KB Bank

perusahaan asal Korea Selatan
(Dialihkan dari Bank bukopin)

PT Bank KB Bukopin Tbk (berbisnis dengan nama KB Bank, sebelumnya bernama Bank Umum Koperasi Indonesia dan Bank Bukopin) adalah bank swasta kelas menengah di Indonesia dan memfokuskan bisnis intinya pada 4 sektor, yaitu UKM, mikro, konsumer, dan komersial. Pada Februari 2021, secara resmi Bank Bukopin berganti nama menjadi KB Bukopin,[2] dan per 3 Maret 2024, resmi menyandang nama dagang baru sebagai KB Bank.[3]

PT Bank KB Bukopin Tbk
KB Bank
Sebelumnya
Bank Umum Koperasi Indonesia
(21 April 1970-12 Juli 1987)
Bank Bukopin
(12 Juli 1987-23 Februari 2021)
Bank KB Bukopin
(23 Februari 2021-3 Maret 2024)
Publik
Kode emitenIDX: BBKP
IndustriJasa keuangan
PendahuluBank Umum Koperasi Jawa Barat
Bank Umum Koperasi Kahoeripan
Bank Umum Koperasi Kalimantan Selatan
Bank Umum Koperasi Sumatera Utara
Bank Umum Koperasi Sulawesi Selatan
Didirikan21 April 1970; 54 tahun lalu (1970-04-21)
Kantor pusat
Gedung KB Bank, Jakarta
,
Tokoh kunci
Tom Lee (Direktur Utama)
Jerry Marmen (Komisaris Utama)
Kenaikan Rp 631,08 miliar (Juni 2022)[1]
PemilikKB Kookmin Bank (67,00%)
STIC Eugene Star Holding Inc (17,00%)
Danareksa (1,53%, melalui PT PPA)
Anak usahaKB Bank Syariah
KB Bukopin Finance
Situs webkbbank.co.id

Berkantor di Gedung KB Bank, Jl. MT Haryono Kav 50-51, Jakarta Selatan, operasionalnya kini didukung oleh 1 Operational Head Office, 42 Branch Office, 310 Sub-branch Office, dan 673 jaringan ATM yang tersebar di 24 provinsi.[butuh rujukan]

Sejarah

sunting

Perkembangan awal

sunting

PT Bank KB Bukopin Tbk didirikan pada tanggal 21 April 1970[4] dengan nama Bank Umum Koperasi Indonesia, yang keanggotaannya saat itu terdiri dari 7 koperasi: Induk Koperasi Angkatan Darat (Inkopad), Induk Koperasi Angkatan Udara (Inkopau), Induk Koperasi Angkatan Laut (Inkopal), Induk Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Inkoppol), Induk Koperasi Veteran Republik Indonesia (Inkoveri), Induk Koperasi Pegawai Negeri (IKPN) dan Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI).[5] Izin badan hukumnya diberikan pada 10 Juli 1970[4] dalam surat SK Dirjen Koperasi No. 13/Dirjen/Kop/70, yang disusul izin sebagai bank umum melalui SK Dirjen Koperasi No. 78/DDK/II/3/1971 tanggal 16 Maret 1971. Sesuai namanya bank ini didirikan sebagai bank umum berbadan usaha koperasi yang difokuskan untuk membantu mengembangkan dan memajukan gerakan perkoperasian di Indonesia,[6] dengan menjadi pengelola dan penghimpun dana dari lembaga-lembaga koperasi yang ada.[7]

Pada awalnya kinerja Bukopin mengalami stagnasi. Baru pada periode 1980-an, setelah Menteri Koperasi Bustanil Arifin mulai ikut mengarahkan bank ini, operasionalnya mulai bergairah. Ia memasukkan orang-orang dari Bank Duta ke manajemen Bukopin, yang membantu memprofesionalisasikan bisnisnya dan membalikkan keuangannya dari rugi menjadi untung. Bukopin juga mengalami penambahan anggota koperasi, dari 8 pada 1982, menjadi 44 di tahun 1985,[8] 217 di tahun 1990,[9] dan 4.205 di tahun 1992.[10] Bukopin pun menjadi salah satu dari 25 bank terbesar di Indonesia di bawah Bustanil.[11][12]

Selanjutnya pada tahun 1985-1987 Bukopin melakukan merger dengan bank-bank lain yang berbentuk koperasi di Indonesia, demi memperkuat basis operasionalnya sebagai lembaga keuangan bagi koperasi.[13] Puncak dari pembenahan-pembenahan ini adalah ketika di tanggal 12 Juli 1987, ketika Bank Umum Koperasi Indonesia menyederhanakan namanya menjadi "Bukopin" saja, yang disertai peluncuran logo dan gedung baru di Jl. M.T. Haryono, Jakarta. Perubahan tersebut diklaim bisa menjadi simbol kemandirian dan profesionalitas pengelolaan bank ini.[14]

Dari masalah ke masalah

sunting

Orde Baru

sunting

Sayangnya, "keberhasilan" Bukopin tersebut bisa dikatakan "semu", karena pertumbuhannya yang didorong oleh pihak non-koperasi, dalam hal ini kekuasaan.[9] Mulanya yang mengendalikan bank ini adalah Bustanil, yang diperkuat dengan masuknya pendanaan dari Yayasan Badan Urusan Logistik (Bulog),[15] serta upayanya mengalirkan dana-dana Bulog dari Bank Duta kepada bank ini.[16] Bustanil juga menggunakan Bukopin untuk kepentingan pribadi usaha anaknya. Tercatat Bukopin pernah menyalurkan kredit Rp 18,5 miliar ke perusahaan milik putrinya, Arnie Arifin bernama PT Indocitra Finance dengan bunga rendah.[9] Kredit tersebut akhirnya menjadi bumerang di awal 1990-an, ketika Bukopin mengalami masalah kredit macet yang mencapai 15% dari total kredit (Rp 185 miliar),[17] ditambah mengalami kekurangan modal.[9]

Sebagai penyelamat, masuklah dua cukong kepercayaan keluarga Cendana, yaitu Soedono Salim dan Bob Hasan pada periode 1991-1995 ke bank ini. Adapun Salim menyelamatkan Bukopin di saat-saat kritisnya dengan mendepositokan Rp 15 miliar dana segar di bank ini dengan bunga hanya 6% (di saat suku bunga saat itu sudah mencapai 24%).[18] Pada saat yang bersamaan (sejak 1989),[19] Bob masuk sebagai pemegang saham Bukopin. Dirinya kemudian tampil sebagai salah satu pemegang saham utamanya, dengan secara personal memiliki 6%[20] dan secara tidak langsung melalui lembaga pimpinannya: Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) dan Koperasi Perkayuan Apkindo-MPI yang memegang 20% saham.[21] Bob kemudian duduk sebagai presiden komisaris dari bank ini.[22]

Pada saat hampir bersamaan, Bukopin mengalami perubahan status. Pada 2 Januari 1990, berdasarkan Rapat Anggota Bank Umum Koperasi Indonesia, "Bukopin" sebagai singkatan pun ditinggalkan, sehingga nama resminya menjadi Bank Bukopin. Lalu, Rapat Anggota Khusus pada 2 Desember 1992 menyetujui perubahan status Bank Bukopin dari koperasi menjadi perseroan terbatas.[6] Perubahan status ini seiring pengesahan UU Perbankan No. 7/1992, ditambah upaya memperkuat struktur permodalan lewat masuknya pemegang saham non-koperasi. Status baru tersebut resmi berlaku sejak 29 Juni 1993. Dengan perubahan bentuk perusahaan tersebut, sekitar 2.787 koperasi anggotanya berubah menjadi pemegang saham bank ini.[5]

Nampaknya, perubahan status tersebut dilakukan demi memformalkan keberadaan orang non-koperasi (terutama Bob Hasan) di bank ini,[15] yang sahamnya kemudian naik dari 6% menjadi 15,35% setelah ia menyuntikkan dana di tahun 1994-1995.[23][24] Pada tahun itu juga pemerintah juga tampil sebagai pemegang saham yang signifikan, yaitu sebesar 25%. Akibatnya, saham para koperasi sebagai pendirinya mengalami penurunan hingga menjadi 28% saja.[25] Setelah perubahan tersebut, Bukopin makin jauh melenceng dari niat awalnya sebagai bank koperasi, dengan menjadi bank umum yang tidak jauh berbeda seperti bank-bank lainnya.[26] Sejak 1 Januari 1997 Bukopin resmi menyandang status sebagai bank devisa.[27]

Reformasi

sunting

Setelah Orde Baru dan Bob Hasan tumbang akibat krisis ekonomi 1998, Bank Bukopin sempat diperebutkan pengelolaannya oleh sejumlah pihak. Bank ini sempat dikabarkan akan berubah dalam kepemilikan saham, dengan saham Apkindo menjadi 51% dan selanjutnya akan menjadi bank khusus kehutanan.[28] Muncul juga kabar yang menyebutkan Bank Bukopin akan kembali pada jati dirinya semula, yaitu menjadi bank berbentuk koperasi, merespon usulan dari Menteri Koperasi Adi Sasono. Pada 8 April 1999 RUPS Bukopin sempat menyetujui kembalinya status mereka sebagai bank berbentuk koperasi, yang direncanakan akan selesai dilakukan pasca proses rekapitalisasi. Bukopin juga menyatakan siap berkerjasama dengan bank koperasi asal Belanda, Rabobank dan memperluas kinerjanya dengan menggandeng sejumlah bank perkreditan rakyat.[29][30] Usulan Adi tersebut justru berbuah konflik antara dirinya dengan Kabulog Rahardi Ramelan, yang dua lembaganya, Yayasan Bina Sejahtera (Yanatera) dan Koperasi Pegawai Bulog Seluruh Indonesia (Kopelindo) memegang saham signifikan di bank ini.[31]

Rencana tersebut akhirnya batal setelah Bukopin mengikuti proses rekapitalisasi perbankan. Hasil rekapitalisasi tersebut cukup menggembirakan karena hanya dalam waktu 6 bulan kemudian sudah menunjukkan tanda-tanda penyehatan,[32] yaitu pada tahun 2001. Berbeda dari banyak bank-bank rekapitalisasi lainnya yang kepemilikan sahamnya berubah (dan selanjutnya dijual ke investor asing), Bukopin tidak mengalami perubahan pemilik yang signifikan pasca proses tersebut. Hal ini karena bank ini berhasil membeli kredit macet (NPL)-nya sendiri,[33] sedangkan pemerintah mengonversi persentase sahamnya (16,42%) menjadi saham biasa kelas B. Dalam titik ini pemegang saham utama Bukopin adalah Kopelindo dengan 52,16% saham, sedangkan koperasi-koperasi pendirinya hanya memegang saham kurang dari 1%.[34] Pada tahun yang sama, Bukopin juga membuka unit usaha syariahnya.[27]

Meskipun kali ini sahamnya mayoritas benar-benar dimiliki koperasi (dalam hal ini koperasi Bulog), faktanya kemudian Bukopin sering ikut terbawa masalah-masalah yang menimpa Bulog, baik pasca atau setelah rekapitalisasi.[35] Ketika Bulog ikut tersandung skandal perkulakan Goro yang melibatkan Hutomo Mandala Putra, ketika badan pangan itu diduga mengalirkan dana ke Partai Golkar maupun Kabulog Rahardi Ramelan, maupun selanjutnya skandal Buloggate yang menjerat Presiden Abdurrahman Wahid, Bukopin selalu disebut sebagai bank penyalur "uang haram" di dalamnya.[36][37][38][39] Lalu, ketika Indonesia hendak membeli pesawat tempur Sukhoi Su-30, Bukopin meminjamkan dana US$ 15 juta kepada Bulog yang akan menjual komoditas ke Rusia dalam skema imbal dagang, sesuatu yang sempat diperdebatkan saat itu.[40] Skandal lain yang sempat membayangi Bulog dan Bukopin seperti kredit macet pengucuran dana Rp 65 miliar kepada PT Agung Pratama Lestari di tahun 2004.[41]

Meskipun banyak tersandung isu miring, Bukopin tetap melaju di era selanjutnya, dengan menyentuh berbagai sektor. Misalnya, di bidang sektor konsumer, bank ini memacu produk simpanan SiAga dan kartu kredit (sejak 2003).[42] Lalu, di tahun 2006-2008, Bukopin mengakuisisi perusahaan pembiayaan PT Indo-Trans Buana Multifinance (kini KB Bukopin Finance) dan Bank Persyarikatan (kini KB Bukopin Syariah). Sebelumnya, pada 10 Juli 2006, Bukopin resmi go public dengan melepas 843,765 juta lembar saham seharga Rp 350/lembar.[42] Pada tahun 2009, Bukopin mencatatkan 355 kantor pelayanan, 338 ATM, ditambah sentra kredit mikro Swamitra yang mencapai 488 buah.[27]

Investasi Bosowa

sunting

Pada Juni 2013, kelompok usaha milik keluarga Aksa Mahmud, Bosowa Corporation masuk sebagai pemegang saham Bank Bukopin dengan membeli 14% sahamnya senilai Rp 1,17 triliun, yang kemudian di akhir tahun tersebut (Desember 2013) naik menjadi 30%. Transaksi tersebut menjadikan Bosowa sebagai pemegang saham terbesar, sehingga di tahun 2015 ditetapkan menjadi pemegang saham pengendali Bank Bukopin. Namun, pengendalian di bawah grup tersebut justru tidak berefek positif pada bank ini, dengan pada 2017 mencatatkan kredit macet yang naik dari 2,87% menjadi 6,37% dan rasio kecukupan modal yang hanya mencapai 10,52%.[43] Kredit macet tersebut jelas di atas persyaratan OJK yang hanya sebesar 5%. Tidak hanya itu, bank ini juga mengalami kesulitan permodalan[44] dan sempat merevisi laporan tahunannya pada 2016 hingga 2018.[45] Diduga kuat, kredit bermasalah tersebut salah satunya berasal dari pinjaman yang disalurkan kepada kelompok berelasi, yaitu kepada perusahaan-perusahaan Bosowa dan keluarga Jusuf Kalla yang pada akhir 2019 mencapai Rp 433 miliar.[46] Puncaknya adalah di tahun 2018, ketika OJK memasukkan Bukopin sebagai bank dalam pengawasan intensif.[47]

Seretnya kondisi keuangan bank ini membuat Bank Bukopin memutuskan mengundang investor baru, yaitu KB Kookmin Bank dari Korea Selatan, yang terpilih dari beberapa calon lain seperti CVC Capital dan TPG Capital.[44] Kookmin sempat memiliki sebagian saham di Bank Internasional Indonesia/BII (sekarang Bank Maybank Indonesia) dari 2003 hingga 2008. Pada 27 Juli 2018, dalam rights issue, Kookmin masuk sebagai pemegang 22% saham Bukopin dalam transaksi senilai Rp 1,46 triliun.[48] Akibatnya, jumlah saham milik pemegang saham lain terdilusi, dengan Bosowa menjadi 23,39%, Kopelindo 11,5% dan pemerintah RI 8,9%. Meskipun kondisi keuangan Bukopin sempat membaik pasca-masuknya Kookmin, yang terjadi selanjutnya justru adalah perebutan kepemilikan antara Bosowa dan Kookmin,[49] suatu hal yang sangat berpengaruh ketika bank ini terkena kondisi yang genting dua tahun kemudian. Dalam rencana awalnya, Bank Bukopin di tahun 2020 akan mengadakan penawaran umum terbatas (PUT) ke V, di mana Kookmin dan Bosowa bersedia mengambil haknya.[43] Kedua pihak menyampaikan bahwa mereka masing-masing telah menyiapkan dana siaga di escrow account sebesar US$ 200 juta dan Rp 193 miliar demi memenuhi persyaratan.[50]

Adapun hingga akhir 2019, Bukopin memiliki 409 kantor cabang di 24 provinsi, 843 buah ATM dan memiliki aset Rp 92,44 triliun.[51]

Akuisisi KB Kookmin

sunting

Belum juga rencana PUT V dimulai, di awal pandemi COVID-19, yaitu pada pertengahan 2020 musibah besar menimpa bank ini. Pada 2 Juni 2020, Bukopin di sejumlah cabang dan ATM-nya mengumumkan pembatasan penarikan uang menjadi hanya Rp 10 juta.[52] Pengumuman tersebut mengakibatkan nasabah panik dan bank ini ditimpa penarikan dana besar-besaran (rush) sepanjang bulan tersebut.[53] Tercatat, dari akhir 2019 hingga Mei 2020, sebanyak Rp 15,31 triliun telah ditarik nasabah dari bank ini, dan dari Juni hingga November 2020 sekitar Rp 1,6 triliun juga keluar dengan cara yang sama.[54][55] Akibat gonjang-ganjing tersebut, pada tahun 2020 Bukopin mencatatkan kerugian Rp 3,25 triliun, naik tajam dari Rp 216 miliar pada 2019.[56]

Peristiwa genting tersebut terjadi sebagai akibat masih buntunya perundingan antara Bosowa dan Kookmin tentang siapa yang akan menjadi pengendali bank pasca-PUT.[57] Demi menyelamatkan bank ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memutuskan menugaskan Bank Rakyat Indonesia untuk memberikan technical assistance kepada Bukopin sejak 11 Juni 2020.[43] OJK pada 30 Juli 2020 juga memberikan hak kepada Kookmin sebagai pemegang saham pengendali, setelah melalui PUT V yang menggunakan mekanisme penawaran tanpa hak memesan efek terlebih dahulu, dimana saham Kookmin naik menjadi 33,9%.[58][59] Kemudian, dalam private placement di tanggal 2 September 2020, saham KB Kookmin Bank naik menjadi 67%.[60] Demi memuluskan masuknya bank Korsel tersebut, OJK memberikan kelonggaran kepada KB Kookmin dengan tidak perlu mengikuti pembatasan saham bank asing sebanyak 40% dan adanya kewajiban tender offer pasca-akuisisi.[61] Bosowa pun terdepak sebagai pemegang saham mayoritas dan pengendali akibat aksi korporasi tersebut.[47]

Jatuhnya Bukopin ke tangan bank asing tersebut sebenarnya bukan tanpa kontroversi. Menurut sejumlah politisi, karena sempat memiliki saham minoritas di bank ini, pemerintah seharusnya ikut membantu permodalan Bukopin mengingat sejarahnya sebagai bank koperasi dan UMKM.[62][63] Usulan juga datang dari pihak perkoperasian yang meminta agar mereka dibolehkan memegang saham bank ini kembali.[64][65] Menurut majalah Infobank, Bosowa sebenarnya sangat mengharapkan bantuan pemerintah, di tengah keengganan mereka menambah modal. Isu rush pun diembuskan demi memuluskan rencana tersebut.[66] Apalagi, pemerintah tidak memedulikan hal itu, bahkan membiarkan sahamnya terdilusi menjadi 3,18%.[67] Diketahui sebenarnya OJK sempat merencanakan bank-bank BUMN untuk menjadi penyelamat Bukopin. Ada juga kabar bahwa Kementerian BUMN maupun Bank Negara Indonesia berminat ikut dalam penyelamatan bank ini.[68] Sayangnya, usulan tersebut tidak direspon positif karena bank-bank tersebut lebih mementingkan ketahanan kondisinya di era pandemi.[69]

Konflik juga terjadi antara OJK dan Bosowa. Bosowa mempermasalahkan skema yang membuat Bukopin bisa dikuasai Kookmin,[59] dan tidak memberi jalan bagi tim asistensi dari BRI yang berakibat mereka diberi hukuman oleh OJK untuk melepas seluruh sahamnya. Dalam putusan OJK per tanggal 24 Agustus 2020 Bosowa diputuskan tidak memenuhi syarat sebagai pemegang saham bank. Bosowa sempat menggugat OJK ke PTUN,[43] yang meminta putusan OJK tersebut dicabut. Pihak kepolisian juga sempat menetapkan Sadikin Aksa sebagai tersangka tindak pidana keuangan karena dugaan tindakannya menghalang-halangi perintah OJK.[70] Setelah kedua pihak masing-masing sempat menang dalam gugatan awal dan banding di bulan Januari dan Juni 2021, akhirnya pada 10 Agustus 2021 gugatan tersebut dihentikan.[59][47] Rupanya, pada Juni 2021, Bosowa dan Kookmin menyepakati kesepahaman bahwa grup tersebut menerima Kookmin sebagai pengendali utama Bukopin.[71] Setelah itu, pada akhir 2021, Bosowa melepas mayoritas sahamnya yang tersisa di bank ini.[72]

Di bawah KB Kookmin

sunting

Masuknya KB Kookmin ditandai dengan upaya mereka menyuntikkan dana hingga Rp 12,4 triliun ke bank ini sejak 2018.[73] Menurut pihak Bukopin, dengan ditetapkannya KB Kookmin sebagai pemegang saham pengendali ikut membantu menghentikan gonjang-ganjing di bank ini, terutama mengenai kepercayaan nasabahnya.[54] KB Kookmin masuk di saat yang tepat, yaitu di saat kondisi bank sedang dalam keadaan gawat darurat.[74] Mereka juga diklaim bisa membantu bank ini karena memiliki basis usaha yang sama dengan Bukopin, yaitu di bidang ritel dan UMKM.[58] Hingga 2023, KB Kookmin Bank telah beberapa kali menyuntikkan dana segar ke bank ini dan berusaha mentransformasikan bisnisnya, terutama dari kredit macet.[75] Hal tersebut ikut memperbaiki kinerja keuangan dari Bukopin itu sendiri.[76]

Pada tanggal 23 Februari 2021, perusahaan secara resmi berganti nama dan logo baru menjadi KB Bukopin, serta meluncurkan slogan baru Bersama, Kita Bintang Finansialnya!.[77] Peluncuran nama baru tersebut melanjutkan keputusan RUPSLB perusahaan yang diadakan pada 22 Desember 2020.[78] Bank ini kemudian mulai berusaha menyentuh segmen pasar baru, seperti bisnis Korea Selatan di Indonesia, maupun anak muda lewat menggandeng BTS sebagai brand ambassador. Diharapkan KB Bukopin bisa menjadi 10 bank terbesar di Indonesia dan bank digital pada 2023-2025.[79] Direncanakan pada 22 Februari 2024 nama Bukopin akan dihilangkan, sehingga namanya menjadi KB Bank saja, yang disingkat K-Bank. Nama singkat tersebut dipilih menyesuaikan popularitas K-pop di Indonesia.[80] Pergantian nama tersebut juga diklaim sebagai bentuk penyegaran identitas perusahaan pasca rush bank di tahun 2020.[81] Akhirnya, pada 3 Maret 2024, dalam sebuah konferensi pers dan seremoni, nama "Bukopin" resmi ditanggalkan dari identitas perusahaan, menjadi KB Bank (singkatan dari Korea Best Bank), sebagai penegasan bagian dari KB Financial Group maupun upaya perubahan citra.[3]

Pada 26 Mei 2023, masuk pemegang saham baru di bawah bendera STIC Eugene Star yang memegang sekitar 17% saham BBKP saat ini.[82] Sebelumnya, per September 2022, pemegang saham KB Bukopin ialah KB Kookmin Bank (67%), Pemerintah RI melalui anak perusahaan DanareksaPerusahaan Pengelola Aset (1,53%), dan publik (31,46%).[83][84]

Dewan Komisaris dan Direksi

sunting

Berikut ini daftar Dewan Komisaris dan Direksi untuk masa jabatan saat ini.[85][86]

Dewan Komisaris
1 Komisaris Utama/Komisaris Independen Jerry Marmen*
2 Wakil Komisaris Utama/Komisaris Independen Seng Hyup-shin
3 Komisaris Nanang Supriyatno
4 Komisaris Tippy Joesoef
5 Komisaris Lee Hae-wang
6 Komisaris Independen Stephen Liestyo
Dewan Direksi
1 Direktur Utama Tom Lee Woo-yeul**
2 Wakil Direktur Utama Roby Mondong
3 Direktur Helmi Fahrudin
4 Direktur Moon Young-eun**
5 Direktur Dodi Widjajanto
6 Direktur Jung Ho-han
7 Direktur Jung Hyuk-im

Riwayat slogan

sunting

Sebagai Bank Bukopin

  • Mengabdi Demi Kemajuan Bangsa (12 Juli 1987 - 31 Desember 1996)
  • Memahami Dan Memberi Solusi (1 Januari 1997 - 23 Februari 2021, slogan utama)
  • Bukopin Memang Wokeee!!! (2006 - 2021, sekunder)

Sebagai KB Bukopin

  • Bersama, Kita Bintang Finansialnya! (23 Februari 2021 - 3 Maret 2024)
  • Think Star, KB Kookmin Bank (23 Februari 2021 - 3 Maret 2024, mengikuti KB Kookmin Bank)

Sebagai KB Bank

  • Kita Bisa Karena Bersama (3 Maret 2024 - sekarang)

Referensi

sunting
  1. ^ Intan, Novita (2 Agustus 2022). "Tutup Semester I 2022, Ini Catatan Kinerja Bank KB Bukopin". Republika.co.id. Diakses tanggal 24 September 2022. KB Bukopin mampu meningkatkan pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) sebesar 37,52 persen year on year (yoy) dari Rp 458,90 miliar menjadi Rp 631,08 miliar pada Juni 2022. 
  2. ^ "Bukopin - Riwayat Singkat Bank Bukopin". KBBukopin. Diakses tanggal 16 September 2020. 
  3. ^ a b Ini Alasan Bukopin Ganti Nama Jadi KB Bank
  4. ^ a b Asiabanking Almanac, Volume 10
  5. ^ a b Sejarah
  6. ^ a b Perbankan Indonesia pasca krisis: analisis, prospek, dan profil
  7. ^ Beras, koperasi, dan politik Orde Baru: Bustanil Arifin 70 tahun
  8. ^ Prisma, Volume 15,Masalah 7-12
  9. ^ a b c d Far Eastern Economic Review, Volume 152
  10. ^ Kisah panjang di depan sejarah koperasi unit desa, 1973-1993: garis emas perekonomian desa
  11. ^ Trade Finance, Masalah 93-98
  12. ^ Acquiring Technological Capabilities: Aircraft and Commercial Banking in Indonesia, Volume 1-2
  13. ^ Bab II
  14. ^ Parlementaria, Volume 20-21
  15. ^ a b Dari Soeharto ke Habibie: guru kencing berdiri, murid kencing berlari : kedua puncak korupsi, kolusi, dan nepotisme rezim Orde Baru
  16. ^ Pahlawan-pahlawan belia: keluarga Indonesia dalam politik
  17. ^ Trade Finance, Masalah 93-98
  18. ^ Liem Sioe Liong's Salim Group: The Business Pillar of Suharto's Indonesia
  19. ^ The Rise of the Corporate Economy in Southeast Asia
  20. ^ The Politics of Economic Liberalization in Indonesia: State, Market and Power
  21. ^ Addicted to Rent: Corporate and Spatial Distribution of Forest Resources in Indonesia : Implications for Forest Sustainability and Government Policy
  22. ^ H.A.M. Nurdin Halid, di timur matahari: langkah besar anak guru
  23. ^ Harta jarahan Harto
  24. ^ Discipline and Accumulate: State Practice and Elite Consiolidation in Indonesia's Timber Sector, 1967-1998
  25. ^ Who Disciplines Indonesian Banks?: A Study of Market Discipline in Indonesia, 1980-1999
  26. ^ Sri-Bintang Pamungkas dan daulat rakyat: opini rakyat Indonesia
  27. ^ a b c B. Gambaran Umum Masing-Masing Perusahaan Perbankan
  28. ^ Dunia EKUIN dan PERBANKAN, Volume 12,Masalah 9-10
  29. ^ Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia: Sebuah Investigasi 1997-2007, Mafia ...
  30. ^ Departemen Perhubungan, Departemen Pariwisata Seni & Budaya, Departemen ...
  31. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 10,Masalah 46-52
  32. ^ Tempo, Volume 31,Masalah 31-36
  33. ^ Dunia EKUIN dan PERBANKAN, Volume 15,Masalah 1-2
  34. ^ LapTahunan Bukopin 2001
  35. ^ KORUPSI BANK BUKOPIN
  36. ^ Golkar Tersengat Dana Bulog
  37. ^ Akbar, Rahadi Ramelan, dan Bulog
  38. ^ Tommy Soeharto dalam Kasus Bulog
  39. ^ Panji masyarakat
  40. ^ Pembayaran Pesawat Sukhoi dari Pinjaman Bank Bukopin
  41. ^ Direktur Bukopin Tutup Mulut; Kasus Kredit Macet Rp 65 M
  42. ^ a b Prospektus BBKP 2018
  43. ^ a b c d Sengkarut perebutan Bukopin
  44. ^ a b Ujian Berat Bank Bukopin, Masalah NPL dan Modal Minim
  45. ^ Drama Bank Bukopin: Kartu Kredit Modifikasi dan Rights Issue
  46. ^ Bukopin Dalam Masalah, Siapa Untung?
  47. ^ a b c Melihat lagi awal kisruh OJK dan Bosowa terkait Bank Bukopin
  48. ^ Besok, Kookmin Bank Resmi Masuk ke Bukopin
  49. ^ Bosowa dan Kookmin Berebut Pemegang Saham Pengendali di Bukopin (BBKP)
  50. ^ Adu Kuat Bosowa dan Kookmin, Siapa Kendalikan Bukopin?
  51. ^ OJK Restui Rights Issue, Adu Kuat KB Kookmin dan Bosowa Kuasai Bukopin
  52. ^ Kronologi Bank Bukopin Batasi Nasabah Tarik Dana
  53. ^ Nasabah Tarik Terus-menerus Dananya di Bukopin, Apa yang Bisa Terjadi?
  54. ^ a b Bank Bukopin Akui Kookmin Bank Bawa Perubahan Besar
  55. ^ Khawatirkan nasib uangnya nasabah bank bukopin...
  56. ^ Bank KB Bukopin Rugi Rp 3,25 Triliun Sepanjang 2020
  57. ^ Silat terakhir keluarga Bosowa Kalla
  58. ^ a b OJK Sahkan KB Kookmin Jadi Pemegang Saham Pengendali Bukopin
  59. ^ a b c Kronologi Bosowa vs OJK & KB Bukopin: Mulai Gugatan hingga Dicabut
  60. ^ Seng Ada Lawan, Kookmin Bank Genggam 67% Saham Bukopin
  61. ^ Inikah alasan Kookmin Bank tawar saham Bank Bukopin dengan harga murah?
  62. ^ Komisi XI: Ada Antek Asing di OJK yang Loloskan Kookmin Jadi Pengendali Bukopin
  63. ^ Bukopin Dikuasai Kookmin Bank, Fuad Bawazier Sebut Satu Persatu Aset Nasional Lepas ke Asing dan Aseng
  64. ^ Tolak Kepemilikan Asing, Induk Koperasi Siap Beli Saham Bukopin
  65. ^ Dekopin Ingin Mayoritas Saham Bukopin Dimiliki Pemerintah dan Induk Koperasi
  66. ^ Mengapa Kookmin Bank Masuk ke Bukopin
  67. ^ Bank Bukopin (BBKP) dikuasai Kookmin, kepemilikan negara kini tersisa 3,18%
  68. ^ Rights issue Bukopin jadinya diserap Kookmin, Pemerintah atau Bosowa sih?
  69. ^ Bank Bukopin di antara Investor Lokal dan Asing
  70. ^ Eks Dirut Bosowa Jadi Tersangka, Erwin Aksa Buka Suara
  71. ^ Resmi Berdamai, Ini Kesepakatan Bosowa & Kookmin di Bukopin
  72. ^ Jreng! Apa Benar Bosowa Sudah Jual Semua Saham Bank Bukopin?
  73. ^ KB Kookmin Sudah Suntik Rp12,4 Triliun ke Bukopin (BBKP) Sejak 2018
  74. ^ Bukopin Dikuasai Asing, Ini Kata Dirut
  75. ^ Siasat Injeksi Modal dari Kookmin Sengat BBKP ke Bank Kelas Kedua RI
  76. ^ Sejak Dimiliki KB Kookmin Bank Kinerja KB Bukopin Terus Membaik
  77. ^ "KB Bukopin Siap Menjadi Bintang Finansial Indonesia". www.bukopin.co.id. 23 Februari 2021. Diakses tanggal 23 Februari 2021. 
  78. ^ Bank Bukopin Bakal Ganti Nama Jadi KB Bukopin
  79. ^ Setelah K-Pop dan Drakor, Bersiaplah Melihat Korsel di Industri Perbankan
  80. ^ Bank KB Bukopin Bakal Ganti Nama Jadi KB Bank, Kenapa?
  81. ^ KB Bukopin (BBKP) Bakal Ganti Nama, Hilangkan Embel-embel Bukopin
  82. ^ STIC Eugene Serap Right Issue Bukopin (BBKP) dari Kookmin, Direksi Langsung Borong Saham
  83. ^ "Kepemilikan Saham". KBBukopin. Diakses tanggal 24 September 2022. 
  84. ^ Sitorus, Ropesta (20 Mei 2020). Sitorus, Ropesta, ed. "Eko Gindo Mundur saat Kookmin Mau Kuasai Bank Bukopin. Kenapa?". Bisnis.com. Diakses tanggal 16 September 2020. 
  85. ^ "MANAJEMEN PERUSAHAAN". KBBukopin. Diakses tanggal 24 September 2022. 
  86. ^ Pernando, Anggara (17 Agustus 2022). Damara, Dionisio, ed. "RUPSLB KB Bukopin (BBKP) Bakal Ubah Susunan Direksi Pekan Depan". Bisnis.com. Bisnis.com. Diakses tanggal 24 September 2022. 

Pranala luar

sunting