Perjanjian Baljuna
Perjanjian Baljuna adalah sebuah sumpah yang diucapkan pada pertengahan tahun 1203 oleh Temüjin—khan suku Mongol dan kemudian Jenghis Khan—dan sekelompok kecil sahabatnya, yang kemudian dikenal sebagai Baljunatu. Temüjin telah berkuasa di bawah khan Kereit, Toghrul, pada akhir abad ke-12. Pada awal tahun 1203, Toghrul diyakinkan oleh putranya, Senggum, bahwa proposal Temüjin mengenai aliansi pernikahan antara keluarganya dan keluarga mereka adalah upaya untuk merebut kekuasaan mereka. Setelah lolos dari dua penyergapan berturut-turut yang dilakukan oleh Kereit, Temüjin akhirnya terpojok dan berhasil dikalahkan secara komprehensif pada Pertempuran Gurun Pasir Qalaqaljid.
Temüjin lalu mengumpulkan kembali sisa-sisa pasukannya yang tersebar dan mundur ke Baljuna, sebuah sungai atau danau tak dikenal di tenggara Mongolia. Di sana, ia dan teman-teman terdekatnya bersumpah setia, berjanji untuk berbagi suka dan duka. Setelah menghabiskan musim panas untuk merekrut prajurit yang tertarik dengan cita-citanya, Temüjin berhasil mengumpulkan cukup kekuatan untuk mengalahkan Kereit dalam pertempuran di musim gugur. Tiga tahun kemudian, pada tahun 1206, setelah mengalahkan semua musuh di padang rumput, Temüjin menobatkan dirinya sebagai Jenghis Khan di sebuah kurultai dan menganugerahi Baljunatu dengan penghargaan tertinggi dari Kekaisaran Mongol barunya. Sejarawan abad ke-19 meragukan historisitas dari episode tersebut karena tidak dimasukkan (mungkin karena heterogenitas dari para pengucap sumpah) dalam Sejarah Rahasia Bangsa Mongol, sebuah puisi epik abad ke-13 yang menceritakan tentang kebangkitan Temüjin.
Latar belakang
Temüjin lahir antara tahun 1155 dan 1167 pada Yesugei, seorang kepala suku Mongol, dan istrinya, Hoelun, yang berdarah Olkhonud. Yesugei lalu meninggal ketika Temüjin masih berusia sembilan tahun. Temüjin, ibunya, dan enam orang saudaranya kemudian ditinggalkan oleh suku mereka. Walaupun begitu, keluarga tersebut berhasil bertahan hidup dan Temüjin mulai mendapat sekelompok kecil teman, terutama setelah ia bersumpah setia kepada anda (terj. har. "saudara sedarah") dari ayahnya, yakni Toghrul dari suku Kereit tengah.[1] Ambisi Temüjin dihalangi oleh Jamukha, anda-nya sendiri, yang sesekali ia lawan mulai dekade 1180-an. Meskipun Kereit dianggap sebagai suku yang paling kuat di padang rumput Mongol pada tahun 1201, para bangsawan dari suku tersebut mulai takut bahwa mereka akan segera dikalahkan oleh Temüjin, yang bangkit dengan cepat dan telah menjadi dominan di Mongolia bagian timur. Para bangsawan tersebut dipimpin oleh putra dari Toghrul, Senggum, yang khawatir akan warisannya.[2]
Kekhawatiran tersebut kemudian menjadi nyata. Untuk mengamankan kendali atas garis suksesi dari suku Kereit, Temüjin lalu mengusulkan agar putra sulungnya, Jochi, dapat menikahi putri dari Toghrul, Cha'ur Beki, serta menjanjikan salah satu putrinya untuk dinikahkan dengan putra dari Senggum sebagai imbalan atas pendirian quda (terj. har. "aliansi perkawinan"). Senggum pun menolak usulan tersebut, karena tidak hanya membahayakan posisinya sebagai pewaris dari suku Kereit, tetapi ia juga menganggap bahwa usulan tersebut tidak sopan, karena Jochi kemungkinan adalah anak haram.[a] Opini Senggum pun didukung oleh para bangsawan dari suku tersebut, termasuk Altan dan Kuchar, dua orang kerabat Temüjin, dan Jamukha, yang mendesak agar segera dilakukan tindakan untuk melawan Temüjin.[4] Namun, posisi Toghrul dalam perselisihan tersebut tidak jelas. Menurut Sejarah Rahasia Bangsa Mongol, sebuah catatan abad ke-13 yang menceritakan tentang kehidupan dan kampanye Temüjin, Toghrul menghadapi dilema antara hubungan dekatnya dengan Temüjin dan cintanya untuk putranya. Pada akhirnya, Toghrul baru memutuskan untuk mendukung putranya setelah diberi ultimatum. Tetapi di sisi lain, menurut Jami al-tawarikh karya Rashid al-Din dan catatan sejarah lisan yang diceritakan oleh Marco Polo, Toghrul telah cenderung melawan Temüjin dan marah dengan usulan perkawinan tersebut.[5] Pikiran Toghrul mungkin disulut oleh utusan dagang dari Asia Tengah yang terdiri dari perwakilan Qara Khitai dan Uighur, yang mungkin dikecualikan oleh Temüjin dari struktur dagang Jalur Sutra kala ia mulai berkuasa. Ambisi Temüjin sendiri nampaknya merupakan sesuatu yang disalahkan atas pengeroposan hubungan.[6]
Pada akhirnya, argumen Senggum diselaraskan dengan Toghrul. Meskipun menghindari konflik terbuka jika memungkinkan, pemimpin Kereit memajukan rencana muslihat: ia memberitahu Temüjin bahwa ia memutuskan untuk menerima perkawinan yang diusulkan dan berniat untuk mengadakan acara makan yang meriah. Temüjin yang tak curiga mengerahkan penjagaan minimal terhadap acara tersebut,[b] kala para konspirator telah berencana untuk menyergap dan membunuhnya. Kala rumor berlawanan diperingatkan oleh pelayan tua ayahnya, Münglig, ia dihentikan. Dipimpin oleh Senggum, Kereit kemudian dibawa ke lapangan secara paksa, dan Temüjin baru melarikan diri karena dua gembala bernama Badai dan Kishlik mendengarkan rencana tersebut dan datang untuk memperingatinya.[8] Karena kalah jumlah, Temüjin terpaksa melarikan diri. Ia berkendara dengan para pengikutnya ke perbatasan Tiongkok Jin. Disana, ia berharap untuk menemukan pengerahan dan, jika dibutuhkan, mendapatkan perlindungan di sepanjang perbatasan. Bahkan meskipun ia menerima beberapa pembelot dari pasukan Kereit, termasuk Kuildar dari Mankut dan Jurchedei dari Uru'ud , Temüjin dikalahkan dalam Pertempuran Padang Pasir Qalaqaljid pada awal 1203. Pembelotan tersebut bersifat krusial dalam memperkenankan Temüjin untuk kabur—Jurchedei memanah Senggum, menghambat serangan Kereit—selain Toghrul juga memilih tak maju, dengan alasan bahwa musuhnya berada di luar citra strategis.[9]
Perjanjian Baljuna
Pasukan Temüjin mengalami kekalahan besar kala penarikan diri dari pertempuran dan sejumlah kaptennya lenyap. Meskipun berbahaya, ia memunggu sepanjang malam berikutnya untuk mengumpulkan pasukannya yang tersisa. Bo'orchu kala kala fajar, kehilangan kudanya di Qalaqaljid, dan ia tak lama disusul oleh Boroqul, yang bergerak menuju Ogedei, putra ketiga Temüjin, yang mengalami cedera leher serius. Temüjin kemudian menarik diri, baru berhenti untuk mengkebumikan Kuildar, yang gugur dalam pertempuran.[10] Pasukannya kemudian mencapai danau atau sungai bernama Baljuna, sebuah tempat yang letaknya tak diketahui. Para cendekiawan biasanya mengidentifikasikannya sebagai anak sungai Sungai Ingoda, atau Danau Balzino di Buryatia. Lokasi paling memungkinkannya terbentang pada Sungai Kalka, yang dapat dipakai Temüjin untuk menarik diri dan membentang dekat garis depan Jin di tenggara Mongolia.[11]
Pada penghujung pertengahan 1203, pasukan Temüjin sangat sedikit, terhitung 2.600 atau 4.600 prajurit. Biografi-biografi dalam Yuán Shǐ, sebuah riwayat resmi abad ke-14, melebih-lebihkan keadaan gentingnya dengan menyatakan bahwa Temüjin hanya didampingi oleh sembilan belas pengikut, namun ini mungkin merujuk para pemimpin kompi.[12] Menurut Yuán Shǐ, seorang pria kelaparan membunuh kuda liar yang kebetulan muncul, menyantap dagingnya dan memakai produk-produknya untuk meminum air berlumpur. Pemimpin mereka kemudian menyatakan sumpah:[13]
Temüjin, mengangkat tangannya ke langit, kemudian bersumpah: "Jika kami menyelesaikan 'Pekerjaan Besar' kemudian aku harus berbagi kemanisan dan kepahitan dengan pasukanmu. Jika aku melanggar perkataan ini maka biarkan aku seperti sungai ini, diminum oleh orang lain" Sejumlah perwira dan pasukan disana tak ada yang tak menahan air matanya.
Pengisahan ini nampaknya merupakan peristiwa bersejarah. Perjanjian Baljuna yang puitis membungkus kejadian demi kejadian—sebuah perpaduan kesetaraan sosial dan asketisisme pribadi—yang akan mendorong Temüjin untuk melakukan perekrutan. Temüjin dalam segala kemungkinan menjalani sebagian besar musim panas dengan berupaya untuk merekrut para prajyurit demi kepentingannya; orang-orang yang mensukseskannya meliputi Onggirat (suku istrinya Börte), Ikires, dan beberapa Mongol Nirun. Rekrutan lainnya meliputi para pemimpin suku Khitan, yang dipandang oleh Temüjin berkesempatan untuk melakukan pembalasan melawan Jin, dan para pedagang Muslim Ja'far dan Hasan, yang menukarkan seribu domba dengan penjagaan keamanan mendatang dan pakta-pakta dagang yang menguntungkan. Ia bahkan merekrut para anggota suku Kereit pimpinan Toghrul, seperti Chinqai yang menjadi pengurus penting di bawah naungan Ogedei.[14]
Para sejarawan menyoroti heterogenitas sosial, budaya dan agama dari para pengambil sumpah Baljuna. Tak ada orang Mongol, selain dari Temüjin dan saudaranya Qasar, dalam sembilan belas kelompok tradisional tersebut. Mereka meliputi Khitan, Tangut, Keireit, Naiman, Asia Tengah, dan bahkan mungkin Asia Selatan, dari total sembilan klan berbeda. Sejumlah orang yang bersumpah setia kepada Temüjin, seorang penganut taat Tengrisme, meliputi tiga Muslim dan sejumlah Kristen dan Buddhis. Dalam mendapatkan pendapatan masyarakat tradisional, Perjanjian Baljuna menjadi "jenis persaudaraan [yang mengikat] kewarganegaraan sipil modern berdasarkan pada pilihan dan komitmen pribadi", menurut sejarawan Jack Weatherford.[15]
Dampak dan peninggalan
Pada akhir 1203, Temüjin yang dipulihkan mengerahkan pasukannya dan mengalahkan Kereit dalam pertempuran tiga hari yang sangat diperjuangkan di Dataran Tinggi Jeje'er pada hilir sungai Kherlen. Toghrul yang kabur dibunuh oleh seorang pasukan Naiman yang tak mengakuinya. Senggum mula-mula kabur ke Tibet dan kemudian Kashgar, tempat ia kemudian dibunuh. Sepanjang tiga tahun berikutnya, Temüjin mengalahkan Naiman dan Merkit, menyatukan padang rumput Mongol di bawah satu penguasa. Pada 1206, ia mengadakan kurultai besar (terj. har. "majelis") di Sungai Onon, kala ia menyandang gelar "Genghis Khan" dan menghargai orang-orang yang membuatnya berkuasa. Mereka meliputi gembala Badai dan Kishlik yang memperingatkannya akan pengkhianatan Toghrul. Mereka dihadiahi dengan tenda kekaisaran, pernak-pernik, dan pengawal oleh pemimpin Kereit tersebut.[16] Pasukan yang menyatakan sumpah pada Perjanjian Baljuna, yang kemudian dikenal sebagai Baljunatu (terj. har. "pasukan Baljuna", atau "Para Peminum Air Berlumpur") dihargai dengan gelar tertinggi dan dikenang pada akhir 1300-an.[17] Kebanyakan orang memegang jabatan penting dalam Kekaisaran Mongol pimpinan Genghis. Mereka meliputi Chinqai, pedagang dan diplomat Muslim Ja'far Khoja, dan Qaban, seorang Uriankhai yang putranya Subutai menjadi salah satu panglima Mongol paling terdepan.[18]
Historisitas dan historiografi
Peristiwa Perjanjian Baljuna sepenuhnya diambil dari Sejarah Rahasia. Peristiwa tersebut membuat para sinologis meragukan historisitas peristiwa tersebut selama nyaris seabad, dari Palladius pada 1860-an sampai E. H. Parker, Paul Pelliot, Arthur Waley, dan René Grousset pada pertengahan abad ke-20.[19] Pada 1955, Francis Woodman Cleaves menerbitkan esai yang menangkisanggapan tersebut. Teori Cleaves kini menjadi umum di kalangan sejarawan, karena keberadaan sumber lain yang menyebutkan Baljunatu.[20] Penyebutan peristiwa tersebut dari Sejarah Rahasia mungkin karena heterogenitas para pengambil sumpah. Pengarangnya yang diduga bukan orang Mongol memutuskan untuk menghiraukan peristiwa tersebut yang membuat mereka diangkat pada lingkar dalam Temüjin.[21]
Referensi
Catatan
- ^ Jochi lahir setelah ibunya, Börte, diculik dan dirudapaksa oleh anggota dari suku Merkit. Meskipun Jenghis selalu memperlakukannya sebagai putra kandung, garis keturunan Jochi tetap diragukan sepanjang hidupnya.[3]
- ^ Rashid al-Din menyebut dia pengikut, sementara Sejarah Rahasia Bangsa Mongol menyebut sepuluh.[7]
Kutipan
- ^ Morgan 1986, hlm. 57–60; Ratchnevsky 1991, hlm. 28–33; Fitzhugh, Rossabi & Honeychurch 2009, hlm. 101.
- ^ Atwood 2004, hlm. 98, 259–260; May 2018, hlm. 34–36.
- ^ Atwood 2004, hlm. 278.
- ^ May 2018, hlm. 37; Ratchnevsky 1991, hlm. 38, 67.
- ^ Ratchnevsky 1991, hlm. 68; Man 2004, hlm. 96.
- ^ McLynn 2015, hlm. 72; Fitzhugh, Rossabi & Honeychurch 2009, hlm. 102.
- ^ Ratchnevsky 1991, hlm. 69.
- ^ Ratchnevsky 1991, hlm. 68–69; May 2018, hlm. 37; Weatherford 2004, hlm. 56.
- ^ Ratchnevsky 1991, hlm. 69–70; McLynn 2015, hlm. 73–74.
- ^ Ratchnevsky 1991, hlm. 70–71; Atwood 2004, hlm. 342; Cleaves 1955, hlm. 389.
- ^ Man 2004, hlm. 96–97; Ratchnevsky 1991, hlm. 71.
- ^ Ratchnevsky 1991, hlm. 71, 73; Cleaves 1955, hlm. 397.
- ^ Cleaves 1955, hlm. 397; Man 2004, hlm. 97.
- ^ Ratchnevsky 1991, hlm. 71–72; Fitzhugh, Rossabi & Honeychurch 2009, hlm. 102.
- ^ Biran 2012, hlm. 38; Weatherford 2004, hlm. 58.
- ^ Atwood 2004, hlm. 98–99; Ratchnevsky 1991, hlm. 79–81; Fitzhugh, Rossabi & Honeychurch 2009, hlm. 102.
- ^ Atwood 2004, hlm. 30; Ratchnevsky 1991, hlm. 73.
- ^ Atwood 2004, hlm. 103, 257, 520.
- ^ Cleaves 1955, hlm. 359.
- ^ Ratchnevsky 1991, hlm. 73; Cleaves 1955.
- ^ Atwood 2004, hlm. 30; Man 2014, hlm. 40.
Sumber
- Atwood, Christopher P. (2004). Encyclopedia of Mongolia and the Mongol Empire. New York: Facts on File. ISBN 978-0-8160-4671-3. Diakses tanggal 2 March 2022.
- Biran, Michal (2012). Genghis Khan. Makers of the Muslim World. London: Oneworld Publications. ISBN 978-1-78074-204-5.
- Cleaves, Francis Woodman (1955). "The Historicity of The Baljuna Covenant". Harvard Journal of Asiatic Studies. 18 (3): 357–421. doi:10.2307/2718438. JSTOR 2718438.
- Fitzhugh, William W.; Rossabi, Morris; Honeychurch, William, ed. (2009). Genghis Khan and the Mongolian Empire . Washington: Mongolian Preservation Foundation. ISBN 978-0-295-98957-0.
- Man, John (2004). Genghis Khan: Life, Death and Resurrection . London: Bantam Press. ISBN 978-0-312-31444-6.
- Man, John (2014). The Mongol Empire: Genghis Khan, His Heirs, and the Founding of Modern China. London: Penguin Random House. ISBN 978-0-552-16880-9.
- May, Timothy (2018). "The Mongols outside Mongolia". The Mongol Empire. Edinburgh: Edinburgh University Press. hlm. 44–75. ISBN 978-0-7486-4237-3. JSTOR 10.3366/j.ctv1kz4g68.11.
- McLynn, Frank (2015). Genghis Khan: His Conquests, His Empire, His Legacy. Boston: Hachette Books. ISBN 978-0-306-82395-4.
- Morgan, David (1986). The Mongols . The Peoples of Europe. Oxford: Blackwell Publishing. ISBN 978-0-631-17563-6.
- Ratchnevsky, Paul (1991). Genghis Khan: His Life and Legacy . Diterjemahkan oleh Thomas Haining. Oxford: Blackwell Publishing. ISBN 978-06-31-16785-3.
- Weatherford, Jack (2004). Genghis Khan and the Making of the Modern World . New York: Crown Publishing Group. ISBN 978-0-307-23781-1.