Sistem imun bawaan

Revisi sejak 29 Mei 2016 10.06 oleh Helito (bicara | kontrib) (koreksi istilah sistem imun bawaan yang umum digunakan dalam bidang imunologi dan koreksi konsep dasar)

Sistem imun bawaan (bahasa Inggris: innate immune system, genetic immunity, native immunity, natural immunity, inherent immunity)[1] adalah mekanisme suatu organisme mempertahankan diri dari infeksi oleh organisme lain, yang dapat segera dipicu beberapa saat setelah terpapar hampir semua jenis patogen. Sistem kekebalan ini merupakan sistem kekebalan pertama dan melengkapi manusia sejak saat dilahirkan.[2]

Neutrofil (kuning) yang sedang menelan bakteri antraks (jingga). Proses fagositosis ini dilihat dengan mikroskop elektron.

Sel yang terlibat dalam sistem imun bawaan, mengenali dan merespon patogen dalam cara yang umum, dan memberikan perlindungan tubuh jangka pendek bagi inangnya. Sistem sistem imun bawaan menyediakan pertahanan menengah melawan infeksi, dan dapat ditemukan pada semua tumbuhan dan hewan.

Dari banyak mikroorganisme penyebab infeksi yang melakukan penetrasi ke dalam tubuh dari berbagai arah dengan berbagai mekanisme, banyak diantaranya merupakan penyebab patologi dan disebut sebagai mikroorganisme patogenik atau patogen.

Serangan dari patogen ini perlu segera direspon oleh suatu sistem dalam hitungan menit sejak terjadinya infeksi.[3] Hal ini disebabkan karena tubuh setiap saat selalu terpapar mikroorganisme, termasuk yang berasal dari individu yang terjangkit penyakit.

Bagian tubuh yang terpapar meliputi permukaan epitelial, baik internal maupun eksternal, suatu permukaan dengan mukosa saluran pernapasan memberikan jalan masuk bagi airborne mikroorganisme, dan mukosa saluran pencernaan memberikan jalan serupa bagi mikroorganisme yang menempel pada makanan maupun minuman. Gigitan serangga dan luka juga memberikan kesempatan pada mikroorganisme untuk melakukan penetrasi melalui kulit, dan kontak langsung dengan individu lain juga membuka kesempatan masuknya patogen melalui kulit maupun mukosa reproduksi.[4]

Lapisan epitelial (=epitelia) merupakan lapisan yang memisahkan bagian dalam tubuh dan dunia luar yang dipenuhi patogen. Sel epitelial membentuk jajaran sangat rapat dan segera tergantikan apabila rusak. Walaupun demikian, pada kondisi tanpa luka gores maupun luka bakar sekalipun, patogen dapat melintasi rintangan epitelial dengan mengikatkan diri pada molekul yang terdapat di permukaan epitelial bagian dalam, atau membuat suatu infeksi dengan terlebih dulu menempel pada lapisan permukaan atau membentuk sebuah koloni.

Pada umumnya, infeksi hanya terjadi setelah patogen berhasil membentuk koloni pada lapisan permukaan. Lebih lanjut penyakit hanya terjadi apabila setelah penetrasi epitelia, patogen berhasil membentuk koloni di dalam tubuh (bahasa Inggris: focus of infection) sehingga dimungkinkan terjadi perkembangbiakan sel patogen untuk transmisi lebih jauh.[5]

Pertahanan pertama

 

Epitelia bagian dalam juga dikenal sebagai epitelia mukosis karena sekresi semacam lendir yang disebut mukus, yang kaya akan berbagai glikoprotein yang disebut musin. Mikroorganisme yang terbalut mukus dapat tertahan sebelum menempel pada epitelium, bahkan terhanyut di dalam aliran mukus yang dipompa oleh denyut silia epitelial. Salah satu contoh pertahanan oleh mukus terjadi di dalam saluran pencernaan dengan denyut peristaltik yang berfungsi tidak hanya mendorong makanan, tetapi juga patogen. Penyakit yang disebabkan karena disfungsi denyut ini biasanya juga disertai oleh perkembangan koloni bakteri pada dinding usus.

Permukaan epitelia bukan hanya sekadar pagar pembatas yang melindungi tubuh dari infeksi, epitelia juga memproduksi substansi kimiawi yang bersifat mikrobisidal guna menghambat perkembangan mikroba. Sebagai contoh:

Pertahanan kedua

Permukaan epitelia sering dijumpai koloni bakteri bukan patogenik. Bakteri ini berkompetisi dengan patogen untuk memperebutkan nutrisi maupun area koloni. Dalam kompetisi tersebut, senyawa antimikrobial akan disekresi untuk menghalangi kolonisasi bakteri patogen, misalnya sekresi protein kolikin oleh Escherichia coli. Ketika bakteri non patogenik tergerus oleh pengobatan antibiotik, setelah efek pengobatan berangsur hilang, mikroorganisme patogenik sering akan muncul dan menyebabkan penyakit.

 
Skema sederhana proses fagositosis. Makrofaga juga menelan partikel tak bergerak, seperti kaca atau kelereng, tetapi tidak menelan sel yang hidup. Pencerap inhibitor yang berada pada permukaan sel makrofaga akan membaca tirosina fosfatase sebagai isyarat "jangan makan aku".[6]

Pertahanan ketiga

 

Mikroorganisme yang berhasil menembus lapisan epitelial kemudian menempel pada jaringan, pada umumnya akan segera dikenali oleh monosit makrofaga yang bermukim disekitarnya, melalui instrumen pencerap pada permukaan sel makrofaga, antara lain:

Pencerap yang mengenali sel sebagai patogen akan membentuk ikatan protein (bahasa Inggris: ligation) dengan sel dan mencetuskan proses fagositosis.

Pada saat itu, makrofaga akan melepaskan sitokina untuk mengaktivasi beberapa proses lain untuk ikut serta. Zat yang disekresi termasuk:

 
Ilustrasi neutrofil yang bermigrasi ke dalam jaringan setelah proses ekstravasasi usai. Ekstravasasi merupakan proses pertama yang dipicu makrofaga untuk merekrut bala bantuan dari sirkulasi darah. Yang pertama kali tiba adalah neutrofil, disusul monosit yang segera terdiferensiasi menjadi makrofaga baru. Pada tahap-tahap berikutnya, eosinofil juga bermigrasi menuju lokasi infeksi, diikuti oleh limfosit. Saat terjadi luka pada pembuluh darah, maka plasma darah akan mengaktivasi dua jenjang enzim, sistem kinin dan sistem koagulasi.

Sekresi hormon lain TNF-α, IL-1, dan IL-6 memberikan sinyal sistemik kepada:

Dan efek yang ditimbulkan pada area setempat, antara lain:

  • TGF-α : Merekrut sel biang
  • IL-8 : Merekrut neutrofil, basofil dan sel T ke dalam jaringan
  • MCP-1 : Merekrut monosit ke dalam jaringan.[8]
  • IL-12 : Merekrut sel NK dan neutrofil
    • Sel NK dan neutrofil akan mensintesa PAF (bahasa Inggris: platelet-activating factor) dengan stimulasi IL-12.[9]
    • IL-12 juga menginduksi diferensiasi sel T CD4 menjadi sel TH1
  • IL-1: Aktivasi endotelium vaskular, limfosit. Peningkatan akses bagi sel efektor dan menyebabkan kerusakan pada jaringan
  • IL-6 : Aktivasi limfosit dan stimulasi produksi antibodi
  • TNF-α : Aktivasi endotelium vaskular dan meningkatkan permeabilitas vaskular yang menyebabkan peningkatan kadar IgG, protein komplemen dan sel ke dalam jaringan, serta meningkatkan penggelontoran cairan tubuh menuju nodus limfa.

Pertahanan keempat

 

Neutrofil berpartisipasi pada garda depan dengan kapasitasnya sebagai fagosit yang dominan.[10] Seringkali neutrofil direkrut dari dalam sirkulasi darah menuju jaringan dengan panduan kemokina hasil sekresi makrofaga dalam proses fagositosis. Sepanjang jalan kemotaksis, sejauh tidak terhalang oleh lipid dan kanabinoid,[11] neutrofil akan terdiferensiasi menjadi dewasa. Interaksi neutrofil muda dengan beberapa zat seperti galaktin-3, fMLP, IL-8, selektin dan sitokalasin B menjadi salah satu penyebabnya. Sesampai di lokasi infeksi, neutrofil segera memulai proses fagositosis terhadap sel target, seperti bakteri, fungi, protozoa, virus, sel terinfeksi virus dan sel tumor,[12] dan melepaskan faktor mikrobisidal termasuk ROI (bahasa Inggris: reactive oxygen intermediate), defensin, IL-8 dan enzim protease dengan proses degranulasi. IL-8 merupakan sitokina yang biasa tersekresi pada saat infeksi, radang, ischemia maupun trauma - dan merupakan penyebab utama akumulasi neutrofil pada suatu lokasi.[13]

Sebagai fagosit, neutrofil mempunyai kemampuan fagositosis yang sama persis dengan makrofaga. Neutrofil juga melepaskan kemokina, yaitu IP-10 yang berfungsi untuk merekrut sel T CD4.[14] Namun neutrofil dilengkapi pula dengan pencerap toll-like seperti TLR2 (bahasa Inggris: toll-like receptor 2) untuk mendeteksi peptidoglikan milik bakteri dengan gram positif, dan TLR4 untuk mendeteksi lipopolisakarida pada mikroba yang mempunyai gram negatif, dan pencerap yang dapat mengenali pola.[15]

Walaupun neutrofil dapat mengenali patogen dengan langsung, pengikatan patogen dan proses fagositosis dapat meningkat jauh lebih baik dan cepat ketika mikroba tertandai (ter-opsonisasi) oleh antibodi, komponen komplemen, atau keduanya.

Pertahanan kelima

Sel NK mempunyai kemampuan untuk membedakan sel normal dan sel yang tidak mempunyai kecukupan molekul MHC kelas I.[16] Molekul MHC-I dari sel target dipindai oleh pencerap killer-inhibitory sel NK. Virus, stres, transformasi malignan maupun sel tumor, sel terinfeksi virus akan mempunyai molekul MHC-I yang berbeda, sehingga sel NK akan melakukan apoptosis terhadap sel tersebut.

Sel NK teraktivasi oleh sekresi IL-2 dan IFN-γ dari sel TH1 yang direkrut PMN dengan kemokina IP-10. Saat apoptosis sel target, sel NK mensekresi protein seperti perforin, kemokina dan enzim proteolitik, granzim, termasuk jenis serina protease.

Granzim yang dilepaskan akan masuk ke dalam sel target dan mengaktivasi enzim di dalam sitoplasma:[17]

untuk memicu proses apoptosis yang dimulai dengan penghancuran struktur protein sitoskeleton dan degradasi kromosom. Sel kemudian terpecah menjadi fragmen yang akan dibersihkan oleh fagosit. Perforin juga berakibat pada lisis sel.[18] Sitokina interferon-γ disekresi pula oleh sel NK dalam jumlah besar saat apoptosis sel target sebagai stimulan peningkatan kapasitas fagositosis makrofaga.

Pertahanan keenam

Infeksi sel tubuh oleh virus dapat dicegah oleh antibodi, yang produksinya tergantung oleh sel TH2. Namun bagi sel yang telah terlanjur terinfeksi, akan ditangani oleh sel T sitotoksik yang spesifik, yang dapat mengenali dan membasmi sel tersebut.

Untuk patogen intravesikular yang menginfeksi makrofaga, dapat dipadamkan dengan sel TH1 yang spesifik, yang akan mengaktivasi makrofaga untuk menghancurkan patogen di dalamnya.

Pertahanan ketujuh

 

Sel dendritik (DC) telah diidentifikasi keberadaannya di dalam interstitium hampir seluruh jaringan tubuh manusia, kecuali pada kornea mata dan sistem saraf pusat.

Populasi DC di dalam jaringan menunjukkan kadar HLA-DR, CD1a dan S100 yang tinggi - setelah bermigrasi dari sirkulasi darah. Migrasi dilakukan dengan pengikatan ICAM-1, V-CAM-1 dan E-selektin dengan CD11a/CD18, CD49d dan CLA (cutaneous lymphocyte antigen). Induksi kemotaksis yang ditemui berupa kemokina GM-CSF dan LPS.[19]

Di dalam jaringan, DC berdiam dalam keadaan setengah aktif sebagai sel yang memburu antigen dengan proses:

  • makropinositosis dengan pencerap CD32 (FcgRII) untuk antigen yang teropsoninasi dengan antibodi.
  • endositosis dengan pencerap manos yang efektif untuk antigen terglikosilasi. Imunogen yang terbalut akan dihubungkan melalui jalur vakuolar yang bersifat asam, menuju ruang intraselular kelas II, tempat perakitan peptida antigenik menjadi molekul MHC kelas II, untuk dipresentasikan ke sel T.

DC yang demikian dapat teraktivasi lebih lanjut dan bermigrasi lebih jauh ke dalam jaringan pada saat terpapar oleh sejumlah sitokina, seperti TNF-α, IL-1, dan LPS.

Kombinasi antara LPS yang terikat pada pencerap CD14 dan TLR-4 akan mengaktivasi fungsi sel ini menjadi APC (bahasa Inggris: antigen-presenting cell). Aktivasi ini akan membuat sel dendritik menaikkan produksi molekul MHC kelas II, disertai dengan naiknya kadar molekul CD40, CD54, CD80 dan CD86 sebagai fasilitator fungsi presentasi antigen. Fungsinya sebagai pemburu antigen di dalam jaringan dan cairan tubuh akan menurun.

Sel dendritik AP kemudian terstimulasi oleh kemokina ELC, MIP-3β, dan SLC yang banyak diproduksi oleh nodus limfa dan sel endotelial vaskular, dan bermigrasi menuju nodus limfa atau limpa, guna mengaktivasi sistem kekebalan tiruan.

Referensi

  1. ^ (Inggris)"Humoral Immunity". Farlex free dictionary. Diakses tanggal 2010-03-07. 
  2. ^ (Inggris)"Adaptive immune system". Gary E. Kaiser. Diakses tanggal 2010-03-08. 
  3. ^ (Inggris)Janeway, Charles A.; Travers, Paul; Walport, Mark; Shlomchik, Mark (2001). Immunobiology, Subchapter:The front line of host defense. Garland Science. Diakses tanggal 2010-03-09. 
  4. ^ (Inggris)Janeway, Charles A.; Travers, Paul; Walport, Mark; Shlomchik, Mark (2001). Immunobiology, Chapter 2:Innate immunity. Garland Science. Diakses tanggal 2010-03-09.  Section 2-1
  5. ^ (Inggris)Janeway, Charles A.; Travers, Paul; Walport, Mark; Shlomchik, Mark (2001). Immunobiology, Chapter 2:Innate immunity. Garland Science. Diakses tanggal 2010-03-09.  Section 2-2 juncto section 2-1
  6. ^ (Inggris)Alberts, Bruce; Johnson, Alexander; Lewis, Julian; Raff, Martin; Roberts, Keith; Walter, Peter (2002). Molecular Biology of the Cell. Garland Science. Diakses tanggal 2010-03-12.  Specialized Phagocytic Cells Can Ingest Large Particles.
  7. ^ (Inggris)"Immunobiology, Figure 2.38:Spectrum of biological activities". Garland Science, Janeway, Charles A.; Travers, Paul; Walport, Mark; Shlomchik, Mark. Diakses tanggal 2010-03-011. 
  8. ^ (Inggris)"Monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1): an overview". Department of Neuroscience, Temple University School of Medicine, Deshmane SL, Kremlev S, Amini S, Sawaya BE. Diakses tanggal 2010-03-11. 
  9. ^ (Inggris)"Platelet-Activating Factor Synthesized by IL-12-Stimulated Polymorphonuclear Neutrophils and NK Cells Mediates Chemotaxis". Oncologia Umana Università di Torino; and Cattedra di Nefrologia, Università di Parma, Dipartimento di Scienze Cliniche e Biologiche II Facoltà di Medicina, Università di Pavia, Benedetta Bussolati, Filippo Mariano, Alessandro Cignetti, et al. Diakses tanggal 2010-03-14. 
  10. ^ (Inggris)"Galectin-3 interacts with naı¨ve and primed neutrophils, inducing innate immune responses" (pdf). Glycobiology Laboratory, Research Centre for Infectious Diseases, Laval University Medical Centre, Faculty of Medicine, Laval University. Diakses tanggal 2010-03-11. 
  11. ^ (Inggris)"Endogenous cannabinoids and neutrophil chemotaxis". Department of Psychological and Brain Sciences, Indiana University, McHugh D, Ross RA. Diakses tanggal 2010-03-11. 
  12. ^ (Inggris)"Neutrophils, central cells in acute inflammation". Faculty of Medicine, Comenius University, Viera ’Stvrtinová, Ján Jakubovský, Ivan Hulín. Diakses tanggal 2010-03-13. 
  13. ^ (Inggris)"Interleukin-8, a chemotactic and inflammatory cytokine". Theodor-Kocher Institute, University of Bern, Baggiolini M, Clark-Lewis I. Diakses tanggal 2010-03-12. 
  14. ^ (Inggris)"A novel role for neutrophils as a source of T cell-recruiting chemokines IP-10 and Mig during the DTH response to HSV-1 antigen". S. J. Molesworth-Kenyon, J. E. Oakes, and R. N. Lausch. Diakses tanggal 2010-03-11. 
  15. ^ (Inggris)"Innate Immunity" (pdf). W. H. Freeman. Diakses tanggal 2010-03-12. 
  16. ^ (Inggris)"Activating receptors and co-receptros involved in human killer cell-mediated cytolysis". Dipartimento di Medicina Sperimentale, Università degli Studi di Genova, Istituto Nazionale per la Ricerca sul Cancro, et al, Alessandro Moretta, Cristina Bottino, Massimo Vitale, et al. Diakses tanggal 2010-03-14. 
  17. ^ (Inggris)"Cytotoxic T Lymphocytes". John W. Kimball Biology pages. Diakses tanggal 2010-03-14. 
  18. ^ (Inggris)"NATURAL KILLER (NK) CELLS". Gary E. Kaiser. Diakses tanggal 2010-03-14. 
  19. ^ (Inggris)"Dendritic cell distribution". Queen's Medical Center, University of Nottingham, S. SATTHAPORN and O. EREMIN. Diakses tanggal 2010-03-13. 
  • Alberts, Bruce; Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts, and Peter Walters (2002). Molecular Biology of the Cell; Fourth Edition. New York and London: Garland Science.
  • Stvrtinová, Viera; Ján Jakubovský and Ivan Hulín (1995). Inflammation and Fever from Pathophysiology: Principles of Disease. Computing Centre, Slovak Academy of Sciences: Academic Electronic Press.
  • Schneider, David (2005) Plant immune responses. Stanford University Department of Microbiology and Immunology.

Pranala luar