Pengguna:Altair Netraphim/Bookmarki9

Tri Soka
Tanggal pendirian5 Agustus 1981; 43 tahun lalu (1981-08-05)
StatusAliran penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME
TipeOrganisasi
Lokasi
  • Pedukuhan Parangrejo, Kalurahan Girijati, Kapanéwon Purwosari, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Bahasa resmi
Jawa dan Indonesia
KetuaKi Rambat

Tri Soka atau Paguyuban Ngolah Rasa Tri Soka (bahasa Jawa: ꦠꦿꦶꦱꦺꦴꦏ, translit. Tri Soka) adalah aliran penghayat kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang berpusat di Pedukuhan Parangrejo, Kalurahan Girijati, Kapanéwon Purwosari, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Organisasi ini didirikan pada 5 Agutus 1981.

Asal-usul

sunting

Ajaran organisasi ini berawal dari kiprah Ki Rambat yang sering memberikan pengobatan kepada masyarakat di rumahnya yang berada di Pedukuhan Parangrejo, Girijati, Purwosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Orang pertama yang berobat kepada Ki Rambat adalah Hardjosasmito yang berasal dari Brontokusuman. Dia meminta pertolongan agar disembuhkan dari suatu penyakit[a] yang telah lama dideritanya.[1]

Penyakit itu akhirnya dapat disembuhkan dan dia semakin sering datang ke rumah Ki Rambat untuk meminta penjelasan mengenai ajarannya. Kedatangannya selanjutnya lantas disertai dengan istri, kerabat, dan teman-temannya. Orang-orang tersebut di kemudian hari menganggap Hardjosasmito sebagai pendahulu dari orang-orang yang menuntut ilmu ajaran Tri Soka. Para anggotanya kemudian menggunakan nama Tri Soka untuk melestarikan wewarah (ajaran) organisasi tersebut.[2]

Susunan anggota

sunting

Organisasi ini tercatat di Sistem Informasi Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat dengan nomor inventaris I.253/F3/N.1.1/1984 Keputusan Kementerian Hukum dan HAM No. AHU-0003373.AH.01.07 Tahun 2021.[3][4] Berdasarkan catatan dari Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tahun 2010, anggota organisasi ini berjumlah 95 orang. Namun demikian, tidak sedikit yang menyatakan sebagai warga simpatisan dengan ketentuan tidak terikat oleh peraturan organisasi. Sementara itu, mereka yang terikat oleh peraturan merasa memiliki ikatan batin dan rasa kebersamaan, sehingga satu sama lain tetap terjalin rasa persatuan dan kebersamaan dengan semangat satu wadah, keyakinan, dan pembimbing.[5]

Lambang organisasi tersebut secara keseluruhan berbentuk lingkaran dengan rincian sebagai berikut.

  • Lingkaran merupakan lambang kebulatan tekad dalam kehidupan.
  • Gunung merupakan lambang kekuatan yang tidak tergoyahkan oleh berbagai suasana yang melanda kehidupan.
  • Warna hitam merupakan lambang cinta kasih dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa.
  • Warna biru merupakan lambang keluhuran budi pekerti manusia.
  • Warna putih merupakan lambang dasar kehidupan manusia.
  • Bilangan tiga gunung merupakan lambang tiga unsur manusia, yaitu sukma, nyawa, dan raga.[5]

Susunan pengurus organisasi ini sebagai berikut.

  • Sesepuh/Ketua I: Budhiasih Suparno.
  • Ketua II: Mulyodihardjo.
  • Penulis I: Dani Hardiyanto.
  • Penulis II: Bambang Susanto.
  • Keuangan I: Bariatun.
  • Keuangan II: Sri Sanon.
  • Seksi pendidikan: Dwi Sunu Prapto.
  • Seksi pemuda: Sunu Purwono Kuncoro.
  • Pembantu umum: Dasuki Triwidodo.[5]

Oleh karena semakin banyak dan

semak in sering orang berkumpul, maka

pertemuan itu di atur waktunya yaitu

setiap hari Sabtu Pon mulai pukul

20.00-24.00 sejak tahun 1959, di rumah

Hardjosasmito. Di samping itu,

Hardjosasmito bertindak selaku pemberi

wewarah. Pada waktu itu, perkumpulan

ini belum berbentuk organisasi. Oleh

karenanya, diantarawarganya belum ada

ikatan tanggung jawab , hak, dan

kewajiban .

Pada tahun 1966, Hardjosasmito

meninggal dunia sehingga perkumpulan

berjalan sendiri dan tetap berjalan sesuai

arah dan petunjuk yang telah

diberikannya. Kemudian pada bulan Juni

1968, atas kesepakatan bersama

menunjuk Martopratomo dari Dusun

Parangtritis, Kabupaten Bantu!,

Yogyakarta, untuk memimpin perkum-

pulan ini. Pada tanggal 5 Agustus 1981,

hari Rabu Pon secara res mi organisasi

dengan nama Paguyuban Warga Tri

Soka.

Di kalangan warga penghayat

kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa ada berbagai cara dalam

menghayati kepercayaannya, baik

menyangkut hubungan pribadi dengan

Tuhan Yang Maha Esa, dengan diri

sendiri, sesama dan alam semesta .

Dalam hubungan dengan Tuhan warga

Tri Saka diajarkan:

1. Manusia mempunyai kewajiban

terhadap Tuhan Yang Maha Esa

dengan selalu mengagungkan dan

tunduk, serta patuh terhadap

kekuasaan-Nya . lnilah , yang

disebut dengan sifat pribadi atau olah

kesucian .

2. Manusia harus dapat memelihara,

menjaga, serta merawat jasmani

dan rohani. Karena rasa dan rasa

adalah tempat dimana Nur dan

Cahaya atau sukma, dan anugerah

Tuhan itu bersemayam. Hal ini

disebut dengan o/ah rasa.

Dalam hubungan antara manusia

dengan diri sendiri Tri Soka mengajarkan

pada warganya untuk selalu mawas diri

dengan tujuan menghayati diri pribad i.

Bagi siapa saja yang menyadari akan

keadaan hidup dan kehidupannya

dengan rasa hening dan ikhlas, berarti

manusia telah menemukan warna

hidupnya sendir i. Dengan demikian, ia

akan mudah menerima sinar keagungan

Tuhan Yang Maha Esa, sehingga dalam

perilaku sehari-hari akan tampak sifat-

sifat, seperti tepa selira (tenggang rasa),

sabar, ramah, dan penuh rasa hormat

kepada orang lain.

Dalam hubungan antara manusia

dengan sesama, dalam kehidupan

sehari-hari diajarkan untuk berfikir dan

bertindak untuk kepentingan sesama

dengan menggunakan akal budi yang

hening dan sehat. Dapat menciptakan

suasana rukun, damai, tenteram dan

sejahtera yang terpancar dari sinar

kekuasaan dan keagungan Tuhan Yang

Maha Esa.

Sedangkan, dalam hubungan

antara manusia dengan alam manusia

harus berhat i- hati dalam melaksanakan

perikehidupannya. Manusia harus sadar

di mana ia berpijak dan berlindung demi

kelangsungan hidupnya. Dengan

demikian manusia dapat handarbeni

(merasa memiliki) tanah tempat

kelahirannya yakni alam. Alam atau

tanah tempat manusia berpijak sangat

berarti karena dari tanah manusia

memetik hasil bumi dan tempat

berlindung , sehingga kita sadar bahwa

hubungan antara manusia dengan alam

tidak dapat dipisahkan, keduanya saling

membutuhkan.


kepada orang lain.

Dalam hubungan antara manusia

dengan sesama, dalam kehidupan

sehari-hari diajarkan untuk berfikir dan

bertindak untuk kepentingan sesama

dengan menggunakan akal budi yang

hening dan sehat. Dapat menciptakan

suasana rukun, damai, tenteram dan

sejahtera yang terpancar dari sinar

kekuasaan dan keagungan Tuhan Yang

Maha Esa.

Sedangkan, dalam hubungan

antara manusia dengan alam manusia

harus berhat i- hati dalam melaksanakan

perikehidupannya. Manusia harus sadar

di mana ia berpijak dan berlindung demi

kelangsungan hidupnya. Dengan

demikian manusia dapat handarbeni

(merasa memiliki) tanah tempat

kelahirannya yakni alam. Alam atau

tanah tempat manusia berpijak sangat

berarti karena dari tanah manusia

memetik hasil bumi dan tempat

berlindung , sehingga kita sadar bahwa

hubungan antara manusia dengan alam

tidak dapat dipisahkan, keduanya saling

membutuhkan.

Lihat pula

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ Para anggotanya tidak dapat menyebutkan penyakit tersebut.

Rujukan

sunting
  1. ^ Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (2010), hlm. 387–388
  2. ^ Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (2010), hlm. 388
  3. ^ "Tri Soka". Sistem Informasi Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat. Diakses tanggal 7 September 2023. 
  4. ^ "Persebaran Organisasi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa Tingkat Pusat Per Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia (Data Per Bulan Juli 2018)" (PDF). Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Diakses tanggal 7 September 2023. 
  5. ^ a b c Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (2010), hlm. 387

Daftar pustaka

sunting
  • Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (2010). Ensiklopedia Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa (PDF). Jakarta: Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni, dan Film Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa. 

Pranala luar

sunting