Rumpun bahasa Austronesia

rumpun bahasa besar yang tersebar di Asia Tenggara dan Samudra Pasifik
Revisi sejak 4 Juli 2024 09.27 oleh Yrazvi18 (bicara | kontrib) (Lampung)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)


Rumpun bahasa Austronesia (berarti "bahasa kepulauan selatan") adalah sebuah rumpun bahasa yang sangat luas penyebarannya di dunia. Dari Taiwan dan Hawaii di ujung utara sampai Selandia Baru (Aotearoa) di ujung selatan dan dari Madagaskar di ujung barat sampai Pulau Paskah (Rapanui) di ujung timur.

Austronesia
WilayahAsia Tenggara, Oseania, Madagaskar, Taiwan, Suriname, Tonga, Selandia Baru, Pulau Paskah, Tahiti, dan Hawai[1]
Penutur
Bentuk awal
Kode bahasa
ISO 639-2map
ISO 639-3
ISO 639-5map
LINGUIST List
LINGUIST list sudah tidak beroperasi lagi
anes
Glottologaust1307[2]
IETFmap
Lokasi penuturan
Peta penyebaran bahasa Austronesia di dunia sebelum Zaman Penjelajahan Bangsa Eropa (pra-1492).
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Kebanyakan bahasa-bahasa Austronesia tidak mempunyai sejarah panjang dalam bentuk tertulis, sehingga upaya untuk merekonstruksi bentuk-bentuk yang lebih awal, yaitu sampai pada Proto-Austronesia, menjadi lebih sulit. Prasasti tertua dalam bahasa Cham, yaitu Prasasti Dong Yen Chau yang diperkirakan dibuat pada abad ke-4 Masehi, sekaligus merupakan contoh bukti tertulis tertua pula bagi rumpun bahasa Austronesia.

Istilah Austronesia

sunting

Austronesia mengacu pada wilayah geografis yang penduduknya menuturkan bahasa-bahasa Austronesia. Wilayah tersebut mencakup Pulau Formosa, Kepulauan Nusantara (termasuk Filipina), Mikronesia, Melanesia, Polinesia, dan Pulau Madagaskar. Secara harfiah, Austronesia berarti "Kepulauan Selatan" dan berasal dari bahasa Latin austrālis yang berarti "selatan" dan bahasa Yunani nêsos (jamak: nesia) yang berarti "pulau".

Jika bahasa Jawa di Suriname dimasukkan, maka cakupan geografi juga mencakup daerah tersebut. Studi juga menunjukkan adanya masyarakat penutur bahasa Melayu di pesisir Sri Lanka.[3]

Asal-usul bangsa Austronesia

sunting

Untuk mendapat ide akan tanah air dari bangsa Austronesia, cendekiawan menyelidiki bukti dari arkeologi dan ilmu genetika. Penelaahan dari ilmu genetika memberikan hasil yang bertentangan. Beberapa peneliti menemukan bukti bahwa tanah air bangsa Austronesia purba berada pada benua Asia. (seperti Melton dkk., 1998), sedangkan yang lainnya mengikuti penelitian linguistik yang menyatakan bangsa Austronesia pada awalnya bermukim di Taiwan. Dari sudut pandang ilmu sejarah bahasa, bangsa Austronesia berasal dari Taiwan karena pada pulau ini dapat ditemukan pembagian terdalam bahasa-bahasa Austronesia dari rumpun bahasa Formosa asli. Bahasa-bahasa Formosa membentuk sembilan dari sepuluh cabang pada rumpun bahasa Austronesia.[4] Comrie (2001:28) menemukan hal ini ketika ia menulis:

... Bahasa-bahasa Formosa lebih beragam satu dengan yang lainnya dibandingkan seluruh bahasa-bahasa Austronesia digabung menjadi satu sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi perpecahan genetik dalam rumpun bahasa Austronesia di antara bahasa-bahasa Taiwan dan sisanya. Memang genetik bahasa di Taiwan sangatlah beragam sehingga mungkin saja bahasa-bahasa itu terdiri dari beberapa cabang utama dari rumpun bahasa Austronesia secara kesuluruhan.

 
Pembagian wilayah penyebaran utama rumpun bahasa Austronesia menurut Blust (1999)

Setidaknya sejak Sapir (1968), ahli bahasa telah menerima bahwa kronologi dari penyebaran sebuah keluarga bahasa dapat ditelusuri dari area dengan keberagaman bahasa yang besar ke area dengan keberagaman bahasa yang kecil. Walau beberapa cendekiawan menduga bahwa jumlah dari cabang-cabang di antara bahasa-bahasa Taiwan mungkin lebih sedikit dari perkiraan Blust sebesar 9 (seperti Li 2006), hanya ada sedikit perdebatan di antara para ahli bahasa dengan analisis dari keberagaman dan kesimpulan yang ditarik tentang asal dan arah dari migrasi rumpun bahasa Austronesia.

Bukti dari ilmu arkeologi menyarankan bahwa bangsa Austronesia bermukim di Taiwan sekitar delapan ribu tahun yang lalu.[5] Dari pulau ini para pelaut bermigrasi ke Filipina, Indonesia, kemudian ke Madagaskar dekat benua Afrika dan ke seluruh Samudra Pasifik, mungkin dalam beberapa tahap, ke seluruh bagian yang sekarang diliputi oleh bahasa-bahasa Austronesia.[6] Bukti dari ilmu sejarah bahasa menyarankan bahwa migrasi ini bermula sekitar enam ribu tahun yang lalu.[4] Perpindahan itu, melalui Selat Formosa hingga ke daerah sub rumpun berbahasa Melayu-Polinesia atau di sekitar Filipina. Kemudian setelah mencapai daerah Campa hingga Sulawesi (Indonesia), pengguna bahasa Austronesia ini berlayar jauh hingga Kepulauan Madagaskar menumbuhkan bahasa Melayu-Polinesia barat dan ada yang berlayar dari Ternate hingga penjuru Pasifik di Tonga, Samoa, dan Hawaii hinggalah muncul sub rumpun bahasa Melayu-Polinesia timur.[7] Kesamaan antar bahasa dalam rumpun itu mencengangkan orang Tiongkok sebagaimana penuturan Gerrit van Wusthoff, seorang pengelana Belanda abad ke-17, "penduduk asli Campa mirip pribumi Taiwan". Diego do Couto, penulis kronik dari Portugis juga menduga pasti ada hubungan antara orang-orang Madagaskar dengan orang-orang Pulau Jawa. Interaksi maritim antar Kepulauan Sunda juga dipandang begitu intens hingga raut wajah, warna kulit, bahasa, hingga adat istiadat "sama sekali tidak berbeda", menurut François Pyrard de Laval. Rasa memiliki identitas yang sama ini, adalah hasil pertautan mereka dengan masa keterlibatan mereka dengan perdagangan maritim. Sampai Dinasti Song, kaitan erat antara Asia Tenggara dan Tiongkok juga prakarsa dari Austronesia.[8]

Pandangan bahwa bukti dari ilmu bahasa menghubungkan bahasa Austronesia purba dengan bahasa-bahasa Tiongkok-Tibet seperti yang diajukan oleh Sagart (2002), adalah pandangan minoritas seperti yang dinyatakan oleh Fox (2004:8):

Disiratkan dalam diskusi tentang pengelompokan bahasa-bahasa Austronesia adalah permufakatan bahwa tanah air bangsa Austronesia berada di Taiwan. Daerah asal ini mungkin juga meliputi kepulauan Penghu di antara Taiwan dan Tiongkok dan bahkan mungkin juga daerah-daerah pesisir di Tiongkok Daratan, terutama apabila leluhur bangsa Austronesia dipandang sebagai populasi dari komunitas dialek yang tinggal pada permukiman pesisir yang terpencar.

Penyebaran bahasa Austronesia Purba yang diketahui tidak menyebar ke melewati pesisir barat Taiwan. Bahasa-bahasa Austronesia yang pernah dituturkan di Tiongkok Daratan tidak bertahan lama. Satu-satunya pengecualian dalam rumpun bahasa Chamik, yaitu bahasa Tsat yang penuturnya baru bermukim di Hainan setelah kalah dari Perang Cham-Vietnam (1471).[9]

Penggolongan

sunting

Agak sulit untuk mendefinisikan struktur kekeluargaan dari bahasa-bahasa Austronesia karena rumpun bahasa Austronesia terdiri dari bahasa-bahasa yang sangat mirip dan berhubungan erat dengan kesinambungan dialek yang besar sehingga sukar untuk mengenali batasan di antara cabang. Bahkan pada pembagian terbaik yang ada sekarang banyak grup di Filipina dan Indonesia dikelompokan dari letak geografisnya alih-alih dari keterkaitannya antara satu dengan yang lainnya. Namun adalah jelas bahwa keberagaman genealogis terbesar ditemukan pada bahasa-bahasa Taiwan dan keberagaman terkecil ditemukan pada kepulauan Pasifik sehingga mendukung teori penyebaran dari Taiwan atau Tiongkok.

Penggolongan bahasa-bahasa Austronesia berikut diajukan oleh Blust. Penggolongan yang diajukannya bukanlah yang pertama dan bahkan ia juga mencantumkan paling sedikit tujuh belas penggolongan lainnya dan mendiskusikan fitur-fitur dan rincian dari pengelompokan tersebut. Beberapa ahli bahasa Formosa mempertentangkan rincian dari penggolongan itu namun penggolongan ini dalam garis besar tetap menjadi titik referensi untuk analisis ilmu bahasa saat ini. Dapat dilihat bahwa sepuluh cabang utama dari bahasa Austronesia yang hampir semuanya adalah bahasa-bahasa Formosa, kecuali Melayu-Polinesia.

 
Rumpun bahasa Formosa dan Austronesia lainnya sebelum migrasi oleh bangsa Tionghoa Han, menurut Blust (1999)
Austronesia

Kekerabatan dengan rumpun bahasa yang lain

sunting

Hubungan-hubungan genealogis antara rumpun bahasa Austronesia dan keluarga bahasa yang lainnya di Asia Tenggara telah diajukan dan umumnya disebut Filum Bahasa Austrik. Pada hipotesis filum Austrik dinyatakan bahwa semua bahasa di Tiongkok bagian selatan sebenarnya berkerabat yaitu rumpun bahasa Austronesia, bahasa Austro-Asia, bahasa Tai-Kadai dan bahasa Hmong-Mien (juga disebut Miao-Yao).

Secara penggolongan linguistik, hipotesis rumpun bahasa Austrik adalah sebagai berikut:

Austrik

Para penutur keempat rumpun bahasa yang diduga berkerabat ini bermukim di daerah yang sekarang termasuk Tiongkok bagian selatan sampai kurang lebih pada antara tahun 2000 SM1000 SM. Kala itu suku bangsa Han, yang merupakan penutur bahasa Sino-Tibet, dari Tiongkok utara menyerbu ke selatan dan para penutur bahasa Austrik tercerai-berai. Hal ini yang diduga sebagai alasan mengapa kaum Austronesia lalu bermigrasi ke Taiwan dan ke kepulauan Asia Tenggara dan Samudra Pasifik lainnya.

Beberapa hipotesis filum Austrik juga mengajukan akan perubahan dari akar kata dwisuku kata di mana bahasa Austronesia menyimpan kedua suku kata sedangkan bahasa Austro-Asiatik menyimpan suku kata pertama dan bahasa Tai-Kadai menyimpan suku kata kedua. Sebagai contoh:

Namun, satu-satunya proposal dari yang mematuhi metode perbandingan adalah hipotesis "Austro-Tai" yang menghubungkan rumpun bahasa Austronesia dengan rumpun bahasa Tai-Kadai. Roger Blench (2004:12) mengetakan tentang Austro-Tai bahwa:

Ostapirat mengasumsikan sebuah model sederhana dari sebuah perpecahan dengan para Daik [Tai-Kadai] sebagai orang-orang Austronesia yang menetap di daerah asalnya. Namun hal ini tampaknya tidak mungkin karena Daik tampak seperti percabangan dari bahasa Filipina Purba dan tidak mempunyai kerumitan seperti yang dimiliki oleh bahasa-bahasa Formosa. Mungkin dapat lebih baik dipandang bahwa penutur Daik Purba bermigrasi kembali dari Filipina utara ke daerah di pulau Hainan. Hal ini dapat menjelaskan perbedaan dari Hlai, Be, dan Daik sebagai hasil dari penstrukturan ulang secara radikal karena kontak dengan penutur bahasa-bahasa Miao-Yao dan Sinitik.

Atau dengan kata lain, pengelompokan dibawah Tai-Kadai akan menjadi cabang dari bahasa Kalimantan-Filipina. Namun, tidak ada dari proposal tersebut yang mendapat sambutan luas dari komunitas ilmu bahasa.

Contoh perbandingan kosakata dalam rumpun bahasa pada masing-masing wilayah[1]
Malayu mati
Jawa mati pati
Bugis mate
Malagasi mattē
Tagalog matay patay
Tonga mate
Selandia Baru mate
Tahiti māte
Batak Toba mate
Tetun mate
Naueti mata

Klasifikasi bahasa Jepang

sunting

Telah diajukan juga hipotesis bahwa bahasa Jepang mungkin adalah saudara jauh dari rumpun bahasa Austronesia. [Ada yang mengelompokkan bahasa ini dalam rumpun bahasa Austronesia berdasarkan beberapa kata-kata dan fonologi bahasa Jepang. Namun yang lain berpendapat bahwa bahasa Jepang termasuk rumpun bahasa Altai dan terutama lebih mirip dengan cabang bahasa Mongol. Bahasa Korea kemungkinan besar termasuk rumpun bahasa yang sama pula. Bahasa Korea mirip dengan bahasa Jepang namun sejauh ini belum ada yang menghubungkannya dengan rumpun bahasa Austronesia. Namun perlu diberi catatan pula bahwa rumpun bahasa Altai juga masih dipertentangkan.

Sebagai contoh adalah beberapa kata dari bahasa Jepang yang diduga berasal dari rumpun bahasa Austronesia:

  • hi yang berarti api dan berasal dari *PAN (Proto-Austronesia): *Xapuy
  • ke yang berarti kayu

Beberapa kata dari bahasa Sikka-Maumere (Flores) yang diduga berasal dari rumpun bahasa Austronesia:

  • ai yang berarti kayu
  • api yang berarti api

Hipotesis akan hubungn bahasa Jepang sebagai saudara dari bahasa-bahasa Austronesia ditolak oleh hampir seluruh pakar ilmu bahasa karena hanya ada sedikit bukti akan hubungan antara bahasa Jepang dan rumpun bahasa Austronesia dan kebanyakan ahli bahasa berpikir bahwa kesamaan yang sedikit ini adalah hasil dari pengaruh bahasa-bahasa Austronesia pada bahasa Jepang, mungkin melalui substratum. Mereka yang mengajukan skenario ini menyarankan bahwa rumpun bahasa Austronesia dulunya pernah meliputi pulau-pulau di utara dan selatan dari Taiwan. Lebih lanjut, tidak ada bukti genetis untuk hubungan yang dekat antara penutur bahasa-bahasa Austronesia dan bahasa-bahasa Japonik, sehingga apabila ada interaksi pra-sejarah antara penutur bahasa Austronesia purba dengan bahasa Japonik purba lebih mungkin interaksi itu adalah sebuah pertukaran budaya yang sederhana alih-alih percampuran etnis yang signifikan. Analisis genetis menunjukan secara konsisten bahwa orang-orang Ryukyu di antara Taiwan dan pulau-pulau utama Jepang lebih mirip dengan orang Jepang daripada orang asli Taiwan. Hal ini menyarankan bahwa apabila ada interaksi antara bangsa Austronesia purba dan bangsa Japonik purba, interaksi ini kemungkinan terjadi di benua Asia timur sebelum pengenalan bahasa-bahasa Austronesia ke Taiwan (atau setidaknya sebelum kepunahan hipotetis bahasa-bahasa Austronesia dari daratan Tiongkok), dan bahasa-bahasa Japonik ke Jepang.

Perbendaharaan kosakata

sunting

Rumpun bahasa Austronesia didefinisikan menggunakan metode perbandingan bahasa untuk menemukan kata-kata yang seasal, yaitu kata-kata yang mirip dalam bunyi dan makna dan dapat ditunjukan berasal dari kata yang sama dari bahasa Austronesia purba menurut sebuah aturan yang regular. Beberapa kata seasal sangatlah stabil, sebagai contoh kata untuk mata pada banyak bahasa-bahasa Austronesia adalah "mata" juga mulai dari bahasa paling utara di Taiwan sampai bahasa paling selatan di Aotearoa.

Kosakata-kosakata dalam semua bahasa Austronesia cenderung didominasi oleh huruf vokal a,i,u,e, dan o. Beberapa juga memiliki vokal tambahan seperti â,ě,å, serta diftong ai dan au. Banyak bahasa austronesia yang dalam kosakatanya, setiap suku kata yang memiliki konsonan selalu diikuti vokal dan tidak memiliki suku kata dengan konsonan lebih dari satu bunyi/huruf sama sekali. Bahasa-bahasa Austronesia dengan kosakata asli terbanyak diantaranya adalah bahasa Jawa Kuno, bahasa Sunda Kuno, bahasa Bali, bahasa Jawa, dan bahasa Sunda.

Di bawah disajikan sebagai contoh untuk menunjukkan kekerabatan, kata-kata bilangan dari satu sampai sepuluh dalam beberapa bahasa Austronesia. Catatan: /e/ harus dibaca sebagai pepet (misalkan dalam kata “keras”) dan /é/ sebagai taling (misalkan dalam kata “lémpar”). Jika ada kesalahan, para pembaca dipersilakan memperbaikinya.

Tabel perbandingan kata

sunting

Dibawah ini adalah tabel perbandingan kata bilangan 1-10 dalam berbagai bahasa Austronesia yang memiliki penutur terbesar atau berstatus resmi.

Bahasa 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Proto-Austronesia əsa dusa təlu səpat lima ənəm pito walu siwa (sa-)puluq
Aceh sifar

soh

sa duwa lhee peuet limong nam tujoh lapan sikureueng siploh
Bali nul besik

siki

sa

dua telu papat lima nenem pitu kutus

ulu

sia dasa
Banjar puang asa dua talu ampat lima anam pitu walu sanga sapuluh
Bikol wara sarô duwá tuló apat limá anom pitó waló siyám sampulû
Bugis ceddi dua telu empa lima enneng pitu arua asera seppulo
Cebú (Bisaya) wala isa

usa

duha tulo upat lima unom pito walo siyam napulo

pulo

Fiji saiva rua dua tolu vaa lima ono vitu walu ciwa tini
Hiligaynon (Ilonggo) wala isa duha tatlo apat lima anom pito walo siyam napulo
Iloko awan

ibbong

maysa dua tallo uppat lima innem pito walo siam sangapulo
Indonesia nol satu dua tiga empat lima enam tujuh delapan sembilan sepuluh
Jawa nol setunggal

siji

kalih

loro

tigo

telu

sekawan

papat

gangsal

lima

enem pitu wolu songo sedasa

sepuluh

Kangean nul hètong duĕ' tĕlo' ĕmpa' lèma' ĕnĕm pèto' bĕlu' sanga' hapoloh
Madura nol settong dhuwa' tello' empa' lema' ennem petto' ballu' sanga' sapolo
Malagasi aotra iray

isa

roa telo efatra dimy enina fito valo sivy folo
Melayu kosong satu due tige empat lime enam tujoh lapan sembilan sepuloh
Minangkabau ciek duo tigo ampek limo anam tujuah salapan sambilan sapuluah
Lampung nul sai

sai

khua

rua

telu

tigo

pak

pak

lima

limo

enom

enom

pitu

piteu

walu

waleu

siwa

siwo

puluh

puluh

Samoa o kasi

tasi

lua kolu

tolu

fa lima ogo

ono

fiku

fitu

valu iva sefulu
Sunda nol hiji dua tilu opat lima genep tujuh dalapan salapan sapuluh
Tagalog (Filipino) wala isa dalawa tatlo apat limá anim pito walo siyam sampu
Tahiti hō'ē

tahi

piti toru maha pae ōno hitu va'u iva hō'ē'ahuru
Batak Toba nol Sada Dua tolu Opat lima Onom Pitu Walu sia sampulu
Gayo nol Sara Roa tulu Opat lime Onom Pitu Waluh siwah sepuluh

Jumlah penutur

sunting

Penutur bahasa Austronesia memiliki jumlah sekitar 386 juta jiwa. Berikut adalah bahasa-bahasa Austronesia diurutkan dari bahasa dengan penutur Ibu (L1) terbanyak.

Bahasa Jumlah Penutur
Penutur Ibu (L1) Penutur Keseluruhan
Jawa 76.000.000 95.000.000+
Indonesia-Melayu 60.000.000+ 250.000.000+
Sunda 42.000.000 48.000.000
Tagalog 28.000.000 70.000.000+
Cebú 21.000.000 30.000.000+
Malagasi 18.000.000 20.000.000+
Madura 15.000.000 17.000.000+
Iloko 9.100.000 10.000.000+
Hiligaynon 7.000.000 9.300.000
Minangkabau 6.500.000 8.000.000+
Bugis 5.000.000 6.000.000+
Banjar 4.500.000 5.000.000+
Bali 4.000.000+ 4.500.000+
Aceh 4.000.000 4.500.000+
Waray-waray 3.400.000 3.800.000+

Status resmi

sunting

Bahasa Austronesia terpenting ditilik dari status resminya ialah bahasa Melayu, yang menjadi bahasa resmi di Indonesia (sebagai bahasa Indonesia), Malaysia, dan Brunei. Bahasa Indonesia juga berstatus bahasa kerja di Timor Leste. Bahasa Filipino, yang merupakan bentuk baku dari bahasa Tagalog, adalah bahasa resmi Filipina. Di Timor Leste, bahasa Tetum, yang juga termasuk sebuah bahasa Austronesia, menjadi bahasa resmi di samping bahasa Portugis. Di Madagaskar, bahasa Malagasi adalah bahasa resmi. Di Aotearoa (Selandia Baru), bahasa Maori juga memiliki status bahasa resmi di samping bahasa Inggris.

Lihat pula

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ a b von Humboldt, Wilhelm (2010). Über Die Kawi-Sprache Auf Der Insel Jav: Bd. Über Die Kawi-Sprache. Über Den Malayischen Sprachstamm. Beilage Zur Einleitung Des Ersten Bandes. Nabu Press. hlm. 604. ISBN 1-143-43662-8 ISBN 978-1-143-43662-8. 
  2. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Austronesia". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 
  3. ^ Vajracharya S. Malay Minority of Sri Lanka: Defending Their Identity Diarsipkan 2012-01-26 di Wayback Machine.
  4. ^ a b Blust, R. (1999). "Subgrouping, circularity and extinction: some issues in Austronesian comparative linguistics" in E. Zeitoun & P.J.K Li (Ed.) 'Selected papers from the Eighth International Conference on Austronesian Linguistics' (pp. 31-94). Taipei: Academia Sinica.
  5. ^ Peter Bellwood, Prehistory of the Indo-Malaysian archipelago, Honolulu, University of Hawai'i Press, 1997
  6. ^ Diamond, Jared M (2000). [./Ttp://faculty.washington.edu/plape/pacificarchwin06/readings/Diamond_nature_2000.pdf Taiwan's gift to the world. (PDF)]. Nature 403:709-710.
  7. ^ Reid 2019, hlm. 55.
  8. ^ Reid 2019, hlm. 57—58.
  9. ^ Thurgood, Graham (1999). From Ancient Cham to Modern Dialects. Two Thousand Years of Language Contact and Change. Oceanic Linguistics Special Publications No. 28. Honolulu: University of Hawai'i Press.

Daftar pustaka

sunting
  • Bellwood, Peter, 1979, Man’s Conquest of the Pacific. The Prehistory of Southeast Asia and Oceania, New York: Oxford University Press.
  • Bellwood, Peter, 1985, Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago, Orlando, Florida: Academic Press.
  • Bellwood, Peter, 1987, The Polynesians: Prehistory of an Island People, New York: Oxford University Press.
  • P. Benedict, 1975, Austro-Thai Language and Culture. With a Glossary of Roots, New Haven: HRAF Press.
  • O.C. Dahl, 1951, Malgache et Maanjan., Oslo: Egede Instituttet.
  • Dempwolff, Otto, 1956, Perbendaharaan Kata-kata dalam Berbagai Bahasa Polinesia, Terjemahan Sjaukat Djajadiningrat. Jakarta: Pustaka Rakyat.
  • Diamond, Jared, 1997, Guns, Germs and Steel, W.W. Norton & Company.
  • Isidore Dyen, 1956, “Language Distribution and Migration Theory”, di Language, 32: 611-626.
  • Fox, James J., 1995, Austronesian societies and their transformations, Canberra: Department of Anthropology, Research School of Pacific and Asian Studies, The Australian National University.
  • Kern, Hendrik, 1956, Pertukaran Bunyi dalam Bahasa-bahasa Melayu-Polinesia, Terjemahan Sjaukat Djajadiningrat. Jakarta: Pustaka Rakyat.
  • Hendrik Kern, 1957, Berbagai-bagai Keterangan berdasarkan Ilmu Bahasa dipakai untuk Menetapkan Negeri Asal Bahasa-Bahasa Melayu-Polinesia, Terjemahan Sjaukat Djajadiningrat. Jakarta: Pustaka Rakyat.
  • Reid, Anthony (2019). Sejarah Modern Awal Asia Tenggara. Diterjemahkan oleh Sori Siregar, Hasif Amini, dan Dahris Setiawan. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. ISBN 979-3330-05-8. 
  • Wolff, John U., "Comparative Austronesian Dictionary. An Introduction to Austronesian Studies", Language, vol. 73, no. 1, pp. 145–56, Mar 1997, ISSN-0097-8507

Pranala luar

sunting