Gereja-Gereja Katolik Timur

denominasi Kristen

Gereja-Gereja Katolik Ritus Timur adalah Gereja-Gereja partikular otonom (atau sui iuris, dalam bahasa Latin) yang berada dalam persekutuan penuh dengan Uskup Roma, Sri Paus. Gereja-Gereja ini melestarikan tradisi-tradisi liturgi, teologi, dan devosi dari berbagai Gereja-Gereja Kristiani Timur yang memiliki keterkaitan dengan mereka. Gereja-Gereja Kristiani Timur itu justru memiliki perbedaan doktrinal di antara mereka, khususnya antara Gereja Ortodoks Timur, Gereja Ortodoks Oriental, dan Gereja Timur Asiria.[1] Oleh karena itu Gereja-Gereja Katolik Ritus Timur ini berbeda-beda dalam bentuk-bentuk peribadatan, tata-tertib sakramen[2] dan hukum kanon, terminologi, doa-doa tradisional, dan amal-saleh. Tetapi Gereja-Gereja ini mengakui bahwa iman mereka tidak menyimpang dari iman Gereja-Gereja yang bersama-sama merupakan Gereja Katolik yang esa, termasuk Gereja Latin atau Gereja Barat. Seluruh Gereja yang Katolik, Timur maupun Barat, sama tinggi derajatnya.[3] Secara khusus, Gereja-Gereja ini mengakui peran sentral dari Uskup Roma dalam Dewan Uskup. Mereka mempertahankan pandangan bahwa Kritianitas Timur telah berkembang selama berabad-abad. Sebagian pandangan tersebut diungkapkan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam surat apostoliknya Orientale Lumen pada 2 Mei 1995.[4]

Sebagian besar Gereja Katolik Timur memiliki tandingan dalam Gereja-Gereja Timur lainnya, baik Gereja-Gereja Asiria maupun Gereja-Gereja Ortodoks Oriental yang telah mereka tinggalkan karena sejumlah alasan teologis, atau pun Gereja-Gereja Ortodoks Timur yang telah mereka tinggalkan terutama karena perbedaan faham mengenai peran Uskup Roma dalam Dewan Uskup.

Secara historis Gereja-Gereja Katolik Timur berlokasi di Eropa Timur, Timur Tengah, Afrika Utara, dan India, namun karena migrasi, saat ini Gereja-Gereja tersebut juga terdapat di Eropa Barat, Amerika, dan Oseania dalam taraf memiliki struktur gerejawi penuh seperti Eparki, berdampingan dengan keuskupan-keuskupan Latin. Satu negara, Eritrea, hanya memiliki satu hirarki Katolik Timur, tanpa hirarki Latin.

Istilah Umat Katolik Bizantium, dan Katolik Yunani digunakan oleh umat Gereja-Gereja yang menggunakan ritus liturgi Bizantium. Istilah Katolik Oriental, dan Katolik Timur juga memiliki arti serupa, akan tetapi lebih luas maknanya, karena kedua istilah ini juga mencakup umat Katolik yang mengikuti tradisi-tradisi liturgi Aleksandria, Antiokhia, Armenia, dan Kaldea.

Status Yuridis

Istilah Gereja-Gereja Katolik Timur digunakan untuk menyebut 22 dari ke-23 Gereja partikular otonom yang berada dalam persekutuan dengan Paus Roma. Gereja-Gereja ini menganut tradisi-tradisi liturgis Kristiani Timur yang berbeda-beda yakni tradisi liturgis Alexandria, Antiokhia, Armenia, Byzantium, dan Kaldea [5]. Secara kanonik, tiap Gereja katolik Timur adalah sui iuris (dengan hukum sendiri) atau otonom dalam hubungannya dengan Gereja-Gereja Katolik lainnya, baik Timur maunpun Latin, semuanya menerima otoritas spiritual dan yuridis Sri Paus. Jadi seorang umat Katolik Maronit normalnya tunduk hanya pada seorang uskup Maronit, bukannya pada seorang uskup Katolik Ukraina atau Latin misalnya. Akan tetapi, jikalau dalam suatu negara jumlah anggota dari beberapa Gereja partikular sangat sedikit sehingga belum didirikan hirarki mereka sendiri di negara itu, maka pemeliharaan spiritual mereka dipercayakan kepada seorang uskup dari ritus lain. Hal ini juga berlaku bagi bagi umat Katolik Ritus Latin di Eritrea, mereka ditempatkan dibawah bimbingan para uskup dari Gereja Katolik Ethiopia. Secara teologis, semua Gereja partikular dapat dipandang sebagai "Gereja-Gereja Bersaudari" (sister churches)."[6] Menurut Konsili Vatikan II Gereja-Gereja Timur ini, beserta Gereja Latin yang lebih besar sama-sama memiliki "kehormatan yang setara, sehingga tak satu pun di antaranya yang lebih superior dari yang lain dalam hal ritus, serta semuanya memiliki hak-hak yang sama dan mengemban kewajiban-kewajiban yang sama, juga dalam hal memberitakan Injil ke seluruh dunia (lih. Markus 16:15) di bawah bimbingan Uskup Roma."[7]

Gereja-Gereja Katolik Timur yang menjalin persekutuan penuh dalam iman dan penerimaan otoritas tahta keuskupan Roma, tetap mempertahankan ritus-ritus, hukum-hukum dan kebiasaan-kebiasaan liturgis, serta devosi-devosi tradisional tersendiri, dan memiliki penekanan-penekanan teologis sendiri. Terminologi yang digunakan boleh saja berbeda-beda: sebagai contoh, diosis dan eparki, vikaris jenderal dan protosinselus, Penguatan dan Krisma berturut-turut adalah istilah-istilah Gereja Barat dan Gereja Timur untuk realita-realita yang sama. Menurut tradisi kuno Gereja Katolik yang sampai sekarang masih dipelihara dalam Gereja-Gereja Timur, Sakramen ("Misteri") Pembaptisan dan Krisma umumnya dilayankan bersamaan, yang satu segera sesudah yang lainnya. Setelah dibaptis dan diberi sakramen krisma, bayi-bayi juga diberi sakramen Ekaristi.[8]

Terminologi

Umat Katolik Timur berada dalam persekutuan penuh dengan Pontif Romawi, dan oleh karena itu mereka adalah warga Gereja Katolik Roma,[9] namun sebagian pihak merasa dirinya bukan "umat Katolik Roma" menurut makna sempit dari istilah tersebut, karena mereka bukan anggota dari Gereja lokal partikular di Roma maupun Gereja Barat atau Latin, yang menggunakan Ritus-ritus liturgi Latin, di mana Ritus Romawi merupakan ritus yang paling banyak digunakan.[10] Umat Katolik lainnya "bangga menyebut dirinya umat Katolik Roma".[11]

"Ritus"

Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur mendefinisikan istilah Gereja otonom dan ritus sebagai berikut: "Suatu kelompok umat beriman Kristiani yang dihubungkan menurut hukum oleh suatu hirarki dan bersamaan dengan itu atau sekaligus mengakui otoritas tertinggi Gereja sebagai otonom dalam Kitab Hukum ini disebut Gereja otonom" (kanon 27);[12] dan "1. Sebuah ritus adalah patrimoni liturgis, teologis, spiritual dan disipliner, budaya dan ruang lingkup sejarah dari suatu masyarakat tertentu, yang dengan itu tata caranya sendiri untuk hidup sesuai dengan iman dimanifestasikan dalam tiap Gereja otonom [sui iuris]. 2. Ritus-ritus yang dimaksud dalam Kitab Hukum ini, kecuali dinyatakan sebaliknya, adalah ritus-ritus yang tumbuh dari tradisi-tradisi Aleksandria, Antiokhia, Armenia, Kaldea dan Konstantinopolis" (kanon 28)[13] Di masa lampau, Gereja-Gereja Katolik Timur kadang kala disebut dengan ungkapan "Ritus-Ritus Timur." Konsili Vatikan II menyebut mereka sebagai "Gereja-Gereja atau ritus-ritus partikular."[14] Kitab hukum kanonik Latin yang lebih tua, bilamana membahas mengenai Gereja-Gereja Timur, menggunakan istilah-istilah "Gereja ritual" atau "Gereja ritual sui iuris" (kanon 111 dan 112), dan juga membahas tentang "subyek dari sebuah ritus Timur"(kanon 1015 §2), "Para petugas dari ritus lain" (kanon 450 §1), "umat beriman dari suatu ritus tertentu" (kanon 476), dst. Meskipun demikian penggunaan istilah "ritus" untuk menyebut Gereja-Gereja Timur, dan Gereja Barat, kini sudah jarang dijumpai. Sebuah publikasi dari Dewan Waligereja Katolik Nasional Di Amerika Serikat (NCCB: National Council Of Catholic Bishops) menjelaskan sebagai berikut: "Kita telah terbiasa untuk berbicara tentang Ritus Latin (Roma atau Barat) atau Ritus-Ritus Timur dalam pengertian Gereja-Gereja yang berbada-beda ini. Meskipun demikian, legislasi mutakhir dari Gereja sebagaimana yang termuat dalam Kitab Hukum Kanonik dan Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur memperjelas bahwasanya kita mesti berbicara, bukan tentang ritus-ritus, melainkan tentang Gereja-Gereja. Kanon 112 dari Kitab Hukum Kanonik menggunakan frase 'Gereja-Gereja ritual otonom' untuk menyebut Gereja-Gereja yang berbeda-beda." [15] Publikasi lainnya menjelaskan: "Gereja-Gereja Timur masih saja secara keliru disebut sebagai Gereja-Gereja 'ritus-Timur', yang menunjukkan berbagai sejarah liturgis mereka. Mereka paling tepat disebut Gereja-Gereja Timur, atau Gereja-Gereja Katolik Timur."[16]

Perlu kehati-hatian dalam membeda-bedakan makna dari kata "ritus." Di luar maknanya sebagai patrimoni dari suatu Gereja partikular, kata ritus telah dan kadang-kadang, bahkan sekalipun jarang, masih digunakan oleh Gereja partikular itu sendiri. Dengan demikian, istilah ritus Latin dapat berarti baik Gereja Latin ataupun satu atau lebih dari ritus-ritus liturgis Latin, yang mencakup Ritus Roma yang mayoritas itu, namun juga Ritus Ambrosiana serta Ritus Mozarabia, dan lain-lain.

Umat Katolik Timur dan Barat (Latin)

 
Gedung Gereja Katolik-Yunani berukuran kecil beserta menara loncengnya di desa Sielec, Drohobych Raion dari abad ke-17, dibangun dalam gaya arsitektur yang lazim di daerah itu

Sebagian besar Gereja Katolik Timur muncul karena ada sekelompok umat dalam suatu Gereja Kristen kuna yang berselisih paham dengan Roma memilih untuk masuk dalam persekutuan penuh dengan tahta keuskupan Roma. Meskipun demikian, Gereja Maronit mengklaim tidak pernah berpisah dengan Roma, dan tidak memiliki Gereja Ortodoks tandingan di luar persekutuan dengan Sri Paus. Oleh sebab itu tidaklah tepat untuk menyebut Gereja itu sebagai sebuah Gereja "Uniat". Gereja Katolik Italo-Albania juga tidak pernah berpisah dari Roma, tetapi, tidak seperti Gereja Maronit, Gereja ini menggunakan ritus liturgi yang sama dengan Gereja-Gereja Ortodoks Timur. Gereja Siro-Malabar, berbasis di Kerala, India, juga mengklaim tidak pernah secara sadar berpisah dengan Roma. Umat Kristiani Kerala lainnya, yang awalnya berasal dari tradisi Siria-Timur yang sama, justru beralih ke tradisi Siria-Barat dan kini menjadi bagian dari Ortodoksi Oriental (sebagian umat Ortodoks Oriental di India bersatu kembali dengan Gereja Katolik pada 1930 dan menjadi Gereja Katolik Siro-Malankara).

Hukum kanon yang dimiliki bersama oleh Gereja-Gereja Katolik Timur telah dikodifikasi dalam Codex Canonum Ecclesiarum Orientalium (Hukum Kanon Gereja-Gereja Timur) tahun 1990. Dalam Curia Romana, dicasterium yang bekerja sama dengan Gereja-Gereja Katolik Timur adalah Kongregasi bagi Gereja-Gereja Timur, yang, berdasarkan hukum, mencakup sebagai anggota semua patriark dan uskup agung mayor Katolik Timur.

Seluruh umat katolik tunduk pada uskup dari eparki atau keuskupan (Gereja partikular lokal) di tempat mereka masing-masing. Mereka juga secara langsung tunduk pada Sri Paus, sebagaimana yang dinyatakan dalam kanon 43 dari Codex Canonum Ecclesiarum Orientalium dan kanon 331 dari Codex Iuris Canonici. Kebanyakan, namun tidak semua, umat Katolik Timur juga tunduk secara langsung pada seorang patriark, uskup agung mayor/Katolikos, atau metropolitan yang memiliki otoritas atas semua uskup dan umat beriman dari Gereja partikular otonom (kanon 56 dan 151 dari Hukum Kanon Gereja-Gereja Timur).

Latar belakang sejarah

Persekutuan antar Gereja Kristen telah hancur karena masalah-masalah iman, ketika masing-masing pihak menuduh pihak lain telah sesat atau meninggalkan iman sejati (ortodoksi). Persekutuan juga hancur akibat pertikaian di luar masalah-masalah iman, seperti ketika terjadi ketidaksepakatan mengenai masalah otoritas atau keabsahan dalam pemilihan uskup tertentu. Di kemudian hari, masing-masing pihak menuduh pihak lain melakukan skisma, tetapi tidak lagi saling tuding sesat.

Perpecahan-perpecahan utama dari persekutuan Gereja:

  1. Gereja-Gereja yang menerima ajaran Konsili Efesus tahun 431, yang mengutuk pandangan-pandangan Nestorius, menggolongkan pihak yang menolak ajaran Konsili itu sebagai bidaah. Pihak yang menerima ajaran Konsili sebahagian besar hidup dalam wilayah Kekaisaran Romawi dan menyebut dirinya ortodoks; mereka menganggap pihak yang lain, yang sebahagian besar hidup dalam wilayah Kekaisaran Persia, sebagai bidaah Nestorian. Kaum yang dianggap bidaah Nestorian ini sekali waktu melakukan ekspansi besar di Asia. Monumen-monumen tanda kehadiran mereka masih ada sampai sekarang di negeri Tiongkok. Saat ini jumlah mereka relatif kecil dan terbagi-bagi dalam tiga Gereja, yakni Gereja Kaldea (bersatu dengan Roma) yang anggotanya paling banyak, Gereja Timur Asiria, dan Gereja Kuno Timur (pecahan dari Gereja Timur Asiria).
  2. Gereja-Gereja yang menerima ajaran Konsili Khalsedon tahun 451 dengan cara serupa menggolongkan pihak yang menolak ajaran Konsili itu sebagai bidaah Monofisit. Gereja-Gereja yang menolak untuk menerima hasil Konsili justru beranggapan bahwa merekalah yang ortodoks. Enam Gereja yang tidak menerima hasil Konsili Khalsedon tersebut saat ini menolak disebut Monofisit, dan lebih suka disebut Miafisit. Mereka kerap disebut Gereja Ortodoks Oriental agar dapat dibedakan dari Gereja-Gereja Ortodoks Timur. Kata Oriental dan Timur sebenarnya sama saja artinya, akan tetapi digunakan sebagai label untuk realita-realita yang berbeda, dalam banyak bahasa, perbedaan dua label itu sulit untuk diterjemahkan. Gereja-Gereja ini juga disebut Gereja-Gereja pra-Khalsedonia atau yang kini jarang digunakan, non-Khalsedonia atau anti-Khalsedonia.
  3. Skisma Timur-Barat antara Roma dan Roma Baru timbul akibat masalah-masalah otoritas, dan didorong oleh persaingan dan perbedaan-perbedaan budaya (Bahasa Yunani sudah jarang dikenal di Barat, demikian pula dengan Bahasa Latin di Timur), bukannya akibat masalah-masalah doktrin, meskipun di kemudian hari timbul kontroversi mengenai pokok-pokok tertentu seperti penyisipan klausa Filioque dalam Kredo Nicea oleh pihak Barat, penggunaan roti beragi atau tidak beragi dalam Ekaristi, serta aturan-aturan mengenai pernikahan/perceraian. Masing-masing pihak menganggap pihak yang lain bukan lagi bagian dari Gereja yang ortodoks dan katolik. Namun seiring perjalanan waktu, tumbuh kebiasaan untuk menyebut pihak Timur sebagai Gereja Ortodoks dan pihak Barat sebagai Gereja Katolik, tanpa masing-masing pihak mencabut klaimnya sebagai Gereja ortodoks yang sejati atau Gereja katolik yang sejati. Gereja-Gereja yang berpihak ke Konstantinopel kini secara kolektif dikenal sebagai Gereja Ortodoks Timur.

Dalam tiap Gereja yang persekutuannya dengan Gereja Roma telah hancur akibat tiga perpecahan di atas, dalam beberapa kesempatan, timbul sekelompok orang yang merasa penting untuk memulihkan persekutuan itu. Tahta keuskupan Roma menerima mereka sebagaimana mereka adanya yakni tanpa mengharuskan mereka mengadopsi adat-kebiasaan Gereja Latin.

Dalam suatu pertemuan di Balamand, Libanon pada bulan Juni 1993, Komisi Internasional Gabungan untuk Dialog Teologis antara Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks menyatakan bahwa inisiatif-inisiatif yang "mendorong terjadinya persatuan komunitas-komunitas tertentu dengan Tahta Roma dan yang bagi mereka, sebagai konsekuensinya, mengakibatkan retaknya persekutuan dengan Gereja-Gereja Timur Induk mereka ... terjadi tanpa melibatkan kepentingan-kepentingan luar-gerejawi" (bagian 8 dari dokumen Balamand); dan apa yang telah disebut sebagai "uniatisme" "tidak lagi dapat diterima sebagai suatu metode untuk diikuti, tidak pula sebagai suatu model dari persatuan yang diupayakan oleh Gereja-Gereja kita" (bagian 12).

Dalam kesempatan yang sama, Komisi tersebut menyatakan:

  • Sehubungan dengan Gereja-Gereja Katolik Timur, jelas bahwa mereka, sebagai bagian dari persekutuan Katolik, berhak untuk eksis dan untuk bertindak dalam menanggapi kebutuhan-kebutuhan spiritual umat mereka (bagian 3).
  • Gereja-Gereja Katolik Oriental yang telah berniat memulihkan kembali persekutuan-penuh dengan Tahta Roma dan telah tetap setia padanya, memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terkait dengan persekutuan tersebut (bagian 16).

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, identitas Gereja Maronit dan Gereja Siro-Malabar tidak terkait dengan perpecahan serupa dalam suatu Gereja Timur.

Gereja-Gereja Katolik Timur merupakan 2% dari keanggotaan Gereja Katolik, dan kurang dari 10% dari keseluruhan umat Kristiani Timur.

Daftar Gereja-gereja Katolik Timur

Berikut ini adalah daftar Gereja-Gereja Katolik Timur beserta lokasi dan negara-negara (atau wilayah politik lainnya yang lebih luas dari pada negara) tempat mereka memiliki yurisdiksi gerejawi setingkat keuskupan, sebagaimana yang tercantum dalam Annuario Pontificio dari Tahta Suci (tanggal persatuan atau pendirian di dalam tanda kurung):

  1. Tradisi liturgi Aleksandria:
    1. Gereja Katolik Koptik (Patriarkat): Kairo, (163.849 jiwa), Mesir (1741)
    2. Gereja Katolik Ethiopia (Metropolia): Addis Ababa, (208.093 jiwa), Ethiopia, Eritrea (1846)
  2. Ritus liturgi Antiokhia atau Siria-Barat:
    1. Gereja Maronit (Patriarkat): Bkerke, (3.105.278 jiwa), Libanon, Siprus, Yordania, Israel, Otoritas Palestina, Mesir, Siria, Argentina, Brasil, Amerika Serikat, Australia, Kanada, Meksiko (persatuan dikukuhkan kembali pada 1182)
    2. Gereja Katolik Suryani (Patriarkat): Beirut,(131.692 jiwa), Libanon, Irak, Yordania, Kuwait, Otoritas Palestina, Mesir, Sudan, Siria, Turki, Amerika Serikat dan Kanada, Venezuela (1781)
    3. Gereja Katolik Siro-Malankara (Keuskupan Agung Mayor): Trivandrum, (412.640 jiwa), India, Amerika Serikat (1930)
  3. Tradisi liturgi Armenia:
    1. Gereja Katolik Armenia (Patriarkat): Beirut, (375.182 jiwa), Libanon, Iran, Irak, Mesir, Siria, Turki, Yordania, Otoritas Palestina, Ukraina, Perancis, Yunani, Amerika Latin, Argentina, Rumania, Amerika Serikat, Kanada, Eropa Timur (1742)
  4. Tradisi liturgi Kaldea atau Siria-Timur:
    1. Gereja Katolik Kaldea (Patriarkat): Baghdad, (418.194 jiwa), Irak, Iran, Libanon, Mesir, Siria, Turki, Amerika Serikat (1692)
    2. Gereja Siro-Malabar (Keuskupan Agung Mayor): Ernakulam, (3.902.089 jiwa), India, Timur Tengah, Eropa dan Amerika (tanggal persatuan masih diperdebatkan)
  5. Tradisi liturgi Bizantium atau Konstantinopolitan:
    1. Gereja Katolik Yunani Albania (Administrasi Apostolik): (3.510 jiwa), Albania (1628)
    2. Gereja Katolik Yunani Belarusia (Tanpa Hirarki saat ini): (10.000 jiwa), Belarusia (1596)
    3. Gereja Katolik Yunani Bulgaria (Eksarkat Apostolik): Sofia,(10.107 jiwa), Bulgaria (1861)
    4. Gereja Bizantium Eparki Križevci (satu Eparki dan satu Eksarkat Apostolik): Križevci, Ruski Krstur (21.480 jiwa) + (22.653 jiwa), Kroasia, Serbia dan Montenegro (1611)
    5. Gereja Katolik Bizantium Yunani (dua Eksarkat Apostolik): Athena, (2.325 jiwa), Yunani, Turki (1829)
    6. Gereja Katolik Yunani Hungaria (satu Eparki dan satu Eksarkat Apostolik): Nyiregyháza, (290.000 jiwa), Hungaria (1646)
    7. Gereja Katolik Italo-Yunani (dua Eparki dan satu Keabbasan Teritorial): (63.240 jiwa), Italia (Tidak pernah berpisah dari Gereja Katolik)
    8. Gereja Katolik Yunani Makedonia (satu Eksarkat Apostolik): Skopje, (11.491 jiwa), Republik Makedonia (1918)
    9. Gereja Katolik Yunani Melkit (Patriarkat): Damaskus, (1.346.635 jiwa), Siria, Libanon, Yordania, Israel, Brasil, Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Irak, Mesir dan Sudan, Kuwait, Australia, Venezuela, Argentina (1726)
    10. Gereja Rumania Bersatu dengan Roma, Katolik-Yunani (Keuskupan Agung Mayor): Blaj, (776,529 jiwa) Rumania, Amerika Serikat (1697)
    11. Gereja Katolik Rusia (dua Eksarkat Apostolik, saat ini tanpa hirark): Rusia, Tiongkok (1905); saat ini memiliki sekitar 20 paroki dan kumunitas yang tersebar di seluruh dunia, termasuk lima di Rusia, tunduk di bawah uskup-uskup dari yurisdiksi-yurisdiksi lain
    12. Gereja Katolik Ruthenia (satu Metropolia sui iuris, satu Eparki, dan satu Eksarkat Apostolik): Uzhhorod, Pittsburgh, (594.465 jiwa), Amerika Serikat, Ukraina, Republik Ceko (1646)
    13. Gereja Katolik Yunani Slowakia (Metropolia): Prešov, (243.335 jiwa), Republik Slowakia, Kanada (1646)
    14. Gereja Katolik Yunani Ukraina (Keuskupan Agung Mayor): Kiev, (4.223.425 jiwa), Ukraina, Polandia, Amerika Serikat, Kanada, Britania Raya, Australia, Jerman dan Skandinavia, Perancis, Brasil, Argentina (1595)


Catatan: Umat Katolik Ritus Bizantium Georgia belum diakui sebagai sebuah Gereja partikular (sesuai dengan kanon 27[17] dari Hukum Kanon Gereja-Gereja Timur). Mayoritas umat Kristen Katolik Timur di Republik Georgia beribadat dengan menggunakan ritus liturgi Armenia.

Dari daftar di atas jelaslah bahwa sebuah Gereja partikular otonom dapat saja memiliki yurisdiksi-yurisdiksi tersendiri (Gereja-Gereja partikular lokal) di beberapa negara.

Gereja Katolik Ruthenia memiliki organisasi yang unik karena terdiri atas tiga yurisdiksi, masing-masing bertanggung jawab secara langsung kepada Sri Paus. Satu Metropolia, yakni Gereja Metropolitan Katolik Bizantium Pittsburgh, yang juga disebut (namun bukan sebutan resmi) sebagai Gereja Katolik Bizantium di Amerika oleh hukum kanon diperlakukan seakan-akan memiliki status sebagai sebuah Gereja partikular metropolitan otonom ("sui iuris") karena situasi pada saat pendiriannya sebagai sebuah provinsi gerejawi pada 1969. Di masa itu, kondisi di tanah air bangsa Rusin, yang dikenal sebagai Karpato-Rus, tidak memungkinkan adanya solusi lain karena Gereja Katolik Bizantium telah dibubarkan secara paksa oleh otoritas Soviet. Ketika rezim Komunis berakhir, Eparki Mukacheve (didirikan pada 1771) muncul kembali. Eparki ini memiliki 320.000 umat, lebih besar dari pada jumlah umat Metropolia Pittsburgh. Selain itu ada pula sebuah eksarkat apostolik yang didirikan pada 1996 bagi umat Katolik ritus Bizantium di Republik Ceko. Eksarkat apostolik ini digolongkan sebagai bagian lain dari Gereja Katolik Ruthenia.

Dalam situs web EWTN eksarkat apostolik bagi umat Katolik Ritus Bizantium di Republik Ceko tercantum dalam daftar Gereja-Gereja Timur yang berstatus Gereja partikular otonom.[18] Hal ini adalah sebuah kesalahan karena pengakuan dalam Gereja Katolik atas status otonom dari sebuah Gereja partikular hanya dapat diberikan oleh Tahta Suci (lih. kanon 27 dari Hukum Kanon Gereja-Gereja Timur), yang justru menggolongkan Gereja ini sebagai salah satu Gereja partikular lokal dari Gereja Katolik Ruthenia otonom (sui iuris).

Umat Katolik ritus-Bizantium warga negara atau keturunan Georgia

Beberapa pihak memperlakukan umat Katolik ritus-Bizantium dari Gereja Katolik Georgia sebagai sebuah Gereja partikular tersendiri dengan tanggal persatuan kembali pada 1861 atau 1917. Sebuah studi yang dilakukan Diakon Methodios Stadnik menyebutkan bahwa: "Eksark Katolik Bizantium Georgia, Pater Shio Batmanishvili, dan dua imam Katolik Georgia dari ritus Latin dieksekusi oleh otoritas Soviet pada 1937 setelah menjalani penahanan di penjara Solovki dan gulag-gulag Utara sejak 1923."[19] Dalam bukunya The Forgotten: Catholics of the Soviet Union Empire from Lenin through Stalin,[20] Pater Christopher Zugger menulis: "Pada 1936, Gereja Katolik Bizantium Georgia memiliki dua komunitas, digembalakan oleh seorang uskup dan empat imam, dengan 8.000 umat beriman", dan menurutnya uskup tersebut adalah Shio Batmalashvili. Organisasi hak asasi manusia Helsinki di Ukraina menyebutkan "administrator Katolik untuk Georgia Shio Batmalashvili" sebagai salah satu dari orang-orang yang dieksekusi sebagai "unsur-unsur anti-Soviet" pada 1937.[21]

Sumber kedua menyebut Batmalashvili seorang uskup. Sumber pertama ragu-ragu, menyebutnya seorang Eksark namun menggelarinya Pater (Pastur). Sumber ketiga hanya menyebutnya sebagai "administrator Katolik" tanpa secara khusus menyebutkan apakah dia seorang uskup atau seorang imam dan apakah dia memimpin sebuah yurisdiksi ritus-Latin atau ritus-Bizantium.

Jika Batmalashvili adalah seorang Eksark, dan bukan seorang uskup yang ada sangkut-pautnya dengan keuskupan ritus Latin di Tiraspol, dengan tahta keuskupan di Saratov dekat Sungai Volga, yang mewadahi umat Katolik Georgia termasuk umat Katolik Georgia ritus-Bizantium[22] maka hal ini berarti bahwa ada sebuah Gereja Katolik Ritus-Bizantium Georgia, bahkan jika hanya eksis sebagai sebuah Gereja partikular lokal. Meskipun demikian, karena pembentukan sebuah yurisdiksi hirarkis baru harus dipublikasikan dalam Acta Apostolicae Sedis, dan karena tidak ada keterangan mengenai pembentukan sebuah yurisdiksi semacam itu bagi umat Katolik ritus-Bizantium Georgia yang tercantum dalam pemberitaan resmi Tahta Suci tersebut, maka klaim tersebut nampaknya tidak berdasar.

Annuario Pontificio, yang biasanya memuat daftar seluruh uskup Gereja Katolik, tidak mencantumkan Batmalashvili dalam edisi-edisinya yang terbit pada era 1930-an. Jika benar dia seorang uskup, mungkin saja dia asalah salah satu dari imam-imam yang secara rahasia ditahbiskan menjadi uskup dari tahta-tahta keuskupan titular untuk berkarya di Uni Soviet oleh Uskup Yesuit Perancis Michel d'Herbigny, yang mengepalai Komisi Kepausan "Pro Russia" sejak 1925 sampai 1934, dan yang mungkin tidak diberi yurisdiksi eksklusif atas wilayah tertentu di Uni Soviet. Situasi pada masa membuat Tahta Suci tidak mungkin bahkan tidak berpikir untuk mendirikan keuskupan-keuskupan atau eksarkat-eksarkat baru dalam wilayah Uni Soviet, khususnya untuk ritus Bizantium, karena umat Katolik ritus-Bizantium saat itu dipaksa untuk menjadi umat dari Gereja Ortodoks Rusia.

Nama Batmalashvili tidak termasuk dalam nama-nama keempat administrator Katolik "bawah tanah" yang tercantum dalam Hirarki Regional Katolik Roma (hanya satu di antaranya yang menjadi uskup) untuk empat wilayah pecahan keuskupan Tiraspol setelah pengunduran diri uskup terakhirnya pada 1930 yang telah diasingkan sebelumnya, Joseph Aloysius Kessler. Sumber ini menyebutkan bahwa Pater Stefan Demurow adalah Administrator Apostolik "Tbilisi dan Georgia" dan menyebutkan bahwa dia dieksekusi pada 1938. Sumber-sumber lain mengaitkan Pater Demurow dengan Azerbaijan dan mengatakan bahwa, dia tidak dieksekusi melainkan meninggal dunia di sebuah kamp konsentrasi Siberia.[23]

Sampai 1994, Catholic Almanac yang terbit setahun sekali bertindak semakin jauh dengan mencantumkan "umat Georgia" dalam daftar Gereja-Gereja partikular otonom atau Ritus Bizantium. Sampai dikoreksi pada 1995, tampaknya publikasi terbitan tersebut melakukan kesalahan yang mirip dengan situs tudak resmi EWTN sehubungan dengan umat Katolik ritus-Bizantium Ceko.

Ada pula sebuah gerakan Katolik Bizantium yang tidak bertahan lama di kalangan etnis Estonia dalam Gereja Ortodoks di Estonia selama periode antar perang di abad ke-20, terdiri atas dua sampai tiga paroki, tidak terangkat ke jenjang Gereja partikular lokal dengan kepala Gereja sendiri. Kelompok ini dilikuidasi oleh rezim Soviet dan kini lenyap.

Biritualisme

Klerus Katolik wajib merayakan sakramen-sakramen menurut Ritus mereka masing-masing.[24] Beberapa klerus dapat diizinkan merayakan liturgi menurut Ritus lain. Jadi seorang imam Ritus Timur tertentu dapat diotorisasi untuk mendoakan Misa dalam kesempatan tertentu atau pun untuk seterusnya menurut Ritus lain, baik Ritus Timur maupun Ritus Barat, sesuai dengan Ritus umat beriman yang dilayaninya, sebaliknya seorang imam Ritus Latin dapat pula diotorisasi untuk menggunakan Ritus Timur tertentu. Bilamana izin biritual diberikan, biasanya dibatasi pada satu Ritus tertentu sebagai tambahan pada Ritus asli dari imam yang bersangkutan.

Satu pengecualian adalah jikalau seorang imam ditahbiskan dalam suatu Ritus yang bukan Ritus di mana dia dibaptis, dan belum dilakukan pertukaran-Ritus atau penyesuaian, maka dia bebas menggunakan Ritus aslinya sekaligus Ritus adopsinya, karena seseorang senantiasa diperbolehkan menggunakan Ritus di mana dia dibaptis tanpa pengecualian serius.

Sri Paus, sebagai kepala semua Gereja, dapat dan memang mendoakan Misa menurut Ritus manapun; meskipun demikian, karena dia sekaligus adalah juga Uskup Roma, dan Keuskupan Roma adalah sebuah keuskupan Ritus Latin, maka lebih umum bagi Paus untuk merayakan Misa menurut ritus Gereja Roma, yakni Ritus Roma, salah satu dari Ritus-Ritus liturgis Latin. Dalam keadaan tertentu dan dengan izin dari uskup setempat, para imam dari Ritus-Ritus yang berbeda boleh bebas merayakan Misa bersama-sama (konselebrasi), dengan sepenuhnya mengikuti Ritus dari selebran utama dan bebas menggunakan vestimentum menurut Ritusnya masing-masing.[25]

Keharusan selibat bagi klerus

 
Uskup merayakan Liturgi Suci dalam gereja Katolik-Yunani di Presov, Slowakia Timur. Uskup lain berdiri persis di sisi kanannya (tampak omoforion putih yang dikenakannya), serta dua imam berumahtangga berdiri di sebelah kanan (menghadap kamera).

Umat Kristiani Gereja Timur dan Barat menganut tradisi yang berbeda sehubungan dengan keharusan selibat bagi klerus. Perbedaan tradisi ini beserta kontroversi yang ditimbulkannya telah memainkan suatu peranan dalam hubungan antara kedua kelompok tersebut di beberapa negara Barat.

Kebanyakan Gereja Timur menggolongkan klerus menjadi dua, yakni "klerus monastik" dan "klerus non-monastik." Digolongkan sebagai klerus monastik tidaklah berarti para klerus yang bersangkutan hidup sebagai biarawan atau di dalam biara, melainkan karena mereka telah menjalani sekurang-kurangnya sebagian dari masa pelatihan mereka sebagai biarawan. Kaul monastik mereka mencakup kaul kemurnian yakni ikrar untuk menjalani hidup selibat.

Uskup-uskup biasanya dipilih dari kalangan klerus monastik, dan dalam kebanyakan Gereja Timur suatu persentase besar dari para imam dan diakon juga selibat, sementara sebagian klerus (biasanya para pastor paroki) boleh menikah. Jika seorang calon imam atau diakon hendak menikah, pernikahannya harus dilangsungkan sebelum ditahbiskan ke jenjang diakonat. Meskipun di beberapa negara pernikahan semacam itu biasanya masih diprakarsai oleh keluarga, perubahan-perubahan kultural kadang-kadang mempersulit para siswa seminari untuk mendapatkan perempuan-perempuan yang siap menjadi isteri seorang imam, sehingga mengharuskan adanya suatu masa lowong dalam studi para siswa seminari.

Di negara-negara yang umat Kristianinya menganut tradisi Timur, seorang klerus yang menikah hanya menimbulkan sedikit kontroversi; namun hal yang sama menimbulkan pertentangan di negara-negara lain ke mana umat Katolik Timur tersebut berimigrasi. Atas permintaan para uskup Latin di negara-negara tersebut, Kongregasi Suci untuk Propaganda Iman menetapkan seperangkat aturan dalam sepucuk surat tertanggal 2 Mei 1890 yang ditujukan kepada Uskup Agung Paris,[26] yang juga diterapkan kongregasi tersebut pada 1 Mei 1897 untuk Amerika Serikat,[27] menyatakan bahwa hanya imam yang selibat atau yang sudah menduda yang datang tanpa anak-anaknya yang diizinkan berkarya di Amerika Serikat. Aturan ini diterapkan kembali sehubungan dengan keberadaan umat Katolik Ritus Ruthenia dengan dekrit Cum data fuerit tertanggal 1 Maret 1929, yang selanjutnya diperbaharui untuk sepuluh tahun berikutnya pada 1939. Ketidakpuasan banyak umat Katolik Ruthenia di Amerika Serikat mengakibatkan munculnya Keuskupan Ortodoks Karpato-Russia Amerika. Aturan ini dihapuskan dengan dikeluarkannya Dekrit mengenai Gereja-Gereja Katolik Ritus Timur; sejak itu, kaum pria beristeri juga ditahbiskan menjadi imam di Amerika Serikat, dan banyak imam beristeri yang datang dari negara-negara Timur untuk melayani paroki-paroki di Amerika.[28]

Beberapa Gereja Katolik Timur telah memutuskan untuk mengadopsi keharusan hidup selibat bagi kaum klerus, seperti dalam Gereja Latin. Gereja-Gereja Timur tersebut adalah Gereja Katolik Suriah, Gereja Katolik Siro-Malankara, dan Gereja Katolik Ethiopia.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ ""Gereja-Gereja Ritus Timur - Gereja-Gereja Uniat"". Diakses tanggal 2008-10-22. 
  2. ^ Orientalium Ecclesiarum, 12-18
  3. ^ Konsili Vatikan II, Dekrit Orientalium Ecclesiarum, 3
  4. ^ Orientale lumen, 5-8
  5. ^ The New York Times Guide To Essential Knowledge: A Desk Reference for the Curious Mind - halaman 499 oleh Times The New
  6. ^ "Nota mengenai Ungkapan Gereja-Gereja Bersaudari", Bagian 11. Tersedia online di: http://www.vatican.va/roman_curia/congregations/cfaith/documents/rc_con_cfaith_doc_20000630_chiese-sorelle_en.html
  7. ^ Dekrit mengenai Gereja-Gereja Katolik Timur, Bagian 3
  8. ^ Katekismus Gereja Katolik Bagian 1233
  9. ^ Contoh-contoh penggunaan istilah "Gereja Katolik Roma" oleh para Paus, bahkan ketika tidak sedang berbicara kepada umat Gereja-Gereja non-Katolik, adalah ensiklik Divini illius Magistri dan Humani generis,, serta perkataan Paus Yohanes Paulus II dalam audiensi umum pada 26 Juni 1985 (naskah dalam bahasa Italia, terjemahan ke dalam bahasa Spanyol) yang menggunakan istilah "Gereja Katolik Roma" sebagai sinonim bagi "Gereja Katolik". Istilah "Gereja Katolik Roma" berulang kali digunakan untuk menyebut keseluruhan Gereja yang bersekutu dengan tahta keuskupan Roma, Termasuk umat Katolik Timur, dalam dokumen-dokumen resmi yang berkaitan dengan dialog antara Gereja Katolik secara keseluruhan (bukan hanya Gereja Baratnya) dengan kelompok-kelompok di luar cakupannya. Contoh-contoh dokumen-dokumen semacam ini dapat dilihat pada pranala-pranala di situs web Vatikan di bawah tajuk Pontifical Council for Promoting Christian Unity. Tahta Suci tidak pernah menggunakan istilah "Gereja Katolik Roma" untuk menyebut Gereja Barat atau Latin saja. Dalam Konstitusi Dogmatik de fide catholica dari Konsili Vatikan Pertama, frase Gereja Roma yang Kudus, Katolik, dan Apostolik (dalam bahasa Latin, Sancta catholica apostolica Romana ecclesia) juga bermakna lain dari pada Ritus-Latin atau Gereja Barat.
  10. ^ Sebagian umat Katolik Timur yang menggunakan ritus liturgi Bizantium dan menyebut dirinya "umat Katolik Bizantium" menolak disebut "Umat Katolik Roma", karena bagi mereka kata-kata tersebut bermakna umat Katolik yang menggunakan Ritus Romawi atau mungkin keseluruhan Gereja Barat, termasuk Gereja Barat yang menggunakan Ritus Ambrosiana atau ritus-ritus non-Romawi lainnya: "Kami adalah ritus Bizantium, yang Katolik, tetapi bukan Katolik Roma" (Pastor Gereja Ukraina menerima penghargaan).
  11. ^   Labourt, J (1913). "Maronites". Dalam Herbermann, Charles. Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company. 
  12. ^ Kanon 27 dari Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur Dalam bahasa Latin aslinya kata yang digunakan sebagai padanan kata otonom adalah "sui iuris": Coetus christifidelium hierarchia ad normam iuris iunctus, quem ut sui iuris expresse vel tacite agnoscit suprema Ecclesiae auctoritas, vocatur in hoc Codice Ecclesia sui iuris
  13. ^ Kanon 28 dari Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur
  14. ^ Dekrit Konsili Vatikan II mengenai Gereja-Gereja Timur Katolik Orientalium Ecclesiarum, bagian 2
  15. ^ Umat Katolik Timur di Amerika Serikat tersedia dari NCCB pada: http://www.usccbpublishing.org/productdetails.cfm?sku=5-287&disccode=sum0625
  16. ^ Catholic Update: What All Catholics Should Know About Eastern Catholic Churches
  17. ^ kanon 27
  18. ^ (Inggris) Catholic Rites and Churches
  19. ^ A Concise History of the Georgian Byzantine Catholic Church
  20. ^ Syracuse University Press 2001, halaman 224 dst.
  21. ^ Mengenang para korban titik embarkasi Solovky
  22. ^ Oriente Cattolico (Kota Vatikan 1974), halaman 194
  23. ^ Misalnya, Komunitas kecil umat Kecil hidup di bekas negara Komunis
  24. ^ kanon 40 dari Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur
  25. ^ kanon 701 dari Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur
  26. ^ Acta Sanctae Sedis, jil. 1891/92, hal.390
  27. ^ Collectanea No. 1966
  28. ^ Faulk, Edward (2007). 101 Questions & Answers on Eastern Catholic Churches. New York: Paulist Press, pp.87-88. ISBN 978-0-8091-4441-9. 

Pranala luar