Komisi Informasi Pusat
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Komisi Informasi adalah sebuah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksanaannya termasuk menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan ajudikasi nonlitigasi[1] yang untuk pertama kalinya berkerja mulai tanggal 1 Mei 2010 berkaitan dengan akan mulai diberlakukannya Undang Undang nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.[2]
Artikel ini adalah bagian dari seri |
Politik dan ketatanegaraan Indonesia |
---|
Pemerintahan pusat |
Pemerintahan daerah |
Politik praktis |
Kebijakan luar negeri |
Kedudukan
Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi kabupaten/kota yang masing-masing sedangkan pusat berkedudukan di ibu kota Negara.
Susunan
Susunan keanggotaan Komisi Informasi Pusat berjumlah tujuh orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat sedangkan bagi keanggotaan Komisi Informasi pada tingkat daerdah Komisi Informasi provinsi/kabupaten/kota berjumlah lima orang yang yang sama dengan pusat mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat dengan dipimpin oleh seorang ketua merangkap anggota dan didampingi oleh seorang wakil ketua merangkap anggota dipilih oleh para anggota Komisi Informasi dapat dilakukan melalui pemungutan suara anggota.
Referensi
DPR Pilih Tujuh Anggota Komisi Informasi Pusat
Jakarta,Kompas- Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat memilih tujuh anggota Komisi Informasi setelah melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap 21 calon.
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, membuat peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik, serta menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.
Ketujuh calon anggota Komisi Informasi terpilih secara berurutan sesuai perolehan nilai adalah Abdul Rahman Ma’mun (79,86), Amirudin (77,72), Ramly Amin Simbolon (77,67), Henny S Widyaningsih (77,62), Ahmad Alamsyah Saragih (77,29), Dono Prasetyo (77,08), dan Usman Abdhali Watik (76,52).
Amirudin dan Henny dari unsur pemerintah. Jabatan terakhir Amirudin adalah Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Tengah, dan Henny menjabat Kepala Kantor Humas dan Protokol Universitas Indonesia.
Sementara itu, unsur masyarakat adalah Abdul Rahman (Produser Berita ANTV), Ramly (wartawan harian Pos Kota), Ahmad (staf Bank Dunia), Dono (Direktur Pengembangan Internal ISAI), dan Usman (Dosen Universitas Paramadina).
”Ini merupakan wujud komitmen DPR terhadap demokrasi, good governance, penghormatan hak asasi manusia yang diwujudkan dalam akses masyarakat terhadap informasi publik,” kata Ketua Komisi I Theo L Sambuaga saat mengumumkan hasil seleksi itu, Kamis (7/5). Uji kelayakan dan kepatutan berlangsung dua hari berturut-turut. (sut)
Sumber: Kompas, Jumat, 8 Mei 2009
Referensi
Refleksi Hari Hak untuk Tahu, 28 September 2010
Membangun Pilar Good Governance
Oleh: Abdul Rahman Ma'mun
MASIH ingatkah Anda tentang rencana Ketua DPR Marzuki Alie untuk menerapkan penggunaan finger print guna mencatat kehadiran para anggota dewan? Rencana saat ini, entah bagaimana realisasinya itu, dipicu oleh beredarnya daftar ketidakhadiran para anggota dewan dalam rapat-rapat yang menjadi salah satu tugas pokok mereka.
Soal bagaimana data itu beredar, tentu tak lepas dari praktik keterbukaan informasi publik yang kini dilaksanakan sekretariat jenderal DPR sebagai bagian dari implementasi peraturan DPR tentang keterbukaan informasi publik di lingkungan DPR.
Dalam perkembangan yang sama, bila Anda membuka website pemerintah daerah, misalnya Pemerintah Kota Jogjakarta atau Pemerintah Kabupaten Malang, dengan mudah akan bisa diakses APBD (anggaran belanja pendapatan daerah) -data yang pada masa lalu dianggap sakral alias rahasia. Atas praktik transparansi dan akuntabilitas itu, tak mengherankan bila Pemkab Malang tahun ini kembali mendapat anugerah Otonomi Award dari Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP).
Transparansi atau keterbukaan informasi publik menjadi bagian dari pemenuhan hak atas informasi atau hak untuk tahu (right to know) yang merupakan hak asasi yang dijamin konstitusi. Yakni, pasal 28 UUD 1945 (UUD '45 hasil amandemen). Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Di seluruh dunia, kini sudah 79 negara yang memiliki undang-undang yang menjamin hak untuk tahu bagi warganya. Sejak disahkannya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) 30 April 2008, Indonesia menjadi negara kelima di Asia -setelah Nepal, Thailand, India, dan Jepang- yang menjamin hak warga negara untuk memperoleh informasi publik. Karena itu, menjadi relevan bila kita bersama warga dunia lainnya memperingati Right to Know Day (RTK Day). Hari Hak untuk Tahu pada 28 September ini.
RTK Day mulai diperingati secara internasional sejak 28 September 2002 di Sofia, Bulgaria, dalam sebuah pertemuan internasional para pembela hak akses atas informasi publik. Mereka mengusulkan dan menyepakati satu hari didedikasikan untuk mempromosikan ke seluruh dunia tentang kebebasan memperoleh informasi. Tujuan Hari Hak untuk Tahu itu adalah untuk memunculkan kesadaran global akan hak individu dalam mengakses informasi pemerintahan dan mempromosikan bahwa akses terhadap informasi adalah hak asasi manusia.
Dalam konteks Indonesia, pemenuhan hak untuk tahu dengan membuka akses terhadap informasi publik ini tentu saja menjadi isu yang sangat strategis. Terutama karena reformasi yang digulirkan pada 1998, namun baru 10 tahun UU KIP disahkan. Bahkan, reformasi birokrasi yang menjadi target penting terkait tranparansi justru baru dimulai pada 2009 atau periode kedua pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Setidaknya bila itu dilihat dari nama baru yang dilekatkan pada Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara menjadi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Muara pemenuhan hak atas informasi publik itu tentunya adalah transparansi dan partisipasi yang menjadi pilar utama bagi terwujudnya tata pemerintahan yang baik (good governance).
Bila sebelumnya hanya wartawan, jurnalis, atau insan pers yang dijamin hak-haknya untuk mencari informasi, sebagaimana yang dipayungi oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) pasal 4 ayat (3) dan pasal 18 yang menyebutkan, jurnalis mempunyai hak untuk mencari dan menyebarluaskan berita -dan jika hak tersebut dihalang-halangi, pelaku yang menghalangi dapat dikenai ancaman pidana dua tahun atau denda Rp 500 juta-, kini setiap warga negara dijamin hak asasinya untuk mengakses informasi publik.
UU KIP menjadi landasan operasional untuk penegakan hak untuk tahu bagi setiap warga yang dijamin konstitusi. Tentu, itu akan berdampak luar biasa ke depan bagi kehidupan kita berbangsa yang lebih baik, sebagaimana sebelumnya UU Pers Nomor 40/1999 yang membuka keran kebebasan pers pascareformasi 1998.
Hingga lima bulan sejak mulai diberlakukannya UU KIP 1 Mei 2010, informasi publik telah pelan-pelan mulai mudah diperoleh. Begitu pula, akses terhadap informasi publik mulai terbuka. Meskipun di beberapa badan publik (instansi pemerintah dan lembaga nonpemerintah yang menggunakan dana publik) harus melalui sengketa di Komisi Informasi lebih dulu sebelum akhirnya bersedia memberikan atau membuka informasi publik yang diminta.
Data di Komisi Informasi Pusat (KIP) menunjukkan, jumlah pengaduan sengketa informasi terus meningkat. Di antara puluhan pengaduan sengketa informasi hingga 23 September 2010, tujuh sengketa informasi telah diselesaikan melalui mediasi (enam di Sumenep, Madura, Jawa Timur, dan satu permintaan informasi dana BOS di beberapa SMP serta Dinas Pendidikan DKI Jakarta).
Sementara itu, mengenai permintaan informasi pengelolaan Blok Cepu tentang perjanjian kerja sama antara BUMD Kabupaten Blora Jawa Tengah PT Blora Patragas Hulu (PT BPH) dan informasi tentang rencana proyek/program 2010 dan rician DPA dari Dinas Perhubungan Kabupaten Sumenep, dua sengketa it memasuki proses putusan sidang ajudikasi oleh Komisi Informasi Pusat. Sementara itu, ada 11 sengketa informasi lainnya di Sumenep yang penanganannya diserahkan kepada Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur.
Banyaknya sengketa informasi tersebut, di satu sisi, menunjukkan adanya kesadaran akan hak untuk tahu di masyarakat. Namun, di sisi lain mengindikasikan kesiapan badan publik untuk memenuhi hak publik atas informasi yang masih kedodoran. Karena itu, momentum International Right to Know Day ini kiranya layak dijadikan penanda pentingnya kontribusi kita pada transparansi informasi publik dalam penyelenggaraan negara yang pada dasarnya juga bermanfaat bagi pencegahan sejak dini kemungkinan terjadinya korupsi. Sebagaimana yang pernah diungkapkan Hakim MA Amerika Serikat yang legendaris Louis Brandeis, Sunshine is the best disinfectant -sinar matahari adalah pembunuh kuman yang paling ampuh. Wallahu a'lam. (*)
- ) Abdul Rahman Ma'mun , komisioner Komisi Informasi Pusat
Sumber: Opini Jawa Pos, 28 September 2010
Lihat pula
Pranala luar
- Situs Resmi Komisi Informasi Pusat
- Karya yang berkaitan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di Wikisource
- Karya yang berkaitan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers di Wikisource
Komisi Informasi Pusat, Belajar dari Daerah
Oleh: Abdul Rahman Ma'mun
DPR RI telah mengukuhkan tujuh anggota Komisi Informasi Pusat (KIP), Selasa 12 Mei 2009. Setelah resmi dilantik melalui Keputusan Presiden (Keppres), KIP kelak akan melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Apa saja agendanya?
Banyak kalangan yang masih asing dengan komisi ini. Padahal, keterbukaan informasi sebenarnya bukan hal baru dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Sejak reformasi 1998 kran keterbukaan informasi terbuka lebar, salah satunya ditandai dengan menjamurnya media massa sebagai buah kebebasan pers.
Disahkannya UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik oleh DPR 3 April 2008, menambah kekuatan bagi kebebasan pers sekaligus upaya pemenuhan hak publik atas informasi.
Keterbukaan informasi publik yang membuahkan partisipasi masyarakat telah dipraktikkan di beberapa daerah jauh sebelum undang-undang ini disahkan. Di Kalimantan Barat misalnya, keterbukaan informasi publik telah dijalankan sejak Pemerintah Provinsi memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang transparansi, yakni Perda No 4/2005.
Di tingkat kabupaten/kota penerapan keterbukaan informasi publik jauh lebih marak. Setidaknya terdapat 12 kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki Perda yang mengatur masalah transparansi dan partisipasi. Contoh yang menonjol adalah Perda No 6/2004 tentang Transparansi dan Partisipasi di Kabupaten Lebak, Banten, yang juga memuat pembentukan Komisi Transparansi dan Partisipasi sebagai pelaksana.
Data menunjukkan praktik keterbukaan informasi di Kabupaten Lebak telah memberi kontribusi signifikan terhadap kemajuan daerah yang sebelumnya merupakan daerah tertinggal, dengan APBD terendah se-Provinsi Banten ini. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lebak awal tahun 2004, saat Perda Transparansi disahkan, hanya Rp 11 miliar. Dalam jangka 9 bulan menjadi Rp 20 miliar. Bahkan di tahun 2006 PAD Kabupaten Lebak menjadi Rp 32 miliar.
Di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, berdasarkan SK Bupati No 17/2002 Pemkab membentuk Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) untuk mempraktikkan keterbukaan informasi publik dalam hal perizinan. Hasilnya, partisipasi masyarakat dan dunia usaha meningkat karena mengurus izin menjadi mudah, cepat, dan biaya ringan.
Jumlah perusahaan berkembang pesat dari 6.373 perusahaan (2002) menjadi 8.105 perusahaan (2005). Dampaknya angka tenaga kerja di sektor industri naik menjadi 46.794 orang (2005) dari 40.785 orang (2002). Investasi pun meningkat hingga 61,3 persen dalam waktu 3 tahun (2002-2005).
Optimisme KIP
Kabar baik dari berbagai daerah tersebut tentu memberikan dorongan optimisme pada pelaksanaan UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mulai dilaksanakan dengan pembentukan Komisi Informasi Pusat (KIP). Artinya, dengan undang-undang tersebut, kini upaya meningkatkan partisipasi masyarakat melalui keterbukaan informasi publik bisa dilakukan secara nasional.
Namun sebagai lembaga negara yang baru KIP memiliki dua tantangan besar. Pertama, KIP akan berhadapan dengan kultur badan publik dan birokrasi yang selama ini cenderung tidak terbuka.
Kedua, KIP juga harus berhadapan dengan masalah masih relatif rendahnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi, baik dalam proses pengambilan keputusan, pengawasan dalam pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan publik.
Ujung tombak dalam menghadapi kedua tantangan terbesar itu adalah konsolidasi dan sosialisasi yang harus dilakukan secara terus menerus. Sehingga akan tercipta kesadaran kolektif baik dari badan publik maupun masyarakat untuk memanfaatkan secara maksimal undang-undang ini.
Pada tahapan konsolidasi, para anggota KIP yang terpilih segera menyiapkan kelengkapan organisasi, antara lain menyatukan visi para anggota, menyusun kode etik sebagai panduan kerja para anggota, serta melakukan pembagian tugas anggota terkait dengan persiapan teknis kelembagaan, seperti penyediaan sarana dan prasarana KIP, bujeting dan rencana kerja.
Untuk efektifitas kinerja, pada tahap konsolidasi ini pula KIP melakukan konsultasi dengan para stakeholders baik badan publik negara maupun badan publik non-negara. Hal ini untuk memperkuat kerjasama antara KIP dengan Badan Publik dalam menerapkan program.
Kemudian menjalin koordinasi di daerah dengan Komisi Informasi Provinsi dan atau Komisi Informasi Kabupaten/Kota � yang sebagaimana diamanatkan undang-undang harus terbentuk dua tahun sejak undang-undang tersebut disahkan atau pada 2010 � untuk mempercepat kesiapan dan perluasan wilayah kerja Komisi Informasi secara nasional.
Apabila semua ini dapat dilaksanakan dengan baik, maka pada tahun 2010 yakni ketika UU Nomor 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik berlaku, maka masyarakat akan menyongsong hadirnya Komisi Informasi yang bergigi dan berguna bagi kita semua.
Penulis adalah News Producer ANTV/Anggota Komisi Informasi Pusat Terpilih Periode 2009-2013
Sumber: www.inilah.com 18/05/2009 - 06:21