Kajian komunikasi

bidang akademik

Komunikasi (Inggris: communication) berasal dari bahasa Latin communis yang berarti 'sama' atau communico, communicatio atau communicare yang berarti 'membuat sama' (Inggris: make to common).[1] Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan.[2] Selain itu, definisi lain komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.[3] Sedangkan 'kajian komunikasi' adalah suatu disiplin akademis yang mempelajari proses komunikasi manusia. Adapun jenis komunikasi terdiri dari tiga tipe, diantaranya adalah komunikasi "verbal" yaitu sebuah proses komunikasi yang dilakukan untuk memahami makna sebuah pesan dengan melibatkan pendengaran; komunikasi "tertulis" yang artinya sebuah pesan didapatkan melalui proses membaca; dan komunikasi "nonverbal" atau proses komunikasi yang melibatkan pengamatan seseorang dalam menyimpulkan makna.[4] Kajian komunikasi terdiri dari beragam topik, mulai dari percakapan langsung hingga komunikasi lewat media seperti penyiaran televisi, atau radio. Kajian komunikasi juga menguji bagaimana sebuah pesan ditafsirkan dengan menggunakan dimensi politik, budaya, ekonomi, semiotika, hermeneutika, dan dimensi sosial berdasarkan konteks komunikasinya. Misalnya ilmu Statistika, merupakan disiplin ilmu dengan pendekatan kuantitatif dalam mengkomunikasikan ilmu eksakta. Statistika juga merupakan topik dalam penelitian kajian komunikasi, yang sering kali digunakan sebagai alat untuk memperkuat klaim.[5]

Sejarah kajian komunikasi sunting

Studi tentang komunikasi manusia berawal dari peradaban Yunani Kuno dan Romawi dengan filsuf seperti Sokrates, Cicero, dan Plato. Di zamannya, kajian ini disebut dengan apa yang kini dikenal sebagai retorika publik; komunikasi publik atau orasi; dan persuasi. Lalu, seiring dengan perkembangan zaman, kajian komunikasi menjadi lebih banyak dipelajari khususnya selama Perang Dunia I dan II. Para pengkaji mengerti betapa pentingnya mempelajari proses pembuatan pesan dan pertukarannya. Kemudian mereka membangun pusat-pusat komunikasi di institusinya masing-masing.[6] Kajian komunikasi modern sangat berkembang selama beberapa dekade. Beragam pendekatan metodologi digunakan terhadap topik kajian yang berbeda pula. Para pengkaji juga mempelajari topik-topik yang berhubungan dengan sub-bidang kajian komunikasi seperti komunikasi kesehatan; komunikasi massa; komunikasi interpersonal; komunikasi antarbudaya; persuasi dan pengaruh sosial; komunikasi politik; dan teknologi komunikasi. Para pengkaji mulai mempelajari dan meneliti komunikasi manusia melalui beragam pendekatan ontologi dan epistemologi; termasuk retorika, semiotika, fenomenologi, sibernetika, sosiopsikologi, dan tradisi teori kritis.[6] Oleh sebab itu, istilah "komunikasi" digunakan untuk menjelaskan beragam tradisi yang berbeda ini.

Kajian komunikasi modern banyak dikembangkan oleh Paul Lazarsfeld, Kurt Lewin, dan Harold Lasswell sebagai para pendiri awal pranata pendidikan komunikasi.[7] Lazarsfeld adalah seorang ahli matematika, yang banyak dipengaruhi oleh pemikiran sosialisme. Dia mendalami metodologi komunikasi dengan menggunakan latar belakangnya sebagai matematikawan. Dia juga banyak mengkaji pengaruh propaganda, lalu merumuskan teori dua tahap aliran komunikasi; yaitu teori yang menjelaskan bagaimana informasi menyebar dalam opini publik. Teori tersebut masih digunakan hingga masa kini. Sedangkan Harold Lasswell lebih banyak mengkaji pergerakan kekuasaan dalam politik. Dia mendalami pengaruh efek media dalam pesan-pesan propaganda, termasuk penggunaan kajian kritis dan desain penelitian kualitatif. Dia juga banyak dipengaruhi pemikiran pragmatisme dan psikoanalisa Freud. Dia berkontribusi dalam merumuskan model-model komunikasi.[7]

Salah satu tokoh komunikasi lainnya adalah Kurt Lewin, yaitu seorang psikolog eksperimen di Universitas Berlin. Dia banyak berkontribusi dalam penelitian ilmiah teoretis. Dia juga banyak menggunakan ilmu-ilmu alam seperti fisika dan kedokteran dalam merumuskan teorinya. Sedangkan, Carl Hovland adalah pengkaji persuasi dengan pendekatan psikoanalisa Freud. Dia banyak dipengaruhi aliran pemikiran behaviorisme dari Clark L. Hull. Dia juga mempelajari masalah-masalah sosial dengan pendekatan multidisipliner di Institut Hubungan Manusia di Universitas Yale.[7]

Di penghujung abad 20, domain akademis dengan beragam departemen dalam kajian komunikasi semakin berkembang; termasuk diantaranya adalah bagian-bagian humaniora seperti seni pertunjukan, seni bercerita, analisis retorika, cara berpikir kritis; dan bagian ilmu sosial seperti percobaan-percobaan ilmiah; serta komponen-komponen kedokteran atau biologi seperti gangguan bicara dan bahasa, serta audiologi. Departemen komunikasi juga berhubungan dengan pelatihan-pelatihan profesional, yang berhubungan dengan media, seperti jurnalistik, produksi media massa, desain web, dan telekomunikasi. Sedangkan beberapa kajian komunikasi dengan metode penelitian kuantitatif seperti desain survei, eksperimen, analisis konten kuantitatif, dan meta-analisis berada pada satu bidang keilmuan yang disebut komunikologi. Komunikologi mulai dibangun oleh murid Wilbur Schram, yaitu orang pertama yang mendirikan Departemen Ilmu Komunikasi Umum, pada awal tahun 1950-an di Universitas Michigan. Universitas Michigan adalah universitas pertama di Amerika Serikat yang menggunakan pendekatan kuantitatif dalam kajian komunikasi.[8]

Batasan kajian dan pendekatan teori sunting

Kajian komunikasi menghubungkan aspek-aspek ilmu sosial dan humaniora. Secara alami, kajian komunikasi merupakan fokus bidang akademis. Sebagai halnya ilmu sosial, disiplin ilmu ini sering kali terkait dengan sosiologi, psikologi, antropologi, biologi, ilmu politik, ekonomi, kebijakan publik, dan lain sebagainya.[9] Fokus pengembangan penelitian dalam kajian komunikasi merupakan bagian dari jenjang komunikasi secara umum. Bagi mahasiswa sarjana, fokus kajian ini adalah untuk mempersiapkan mereka dalam memahami proses komunikasi di masyarakat; serta melakukan pengembangan kajian komunikasi dalam bidang yang lebih spesifik.[10]

Dalam penelitian media daring dan media massa misalnya, para peneliti melakukan pengawasandian (Inggris: decoding) yang sangat teliti, untuk menghindari 'reaktansi-pesan' atau 'perlawanan' dalam menerima pesan. Reaksi atas penerimaan pesan juga dapat dipengaruhi oleh pendekatan dalam pembacaan pesan, seperti:

  1. "Pembacaan radikal", di mana audiens menolak makna, nilai-nilai, dan pandangan pada teks yang dibangun oleh penulis pesan. Dampaknya adalah: pesan ditolak.
  2. "Pembacaan dominan", di mana audiens menerima makna, nilai-nilai, dan pandangan pada teks yang dibangun oleh penulis pesan. Dampaknya adalah: pesan diterima.
  3. "Pembacaan subordinat", di mana audiens menerima keseluruhan makna, nilai-nilai, dan pandangan dunia yang dibangun dalam teks oleh sang penulis pesan. Dampaknya adalah: pesan dipatuhi.[11]

Pendekatan holistik dalam kajian komunikasi dengan konteks politik misalnya adalah untuk menguji beragam kemungkinan, seperti 'aktor' dan saluran televisi, atau media apa saja yang dapat mengubah lansekap semiotika, dan mengubah persepsi; serta mengubah kredibilitas dan latar belakang memetika; lalu mengubah gambaran dari seorang kandidat politik. Bidang komunikasi politik modern banyak dipengaruhi oleh paktek-praktek pembingkaian doktrin-doktrin operasi informasi, yang diturunkan dari sifat alamiahnya dengan dasar seperti kajian militer dan strategi. Berdasarkan pandangan ini, konsep tindakan dalam lingkungan informasi sangat relevan. Lingkungan informasi adalah suatu agregasi atau kumpulan dari individu-individu, organisasi, dan sistem yang mengumpulkan, memproses, dan menyebarkan atau bertindak berdasarkan informasi. Lingkungan ini terdiri dari tiga dimensi yang saling terhubung; seperti individu-individu yang saling berinteraksi, organisasi-organisasi, dan sistem. Dimensi-dimensi ini dikenal sebagai dimensi fisik, informasional, dan kognitif.[12]

Asosiasi Komunikasi Nasional (AKN) di Amerika Serikat mengidentifikasi sembilan sub-disiplin kajian komunikasi, diantaranya adalah komunikasi teknis, kritik budaya, komunikasi kesehatan, komunikasi antarbudaya, komunikasi interpersonal, komunikasi massa, komunikasi organisasi, komunikasi politik atau retorika, dan komunikasi lingkungan. Program dan mata kuliah lain yang sering kali terhubung dalam program kajian komunikasi diantaranya adalah jurnalistik; studi kritik film; teater; hubungan masyarakat; ilmu politik seperti strategi kampanye; komunikasi publik; kajian efek media dalam pemilu, seperti radio, televisi, dan produksi film. Kini sudah banyak program yang menjadi sub-bidang dari kajian komunikasi seperti komunikasi termediasi komputer (Inggris: computer mediated communication) dan penelitian-penelitian mengenai dampak media baru terhadap komunikasi.

Bentuk umum komunikasi sunting

 
Deskripsi pengiriman pesan dari komunikator ke komunikan

Komunikasi massa memiliki peran vital dalam mempengaruhi jumlah audiens. Pada dasarnya komunikasi massa memiliki dua bentuk komunikasi yaitu komunikasi interpersonal dan komunikasi dengan media. Adapun bentuk umum dalam komunikasi terdiri dari komunikasi intrapersonal, komunikasi diadik, komunikasi kelompok, komunikasi publik, dan komunikasi massa.

Komunikasi intrapersonal sunting

Komunikasi intrapersonal terjadi pada diri sendiri, di mana pengirim dan penerima pesan terjadi hanya pada satu orang. Jadi umpan balik bekerja tanpa interupsi. Contohnya seseorang dapat berkomunikasi tentang kesakitan, pemikiran, perasaan, emosi, dan lain sebagainya, hanya kepada dirinya sendiri.[13]

Komunikasi diadik sunting

Komunikasi diadik terjadi jika dua orang terlibat dalam proses komunikasi; di mana sumber pesan menjadi penerima pesan, dan sebaliknya.[13] Hal ini terjadi karena proses komunikasi terjadi dinamis dan pemberian respon terjadi antara sumber dan penerima pesan.

Komunikasi kelompok sunting

Pada bentuk komunikasi diadik, proses komunikasi hanya melibatkan dua orang. Sedangkan bentuk komunikasi kelompok terdiri lebih dari dua orang yang terlibat dalam proses komunikasi. Dalam bentuk komunikasi ini, semua orang dapat menjadi sumber pemberi pesan, dan saling memberikan respon satu sama lain.[13] Dalam bentuk komunikasi kelompok, terdapat empat pola yang sering kali banyak digunakan, diantaranya:

  • Pola lingkaran

Dalam komunikasi pola lingkaran, pengirim pesan merupakan pemimpin kelompok dengan para anggota kelompok sebagai penerimanya; di mana pemimpin kelompok mengirimkan pesan secara langsung kepada salah satu anggota kelompok; dan anggota kelompok yang menerima pesan tersebut ditugaskan untuk menyampaikan pesan tersebut kepada anggota kelompok lainnya. Tidak ada dari anggota kelompok lainnya yang menerima pesan tersebut secara langsung dari pemimpin kelompok. Dalam pola ini, pesan dari pengirim pesan sampai ke seluruh anggota kelompok dengan cara saling menginformasikan pesan tersebut dalam anggota kelompok, karena tidak tersedianya waktu bagi anggota kelompok untuk bertemu langsung dengan sumber pesan atau ketua kelompok.[14]

  • Pola rantai

Dalam komunikasi pola rantai, akan ditemui masalah yang sama seperti pada komunikasi pola lingkaran. Bagian terburuk dari pola ini adalah, penerima pesan paling terakhir sering kali menerima pesan yang tidak sama atau 'termodifikasi' dari pesan awalnya. Dalam kasus ini, pemimpin kelompok tidak dapat menemukan apakah penerima terakhir tersebut menerima informasi yang benar atau tidak; karena tidak ada umpan balik yang dapat mengidentifikasi distorsi pesan ini.[14]

  • Pola Y

Komunikasi pola Y merupakan komunikasi yang lebih kompleks dan juga memiliki masalah komunikasi yang sama seperti dalam pola lingkaran dan pola rantai, karena anggota kelompok terbagi menjadi tiga kelompok kecil; dan suatu anggota kelompok kecil tidak dapat berkomunikasi dengan anggota kelompok kecil lainnya, kecuali lewat pemimpin kelompok.[14]

  • Pola Roda

Komunikasi kelompok dengan pola roda, adalah pola komunikasi terbaik dibandingkan tiga pola komunikasi sebelumnya; di mana pemimpin kelompok memiliki kontak langsung dengan seluruh anggota kelompok. Pada komunikasi pola ini hampir dipastikan tidak akan terjadi masalah komunikasi, baik masalah waktu atau masalah umpan balik dari anggota kelompok. Namun, semua anggota kelompok tidak dapat terhubung satu sama lain.[14]

Komunikasi publik sunting

Dalam komunikasi publlik, pesan diberikan hanya oleh satu orang atau satu entitas dengan jumlah penerima pesan yang sangat banyak. Berbeda dengan bentuk komunikasi kelompok; di mana semua entitas yang terlibat dapat saling memberikan respon, baik sebagai pemberi atau penerima pesan. Maka dalam komunikasi publik, semua audiens lebih difokuskan perhatiannya pada pemberi pesan.[13]

Komunikasi massa sunting

Bentuk komunikasi massa, biasanya memiliki jumlah audiens yang sangat banyak, dan tidak dapat dikelompokkan dalam satu tempat. Oleh sebab itu, bentuk komunikasi massa akan membutuhkan alat atau teknologi supaya proses komunikasi dapat berlangsung. Maka, karena tidak adanya akses kepada penerima pesan, media lain seperti surat kabar, radio, televisi atau internet sangat dibutuhkan. Namun, dalam bentuk komunikasi ini respon audiens sangat sedikit dan lambat.[13] Bidang khusus yang lebih fokus mempelajari komunikasi massa adalah kajian media.

Konteks budaya komunikasi sunting

Konsep budaya "konteks tinggi" dan budaya "konteks rendah" pertama kali dipopulerkan oleh Edward Hall dalam menjelaskan perbedaan budaya secara umum dalam masyarakat. Masyarakat atau kelompok ini dilihat sebagai budaya "konteks tinggi" atau budaya "konteks rendah" berdasarkan aspek hubungan antar individu dan adanya keterhubungan dalam jangka waktu yang lama. Banyak aspek kebiasaan dari suatu budaya tidak dikomunikasikan secara eksplisit, karena anggota suatu kelompok atau masyarakat tersebut sudah mengetahui tentang apa yang sedang dilakukan; dan apa yang harus dipikirkan, dalam berinteraksi satu sama lain, selama bertahun-tahun.[15] Salah satu budaya dengan "konteks tinggi" adalah hubungan-hubungan keluarga dan kekerabatan. Sedangkan budaya dengan "konteks rendah" lebih ditujukan kepada masyarakat dengan hubungan berdurasi pendek; atau masyarakat yang hanya berhubungan untuk alasan-alasan spesifik. Pada masyarakat ini, kebiasaan dan kepercayaan harus diungkapkan secara eksplisit, supaya orang-orang yang baru masuk pada lingkungan budaya tersebut mengetahui apa dan bagaimana harus bersikap di lingkungan dengan budaya yang sama sekali baru.[15] Adapun perbedaan antara budaya "konteks tinggi" dan "konteks rendah", dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Budaya "konteks tinggi" Budaya "konteks rendah"
Memiliki tingkat kekerabatan yang sangat dekat, dengan hubungan antar individu yang sedikit bicara; atau jarang menggunakan gaya komunikasi eksplisit dan gaya informasi formal Lebih berorientasi aturan, di mana masyarakat mengikuti aturan-aturan eksternal
Pengetahuan berdasarkan situasi, dan relasi Pengetahuan lebih banyak dikodifikasi, bersifat publlik, eksternal dan dapat diakses
Beberapa hubungan lintas sektoral atau berupa persimpangan dengan orang lain Berdasarkan urutan yang dipisahkan oleh waktu, ruang, aktivitas, dan hubungan-hubungan
Hubungan jangka panjang Lebih banyak dipengaruhi oleh hubungan-hubungan interpersonal dengan durasi pendek
Pemahaman lebih banyak diinternalisasi lewat apa yang dikomunikasikan Pengetahuan lebih sering dikomunikasikan
Adanya batasan yang kuat tentang siapa saja yang diterima sebagai kerabat dan siapa saja yang dianggap "orang luar" Berfokus pada tugas
Keputusan dan aktivitas berfokus pada hubungan-hubungan langsung, dan sering kali di sekitar orang-orang yang memiliki otoritas Keputusan dan aktivitas lebih banyak berfokus pada apa yang harus segera diselesaikan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab individu

Setiap masyarakat memiliki campuran atau bentuk masing-masing dari kedua konteks budaya, baik budaya "konteks tinggi" maupun "konteks rendah" ini. Oleh sebab itu, kedua konteks budaya ini berguna dalam menjelaskan beberapa aspek dari suatu budaya, khususnya dalam memahami situasi dan lingkungan tertentu dalam masyarakat.[15]

Lihat pula sunting

Catatan kaki sunting

  1. ^ Mulyana, Deddy, Prof. (2007). Imu Komunikasi Suatu Pengantar. PT Remaja Rosdakarya. 
  2. ^ Rohim, Syaiful (2009). Teori Komunikasi: Perspektif,Ragam, & Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. 
  3. ^ "komunikasi - Wiktionary bahasa Indonesia". id.wiktionary.org. Diakses tanggal 2017-10-13. 
  4. ^ "Leadership and Organizational Behavior" (dalam bahasa Inggris). 2016-03-10. Archived from the original on 2016-03-10. Diakses tanggal 2017-10-13. 
  5. ^ Hayes, Andrew F. (2005). Statistical Methods for Communication Science. Lawrence Erlbaum Associates, Inc. hlm. 8–9. 
  6. ^ a b Craig, Robert T. (1999-05-01). "Communication Theory as a Field". Communication Theory (dalam bahasa Inggris). 9 (2): 119–161. doi:10.1111/j.1468-2885.1999.tb00355.x. ISSN 1468-2885. 
  7. ^ a b c Schramm, W. L. (1997). The beginnings of communication study in America: A memoir. Thousand Oaks: Sage. 
  8. ^ Rogers, Everett M. (2001), "The Department of Communication at Michigan State University as a Seed Institution for Communication Study", Communication Studies, 52 (3): 234–248 
  9. ^ Calhoun, Craig (2011). "Communication as Social Science (And More)" (PDF). International Journal of Communication. McGill University. 5: 1479–1496. 
  10. ^ Morreale, Sherwyn; Osborn, Michael; Pearson, Judy (2000). "Why Communication is Important: A Rationale for the Centrality of the Study of Communication" (PDF). Journal of the Association for Communication Administration. National Communication Association. 29: 1–25. 
  11. ^ Marcel, Danesi. (2009). Dictionary of Media and Communications. New York: M.E.Sharpe, Armonk. hlm. 8–9. 
  12. ^ "Chairman of the Joint Chiefs of Staff, U.S. Army (2012). Information Operations. Joint Publication 3-13. Joint Doctrine Support Division, 116 Lake View Parkway, Suffolk, VA." (PDF). Dtic.mil (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-05-04. Diakses tanggal 2017-05-01. 
  13. ^ a b c d e "Forms of Communication". Communication Theory (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-10-14. 
  14. ^ a b c d "Patterns of Communication". Communication Theory (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-10-14. 
  15. ^ a b c "High and low context". www.culture-at-work.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-10-18. 

Bacaan lanjut sunting

Cohen, Herman. (1994). VA, Annandale, ed. The History of Speech Communication: The Emergence of a Discipline, 1914-1945. Speech Communication Association. 
Gehrke, Pat J. (2009). The Ethics and Politics of Speech: Communication and Rhetoric in the Twentieth Century. Carbondale, IL: Southern Illinois University Press. 

Pranala luar sunting