Pengguna:آسوسو/Archive/Abdullah bin Zubair

Revisi sejak 26 Juni 2023 14.57 oleh آسوسو (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi '{{Info|Ini adalah versi awal artikel Abdullah bin Zubair (10 Desember 2022) sebelum pengembangan dan pengusulannya sebagai Artikel bagus. Revisi terkini, yaitu revisi Istimewa:Diff/23696021 telah disebut sebagai versi sempurna dari artikel ini.}} {{Tl|Refimprove}} {{Infobox person | honorific_prefix = | name = Abdullah bin Zubair | honorific_suffix = | native_name...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

{{Refimprove}}

Mohon jangan gunakan templat "{{Infobox Person}}" di ruang nama pengguna Anda. Gunakan {{Infobox pengguna}}.

Abdullah bin Zubair atau Ibnu Zubair (bahasa Arab: عبدالله بن الزبير, translit. ‘Abdullah bin al-Zubayr; lahir 624 - wafat 692) adalah putra dari Zubair bin Awwam dan Asma binti Abu Bakar, dan Zubair juga merupakan keponakan dari istri pertama Nabi Islam Muhammad, Khadijah.

Diriwayatkan bahwa Asma binti Abu Bakar melahirkan Ibnu Zubair di Desa Quba, sebuah desa di pinggir kota Madinah, pada saat perjalanan hijrah ke Madinah. Dia merupakan muslim pertama yang lahir dalam masyarakat Islam dan hidup sampai umur 73 tahun. Menurut riwayat dari Bukhari, Muhammad mendoakan bayi ini pada saat kelahirannya.

Biografi

Ibnu Zubair merupakan anggota dari Bani Asad. Sebagai orang muda, Abdullah berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kampanye peperangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, seperti Pertempuran Badar dan Pertempuran Uhud, malah di Uhud, dia termasuk salah seorang yang melindungi Muhammad pada saat kekalahan pihak muslim, di mana sahabat-sahabat yang lain sedang tercerai-berai.

Ada kisah menarik antara Abdullah bin Zubair dengan Umar bin Khaththab. cerita ini bermula ketika Umar sedang berjalan-jalan di kota Madinah. ketika itu banyak anak kecil yang sedang bermain di jalan, namun ketika mereka melihat Umar, mereka lari tunggang langgang meninggalkan jalanan tersebut.

Namun ada satu anak yang tidak lari. Umar lalu mendekati anak tersebut dan bertanya, " Hai anak, kenapa kau tidak ikut lari bersama mereka ? " lalu anak kecil itu menjawab, " Kenapa aku harus lari, sedang aku tidak bersalah padamu ya Amirul mukminin.." Umar lalu menepuk-nepuk pundak anak itu,dan berkata " Sungguh suatu saat nanti, engkau akan menjadi seorang yang besar "[butuh rujukan]

Kemudian pada masa Khulafaur Rasyidin, ia mengikuti pula berbagai kampanye pertempuran baik melawan Kekaisaran Romawi Timur maupun melawan Kekaisaran Sassaniyah. Dia juga bersama dengan ayahnya, Zubair bin Awwam dan Aisyah bertempur melawan Ali bin Abi Thalib pada Perang Jamal.

Revolusi Ibnu Zubair

 
Dirham perak Khalifah Abdullah bin Zubair

Ali bin Abi Thalib

Pada umur 36 tahun, masa khalifah ke-4, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Zubair bersama dengan adik ibunya, Aisyah binti Abu Bakar, ayahnya Zubair bin Awwam serta sepupu ibunya Thalhah bin Ubaidillah mereka terlibat fitnah besar dan terjadilah Pertempuran Unta atau Jamal di daerah Basrah. Peperangan ini mengakibatkan hampir 20.000 orang muslimin meninggal, termasuknya ayahnya sendiri, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubadillah.[1]

Yazid

Ibnu Zubair tidak aktif dalam politik selama masa kekuasaan Muawiyah, tetapi pada masa Yazid I, ia menolak untuk berbaiat terhadap khalifah yang baru.

Setelah kematian Husain bin Ali di Pertempuran Karbala, Ibnu Zubair kembali ke Hejaz, di mana ia menyatakan dirinya sebagai khalifah yang sebenarnya, dan dia mulai membentuk pasukan. Secepatnya ia mengkonsolidasikan kekuasaannya dengan mengirim seorang gubernur ke Kufah. Segera, Ibnu Zubair memantapkan keuasaannya di Iraq, Selatan Arabia dan bagian terbesar Syam, serta sebagian Mesir. Ibnu Zubair memperoleh keberuntungan yang besar karena ketidakpuasan rakyat terhadap kekuasaan Bani Umayyah. Salah seorang pendukungnya adalah Muslim bin Syihab, ayah dari Ibnu Syihab al-Zuhri yang kemudian menjadi cendekiawan muslim terkenal.

Yazid mencoba untuk menghentikan pemberontakan Ibnu Zubair dengan mengirim pasukan ke Mekkah pada tahun 64 H, yang dipimpin oleh Hushain bin Numair. Pada saat pengepungan Mekkah, Hushain menggunakan katapel, di mana peluru katapel ini pernah menghancurkan Ka'bah. Tetapi karena mendengar kematian Yazid yang tiba-tiba, maka Hushain bin Numair menghentikan pengepungan tersebut dan kembali ke Damaskus. Maka Ibnu Zubair dapat terbebaskan dan ia membangun kembali Ka'bah yang berantakan karena serbuan pasukan Umayyah. Kematian Yazid yang tiba-tiba ini mengakibatkan pula makin berantakannya kekuasaan Bani Umayyah dan perang saudara antar Bani Umayyah.[1]

Marwan

Hal ini mengakibatkan kekuasaan Islam terbagi menjadi dua bagian dengan dua khalifah yang berbeda, tetapi hal ini tidak bertahan lama. Perang saudara Umayyah dapat disudahi, dan Mesir dan Syria diambil alih oleh Marwan I. Pemberontakan Khawarij di Iraq terhadap Ibnu Zubair pun terjadi, hal ini mengakibatkan kekuasaan Ibnu Zubair hanya dapat bertahan di Hejaz.

Kekalahan terakhir Ibnu Zubair terjadi di ketika kekhalifahan Umayyah dipegang oleh Abdul-Malik, di mana Abdul-Malik mengirim Hajjaj bin Yusuf untuk menggabungkan kekaisaran Islam. Hajjaj memerintahkan pengepungan terhadap Mekkah, pusat kekuasaan Ibnu Zubair saat itu, selama 8 bulan dan 17 hari dengan terus melemparkan bola api melalui katapel, yang membakar tutup Ka'bah dan kayu-kayu penyangga, Ibnu Zubair tertangkap dan dibunuh oleh Hajjaj bin Yusuf pada tanggal 17 Jumadil Awwal 73 H atau 4 Oktober 692. Leher Ibnu Zubair dipenggal dan kepalanya dikirim sebagai hadiah kepada khalifah Abdul-Malik di Damaskus dan tubuhnya disalib. Hal ini mengembalikan kekuasaan Bani Umayyah terhadap seluruh daerah kekuasaan Islam.[1]

Asma' binti Abu Bakar

Diriwayatkan bahwa Asma' binti Abu Bakar, ibu dari Ibnu Zubair yang pada saat itu berumur 100 tahun menyaksikan pemenggalan dan penyaliban badan Ibnu Zubair, kemudian ibunya membawa mayat anaknya tersebut kembali seorang diri ke Madinah dan dikuburkan di sana.[1]

Referensi

Sumber

  1. ^ a b c d HASHEM, O.; Muhammad Sang Nabi: Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail. Jakarta: Ufuk Press, 2006. ISBN 979-3330-08-2

Lihat pula

Bacaan lanjutan

Pranala luar