Immanuel Kant (22 April 1724 – 12 Februari 1804) adalah seorang tokoh filsafat di Jerman pada Abad Pencerahan. [1] Ia merupakan salah satu tokoh Abad Pencerahan pada abad ke-18 yang mengandalkan penggunaan akal dalam pengembangan ilmu dan pengetahuan.[2] Dalam sejarah filsafat modern, pemikiran Kant sebagian besar mengkritik tentang metafisika tradisional.[3] Kant meyakini bahwa filsafat merupakan ilmu pokok dan sumber segala pengetahuan.[4] Sesuai perannya, filsafat dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan manusia yang paling utama.[5] Dalam kajian filsafatnya, ia membagi persoalan menjadi empat, yaitu metafisika, agama, etika dan antropologi.[6]

Immanuel Kant
Lahir(1724-04-22)22 April 1724
Königsberg, Kerajaan Prusia
Meninggal12 Februari 1804(1804-02-12) (umur 79)
Königsberg, Kerajaan Prusia
Tempat tinggalKerajaan Prusia
KebangsaanJerman
EraFilsafat abad ke-18
KawasanFilsafat Barat
AliranKantianisme
Filsafat Pencerahan
Minat utama
Epistemologi · Metafisika · Etika
Gagasan penting
Imperatif Kategoris
Transendental Idealisme
Sintetik a priori
Ansichtslosigkeit · Sapere aude
Hipotesis nebula
Tanda tangan

Immanuel Kant memulai fenomenologi sejak menentukan unsur pengetahuan yang berasal dari akal dan dari pengalaman.[7] Ia memisahkan pemikiran yang murni dari akal tanpa adanya pengalaman, serta pemikiran yang murni dari pengalaman dengan adanya bukti empiris.[8] Dasar filsafat Kant adalah prinsip transendental.[9] Pemikiran Kant dikenal sebagai kritisisme atau rasionalisme kritis. Bersama dengan empirisme Inggris, pemikiran Kant menjadi dasar ilmu pengetahuan modern dalam bidang bahasa, khususnya positivisme logis dan filsafat bahasa.[10]

Kehidupan pribadi

Immanuel Kant dilahirkan pada tanggal 22 April 1724 di sebuah kota kecil dalam wilayah Prusia Timur, yaitu Königsberg.[11] Keluarganya merupakan penganut Protestanisme yang taat sehingga mempengaruhi pemikiran Kant terhadap moral.[12] Ia dan keluarganya merupakan pengikut gereja Lutheran. Ayahnya merupakan seorang imigran dari Skotlandia, sementara ibunya keturunan Jerman.[13]

Pendidikan Immanuel Kant sampai ke jenjang pendidikan tinggi. Ia menjadi mahasiswa jurusan teologi di Universitas Königsberg pada usia 18 tahun. Selama kuliah, ia memiliki minat pada matematika dan fisika dari karya-karya Isaac Newton. Studi Kant sempat terhenti ketika ia berusia 22 tahun pada tahun 1746. Penyebabnya adalah kematian ayahnya, sehingga ia berhenti kuliah dan mulai mencari pekerjaan untuk memenuhi nafkah keluarganya. Kant tetap dapat menyelesaikan studinya pada tahun 1755 dan menjadi pengajar di Universitas Königsberg.[14] Ia menjadi profesor di Universitas Königsberg pada tahun 1770. Kant hidup di Königsberg sepanjang hayatnya.[15]

Metode filsafat

Kant meyakini bahwa segala pengetahuan diawali dan didasari oleh pengetahuan terhadap filsafat.[16] Ia meyakini bahwa kenyataan yang dilandasi oleh pengetahuan bersifat objektif.[17] Ia mengembangkan metode penelusuran filsafat yang transendental.[18] Ide transendental dianggapnya sebagai cita yang mengendalikan pemikiran dalam kerangka kerja keilmuan.[19] Ia memulai pemikiran filsafat dengan pertanyaan mengenai sumber dari dasar ilmu alam dalam diri subjek. Semua pertanyaan yang tidak terkait dengan pertanyaan utama ini tidak dipertimbangkan sama sekali. Penyelidikan filsafat dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu mengenai peristiwa-peristiwa yang memiliki subjek yang dapat diselidiki dengan bukti empiris. Melalui pemikiran ini, diketahui adanya objek pengetahuan di dalam subjek, tetapi sifatnya tidak dikenali. Hal yang dikenali hanya apa saja yang ada pada diri subjek. Dalam semua bentuk pengetahuan, metode filsafat Kant memerlukan keaktifan dalam pekembangan subjek pengetahuan.[20]

Pemikiran filosofis

Sumber ilmu pengetahuan

Kant mengemukakan teori kritisisme yang menyatakan bahwa sumber ilmu pengetahuan ada dua yaitu akal dan pengalaman.[21] Pandangan Kant terhadap sumber pengetahuan menyeimbangkan antara rasionalisme dan empirisme.[22] Ia meyakini bahwa cita-cita pencerahan dapat tercapai melalui keseimbangan antara rasionalisme dan empirisme dalam hal kebebasan, kemajuan dan kesetaraan.[23] Kant kemudian menyeimbangkan keduanya melalui sintesis terhadap unsur pengenalan pengetahuan. Ia menyatakan bahwa bahan-bahan pengetahuan yang diterima oleh akal berasal dari bukti empiris yang meliputi indra dan pengalaman.[24]

Kant mensintesikan unsur apriori pada rasionalisme dengan unsur aposteriori pada empirisme.[25] Ia meyakini bahwa unsur apriori diperlukan oleh segala pengetahuan yang dicapai manusia melalui indra. Unsur apriori ini harus ada sebelum pengalaman terjadi. Ia memberikan permisalan pada kondisi elemen bentuk, ruang dan waktu yang menyusun benda dalam pengamatan manusia. Ketiga elemen ini telah ada lebih dahulu di dalam akal manusia sebelum adanya pengamatan dan pengalaman.[26] Apriori dalam pendapat Kant mengarahkan objek pengamatan menuju ke akal. Melalui pandangan ini, Kant menganggap belajar sebagai suatu substansi yang bersifat spiritual. Proses tercipta dan terbinanya dilakukan oleh dirinya sendiri.[27]

Moral dan kebaikan

Kant menyebut teorinya tentang moral sebagai prinsip imperatif kategoris. Dalam prinsip ini, semua orang diperlakukan setara dalam kebebasan. Setiap manusia memiliki hak untuk diperlakukan setara dan berkewajiban pula untuk memperlakukan orang lain dengan setara.[28] Ia menganggap Tuhan sebagai kebaikan tertinggi yang menyediakan kehidupan di masa depan yang abadi dari segi moral. Ia mengemukakan bahwa perbuatan baik manusia dilakukan untuk kebaikan manusia itu sendiri. Harapan untuk meminta keadilan kepada Tuhan masih ada di akhirat, ketika kehidupan di dunia mengalami kesengsaraan sementara kebaikan telah diperbuat. Kant meyakini bahwa secara moral, setiap tindakan manusia di dunia akan memperoleh keadilan oleh Tuhan di akhirat.[29]

Kant menolak pandangan utilitarianisme tentang moral. Utilitarianisme menjadikan tujuan sebagai landasan moral bagi perbuatan. Kant berpendapat bahwa kebaikan dari suatu perbuatan diperoleh atas dasar pemenuhan kewajiban dan tidak memperhatikan tujuannya. Suatu perbuatan dilakukan karena merupakan kewajiban sehingga tidak memerlukan alasan untuk dikerjakan. Pandangan Kant ini dikenal sebagai perbuatan atas dasar legalitas.[30]

Kant berpandangan bahwa kedudukan dari norma-norma di dalam moral lebih tinggi dibandingkan dengan norma hukum. Pertanggungjawaban terhadap moral harus didasarkan kepada hati nurani manusia.[31] Sementara itu, Kant menganggap pemberian pidana atas kejahatan bukan merupakan bentuk kebaikan pelaku kejahatan maupun masyarakat. Ia berpendapat bahwa pidana diberikan sebagai balasan atas kejahatan yang dilakukan oleh pelakunya. Kant menyatakan bahwa pidana merupakan bagian dari kejahatan itu sendiri.[32]

Etika dan pendidikan

Kant menetapkan akal pikiran sebagai dasar bagi etika. Pandangan terhadap etika ditentukan oleh adanya kemauan untuk memperoleh hakikat dari sesuatu. Etika yang dikemukakan oleh Kant dapat mewujudkan berbagai perbuatan atau tindakan disertai dengan adanya kesadaran akan kewajiban.[33] Selain itu, dalam pandangan Kant, manusia adalah makhluk hidup dengan martabat yang tinggi.[34] Pendidikan diperlukan oleh manusia untuk menyempurnakan pribadi manusia yang berwatak luhur dan bertanggung jawab. Sifat manusia yang utuh dibangun melalui pendidika bagi individu maupun kelompok. Peran pendidikan ialah menghasilkan individu yang mampu memberikan daya guna melalui keahlian dirinya sehingga memberikan manfaat bagi dirinya dan orang lain.[35]

Keadilan dan kebebasan

Immanuel Kant mengakui adanya kaitan antara keadilan dan kebebasan. Pengakuannya ini disampaikannya melalui bukunya yang berjudul Metaphysical Elements of Justice. Kant menyatakan di dalam bukunya bahwa manusia hanya memiliki satu hak bawaan yaitu kebebasan. [36] Hak atas kebebasan ini hanya dapat diperoleh selama kebebasan ini diberikan secara setara kepada setiap orang. Sifat dari hak atas kebebasan ini adalah kodrati karena dimiliki oleh manusia disebabkan kemanusiaan itu sendiri. Syarat adanya keadilan di dalam masyarakat adalah adanya prinsip kebebasan yang mengakui kebebasan orang lain pula. Prinsip ini dikenal dengan prinsip alteritas atau persamaan pengakuan.[37] Kant meyakini bahwa otonomi atas kebebasan dimiliki oleh moral. Penentuan mengenai sesuatu yang disebut sebagai kebaikan dan kejahatan merupakan tugas dari akal.[38]

Ketuhanan

Kant menjadi salah satu filsuf yang menggunakan argumen teleologi untuk mengungkapkan mengenai alam dan keberadaan Tuhan. Dalam argumen ini, semua gejala alam terjadi karena ada yang mengaturnya dan bukan karena kebetulan semata. Keteraturan alam menandakan bahwa alam diciptakan dengan tujuan dan maksud tertentu oleh suatu zat yang maha mengatur. Zat inilah yang dikenal sebagai Tuhan.[39] Kant berpendapat bahwa status sebagai yang maha mengatur dapat dinaikkan menjadi pencipta melalui penalaran yang mendalam.[40]

Metafisika

Kant mengembangkan metafisika menggunakan unsur apriori. Metafisika yang dikembangkan oleh Kant menetapkan konsep untuk teori dan praktik. Metafisika yang teoretis dikembangkan untuk menentukan persyaratan manusia dalam berpikir. Sementara yang bersifat praktis dikembangkan untuk menentukan persyaratan manusia daalam bertindak. Metafisika Kant menggunakan objek-objek pengalaman sehingga berbeda dengan logika formal. Pemikiran ini membentuk cara berpikir baru dalam metafisika.[41]

Pemikiran sains

Ilmu alam

Immanuel Kant menetapkan 12 kategori untuk menetapkan dasar epistemologi bagi ilmu alam. Seluruh kateogri ini dikemukakan di dalam karyanya yang berjudul Kritik atas Nalar Murni. Kant membagi seluruh kategori ini dalam 4 kelompok yaitu kuantitas, kualitas, relasi dan modalitas. Kelompok kuantitas meliputi kesatuan, kejamakan dan keutuhan. Kelompok kualitas meliputi kenyataan, negasi dan pembatasan. Kelompok relasi meliputi substansi, kausalitas dan timbal-balik. Sedangkan kelompok modalitas meliputi kemungkinan, peneguhan dan keperluan.Dalam pandangan Kant, seluruh kategori tersebut menjadi pengatur data bagi indra manusia yang sifatnya terbatas pada dunia fisik. Kant menolak dua jenis komponen keberadaan manusia yaitu perasaan dan keinginan untuk bertindak.[42]

Asal mula Tata Surya

Immanuel Kant merupakan salah satu pemikir yang mengkaji mengenai asal mula Tata Surya. Ia merupakan salah seorang pengikut mazhab Monoistik. Mazhab ini merupakan salah satu dari dua mazhab yang menjelaskan Tata Surya hingga tahun 1960-an. Dalam mazhab ini, diyakini bahwa unsur penyusun dari segala benda di Tata Surya berasal dari satu materi yang sama.[43]

Pemikiran politik

Pemisahan kekuasaan

Immmanuel Kant merupakan tokoh yang mempopulerkan ajaran Montesquieu mengenai pemisahan kekuasaan.[44] Kandt memperluas penggunaan konsep pemisahan kekuasaan dengan istilah trias politica. Istilah ini awalnya diperkenalkan oleh John Locke dengan pemisahan kekuasaan menjadi legislatif, eksekutif dan federatif. Kemudian oleh Montesquieu, kekuasaan federatif diubah menjadi kekuasaan yudikatif. Dalam definisi Kant, ketiganya dianggap sebagai cabang dari kekuasaan.[45] Selain itu, Kant juga memiliki pendapat mengenai tujuan politik. Kant berpendapat bahwa politik dibuat untuk memenuhi kebutuhan bendawi dan kebahagiaan rohani. Politik dibuat agar setiap orang dapat puas terhadap pengaturannya.[46]

Pemikiran seni

Estetika

Estetika di dalam pandangan Kant merupakan kemampuan manusia dalam mengamati keindahan lingkungannya secara teratur. Pentingnya keindahan bagi manusia menandakan bahwa manusia memiliki perasaan yang menghargai kualitas. Manusia membuat keindahan dengan meniru lingkungan sejak masa purbakala. Salah satu ciri estetika manusia adalah adanya aliran naturalisme dalam seni rupa.[47]

Karya tulis ilmiah

 
Sampul buku Kritik atas Nalar Murni (1781)

Kritik atas Nalar Murni

Dalam Kritik atas Nalar Murni, Kant juga menjelaskan mengenai keterbatasan dari akal.[48] Kant menyelidiki batas kemampuan dari akal dalam mencapai pengetahuan. Kesimpulannya ialah pengetahuan akal budi selalu dimulai dengan pengalaman. Karenanya penggunaan akal budi murni mustahil manusia dapat mengenal sesuatu hak yang di luar dari pengalaman.[49]

Kritik atas Penilaian

Kritik atas Penilaian merupakan kritik ketiga yang ditulis oleh Kant pada tahun 1790. Karyanya ini membahas mengenai hubungan antara dua konsep yaitu keseluruhan dan bagian. Teori mengenai keduanya dikemukakan oleh Kant melalui penilaian khusus. Sebuah keseluruhan muncul dalam bentuk hierarki topik-topik. Hierarki ini terdiri dari topik utama dan topik subordinat. Rekonstruksi teks sebagai suatu keseluruhan hanya diakui ketika bagian-bagian telah diakui. Sebaliknya, detail dapat dipahami setelah bagian-bagian dimengerti secara keseluruhan. Penilaian atas tingkat kepentingan sesuatu hanya merupakan sebuah tebakan.[50]

Pengaruh pemikiran

Friedrich Julius Stahl

Kant menyatakan bahwa hukum merupakan keseluruhan persyaratan yang diperlukan untuk menyesuaikan kehendak bebas setiap manusia berdasarkan prinsip kemerdekaan.[51] Pemikiran Kant mengenai hukum diadopsi, dimodifikasi dan dikembangkan menjadi neo-kantianisme pada abad ke-20.[52] Pemikiran Kant mempengaruhi Friedrich Julius Stahl dalam pemikiran tentang negara. Stahl mengemukakan teori negara hukum dengan kedaulatan negara dimiliki oleh hukum. Unsur-unsur kedaulalatan hukum meliputi perlindungan hak asasi manusia dan penjaminan atasnya melalui pemisahan kekuasaan. Selain itu, pemerintahan diselenggarakan berdasarkan undang-undang, sementara perselisihan diselesaikan melalui peradilan administrasi.[53]

Pragmatisme

Charles Sanders Peirce membuat istilah ‘pragmatisme’ dengan sumber dari filsafat Immanuel Kant. FIlsafat Immanuel Kant menggunakan dua kata yang mirip dengan pragmatisme. Kedua kata ini artinya berbeda. Kata pertama ialah praktisch (bahasa Yunani: praktikos) dan pragmatisch (bahasa Yunani: pragmatikos). Istilah praktisch merujuk diartikan sebagai tindakan dengan tujuan yang ditujukan untuk dirinya sendiri. Ranhanya hanya ada dalam akal budi dan tidaka da dalam pengalaman nyata. Sedangkan, pragmatisch bermakna sebagai suatu gerak dari kehendak manusia yang digunakan untuk mencapai tujuan secara definitif. Tindakan ini merupakan tahap penting untuk mengklarifikasi pemikiran. Dalam karya Kant terdapat istilah keyakinan pragmatis yang berarti tingkat keyakinan hipotetis. Keyakinan ini memiliki kemungkinan untuk mencapai tujuan tertentu dalam dunia nyata.[54]

Referensi

  1. ^ Wattimena, Reza A. A. (2015). Bahagia, Kenapa Tidak? (PDF). Yogyakarta: MaHarSa. hlm. 181. ISBN 978-602-08931-0-5. 
  2. ^ Siahaya, Johannis (2013). Siahaya, Nunuk R., ed. Filsafat Ilmu (PDF). Yogyakarta: Charista Press. hlm. 125. ISBN 978-602-99658-2-7. 
  3. ^ Wattimena, Reza A.A (2010). Filsafat Kritis Immanuel Kant: Mempertimbangkan Kritik Karl Ameriks terhadap Kritik Immanuel Kant atas Metafisika (PDF). Jakarta: PT Evolitera. hlm. 2. ISBN 978-602-96504-4-0. 
  4. ^ Sumanto, Edi (2019). Filsafat Jilid I (PDF). Bengkulu: Penerbit Vanda. hlm. 8–9. ISBN 978-602-6784-91-9. 
  5. ^ Waris. Rofiq, Ahmad Choirul, ed. Pengantar Filsafat (PDF). Ponorogo: STAIN Po Press. hlm. 6. 
  6. ^ Wasitaatmadja, F. F., Hamdayama, J., dan Herdiawanto, H. (2019). Spiritualisme Pancasila (PDF). Jakarta Timur: Prenadamedia Group. hlm. 103. ISBN 978-602-422-267-3.  [pranala nonaktif permanen]
  7. ^ Sulvinajayanti (2019). Iskandar, ed. Riset Public Relation (PDF). Gowa: Penerbit Aksara Timur. hlm. 226. ISBN 978-602-5802-46-1. 
  8. ^ Aprita, S., dan Adhitya, R. (2020). Filsafat Hukum (PDF). Depok: Rajawali Pers. hlm. 102. ISBN 978-623-231-448-1. 
  9. ^ Wattimena, Reza A. A. (2010). Filsafat Kritis Immanuel Kant: Mempertimbangkan Kritik Karl Ameriks terhadap Kritik Immanuel Kant atas Metafisika (PDF). Jakarta: PT Evolitera. hlm. 6. ISBN 978-602-96504-4-0. 
  10. ^ Kleden, I., dan Abdullah, T., ed. (2017). Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora di Indonesia (PDF). Jakarta: LIPI Press. hlm. 476. ISBN 978-979-799-880-6. 
  11. ^ Noor, Irfan (2010). "Teori Pengetahuan Immanuel Kant dan Implikasinya terhadap Batas Ilmu" (PDF). Ilmu Ushuluddin. 9 (1): 44. ISSN 1412-5188. 
  12. ^ Dahlan, Moh (2009). "Pemikiran Filsafat Moral Immanuel Kant: Deontologi, Imperatif Kategoris dan Postulat Rasio Praktis" (PDF). Ilmu Ushuluddin. 8 (1): 38. 
  13. ^ Abror, Robby Habiba (2018). "Pencerahan Sebagai Kebebasan Rasio dalam Pemikiran Immanuel Kant" (PDF). Yaqzhan. 4 (2): 179. 
  14. ^ Muthmainnah, Lailiy (2018). "Tinjauan Kritis terhadap Epistemologi Immanuel Kant (1724-1804)" (PDF). Jurnal Filsafat. 28 (1): 77. ISSN 2528-6811. 
  15. ^ Amin, Saidul (2015). Hasbullah, ed. Filsafat Feminisme: Studi Kritis Terhadap Gerakan Pembaharuan Perempuan di Dunia Barat dan Islam (PDF). Pekanbaru: ASA RIAU. hlm. 53. ISBN 978-602-1096-40-6. 
  16. ^ Idris, S. dan Ramly, F. (2016). Tabrani, ed. Dimensi Filsafat Ilmu dalam Diskursus Integrasi Ilmu (PDF). Yogyakarta: Darussalam Publishing. hlm. v. ISBN 978-602-71602-6-2. 
  17. ^ Miswari (2018). FIisafat Pendidikan Agama Islam (PDF). Lhokseumawe: Unimal Press. hlm. 57. ISBN 978-602-464-031-6. 
  18. ^ Nawawi, Nurnaningsih (2017). Tokoh Filsuf dan Era Keemasan Filsafat Edisi Revisi (PDF). Makassar: Pusaka Almaida. hlm. 16. ISBN 978-602-6253-53-8. 
  19. ^ Muslih, Mohammad (2017). Falsafah Sains: Dari Isu Integrasi Keilmuan Menuju Lahirnya Sains Teistik (PDF). Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam. hlm. 123. ISBN 978-979-567-053-7. 
  20. ^ Sudiantara, Yosephus (2020). Filsafat Ilmu Pengetahuan: Bagian pertama, Inti Filsafat Ilmu Pengetahuan (PDF). Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata. hlm. 68. ISBN 978-623-7635-46-8. 
  21. ^ Kristiawan, Muhammad (2016). Hendri, L., dan Juharmen, ed. Filsafat Pendidikan: The Choice Is Yours (PDF). Yogyakarta: Penerbit Valia Pustaka. hlm. 116. ISBN 978-602-71540-8-7. 
  22. ^ Wahana, Paul (2016). FIlsafat Ilmu Pengetahuan (PDF). Yogyakarta: Pustaka Diamond. hlm. 31. ISBN 978-979-1953-91-7. 
  23. ^ Pamungkas, Cahyo (2017). Yuanjaya, P., dan Agustinova, E., ed. "Peta Teori Ilmu Sosial dan Posisi Ilmu Sosial Keindonesiaan" (PDF). Prosiding Seminar Nasional: Meneguhkan Ilmu-Ilmu Sosial Keindonesiaan. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta: 21. 
  24. ^ Suaedi (2016). Januarini, Nia, ed. Pengantar Filsafat Ilmu (PDF). Bogor: PT Penerbit IPB Press. hlm. 98. ISBN 978-979-493-888-1. 
  25. ^ Idris, S., dan Ramly, F. (2016). Tabrani, ed. Dimensi Filsafat Ilmu dalam Diskursus Integrasi Ilmu (PDF). Yogyakarta: Darussalam Publishing. hlm. 18. ISBN 978-602-71602-6-2. 
  26. ^ Harisah, Afifuddin (2018). Filsafat Pendidikan Islam: Prinsip dan Dasar Pengembangan (PDF). Sleman: Deepublish. hlm. 112. 
  27. ^ Thabrani, Abdul Muis (2015). Rafik, Ainur, ed. Filsafat dalam Pendidikan (PDF). Jember: IAIN Jember Press. hlm. 86–87. ISBN 978-602-414-018-2. 
  28. ^ Said, Laila Refiana (2020). GCAINDO, ed. Buku Ajar Etika Bisnis (PDF). Klaten: Penerbit Lakeisha. hlm. 43. ISBN 978-623-6573-92-1. 
  29. ^ Syamsudi, M., dkk. (2009). Pendidikan Pancasila: Menempatkan Pancasila dalam Konteks Keislaman dan Keindonesiaan (PDF). Yogyakarta: Total Media. hlm. 75–76. ISBN 979-1519-27-7. 
  30. ^ Suaedi (2016). Pengantar Filsafat Ilmu (PDF). Bogor: PT Penerbit IPB Press. hlm. 134. ISBN 978-979-493-888-1. 
  31. ^ Hoesein, Zainal Arifin (2019). Kusmadi, Irwan, ed. "Konstitusionalitas Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum" (PDF). Proseding Forum Group Discussion: Menggugat Konstitusionalitas Presidental Threshold, Sebuah Tafsir Demokrasi Pancasila. Legal Era Indonesia: 40. ISBN 978-602-8659-93-2. 
  32. ^ Ishaq (2017). Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi (PDF). Bandung: CV. Alfabeta. hlm. 212. ISBN 978-602-289-287-8. 
  33. ^ Hidayat, R., dan Rifa’i, M. (2018). Abdillah, ed. Etika Manajemen Perspektif Islam (PDF). Medan: Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia. hlm. 130. ISBN 978-602-51316-3-9. 
  34. ^ Juanda, Anda (2019). Farihin, ed. Pembelajaran Kurikulum Tematik Terpadu: Teori dan Praktik Pembelajaran Tematik Terpadu Berorientasi Landasan Filosofis, Psikologis dan Pedagogis (PDF). Cirebon: Confident. hlm. 35. ISBN 978-602-0834-81-8. 
  35. ^ Sugiarti dan Andalas, E. F., ed. (2020). Membangun Optimisme Meretas Kehidupan Baru dalam Dunia Pendidikan (PDF). Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang. hlm. 28. ISBN 978-979-796-512-9. 
  36. ^ Syafei, An Fauzia Rozani (2020). Zainul, Rahadian, ed. Dasar-Dasar Filsafat (PDF). Air Mati: Penerbitan dan Percetakan CV Berkah Prima. hlm. 97. ISBN 978-602-5994-52-4. 
  37. ^ Rahman, M. Taufiq (2018). Kelik, Mas, ed. Pengantar Filsafat Sosial (PDF). Bandung: LEKKAS. hlm. 11. ISBN 978-602-51298-8-9. 
  38. ^ Wattimena, Reza A. A. (2011). Filsafat Kata (PDF). Jakarta: PT Evolitera. hlm. 142–143. ISBN 978-602-9097-13-9. 
  39. ^ Ramadlon, Z. A., dan Septi, D. (2020). Fahyuni, Eni Fariyatul, ed. Membenarkan Allah dalam Iman: Membaca Aqidah dengan Nalar Kritis. Sidoarjo: UMSIDA Press. hlm. 53–54. ISBN 978-623-6833-40-7. 
  40. ^ Wardani (2014). Filsafat Islam Sebagai Filsafat Humanis-Profetik (PDF). Banjarmasin: IAIN Antasari Press. hlm. 204. 
  41. ^ Muslih, Mohammad (2016). Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan (PDF). Yogyakarta: LESFI. hlm. 79–80. ISBN 978-979-567-044-5. 
  42. ^ Hidayat, Ainur Rahman (2018). Afandi, Moh., ed. Sinergitas Filsafat Ilmu Dengan Khazanah Kearifan Lokal Madura (PDF). Pamekasan: Duta Media Publishing. hlm. 131. ISBN 978-602-6546-45-6. 
  43. ^ Siregar, Suryadi (2017). Fisika Tata Surya (PDF). Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Insitut Teknologi Bandung. hlm. 1. ISBN 978-602-74668-6-9. 
  44. ^ Junaidi, Muhammad (2017). Hukum Konstitusi: Pandangan dan Gagasan Moderenisasi Negara Hukum (PDF). Depok: Rajawali Pers. hlm. 152. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-12-15. Diakses tanggal 2021-12-15. 
  45. ^ Muhtada, D., dan Diniyanto, A. (2018). Muhtada, Dani, ed. Dasar-Dasar Ilmu Negara (PDF). Semarang: Badan Penerbit Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang. hlm. 36. ISBN 978-602-53084-0-6. 
  46. ^ Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (2016). Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pancasila (PDF). Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan. hlm. 78. ISBN 978-602-6470-01-0. 
  47. ^ Faisal (2008). Arsitektur Mandar Sulawesi Barat (PDF). Jakarta: Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film. hlm. 122. ISBN 978-602-8099-13-4. 
  48. ^ Junaidi, Ahmad (2014). Filsafat Hukum Islam (PDF). Jember: STAIN Jember Press. hlm. 19. ISBN 978-602-1640-73-9. 
  49. ^ Widodo, Sembodo Ardi (2015). Hamdi, Abu, ed. Pendidikan dalam Perspektif Aliran-Aliran Filsafat (PDF). Bantul: Idea Press. hlm. 94. ISBN 978-602-0850-25-2. 
  50. ^ Talib, Abdullah A. (2018). Filsafat Hermeneutika dan Semiotika (PDF). Palu: Penerbit LPP-Mitra Edukasi. hlm. 53. ISBN 978-602-52089-8-0. 
  51. ^ Usman, S., dan Itang (2015). Arifin, M. Nur, ed. Filsafat Hukum Islam (PDF). Serang: Penerbit Laksita Indonesia. hlm. 3. ISBN 978-602-72411-9-0. 
  52. ^ Sutan Hrp., Nurasiah Faqih (2010). Filsafat Hukum Barat dan Alirannya (PDF). Medan: Utul ‘Ilma Publishing. hlm. 115. 
  53. ^ Isretno, Evita (2020). Hukum Administrasi Negara: Pengantar Kajian Tentang Kewenangan & Kebijakan Pemerintah (PDF). Jakarta: Cintya Press. hlm. 5. ISBN 978-602-9477-35-1. 
  54. ^ Adinda S., Anastasia Jessica (2015). Wibawa, FX. Setya, ed. Menelusuri Pragmatisme (PDF). Sleman: Penerbit PT Kanisius. hlm. 2. ISBN 978-979-21-4370-6. 

Lihat pula

Pranala luar