Bahasa Bali
Bahasa Bali (Aksara Bali: ᬪᬵᬱᬵᬩᬮᬶ, Bhāṣā Bali) merupakan bahasa yang termasuk dalam kelompok Melayu-Polinesia yang dituturkan oleh sekitar 4.3 juta Jiwa pada tahun 2023 yang utamanya terkonsentrasi di pulau Bali dan juga tersebar di Nusa Penida, Lombok bagian barat, dan Jawa bagian timur,[6] hingga Sumatra bagian selatan dan Sulawesi.[7] Kebanyakan penutur bahasa Bali dapat menuturkan bahasa Indonesia. Diperkirakan bahwa pada tahun 2011, terdapat kurang dari 1 juta orang yang masih menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa utama mereka di Bali. Bahasa ini digolongkan sebagai bahasa yang "tidak terancam" oleh Glottolog.[8]
Di Bali sendiri, bahasa Bali memiliki tingkatan penggunaannya, misalnya ada yang disebut Bali Alus, Bali Madya, dan Bali Kasar. Hal ini terjadi karena pengaruh bahasa Jawa menyebar ke Bali sejak zaman Majapahit, bahkan sampai zaman Mataram Islam, meskipun kerajaan Mataram Islam tidak pernah menaklukkan Bali. Yang halus dipergunakan untuk bertutur formal misalnya dalam pertemuan di tingkat desa adat, meminang wanita, atau antara orang berkasta rendah dengan berkasta lebih tinggi. Yang madya dipergunakan di tingkat masyarakat menengah misalnya pejabat dengan bawahannya, sedangkan yang kasar dipergunakan bertutur oleh orang kelas rendah misalnya kaum sudra atau antara bangsawan dengan abdi dalemnya.
Di Lombok, bahasa Bali terutama dipertuturkan di sekitar kota Mataram, sedangkan di pulau Jawa bahasa Bali terutama dipertuturkan di beberapa desa di kabupaten Banyuwangi. Selain itu bahasa Osing, yaitu bahasa asli orang Banyuwangi, juga menyerap banyak kata-kata Bali. Misalkan sebagai contoh kata osing yang berarti “tidak” diambil dari bahasa Bali tusing. Bahasa Bali dipertuturkan oleh kurang lebih 3,3 juta jiwa berdasarkan data sensus tahun 2000.
Klasifikasi
Bahasa Bali termasuk dalam cabang Melayu-Polinesia dari rumpun bahasa Austronesia. Dalam rumpun Melayu-Polinesia, bahasa Bali berada di subcabang Bali-Sasak-Sumbawa.[9] Terdapat tiga dialek utama dari bahasa Bali, yakni bahasa Bali yang dituturkan di pegunungan dan dataran tinggi, bahasa Bali dataran rendah, dan penuturan di Nusa Penida.[8]
Demografi
Menurut sensus tahun 2023, bahasa Bali dituturkan oleh sekitar 4,3 juta orang di Indonesia yang utamanya terkonsentrasi di pulau Bali dan area sekitarnya.
Pada 2011, diperkirakan hanya terdapat tidak lebih dari 1 juta orang yang menuturkan bahasa Bali. Hal ini dikarenakan masyarakat pada wilayah perkotaan hanya mengajarkan bahasa Indonesia, atau bahkan bahasa Inggris pada anak-anak mereka, serta penggunaan bahasa Bali dalam media massal terlah menghilang. Bentuk tertulis daribahasa Bali semakin asing bagi penutur bahasa itu sendiri dan sebagian besar masyarakat Bali menggunakan bahasa Bali hanya sebagai alat komunikasi lisan, seringkali mencampurkannya dengan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari. Namun di daerah transmigrasi di luar Pulau Bali, bahasa Bali banyak digunakan dan diyakini berperan penting dalam kelangsungan bahasa tersebut.[10]
Fonologi
Vokal
Terdapat 6 vokal di dalam kotak fonem bahasa Bali
Depan | Madya | Belakang | |
---|---|---|---|
Tertutup | /i/ | /u/ | |
Tengah | /e/ | /ə/ | /o/ |
Terbuka | /a/ |
Ejaan formal dari bahasa Bali membuat fonem /a/ dan /ə/ ditulis sebagai ⟨a⟩. Walaupun demikian, ⟨a⟩ seringkali dilafalkan sebagai [ə] hanya saat terletak pada akhir kata, serta pada awalan ma-, pa-, dan da-.[11]
Konsonan
Ada 18 konsonan di dalam kotak fonem Bahasa Bali:
Dwibibir | Rongga gigi |
Langit langit |
Lang. belakang |
Celah suara | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Sengau | m | n | ɲ | ŋ | ||||||
Hentian/Gesek | p | b | t | d | tʃ | dʒ | k | g | ||
Geseran | s | h | ||||||||
Hampiran | w | l | j | |||||||
Getar | r |
Tergantung dialeknya, fonem /t/ dapat dilepaskan sebagai konsonan hentian rongga-gigi maupun tarik-belakang. Hal ini sangat berbeda ketimbang banyak bahasa di Indonesia, termasuk bahasa Indonesia, yang mempunyai konsonan dentalik /t/ dengan alofoni rongga-gigi.[7]
Alofon
Sebuah ciri khas dan menjadi keistimewaan bahasa Bali ialah bahwa fonem eksplosif tak bersuara /t/ dilafalkan sebagai [t] pada posisi akhir, tetapi pada posisi awal dan tengah dilafalkan sebagai [ʈ] (t retrofleks).
Vokal /a/ pada posisi akhir terbuka dilafalkan sebagai [ĕ]. Misalkan kata Kuta, nama pantai termashyur di Bali, dilafalkan sebagai [k'uʈĕ].
Sukukata
Seperti bahasa Austronesia lainnya, bahasa Bali juga cenderung dengan kata-kata dwisukukata dan berbentuk KVKVK. Namun dalam mereduplikasi sebuah sukukata monosilabik berbentuk KVK, maka dalam bahasa Bali ini biasanya menjadi KVKKVK berbeda dengan bahasa Melayu dan Jawa:
Melayu | Bali | Jawa |
---|---|---|
kukus | kuskus | dang (bentuk berbeda) |
ngengat | ngetnget | ngĕngĕt |
Kekerabatan
Bahasa Bali dalam keluarga bahasa Austronesia sering ditengarai paling dekat berkerabat dengan bahasa Jawa. Namun hal ini tidaklah demikian. Bahasa Bali paling dekat dengan bahasa Sasak dan beberapa bahasa di pulau Sumbawa bagian barat. Kemiripannya dengan bahasa Jawa hanya karena pengaruh kosakata atas bahasa Jawa karena aktivitas penaklukan Jawa pada masa lampau, terutama pada abad ke-14 Masehi. Bali ditaklukkan oleh Gajah Mada pada tahun 1343 Masehi. Bahkan dalam keluarga Austronesia, secara fonologis bahasa Bali lebih mirip bahasa Melayu daripada bahasa Jawa. Namun fonem /r/ pada posisi akhir dalam bahasa Melayu, sering kali menjadi /h/ pada bahasa Bali. Hal ini bisa terbukti dengan senarai perbandingan kosakata dasar bahasa Melayu, Bali, Jawa Kuno dan Jawa Baru:
Melayu | Bali | Jawa Kuno | Jawa Baru |
---|---|---|---|
dua | dua | rwa | ro, loro |
jalan | jalan,méjalan | dalan | dalan |
dengar | dingěh | rĕngö | rungu |
jarum | jaum | dom | dom |
jauh | joh | adoh | adoh |
ada | ada | hana | ana |
beli | běli | wĕli, tuku | tuku |
jari, jeriji | jriji | (?) | driji |
betis, kaki | batis, bais | jöng, suku | sikil |
hidup | idup | hurip | urip |
air, ayer | yèh,toyé | wway | we, banyu |
buah | buah, woh | wwah | woh |
di | ring | ri, ring | i, ing |
telur | taluh | antiga | tigan, ĕndhog |
jemur | jěmuh | (?) | pepe |
bunga | bunga | kambang sĕkar |
kĕmbang sĕkar |
nasi | nasi | sĕga sĕkul |
sĕga sĕkul |
hujan | ujan | hudan | udan |
- Perbandingan Bahasa Bali dan Bahasa Banjar
Melayu | Bali | Banjar |
---|---|---|
telur | taluh | hintalu |
kaki, betis | batis, bais | batis |
perahu | jukung | jukung |
bulus | bedwang | bidawang |
hujan | ujan | ujan |
jari | jriji | jariji |
dengar | dingěh | dangar |
jemur | jěmuh | jamur |
jalan | jalan | jalan |
hidup | idup | hidup |
due | dué,kalih | dua |
Pengaruh bahasa Jawa
Bahasa Bali banyak terpengaruh bahasa Jawa, terutama bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sanskerta. Kemiripan dengan bahasa Jawa terutama terlihat dari tingkat-tingkat bahasa yang terdapat dalam bahasa Bali yang mirip dengan bahasa Jawa. Maka tak mengherankanlah jika bahasa Bali halus yang disebut basa Bali Alus Mider mirip dengan bahasa Jawa Krama. Banyak kata-kata Bali yang halus diambil dari bahasa Jawa:
Melayu | Bali | Jawa |
---|---|---|
sudah | sampun | sampun |
meninggal | seda | seda |
datang | rauh | rawuh |
dari | saking | saking |
arti | teges | tĕgĕs |
Kosakata khas Bali
Di atas sudah diapaparkan kosakata yang mirip dengan bahasa Melayu dan bahasa Jawa. Sekarang kosakata khas Bali dipaparkan:
Melayu | Bali | Jawa |
---|---|---|
kau (kasar) | cai untuk laki-laki/nyai untuk wanita (kasar) | kowe |
sungai | tukad | sungay (Jawa Kuno) kali lepen |
yang | sane | ingkang, sing |
dukun, tabib | balian | dhukun |
Konsep geografis
Berbeda dengan banyak suku bangsa di dunia, tetapi masih mirip dengan suku bangsa penutur bahasa Austronesia lainnya, orang Bali dalam menentukan arah berorientasi bukan pada arah mata angin yang pasti namun pada letak kawasan geografis, pada kasus Bali ini pada letak gunung dan laut. Oleh karena itu arah mata angin bisa berubah-ubah sesuai tempatnya.
Kaja berarti arah menuju gunung. Oleh karena itu, terjemahan istilah 'kaja' dalam Bahasa Melayu adalah 'Utara' untuk masyarakat Bali Selatan, sementara terjemahannya untuk masyarakat Bali Utara, khususnya Buleleng, adalah 'Selatan'. Kelod berarti arah menuju laut. Berbalik dengan istilah 'kaja' di atas, jadi stilah 'kelod' dalam Bahasa Melayu adalah 'Selatan' untuk masyarakat Bali Selatan, sementara terjemahannya untuk masyarakat Bali Utara, khususnya Buleleng, adalah 'Utara'. Kauh berarti Barat, dan kangin berarti Timur. Hal ini sama untuk masyarakat Bali Selatan dan Bali Utara. Perbedaan tata-cara menyebut utara dan selatan ini sering menyebabkan kesalahpahaman jika orang Bali Selatan bertanya dalam Bahasa Bali kepada orang Bali Utara, karena perbedaan acuan. Acuan 'gunung' yang sering dipakai adalah titik pusat pulau Bali yaitu bagian pegunungan Batur dan Gunung Agung.
Tata bahasa
Susunan kalimat dalam bahasa Bali mirip dengan yang ada dalam bahasa Indonesia, serta infleksi morfologi yang terjadi pada verba dan nominanya sangat sedikit dan serupa. Meskipun demikian, morfologi derivasinya cukup luas dan imbuhan dapat ditambahkan untuk menunjukan artikel terhingga maupun tak terhingga, serta menunjukkan kasus posesiva.[11]
Variasi/dialek
Bahasa Bali memiliki variasi sejarah (waktu) dan variasi geografis (ruang). Dari berbagai prasasti yang dikeluarkan pada masa sebelum pemerintahan Raja Anak Wungsu (abad ke-10) diketahui ada varian bahasa Bali yang biasa disebut sebagai bahasa Bali Kuno. Kajian mengenai bahasa Bali Kuno pertama kali dilakukan oleh Roelof Goris pada tahun 1950-an dan kemudian dilanjutkan pada tahun 1970-an. Kamus Bahasa Bali Kuno - bahasa Indonesia telah dirilis oleh Kemendikbud pada tahun 1975.[12]
Suatu dialek yang masih digunakan saat ini adalah bahasa suku Bali Aga, dituturkan di beberapa desa di sekitar Danau Batur dan di wilayah lainnya. dialek bahasa bali lainnya adalah dialek Nusa Penida atau (basa nosa) dalam masyarakat Nusa penida, dialek ini dituturkan secara luas di pulau nusa penida dan pulau pulau kecil disekitarnya, berbeda dengan dialek bali aga yang masih bisa dipahami oleh penutur bahasa bali lainnya dialek ini dianggap aneh dan sulit untuk di mengerti oleh para penutur bahasa bali daratan karena tata bahasa dan kosakata nya yang sangat berbeda dari bahasa bali pada umunya selain itu dialek ini mengunakan kata kata yang tidak ada dalam kamus bahasa bali misalnya kata "Kamu" dalam bahasa bali umum adalah "Cang atau "Awaké" namun dalam dialek nusa penida adalah "Éda" lalu kata "dimana" dalam bahasa bali adalah "Dijé" namun dalam dialek Nusa penida berubah menjadi "Jaba" dan banyak kata berbeda yang digunakan,hal ini kadang kadang menyebabkan kesulitan dalam berkomunikasi antara masyarakat Bali daratan dan masyarakat nusa penida.
Sementara bahasa masyarakat Bali umum (nonvariasi) adalah "bahasa Bali Kapara" atau Bali Lumbrah yang dipakai oleh mayoritas orang Bali sekarang.
Sistem penulisan
Bahasa Bali memiliki dua sistem penulisan, yakni aksara Bali dan alfabet Latin.
Aksara Bali
Aksara Bali (Aksara Bali, ᬅᬓ᭄ᬱᬭᬩᬮᬶ), yang juga disusun sesuai dengan Hanacaraka (ᬳᬦᬘᬭᬓ), merupakan sistem penulisan sejenis abugida yang berasal dari aksara Brahmi di India. Bukti paling awal dari aksara ini berasal dari abad ke-9 Masehi.[13] Pada masa sekarang, aksara Bali tidak digunakan secara massal dan hanya sedikit penutur bahasa Bali yang benar-benar paham cara menggunakannya.[14]
Alfabet bahasa Bali
Sekolah-sekolah serta media komunikasi tertulis yang menggunakan bahasa Bali pada masa kini seringkali menggunakan sistem penulisan berbasis alfabet Latin yang disebut sebagai Tulisan Bali.[15]
Galeri
-
Bahasa Bali yang ditulis dalam aksara Lontar
-
Papan petunjuk di Pura Puseh, Batuan, Bali
-
Salah satu halaman Injil yang ditulis dalam aksara Bali
-
Klungkung Regent's Office sign
-
Percobaan untuk menumbuhkan kembali aksara Lontar
Rujukan
- ^ Ethnologue (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-25, 19), Dallas: SIL International, ISSN 1946-9675, OCLC 43349556, Wikidata Q14790
- ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Bahasa Bali". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.
- ^ "UNESCO Interactive Atlas of the World's Languages in Danger" (dalam bahasa bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, and Tionghoa). UNESCO. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2022. Diakses tanggal 26 Juni 2011.
- ^ "UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger" (PDF) (dalam bahasa Inggris). UNESCO. 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2022. Diakses tanggal 31 Mei 2022.
- ^ "Bahasa Bali". www.ethnologue.com (dalam bahasa Inggris). SIL Ethnologue.
- ^ Ethnologue.
- ^ a b Clynes, Adrian (1995). Topics in the Phonology and Morphosyntax of Balinese (Tesis PhD). Australian National University. doi:10.25911/5d77865d38e15.
- ^ a b "Glottolog 4.3 - Balinese". glottolog.org. Diakses tanggal 2021-04-27.
- ^ Adelaar, K. Alexander (2005). "The Austronesian languages of Asia and Madagascar: a historical perspective". Dalam Adelaar, K. Alexander; Himmelmann, Nikolaus. The Austronesian languages of Asia and Madagascar. London: Routledge. hlm. 1–42.
- ^ Ni Komang Erviani (30 Maret 2012). "Balinese Language 'Will Never Die'". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris).
- ^ a b Spitzing, Günter (2002). Practical Balinese: Phrasebook and Dictionary. Rutland VT: Tuttle Publishing. hlm. 22.
- ^ Granoka, I.W.O; et al. (1975). Kamus Bali Kuno - Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
- ^ Beratha, Ni Luh Sutjiati (1992). Evolution of Verbal Morphology in Balinese (Tesis PhD). Australian National University. doi:10.25911/5d7786429c1ff.
- ^ "Balinese (Basa Bali)". Omniglot. Diakses tanggal 2021-01-30.
- ^ Eiseman, Fred B. Jr. "The Balinese Languages". Bali Vision. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-08-19.
Pranala luar
- Relasi Kekerabatan Bahasa Banjar dan Bahasa Bali: Tinjaunan Linguistik Historis Komparatif
- Ucapan dan contoh perkataan dalam bahasa Bali — kanal I Love Languages di Youtube