Halim Ambiya
Abdul Halim Ambiya atau biasa dikenal Halim Ambiya (lahir di Indramayu, Jawa Barat, 12 Juli 1974) adalah pendiri dan pengasuh Pondok Tasawuf Underground di Indonesia. Melalui gerakan dakwah yang merangkul dan membina kaum marjinal dari kalangan punk dan jalanan ini, namanya mulai dikenal luas. Ustadz Halim Ambiya menjadikan ilmu tasawuf dan psikoterapi sebagai pendekatan untuk mendidik anak-anak punk dan jalanan di sekitar Jabodetabek agar terbebas dari bahaya narkoba dan psikotropika. Dia masuk ke kolong-kolong jembatan, stasiun, terminal, dan lokasi tempat mereka berhimpun untuk diajak mengaji dan meninggalkan sisi gelap jalanan.
Halim Ambiya | |
---|---|
Berkas:Halim Ambiya.jpg | |
Lahir | 12 Juli 1974 Indramayu, Jawa Barat, Indonesia |
Kebangsaan | Indonesia |
Pendidikan | Madrasah Ibtidaiyyah Tarbiyah wa Ta'lim, Bugis, Anjatan, Indramayu Madrasah Tsanawiyah GUPPI, Bugis, Anjatan, Indramayu Pondok Pesantren Modern Gading Kroya, Cilacap SMA Muhammadiyah Haurgelis, Indramayu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta International Institute of Islamic Thought and Civilization, Kuala Lumpur, Malaysia |
Dikenal atas | Pengasuh Pondok Tasawuf Underground, Direktur Salima Publika |
Suami/istri | Herlina Kamba |
Anak | Mutiara Timur Baginda Saka Lintang Pangeran Fatih Bumi Paduka |
Penghargaan | People and Inspiration Awards 2022 |
Sebagai pengamal dan juru dakwah Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya, Kyai Halim Ambiya mengaku menggunakan "Konsep Inabah" yang diajarkan Guru Mursyid Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom) dalam melakukan terapi ruhani terhadap santrinya. Dia menggunakan metode dzikir, shalat, dan hidroterapi untuk menyadarkan anak-anak binaannya dan melepas ketergantungan mereka pada narkoba dan psikotropika.
Halim Ambiya menamakan program dakwahnya dengan istilah Pengenalan Peta Jalan Pulang. Melalui program ini, santri binaannya tak hanya diajarkan pendidikan ruhani melalui shalat, dzikir, pembacaan Al-Quran dan kitab-kitab, tetapi juga dengan melakukan pemberdayaan ekonomi dan sosial. Anak-anak punk dan jalanan binaannya diberi pembekalan dan pelatihan, serta praktik kewirausahaan. Kini, Pondok Tasawuf Underground telah memiliki lini usaha kafe, laundry, sablon, bengkel motor, cucian mobil, penjualan buah-buahan, dan penjualan motor custom.[2]
Tokoh agama yang inspiratif ini mengawali kariernya sebagai wartawan dan dosen, bahkan dia pun dikenal dikenal sebagai penulis dan editor buku-buku keislaman. Di tengah kesibukannya berdakwah dan membina santri-santri punk, Halim Ambiya hingga sekarang masih menggeluti dunia penerbitan buku.
Kehidupan Pribadi
Halim Ambiya, pendakwah yang mendedikasikan ilmu dan amalnya untuk merangkul, mendidik dan mengajar anak-anak punk dan jalanan ini terlahir dari keluarga santri. Sejak belia, putra kedua pasangan Abdul Wahid dan Muslihah ini mendapat pendidikan agama langsung dari kakek dan paman-pamannya; KH. Abdul Muin ZA, KH. Zaenal Arifin Said, Kyai Hasan Basyari, dan Kyai Tarmidzi.
Selain mengikuti pendidikan Sekolah Dasar (SD) di pagi hari di Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Halim kecil juga menempuh pendidikan agama di lembaga yang didirikan oleh sang kakek (KH. Abdul Muin)—sebuah lembaga yang dikenal dengan "Yayasan Dewi Sartika." Di sore hari, dia pun mengikuti pelajaran agama di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tarbiyah wa Ta'lim yang didirikan keluarganya tersebut. Setelah menamatkan SD dan MI sekaligus, Halim melanjutkan Madrasah Tsanawiyah (MTs) GUPPI Bugis pada yayasan serupa.
Saat ditanya mengenai keberaniannya untuk berdakwah di kalangan preman bertato, Halim menyebut bahwa keberaniannya sudah didapat dari kakek dan pamannya. "Dulu di zaman Operasi Petrus, di sungai desa saya menjadi tempat pembuangan mayat para korban operasi itu, Hampir tiap minggu saya melihat mayat. Kebanyakan penjahat yang mati itu bertato. Maka, banyak preman bertato yang tidak ada sangkut pautnya dengan kejahatan berat merasa ketakutan. Nah, akhirnya ada saja preman bertato yang menjadi santri kakek saya. Jadi, saya sudah biasa bergaul dengan preman sejak kecil," aku Halim.
Kecintaannya terhadap ilmu agama pun kian berlanjut. Halim Ambiya melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Gading, Kroya, Cilacap di bawah asuhan KH. Amin Ma'mun Basya. Pesantren yang menggabungkan sistem pendidikan salaf (tradisional) dan khalaf (modern) ditempuh dari tahun 1989-1993. Halim tidak hanya mendapatkan pelajaran berbasis kurikulum ala Kulliatul Mua'limin Al-Islamiyah (KMI) Gontor, tetapi juga mendapat pengayaan pengajaran kitab-kitab thuras ala pesantren Nahdliyyin.
Di tahun 1994, Halim Ambiya mengikuti pendidikan formal di SMA Muhammadiyah, Haurgeulis, Indramayu. Bukan tanpa alasan dirinya menamatkan SMA di lembaga tersebut, sebab dirinya lahir di tengah keluarga aktivis Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Halim Ambiya sering memberi ceramah di masjid-masjid Muhammadiyah dan NU di Indramayu. "Jadi, nenek saya ketua Muslimat NU di desa, kakek pengurus NU, ada paman yang jadi Ketua Ranting Muhammadiyah, ada juga yang menjadi kepala sekolah Muhammadiyah, Kita asyik saja. Bisa dikatakan saya ini Muhammad NU," kata Halim.
Pendidikan
Pada tahun 1994, Halim Ambiya memulai kuliahnya di Fakultas Ushuluddin, Jurusan Akidah dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengenalan pada ilmu tasawuf banyak ia dapatkan di bangku kuliah. Menurutnya, di masa itu kurikulum dan silabus di jurusannya banyak memuat mata kuliah terkait tasawuf. Hampir 50 persen dari beban SKS di Jurusan Akidah dan Filsafat mengajarkan mata kuliah Tasawuf, Akhlak, Aliran-aliran Pemikiran dalam Islam, Tafsir dan Hadis tentang tasawuf.
"Alhamdulillah saya bersyukur dapat menimba ilmu dari guru-guru mulia. Saya mendapatkan mata kuliah Ilmu Tasawuf 2 semester dari Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, M.A. Kuliah tafsir dari Prof. Dr. H. Said Agil Husin al-Munawar dan Prof. Dr. K.H. Ali Mustafa Ya'qub. Ulumul-Quran dari Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar. Bahkan saya mendapat mata kuliah Tafsir Tasawuf dari K.H. Saifuddin Amsir. Begitu juga dengan mata kuliah Ilmu Tasawuf dan Filsafat Islam, alhamdulillah saya mendapat dari Prof. Dr. Rd. Mulyadhi Kartanegara, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, dan Prof. Dr. H. Kautsar Azhari Noer," ungkapnya.
Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Ciputat ini mendapat kesempatan menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta di tahun 1997-1998, sebuah periode bersejarah bagi para aktivis ketika itu. Setelah meletus Reformasi '98 dan sebelum menamatkan pendidikanya, Halim Ambiya sudah memulai kariernya di dunia jurnalistik sejak tahun 1998. Dia bergabung menjadi wartawan Jawa Pos Group.
Kecintaannya pada ilmu tasawuf pun kian bertambah di akhir penyelesaian kuliahnya. Halim Ambiya merasa terpikat dengan Kitab Risalah Al-Laduniyah karya Imam al-Ghazali hingga memperdalam filsafat ilmu dalam Islam pada penelitian ilmiahnya. Skripsinya berjudul "Epistemologi Islam: Suatu Gagasan Naquib Al-Atas tentang Islamisasi Ilmu" akhirnya menjadi jalan untuk mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah program pascasarjana di ISTAC (International Institute of Islamic Thought and Civilization), Kuala Lumpur, Malaysia—sebuah institusi pendidikan tinggi yang didirikan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas.
Halim Ambiya mengikuti program studi Sejarah dan Kebudayaan Islam di ISTAC selama 4 tahun. "Saya benar-benar seperti masuk pesantren lagi di ISTAC. Ini kampus internasional. Tradisi thuras di kampus ini luar biasa. Dan, perpustakaan ISTAC itu lengkap sekali. Bayangkan, manuskrip-manuskrip dari Perpustakaan Nasional Bosnia saja diboyong ke kampus ini. Di samping mendapat bimbingan langsung dari Prof. Alattas dan Prof. Dr. Wan Mohammad Nor Wan Daud, kami banyak mendapat pengajaran profesor-profesor dari berbagai negara, seperti Turki, Sudan, Iran, Belanda, Jerman, dan Amerika Serikat," tutur Halim.
"Saya merasa banyak mendapat berkah ilmu di Kuala Lumpur. Karena itu, pengalaman saya di Kuala Lumpur ini saya abadikan dalam novel saya berjudul Sor Baujan dan Novel Indon Menjerit," ujarnya lagi. Di ISTAC ini, Halim Ambiya merasa banyak belajar dan mengkaji tentang sejarah dan kebudayaan Islam di Nusantara, hal ini tampak jelas dalam cerita novelnya. Dirinya memiliki minat yang besar terhadap manuskrip-manuskrip Melayu mengenai tasawuf dan thariqah yang terdapat di Malaysia, yang tidak didapatkan di Indonesia.
Karier
Kecintaannya pada dunia penelitian dan penyuntingan buku-buku keislaman mulai berlanjut sepulang dari Malaysia. Halim Ambiya mulai terlibat dalam sejumlah penelitian, penerjemahan, dan penyuntingan buku-buku keislaman. Sejak 2007, dia bergabung sebagai freelance editor di Hikmah dan Mizan Publika, Yudhistira, Rakyat Merdeka Books, Ufuk Publishing House, Penerbit Serambi, Republika Penerbit, dan Penerbit Buku Kompas.
Karya-karya penyuntingan buku-bukunya bertengger di rak-rak toko buku Gramedia, Gunung Agung, dan toko buku utama lainnya. Lebih dari 80 judul buku pernah disunting melalui kepiawaiannya. Halim Ambiya tak hanya menyunting buku-buku keislaman, namun juga buku-buku sosial-politik, ekonomi islam, psikologi, dan sejarah. Beberapa karya penyuntingannya antara lain Psikologi Beragama (Komaruddin Hidayat, Hikmah), Soraya Clues: Jejak-jejak Perjalanan Jiwa (Soraya Haque, Mizan Publika), Opick, Oase Spiritual dalam Senandung (Opick, Mizan Publika), Bangkit dari Terpuruk (Masriyah Amva, Penerbit Buku Kompas), Indahnya Doa Rasulullah Bagiku (Masriyah Amva, Penerbit Buku Kompas), Siklus Rezeki dengan Silva Method (Lasmono Dyar, Ufuk Publishing House), 40 Nasehat Langit (Syekh Abdul Hamid al-Anquri, Serambi), dan lainnya. Berkat kepiawaiannya dalam penyuntingan buku, di tahun 2009-2010, Halim Ambiya dipercaya menjadi Redaktur Pelaksana di Rakyat Merdeka Magazine, sebuah majalah bulanan yang memuat biografi tokoh-tokoh nasional.
Halim Ambiya pun pernah mengabdikan dirinya untuk membantu mengajar di almamaternya. Namun, tidak di fakultas dimana dia kuliah dulu. Dia menjadi asisten Prof. Dr. Salam Harun, MA untuk mengajar mata kuliah tafsir di Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari tahun 2007-2012.
Halim Ambiya tumbuh menjadi konsultan dan kreator buku hingga kawan-kawan penerbitan buku menjuluki dirinya sebagai "Ghost Writer", karena keahliannya dalam membuat konsep dan penyusunan buku. Dia terlibat dalam penyusunan buku-buku karya tokoh-tokoh nasional, anggota dewan, menteri dan pengambil kebijakan lainnya. Ketika ditanya, judul buku apa saja yang pernah disusunnya, Halim Ambiya menolak untuk menyebut. "Biarkan itu menjadi misteri. Namanya juga Ghost Writer. Nggak ada nama saya disitu," jawabnya sambil tertawa.
Pada tahun 2012 akhir, Halim Ambiya mendirikan perusahaan penerbitan sendiri yang dia namakan Salima Publika, sebuah lembaga yang menerbitkan buku-buku keislaman. Diantara buku yang diterbitkan oleh penerbit ini antara lain; Dahsyatnya Doa (Muhammad Agus Syafii), Mukjizat Huruf-Huruf Al-Qur'an (Didik Suharyo), Sunan Gunung Djati (Dadan Wildan), Sirrul Asrar; Rasaning Rasa (Syekh Abdul Qadir al-Jailani, terjemahan K.H. Zezen Zaenal Abidin Bazul Asyhab), Tafsir Al-Jailani (Syekh Abdul Qadir al-Jailani-terjemahan), Wisdom Traveler (Imam Arkananto), DISC: The Soul of Selling (Evilin Kumala Warangian), dan lainnya.
Hingga sekarang Halim Ambiya masih menjadi Direktur Salima Publika. Lembaga yang dipimpin ini tidak hanya berkutat pada dunia penerbitan dan percetakan buku, tetapi juga pada penelitian-penelitian ilmiah terkait sejarah kebudayaan Islam di Nusantara, manuskrip-manuskrip Melayu, dan kebijakan publik. Apalagi di tengah kelesuan industri penerbitan buku di Indonesia, Halim Ambiya aktif mengkampanyekan literasi digital melalui media sosial.
Karena kegelisahannya melihat fenomena budaya instan di kalangan millennial yang mengikis tradisi intelektual pesantren, pada tanggal 8 Februari 2012, Halim Ambiya mendirikan apa yang dikenal sebagai Tasawuf Underground. Didampingi sahabatnya, Ade Irfan Abdurrahman, ia membuat fans page di Facebook dengan nama Tasawuf Underground. Sebuah nama yang dianggap asing ketika itu. Halim Ambiya merasa terpancing untuk terlibat dalam dakwah digital melalui penyebaran karya-karya klasik Islam di media sosial, khususnya tentang ilmu tasawuf.
"Saya merasa sedih melihat media sosial yang mengumbar syahwat ilmu tanpa sumber rujukan yang jelas hingga menjadi salah kaprah. Tasawuf dianggap klenik. Bicara tasawuf tanpa rujukan. Karena itu, saya masuk mengenalkan wajah tasawuf yang ilmiah," tuturnya. Halim Ambiya mengunggah kalimat-kalimat hikmah tasawuf dari para tokoh sufi klasik, dengan mencantumkan sumber rujukan kitab yang representatif, seperti kalimat hikmah dari kitab-kitab Ihya Ulumudddin, Minhajul Abidin, Risalah Al-Qusyairiyah, Al-Hikam, Sirrul Asrar, Fatuhurrabani, Mastnawi, Fihi Ma Fihi, Nashaihul 'Ibad, dan sebagainya.
Menurutnya, nama "Tasawuf Underground" adalah istilah yang pernah disampaikan oleh Prof. Dr. H. Abdul Aziz Dahlan (Guru Besar Ilmu Tasawuf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) dalam sebuah sidang skripsi mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Halim mengungkapkan:
"Istilah Tasawuf Underground ini berasal dari Prof. Aziz Dahlan, untuk menyebut fenomena seorang tokoh yang berkiprah dalam dakwah tasawuf dengan cara sembunyi-sembunyi terhadap para preman di Tanjung Priok, Jakarta. Dia tidak dikenal di bumi, tapi dikenal di langit."
"Alhamdulillah. Mereka bisa membaca kalimat hikmah dari sumber yang jelas. Bisa dibaca di mobil, di halte, di tempat kerja, di dapur, di kantor. Mereka secara underground belajar ilmu tasawuf secara sembunyi-sembunyi melalui Facebook dan Instagram," tuturnya.
Halim Ambiya tak hanya merambah dakwahnya di media sosial. Para pecinta ilmu tasawuf melalui akun Facebook dan Instagram Tasawuf Underground pun kian bertambah. Di tahun 2016, fans page Tasawuf Underground diikuti lebih dari 300.000 followers dan di akun Instagram mencapai 60.000 lebih followers. Bahkan, Halim Ambiya akhirnya dikenal sebagai influencer ketika membuat viral puluhan lagu-lagu shalawat melalui akun Facebooknya. Jutaan viewers Facebook, Instagram, dan YouTube meramaikan video shalawat yang dikenalkannya. Grup nasyid bernama "Aleehya" yang dikenalkan Halim Ambiya pun kian dikenal oleh stasiun televisi nasional.
Dari sini, Ustadz Halim Ambiya mulai membuat pengajian secara off air. Dibantu sejumlah jemaah, ia membuka pengajian Tasawuf Underground di rumah dan kantor penerbitannya. Lalu, membuat pengajian yang disebutnya sebagai "Sufi After Hours". Halim Ambiya membuka pengajian dari kafe ke kafe di Jakarta. Beberapa tokoh yang menjadi narasumber pengajian tasawuf ini antara lain; Prof. Dr. H. Kautsar Azhari Noer, Prof. Dr. Rd. Mulyadhi Kartanegara, Prof. Dr. Asep Usman Ismail, M.Ag, dan Dr. K.H. Ahmad Sodiq, MA. "Kalau di Barat, after hours itu diisi dengan nenggak minuman keras di bar. Tapi, saya buat di kafe, rumah, dan kantor agar bisa ngopi, ngobrol perkara iman. Bahkan belajar ilmu tasawuf dari profesor ilmu tasawuf dan filsafat," jelas Halim.
Di tahun 2017, Halim Ambiya mulai merambah dakwahnya ke kalangan marjinal, yakni anak-anak punk dan jalanan. Dirinya terjun langsung ke beberapa titik kelompok kalangan jalanan, seperti di perempatan Gaplek (Pondok Cabe), Pondok Aren, Tebet, Tanah Abang, Gondangdia, Kota Tua, Kebon Jeruk, Cipinang, dan lainnya. Halim Ambiya mulai merangkul secara personal satu per satu anak punk dan jalanan untuk ikut dalam kegiatan pengajiannya di kantor atau rumahnya. Kedua tempat inilah yang kelak menjadi embrio pendirian Pondok Pesantren Tasawuf Underground.
Saat membuka pengajian di kolong jembatan bersama anak punk dan jalanan, di tahun 2019 inilah, Halim Ambiya dan Tasawuf Undergroud-nya menjadi viral di media sosial. Gerakan dakwahnya pun disambut banyak kalangan hingga meramaikan pemberitaan nasional dan internasional. Bahkan, setelah pendirian Pondok Tasawuf Underground di Ciputat, memancing berbagai kalangan akademik dan media untuk meneliti kiprah dakwahnya. Tercatat sudah ada 35 skripsi, 2 tesis, dan 1 disertasi yang meneliti tentang kiprah Halim Ambiya dan Tasawuf Underground. Apalagi setelah Pengasuh Pondok Tasawuf Underground ini mendirikan lini usaha milik santri, seperti kafe, usaha laundry, bengkel motor, sablon kaos, cucian mobil, dan penjualan motor custom, Halim Ambiya mendapatkan panggung yang lebih besar untuk mengembangkan dakwah di kalangan anak punk dan jalanan.
Perjalanan Karier:
- Wartawan Jawa Pos Group (1998-2000)
- Staf Pengajar Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2007-2012)
- Redaktur Pelaksana Majalah Rakyat Merdeka (2009-2010)
- Freelance Editor di Mizan, Penerbit Buku Kompas, Rakyat Merdeka Books, Serambi, Ufuk Publishing House dan Republika (2007-2012)
- Direktur Salima Publika (2012-sekarang)
- Admin Tasawuf Underground (2012-sekarang)
- Pengasuh Pondok Tasawuf Underground (2018-sekarang)
Tasawuf Underground
Berawal dari kegelisahan Halim Ambiya melihat fenomena budaya instan di kalangan millenial, pada tanggal 8 Februari 2012, Halim Ambiya dan sahabatnya, Ade Irfan Aburrahman, mendirikan Tasawuf Underground melalui fans page di Facebook. Halim Ambiya merasa terpancing merasa terpancing untuk terlibat dalam dakwah digital melalui penyebaran karya-karya klasik Islam di media sosial, khususnya tentang ilmu tasawuf. Ia mengunggah kalimat-kalimat hikmah tasawuf dari para tokoh sufi klasik, dengan mencantumkan sumber rujukan kitab yang representatif, seperti kalimat hikmah dari kitab-kitab Ihya Ulumudddin, Minhajul Abidin, Risalah Al-Qusyairiyah, Al-Hikam, Sirrul Asrar, Fatuhurrabani, Mastnawi, Fihi Ma Fihi, Nashaihul 'Ibad, dan sebagainya.
Komunitas Tasawuf Underground
Komunitas Tasawuf Underground adalah sekumpulan orang yang ingin belajar ilmu tasawuf di media sosial secara underground. Komunitas ini di media sosial Facebook dan Instagram oleh Ustadz Halim pada tahun 2012. Halim mengunggah kalimat-kalimat hikmah dari para tokoh sufi terdahulu seperti Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Syekh Ibnu Arabi, Syekh Ibnu Atha'illah, Imam al-Ghazali, Imam al-Qusyairi, Imam Syafi'i, dan Maulana Jalaluddin Rumi di akun media sosial Tasawuf Underground.
Selain berdakwah melalui media sosial, Halim kerap mengadakan pengajian dari kafe ke kafe di Jakarta. Pengajian ini dinamakan "Sufi After Hours". Halim Ambiya membuka pengajian dari kafe ke kafe di Jakarta. Beberapa tokoh yang menjadi narasumber pengajian tasawuf ini antara lain; Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer, Prof. Dr. Rd. Mulyadhi Kartanegara, Prof. Dr. Asep Usman Ismail, dan Dr. K.H. Ahmad Sodiq, MA.
Mendekati Anak Punk dan Jalanan
Halim menyadari bahwa berdakwah hanya melalui media sosial saja akan menjadi sia-sia jika tidak berinteraksi langsung dengan orang-orang sekitarnya. Dari pemikiran itu, ia mencoba untuk melakukan pendekatan terhadap anak punk dan jalanan, yang cara berpakaiannya berbeda, gaya rambut mohawk, bertindik, bertato di sekujur tubuh, bahkan hingga wajah dan mata sekalipun.
Halim tidak menjadikan dirinya sebagai ustadz atau kyai di hadapan para anak punk dan jalanan, melainkan sebagai sosok sahabat, ayah, dan guru bagi mereka. "Itu kebanyakan yang pertama karena broken home, yang kedua mungkin masalah ekonomi, ketiga masalah narkoba, masalah lingkungan. Kemudian keempat, kelima, dan seterusnya bisa masalah pendidikan. Jadi sebenarnya, konsepnya hadir sebagai sahabat bagi mereka. Dari situ lah akhirnya ada upaya berbagi cerita, berbagi berkah, berbagi ilmu. Mereka sendiri yang ingin ikut gabung dengan saya, ikut mengaji, ikut belajar sholat " tutur Halim.[3] Pertemuan awal lazimnya banyak dihabiskan dengan ngobrol sambil minum kopi. Setelah merasa nyaman, anak-anak diberi cerita-cerita sederhana yang menggugah, seperti kisah teladan dari para sufi yang menyiratkan semangat ikhlas, tawakkal, belajar, sabar, atau ridha. Begitu batinnya tersentuh, disitulah mulai tumbuh komitmen untuk belajar dan memperbaiki diri.[4]
Pengajian di Kolong Jembatan
Pada tahun 2018, Komunitas Tasawuf Underground yang dipimpin oleh Ustadz Halim Ambiya rutin menggelar pengajian di kolong-kolong jembatan sekitar Jabodetabek, Ada sekitar 120 anak punk dan jalanan binaan Tasawuf Underground di seluruh Jabodetabek, untuk kolong jembatan Tebet, Jakarta Selatan, ada sebanyak 40 anak.[5]
Ia dan para relawan mendidik puluhan anak punk dan jalanan untuk belajar membaca Iqra hingga Al-Quran, tata cara wudhu, dan memahami makna bacaan shalat beserta makna geraknya.
Pondok Tasawuf Underground
Setelah melakukan pendekatan dan pendampingan bagi anak punk dan jalanan di kolong jembatan Tebet, Gondangdia, Tanah Abang, Pondok Ranji, Cipinang, dan Ciputat, Halim memutuskan untuk mendirikan central base untuk mereka. Awalnya, ia menjadikan kantor pribadinya sebagai tempat singgah bagi anak punk dan jalanan binaannya.
Saat ini, Pondok Tasawuf Underground berada di sebuah ruko di Komplek Ruko Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Di ruko tiga lantai itu, ada puluhan anak punk dan jalanan yang mondok. Mereka tinggal di sana sekaligus mengaji layaknya di pondok pesantren.[6]
Konsep Pengenalan "Peta Jalan Pulang"
Konsep Pengenalan Peta Jalan Pulang adalah sebuah metode dakwah yang diinisiasi oleh Ustadz Halim Ambiya dalam melakukan pendekatan terhadap para anak punk dan jalanan binaannya. Jalan pulang yang dimaksud adalah jalan pulang kepada Allah SWT dan jalan pulang kepada keluarga. Jalan pulang kepada Allah SWT yakni melalui pendidikan ruhani, dzikir, dan hidroterapi. Jalan pulang kepada keluarga yakni melakukan pemberdayaan sosial dan ekonomi dengan memberikan lapangan pekerjaan layak yang sesuai dengan hobi dan potensi mereka masing-masing.
Terapi dzikir dan hidroterapi, sebut dia, menjadi cara yang digunakan di Tasawuf Underground. Nantinya, setelah lepas dari kecanduan narkotika, anak tersebut akan diajak bicara tentang apa saja keahlian mereka yang bisa dilakukan untuk menjalani hidup.[7]
Penghargaan
Juli 2022, Halim Ambiya meraih penghargaan People and Inspiration Awards 2022 dalam kategori pendidikan oleh BeritaSatu Media Holdings (BSMH).[8] Para pemenang yang dipilih dalam ajang People and Inspiration Awards 2022 telah melalui proses penilaian yang ketat dari lima orang juri yang berkompeten, yakni Ketua Dewan Juri People and Inspiration Awards 2022, Prof. Komaruddin Hidayat selaku akademisi dan budayawan, dengan jajaran anggota Primus Dorimulu (Direktur Pemberitaan BeritaSatu Media Holdings), Dr. Alexander Sonny Keraf (Menteri Lingkungan Hidup RI periode 1999-2001), Triawan Munaf (Kepala Bekraf periode 2015-2019), dan Sha Ine Febriyanti (Penggiat Seni).[9]
Referensi
- ^ Halim Ambiya di sela-sela pengajian di Pondok Tasawuf Underground, 19 Desember 2020.
- ^ Fikri, Luthfi Khairul (24 Maret 2022). "Ustaz Halim Ambiya Ciptakan Lapangan Pekerjaan untuk Anak Jalanan". GenPI.co. Diakses tanggal 29 Juli 2023.
- ^ Celesta, Nada (28 Agustus 2022). "Kisah Ustaz 'Punk', Dirikan Pesantren untuk Punkers Jalanan". detikNews. Diakses tanggal 29 Juli 2023.
- ^ Afdhal, Muhammad (12 Januari 2021). "Halim Ambiya, Ustadnya Anak Jalanan". JATMAN Online. Diakses tanggal 28 Juli 2023.
- ^ Saputra, Andrian (2 Desember 2020). "Apa Jadinya Jika Anak-Anak Punk Mengaji di Kolong Jembatan". Republika. Diakses tanggal 27 Juli 2023.
- ^ Nurmansyah, Rizki (22 April 2021). "Mengenal Tasawuf Underground, Pesantrennya Anak Punk Jalanan di Tangsel". suarajakarta.id. Diakses tanggal 28 Juli 2023.
- ^ Asmail, Megiza (15 Desember 2018). "Mencari peta jalan pulang dari bawah kolong jembatan". Anadolu Agency Turki. Diakses tanggal 29 Juli 2023.
- ^ Situmorang, Hendro D (14 Juli 2022). "Ini Para Peraih Penghargaan People and Inspiration Awards 2022". BeritaSatu Media Holdings (BSMH). Diakses tanggal 29 Juli 2023.
- ^ Fikri, Chairul (14 Juli 2022). "BeritaSatu Media Holdings Sukses Gelar People and Inspiration Awards 2022". BeritaSatu Media Holdings (BSMH). Diakses tanggal 27 Juli 2023.