Islam dan LGBT

Sikap umat Muslim terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dan kehidupan mereka di dunia Muslim telah dipengaruhi oleh sejarah agama, hukum, sosial, politik, dan budaya. Al-Qur'an menceritakan kisah "kaum nabi Lut" yang dihancurkan oleh azab Allah karena hawa nafsu, yakni lelaki seks lelaki, tetapi sejarawan Barat modern menganggap bahwa nabi Islam Muhammad tidak pernah secara langsung mencegah sesoerang melakukan homoseks, meskipun ia lebih menyatakan tidak setuju bersama dengan orang-orang sezamannya. Pada saat yang sama, "baik Al-Qur'an dan hadis sangat mengutuk aktivitas homoseksual"; dengan beberapa hadis yang menetapkan hukuman mati bagi mereka yang melakukan hubungan homoseksual atau lesbian di muka umum.

Terdapat sedikit bukti sejarah tentang praktik homoseksual di antara masyarakat Muslim pada abad pertama dan paruh awal sejarah Islam (abad ke-7 M), meskipun hubungan homoseks laki-laki dikenal dan didiskriminasi, tetapi jarang dihukumi, di Jazirah Arab. Homoseks diharamkan dalam fikih Islam tradisional dan dihukum, umumnya cambuk, rajam, dan hukuman mati, bergantung pada situasi dan mazhab. Pada saat yang sama, hubungan homoseksual dalam praktik umumnya ditoleransi dalam masyarakat Islam pra-modern, dan catatan sejarah menunjukkan bahwa undang-undang pelarangan homoseksualitas jarang diterapkan, dan cenderung mengutamakan kasus-kasus pemerkosaan atau "pelanggaran yang sangat mencolok terhadap moral publik" lainnya. Tema-tema homoerotisme dan pederastisme banyak muncul dalam puisi dan genre sastra lain yang ditulis dalam bahasa-bahasa utama dunia Muslim dari abad ke-8 M hingga era modern. Konsepsi homoseks yang ditemukan dalam naskah klasik Islam lebih mirip dengan tradisi Yunani-Romawi kuno daripada pemahaman modern tentang orientasi seksual.

Pada era modern, sikap publik terhadap homoseksualitas di dunia Muslim berubah drastis mulai dari abad ke-19 akibat penyebaran gerakan fundamentalis Islam seperti Salafisme dan Wahhabisme secara global. Dunia Muslim juga dipengaruhi oleh gagasan seksual dan batasan norma yang berlaku di Eropa pada saat itu, dan hari ini, sejumlah negara mayoritas Muslim mempertahankan ketentuan pidana untuk tindakan homoseksual yang pertama kali diberlakukan di bawah pemerintahan kolonial Eropa. Saat gerakan LGBT mendapatkan daya tarik di Eropa dan Barat, politisi fundamentalis Islam mengasosiasikan peradaban Barat dengan homoseksualitas dan "kerusakan moral". Dalam masyarakat kontemporer, prasangka, kekerasan, dan diskriminasi anti-LGBT, juga peraturan perundang-undangannya, bertahan di sebagian besar dunia Muslim, juga didukung dengan konservatisme sosial dan kebangkitan gerakan Islamisme baru-baru ini di beberapa negara. Ada undang-undang yang melarang aktivitas homoseks di sejumlah besar negara mayoritas Muslim, yang menetapkan hukuman mati di beberapa negara.

Sebagian besar negara mayoritas Muslim dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) telah menentang dukungan atas hak-hak LGBT baik di Majelis Umum atau Komisi HAM PBB. Pada tahun 2008, 57 negara anggota PBB, kebanyakan di antara mereka mayoritas Muslim, mendukung pernyataan menentang hak-hak LGBT di Majelis Umum PBB. Pada Mei 2016, sebuah kelompok yang terdiri dari 51 negara bagian mayoritas Muslim memblokade 11 organisasi gay dan transgender untuk menghadiri Pertemuan Tingkat Tinggi tentang Pemberantasan AIDS 2016. Ada juga beberapa organisasi Muslim LGBT yang mendukung hak-hak LGBT, dan lainnya yang menganjurkan terapi konversi.