Glasiologi

(Dialihkan dari Glaciologi)

Glasiologi (dari bahasa Prancis glace yang berarti es dan bahasa Yunani Λoγος (logos) yang berarti ilmu) adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat fisika dan kimia dari es dan salju (gletser), pembentukan formasi, pergerakan dan juga evolusinya. Studi tentang glasiologi juga mencakup aspek ilmu lain seperti geofisika, geologi, geografi fisik, geomorfologi, klimatologi, meteorologi, hidrologi, biologi dan ekologi.

Gletser Gorner di Zermatt, Swiss

Lingkup kajian

sunting

Gletser

sunting

Gletser merupakan salah satu fenomena alam yang ditinjau secara luas oleh para ahli glasiologi.[1] Glasiologi struktural merupakan cabang ilmu glasiologi yang khusus membahas struktur gletser. Lingkup pembahasannya adalah pemahaman mengenai proses distribusi dan perpindahan puing-puing es di dalam gletser. Pembentukan struktur gletser berkaitan dengan pengangkutan puing-puing es sebagai hasil dari deformasi internal.[2]

Pengindraan jauh

sunting

Sistem radar

sunting

Studi glasiologi khususnya studi massa es merupakan studi yang rumit karena memerlukan pemahaman mengenai berbagai proses dinamika, termodinamika dan perilaku jangka panjang dari lapisan es. Di sisi lain, studi ini sulit diadakan karena kondisi lingkungan yang sangat dingin dan gelap dalam keadaan yang sangat lama. Pengindraan jauh telah memberikan hasil yang bermanfaat dalam studi glasiologi khususnya dalam studi massa es. Sejak tahun 1950-an, sistem radar telah dikembangkan sebagai salah satu metode pengindraan jauh untuk pengukuran ketebalan es.[3]

Salah satu sistem radar yang banyak digunakan dalam pengindraan jauh pada glasiologi adalah penyuaraan gema radio. Prinsip kerjanya memanfaatkan gelombang elektromagnetik yang dapat menembus lapisan es. Penyuaraan gema radio digunakan untuk memperoleh informasi tentang sifat elektromagnetik dari antarmuka yang berbeda. Antarmuka ini antara lain es batu, air es, dan es pada air laut. Suara yang dihasilkan kembali menggema ke radar. Penggunaan energi yang besar menjadi ciri dari penyuaraan gema radio. Penggunaan dayanya antara 10 Watt hingga 10 kiloWatt lebar-pulsa yang disalurkan secara variabel. Kecepatan penyalurannya sekitar 0,5 nanodetik hingga beberapa mikrodetik. Penyuaraan gema radio digunakan untuk menyelidiki karakteristik batuan dasar hingga di zona lapisan es yang paling tebal. Ketebalan es maksimal yang dicapainya adalah 4.755 meter.[3]

Peran global

sunting

Kebijakan perubahan iklim global

sunting

Sebelum tahun 1980-an, studi glasiologi diabaikan dalam konteks kebijakan internasional terkait perubahan iklim. Perhatian terhadap hal ini mulai muncul melalui proyek bernama Inti Es Vostok yang dimulai pada tahun 1970-an di stasiun penelitian Uni Soviet di Antarktika Timur. Kerja sama antara Uni Soviet dan Prancis untuk proyek ini dimulai pada pertengahan tahun 1980-an dan pada tahun 1987, hasil kerja sama mereka mengenai kaitan antara isotop air yang stabil dan konsentrasi gas rumah kaca, termasuk metana dan karbon dioksida, dipublikasikan. Analisis dilakukan pada gelembung udara dalam inti es, yang menunjukkan korelasi antara konsentrasi gas rumah kaca dan suhu udara di atas permukaan es. Inti es dengan kedalaman 2 kilometer mencatat siklus glasial-interglasial selama 110 ribu tahun. Temuan dari catatan sedimen laut dalam menunjukkan bahwa fluktuasi suhu tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan orbit Bumi, tetapi juga diperkuat oleh gas rumah kaca. Pada tahun 1988, ini mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mendirikan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim, yang secara teratur menyajikan laporan tentang pemahaman terkini mengenai sistem iklim.[4]

Perkembangan

sunting

Hipotesis kehilangan massa dinamis

sunting

Perubahan di permukaan gletser Greenland telah menjadi pemicu utama bagi kemajuan studi glasiologi modern karena sulitnya membedakan antara pelumasan basal oleh air lelehan permukaan dan perubahan di tepi laut gletser. Ada dua teori yang berkembang sehubungan dengan ini, dengan penurunan massa gletser sebagai indikator utamanya. Teori pertama menyatakan bahwa meskipun suhu terus meningkat, gletser di perifer Greenland dapat bertahan, asalkan penurunan massa mereka terjadi karena perubahan suhu atmosfer Bumi. Teori kedua mengatakan bahwa setelah penipisan dan pengurangan gletser dalam skala tertentu, gangguan pada batas antara es dan laut akan berhenti, memungkinkan gletser tetap stabil dalam jumlah terbatas. Teori pertama memperkirakan bahwa jumlah gletser di perifer akan terus menurun di masa depan, sementara teori kedua berpendapat bahwa penurunan jumlah gletser hanya akan terjadi jika mereka bergerak ke arah laut, yang dapat dicegah oleh topografi bawah laut yang menghalangi pertemuan keduanya.[5]

Referensi

sunting
  1. ^ Ou, Hsien-Wang (2021). "A Theory of Glacier Dynamics and Instabilities Part 1: Topographically Confined Glaciers" (PDF). Journal of Glaciology. 8 (267): 1. doi:10.1017/jog.2021.20. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-03-08. Diakses tanggal 2022-03-08. 
  2. ^ Bennet, M. R., dan Glasser, N. F. (2009). Glacial Geology (PDF). Sussex Barat: John Wiley & Sons Ltd. hlm. 197. ISBN 978-0-470-51690-4. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-07-11. Diakses tanggal 2022-03-08. 
  3. ^ a b Zirizzotti, A., dkk. (2009). "Radar Systems for Glaciology". Dalam Kouemou, Guy. Radar Technology (PDF) (dalam bahasa Inggris). INTECH. hlm. 163. ISBN 978-953-307-029-2. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-03-08. Diakses tanggal 2022-03-08. 
  4. ^ Moore, John C. (2018). "Glaciology and Global Climate Change" (PDF). Engineering. 4: 6. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-08-04. Diakses tanggal 2022-03-08. 
  5. ^ Price, Stephen (2009). "Glaciology: From the Front" (PDF). Nature Geoscience (dalam bahasa Inggris). Macmillan Publishers Limited. 2: 93–94. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-03-08. Diakses tanggal 2022-03-08. 

Pranala luar

sunting