Kitab Ratapan (disingkat Ratapan; akronim Rat.) merupakan salah satu kitab pada Perjanjian Lama Alkitab Kristen dan Tanakh (atau Alkitab Ibrani). Dalam Perjanjian Lama, Kitab Ratapan merupakan bagian dalam kelompok kitab-kitab kenabian dan khususnya dalam kelompok nabi-nabi besar. Sementara dalam Alkitab Ibrani, kitab ini disebut Gulungan Eikhah (bahasa Ibrani: מְגִלַּת אֵיכָה, translit. Megillat Eikhah), dan merupakan bagian dari kelompok Ketuvim, atau lebih tepatnya merupakan salah satu dari Lima Gulungan. Dalam Alkitab Terjemahan Lama, kitab ini disebut "Kitab Nudub Yermia".

Nama "Ratapan" merupakan kependekan dari frasa "Ratapan Yeremia" yang merupakan terjemahan harfiah dari nama kitab ini dalam Alkitab Septuaginta Yunani, yaitu "Θρῆνοι Ἰερεμίου" (Thrênoi Ieremíou). Nama ini merujuk pada tema kitab ini, yaitu puisi ratapan, dan juga pada tradisi Yahudi dan Kristen yang menyatakan bahwa puisi-puisi ini ditulis oleh Nabi Yeremia sendiri.

Nama "Eikhah" dalam bahasa Ibrani secara harfiah berarti "mengapa", "dengan cara apa", atau "betapa". Kata אֵיכָה (eikhah) dan varian-variannya, yaitu אֵיךְ (eikh) dan אֵיכָכָ֤ה (eikhakhah), dapat digunakan sebagai kata tanya (interogativa) dan kata seru (interjeksi). Nama ini dapat ditemukan sebagai kata pertama dari ayat pertama dalam Ratapan 1, 2, dan 4.

Kitab Ratapan, seperti nama kitabnya, berisi ratapan-ratapan atas jatuhnya Yerusalem ke tangan tentara Babel pada tahun 586 SM, dan kehancuran serta masa pembuangan setelahnya. Walaupun kitab ini pada umumnya bertemakan kesedihan karena kehancuran Yerusalem, terdapat pula baris-baris yang menunjukkan keimanan kepada Tuhan dan harapan akan adanya masa depan yang cerah di dalamnya. Misalnya ayat-ayat yang menuliskan: "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (3:22-23).

Kitab ini terdiri dari lima bait syair atau lima pasal yang berisi ratapan di dalamnya. Pasal-pasal dalam Ratapan 1, 2, 4 dan 5 terdiri atas 22 ayat sedangkan Ratapan 3 terdiri dari 66 ayat, dan seluruhnya (dalam naskah aslinya) berbahasa Ibrani.

Syair-syair ini digunakan oleh orang Yahudi dalam ibadah mereka pada hari-hari khusus untuk berpuasa dan berkabung. Hari-hari khusus seperti itu diadakan setiap tahun untuk mengenang malapetaka yang menimpa bangsa itu pada tahun 586 SM.[1]

Naskah sumber

sunting
  • Naskah Masorah (bahasa Ibrani, abad ke-10 M)
  • Septuaginta (bahasa Yunani; abad ke-3 SM)
    • Dalam naskah kuno Alkitab bahasa Yunani, Septuaginta, sebelum Ratapan 1:1, terdapat kata-kata: "Dan terjadilah, setelah Israel dibawa ke dalam pembuangan, dan Yerusalem dibuat sunyi, Yeremia duduk menangis, dan meratapkan ratapan ini mengenai Yerusalem, dan berkata".[2]
    • Dalam Septuaginta, kitab ini diberi judul "Ratapan Yeremia" (bahasa Yunani: Θρήνοι Ιερεμίου, Threnoi Ieremiou)
  • Naskah Laut Mati (bahasa Ibrani, abad ke-2 SM), terutama:[3]
    • 3Q3 Lamentations (3QLam)
    • 4Q111 Lamentations (4QLam)
    • 5Q6 Lamentationsa (5QLama)
    • 5Q7 Lamentationsb (5QLamb)

Kepengarangan

sunting

Berdasarkan tradisi, kitab ini dianggap ditulis oleh nabi Yeremia, bahkan Alkitab Kristen mengelompokkannya dalam kitab-kitab kenabian karena dianggap merupakan kelanjutan karya nabi Yeremia.[4][5] Namun menurut pakar modern, meskipun benar bahwa kejatuhan Yerusalem oleh Babel pada tahun 586/7 SM menjadi latar waktu untuk kitab ini, pengarang kitab ini mungkin bukanlah Yeremia.[4] Masing-masing pasal atau bait syair dalam kitab ini dianggap merupakan puisi yang berbeda satu sama lain yang kemudian digabung membentuk kitab tersebut.[5][6]

Perikop

sunting

Judul bait puisi atau judul perikop dalam Kitab Ratapan menurut Alkitab Terjemahan Baru oleh LAI adalah sebagai berikut. Perlu dicatat bahwa daftar berikut diurutkan berdasarkan nomor pasal.

  1. Keruntuhan dan kesunyian Yerusalem
  2. Murka Allah terhadap Sion
  3. Penghiburan dalam penderitaan
  4. Sengsara Sion yang dahsyat
  5. Doa untuk pemulihan

Puisi akrostik

sunting

Ratapan 1-4 dalam naskah aslinya, yaitu dalam bahasa Ibrani, disusun dalam bentuk puisi akrostik. Huruf awal dari kata pertama setiap ayat (atau setiap 3 ayat khusus untuk Ratapan 3) secara berurutan merangkum seluruh abjad Ibrani yang terdiri dari 22 huruf (dan merangkum sebanyak tiga kali khusus untuk Ratapan 3).[5]

Pada Ratapan 2-4, tidak seperti urutan abjad Ibrani yang baku saat ini, huruf פ (pe; huruf ke-17) muncul sebelum huruf ע (ayin; huruf ke-16). Sedangkan pada Ratapan 1, Naskah Masorah menggunakan urutan abjad yang baku/modern, tetapi Naskah Laut Mati (4QLam/4Q111, sek. 37 SM - 73 M) menggunakan urutan pe-ayin seperti dalam pasal ke-2, ke-3, dan ke-4.[7][8] Urutan pe-ayin ini kemungkinan berasal dari urutan abjad Ibrani Kuno, karena menurut abecedarium dan sumber-sumber teks sebelum pembuangan, huruf pe memang diurutkan sebelum huruf ayin. Urutan pe-ayin tersebut menjadi tanda bahwa kitab ini ditulis segera setelah pembuangan ke Babel, sebelum pengaruh abjad Aram (yang mengurutkan huruf pe setelah huruf ayin) meluas di kalangan Yahudi.[7][8][9]

Ratapan 5 juga terdiri dari 22 ayat. Namun tidak seperti pasal-pasal sebelumnya, pasal ini tidak disusun secara akrostik.

Dalam Septuaginta, bagian awal dari setiap ayat pada pasal-pasal yang tersusun secara akrostik dalam naskah-naskah Ibrani ditambahkan nama-nama dari abjad Ibrani yang sesuai dengan struktur akrostik dari puisi-puisi tersebut dalam naskah Ibrani. Karena penerjemahan Tanakh ke dalam bahasa Yunani mau tidak mau akan menghilangkan struktur akrostik dari puisi-puisi Kitab Ratapan, penyusun Septuaginta merasa perlu untuk menambahkan huruf-huruf ini untuk menunjukkan adanya struktur tersebut.[2]

Pengutipan dalam tradisi Kristen

sunting

Referensi

sunting

Pustaka

sunting

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting