Satori (悟り?) (Cina: 悟; pinyin: wù; Korea: 오) adalah istilah dalam Buddhis Jepang yang berarti pencerahan. Kata itu sendiri secara harafiah berarti “pengertian”. Satori diterjemahkan sebagai lintasan kesadaran yang seketika, atau Pencerahan individual, dan seraya Satori berasal dari tradisi buddhis zen, Pencerahan dapat secara bersamaan dianggap “langkah awal” atau titik keberangkatan kepada “pantai tujuan”, tetapi secara bersamaan tiba disana, dengan demikian menjadi sama dengan filosofi Christopher Dewdney “Secular Grail” (Cawan Kehidupan), bahwa untuk “mengetahui” sedikit dari kekekalan, adalah mengetahui keseluruhan dari kekekalan. Oleh karena itu, pertumbuhan dalam kesadaran penuh (Mindfulness) bahwa tindakan-tindakan yang dihasilkan di sini dan sekarang memiliki pembuktian kekal yang adalah sama dengan Fisika Newton dan pendapat bahwa setiap tindakan memiliki akibat yang setara (dan berlawanan) adalah penting dalam membuktikan kekekalan (ketika diri sendiri terikat pada dunia yang sementara). Satori juga merupakan pengalaman yang bersifat intuisi dan dapat dianggap sama pada saat kita bangun suatu hari dengan sepasang tangan tambahan, dan pada saat kemudian kita belajar untuk menggunakannya.

Pencapaian Satori

Praktisi Buddisme Zen mencapai satori melalui pengalaman pribadi. Cara tradisionil untuk mencapai satori, dan merupakan cara yang khas yang diajarkan kepada murid-murid Zen di dunia barat, adalah melalui penggunaan koan seperti yang didapati pada sebuah kumpulan naskah yang dikenal sebagai “Gerbang tak berpintu” (GatelessGate), yang juga dikenal dengan sebutan Mumonkan. Koan merupakan tebakan indah menyerupai teka-teki yang digunakan oleh para murid untuk membantu perwujudan satori; kata-kata dan kalimat tersebut juga digunakan oleh guru-guru Zen terdahulu.

Gerbang tak berpintu (Gateless Gate) dikumpulkan pada awal abad ke 13 oleh seorang guru Zen dari China Wumen Hui-k’ai (無門慧開). Guru Zen Yuelin Shiguan (月林師觀; Romaji Jepang: Gatsurin Shikan) (1143-1217) memberikan Wumen sebuah koan “Anjing Zhaozhou”, yang dengannya Wumen berjuang selama enam tahun sebelum mendapatkan kesadaran. Setelah pengertiannya disetujui oleh Yuelin, Wumen menuliskan puisi pencerahan berikut:

Petir pada cuaca cerah
Seluruh mahluk hidup di bumi membuka mata mereka;
Semua dibawah langit merunduk bersama;
Gunung Sumeru melompat dan menari.


Sangatlah berharga untuk mempertimbangkan bahwa apapun kata yang digunakan untuk menjelaskan pencerahan, hal tersebut mengacu pada pengalaman mula-mula dengan kata-kata berbeda untuk menggambarkan pengalaman semudah “mengalihkan perhatian” dari perjalanan yang mengarah pada kemungkinan menjadi avatar dimana terdapat satu lintasan dan tidak untuk dibedakan atau dipisahkan dari ia yang melakukan perjalanan. Para ahli akan menyamakan pencerahan, satori, nirwana atau kesadaran kosmik sebagai “Ledakan Besar” yang mana kebanyakan dari peneliti tidak menduga bahwa cahaya dari bintang-bintang tidaklah dikenali melalui kesadaran mereka bahwa hal tersebut berasal dari tempat yang sama.

Satori dan Kensho

 
Simbol dalam bahasa Jepang untuk Satori

Satori seringkali digunakan secara tidak langsung menggantikan kata Kensho, tetapi Kensho menunjuk pada persepsi pertama akan Sifat-Buddha atau Sifat-Alam, seringkali mengacu pada “penyadaran”. Makna terpisah dari Kensho, yang bukan merupakan keadaan tetap dari pencerahan tetapi pandangan sekilas yang jelas akan asal-usul keberadaan, Satori digunakan untuk mengacu pada suatu keadaan pencerahan yang “dalam” atau bertahan.

Sator dalam tradisi Zen tidak secara acak terjadi pada setiap individu, praktisi Buddism Zen berupaya untuk mencapat kondisi tercerahkan.

Oleh karena itu penggunaan kata satori sangat beragam, bila dibandingkan dengan kensho, ketika mengacu pada keadaan Pencerahan Buddha dan Para Pemimpin (Patriarchs) degan Bodhisatva yang mengenali “semua mahluk memiliki benih Buddha” (All things are Buddha things) and oleh karena itu, perpisahan antara diri dan alam semesta adalah merupakan ilusi.

Menurut D.T.Suzuki, “Satori adalah segala sesuatu-nya dari Zen, yang tanpa-nya tidak ada Zen. Oleh karena itu setiap rekaan, tata-tertib dan azas, diarahkan kepada Satori”[1].

Referensi

  1. ^ Suzuki, Daisetz Teitaro: An Introduction to Zen Buddhism, Rider & Co., 1948