Bustami Hamzah sebagai Pj Gubernur Aceh". 2024-03-14. Diakses tanggal 2024-03-14.
- ^ a b Partai Aceh dan Demokrat Kuasai Kursi DPRA dan DPR. Media Indonesia. Edisi daring 4-5-2009. Diakses 4-5-2009.
- ^ Hasil perolehan suara DPD Provinsi NAD.
Lihat pula
Pranala luar
- (Indonesia) Situs resmi Pemerintah Provinsi
- (Indonesia) Profil Demografi Aceh
- (Indonesia) Profil Ekonomi Aceh
- (Indonesia) Profil Wisata Aceh
- (Indonesia) Ekonomi Regional Aceh
- (Indonesia) Statistik Regional Aceh
- (Indonesia) Harian Serambi Indonesia - Suratkabar Aceh
- (Indonesia) Situs Berita Terkini AcehKita
- (Indonesia) Media Center Aceh - Aliansi Jurnalis Independen
- (Indonesia) Aceh Forum Community - Forum Komunitas Internet Aceh
- (Indonesia) Lintasan Berita Aceh - Acehjurnal
- (Indonesia) Atjeh info - Atjehtainment
- (Indonesia) Penggiat Linux Aceh
- (Indonesia) Proyek Jalan Ladiagalaska
- (Indonesia) UURI No.18 Tahun 2001 Otonomi Khusus untuk Aceh
- (Indonesia) (Inggris) style="background:#FFC7C7; vertical-align:middle; text-align:center; " class="table-no"|Tidak Masyarakat Pengungsi Aceh di Norwegia
- (Indonesia) (Inggris) Situs Badan Reintegrasi-Damai Aceh (BRA)
- (Indonesia) (Inggris) Situs Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR)
- (Indonesia) (Inggris) Kamar Dagang dan Industri Aceh
- (Inggris) Situs Masyarakat Aceh Amerika
- (Inggris) Situs Aceh.Net
- (Indonesia) Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Aceh