Pariyatti, paṭipatti, paṭivedha
Bagian dari seri tentang |
Buddhisme Theravāda |
---|
Buddhisme |
Dalam Buddhisme Theravāda, pariyatti, paṭipatti, paṭivedha (Pali untuk "Teori, praktik, penembusan") adalah konsep pembelajaran yang terdiri dari tiga tahapan yang berpuncak pada pemahaman penuh terhadap ajaran Buddha. Pariyatti mengacu pada studi atau kajian teoritis ajaran Buddha sebagaimana yang tercantum dalam Tripitaka Pali, kitab-kitab komentar, dan kitab-kitab subkomentar; paṭipatti berarti mempraktikkan teori tersebut; dan paṭivedha berarti menembus teori atau lebih tepatnya menyadari kebenarannya dengan pengalaman langsung, yakni pencapaian empat tingkat kecerahan. Secara tradisional, pariyatti berfungsi sebagai fondasi paṭipatti, dan paṭipatti berfungsi sebagai fondasi paṭivedha.
Tripitaka Pāli adalah kanon Buddhis paling lengkap yang masih ada dalam bahasa India klasik, Pāli, yang berfungsi sebagai bahasa suci[1] dan basantara[2] aliran Theravāda. Berbeda dengan Mahāyāna dan Vajrayāna, Theravāda cenderung konservatif dalam hal studi teoritis ajaran (pariyatti) dan disiplin monastik (vinaya).[3] Salah satu unsur konservatisme ini adalah kenyataan bahwa Theravāda menolak keaslian kitab-kitab Mahāyāna (yang muncul ca abad ke-1 SM dan seterusnya).[4][5]
Gambaran umum
suntingMenurut U Ba Khin, pariyatti adalah ajaran Sang Buddha, para arahat (makhluk yang telah tercerahkan sepenuhnya), dan para ariya (orang-orang yang telah merasakan Nirwana), yang telah benar-benar secara terperinci memahami Empat Kebenaran Mulia dan mengajarkan apa yang mereka sendiri telah ketahui sebagai kebenaran yang nyata dari pengalaman mereka sendiri. Adakalanya, ketika mustahil menemukan orang-orang mulia seperti Buddha, arahat, atau ariya yang dapat dihormati dan diandalkan, seseorang harus menjadikan ajaran Buddha yang terkandung dalam 84.000 bagian kitab suci sebagai gurunya.
U Ba Khin menyatakan, "Seseorang perlu mengamalkan ajaran-ajaran ini yang akan menuntun menuju tingkat Jalan (magga), Buah (phala), dan Nirwana (nibbāna). Ketika seseorang bertemu dengan seorang Buddha, para arahat, dan para ariya yang mulia, maka sungguh mungkin untuk mempraktikkan moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan serta mencapai jalan dan buah pencerahan hanya dengan mendengarkan dan mengikuti ajaran mereka, yang diberikan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan pribadi secara langsung."[6]
Anupubbasikkhā
suntingSang Buddha kadang-kadang menggambarkan praktik (paṭipatti) ajaran-Nya sebagai pelatihan bertahap (Pali: anupubbasikkhā) karena Jalan Mulia Berunsur Delapan melibatkan proses transformasi batin-tubuh yang berlangsung dalam jangka waktu yang kadang-kadang panjang.
Seperti halnya samudra raya yang memiliki landas kontinen yang bertahap, lereng yang bertahap, kecenderungan yang bertahap, dengan penurunan yang tiba-tiba hanya setelah rentang waktu yang panjang, demikian pula Dhamma dan Disiplin (dhamma-vinaya) ini memiliki pelatihan yang bertahap (anupubbasikkhā), fungsionalitas yang bertahap (anupubbakiriyā), perkembangan yang bertahap (anupubbapatipadā), ...
— Udāna 5.5
Penekanan pada latihan bertahap dapat dipahami melalui fakta bahwa, seperti halnya kebiasaan manusia yang menimbulkan penderitaan telah terbentuk dalam jangka waktu yang panjang, kebiasaan yang sama juga memerlukan waktu lama untuk dihilangkan, memerlukan usaha berkelanjutan yang hanya dapat dicapai dengan komitmen sejati terhadap latihan.
Diagram
sunting
Referensi
sunting- ^ Reynolds, Frank E.; Kitagawa, Joseph M.; Nakamura, Hajime; Lopez, Donald S.; Tucci, Giuseppe (2018), "Theravada", britannica.com, Encyclopaedia Britannica,
Theravada (Pali: "Way of the Elders"; Sanskrit, Sthaviravada) emerged as one of the Hinayana (Sanskrit: "Lesser Vehicle") schools, traditionally numbered at 18, of early Buddhism. The Theravadins trace their lineage to the Sthaviravada school, one of the two major schools (the Mahasanghika was the other) that supposedly formed in the wake of the Council of Vaishali (now in Bihar state) held some 100 years after the Buddha's death. Employing Pāli as their sacred language, the Theravadins preserved their version of the Buddha's teaching in the Tipitaka ("Three Baskets").
- ^ Crosby, Kate (2013), Theravada Buddhism: Continuity, Diversity, and Identity, hlm. 2.
- ^ Gombrich, Richard (2006), Theravada Buddhism: A Social History from Ancient Benares to Modern Colombo, Routledge; edisi ke-2, hlm. 37.
- ^ Hay, Jeff (2009). "World Religions", hlm. 189. Greenhaven Publishing LLC.
- ^ Buswell, Robert E (2004). Macmillan Encyclopedia of Buddhism (2004), hlm. 293.
- ^ "The Buddha's basic teaching and their correct practice". 11 Juli 2013. Diakses tanggal 2022-07-18.