Suttavibhaṅga

(Dialihkan dari Suttavibhanga)

Kitab Suttavibhaṅga (Pali untuk "Analisis Aturan") merupakan kitab pertama dalam Vinayapiṭaka, sebuah bagian dari Tripitaka Pali aliran Theravāda. Kitab ini berisi tentang penjelasan lanjutan dari peraturan Sangha yang dinamakan "Pātimokkha". Bentuk umum dari penjelasan lanjutan pada kitab ini biasanya berupa cerita yang melatarbelakangi munculnya setiap aturan, cerita bagaimana Sang Buddha menetapkan dan menerapkan aturan tersebut, dan, kemudian, dilanjutkan dengan pembahasan dan penjelasan tentang tiap aturannya.

Suttavibhaṅga
JenisKitab kanonis
IndukVinayapiṭaka
IsiBhikkhuvibhaṅga; Bhikkhunīvibhaṅga
AtribusiBhāṇaka
KomentarSamantapāsādikā
PengomentarBuddhaghosa
SingkatanBu; Bi
Bhikkhuvibhaṅga:
Bu Pj; Bu Ss; Bu Ay; Bu Np; Bu Pc; Bu Pd; Bu Sk; Bu As
Bhikkhunīvibhaṅga:
Bi Pj; Bi Ss; Bi Np; Bi Pc; Bi Pd; Bi Sk; Bi As
Sastra Pāli

Kitab ini dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu:

  • Bhikkhuvibhaṅga (aturan para biksu), dan
  • Bhikkhunīvibhaṅga (aturan para biksuni).

Pātimokkha

sunting

Suttavibhaṅga berisi aturan-aturan dasar kebiaraan yang disebut sebagai Pātimokkha (ejaan alternatif: Pāṭimokkha; terj. har.'mengarah pada moksa'). Pātimokkha terdiri atas 227 aturan bagi para biksu dan 311 aturan bagi para biksuni yang dibagi ke dalam bagian-bagiannya, yaitu Pārājika, Saṅghādisesa, Aniyata, Nissaggiya-pācittiya, Pācittiya, Pāṭidesanīya, Sekhiya, dan Adhikaraṇa-samatha.[1][2][3]

Selain bagian-bagian aturan tersebut, terdapat pula satu teks yang berisi rangkuman poin-poin Pātimokkha secara ringkas tanpa materi penjelasannya. Teks tersebut juga dinamakan sebagai "Pātimokkha", yang awalnya mungkin berasal dari suatu teks terpisah bernama "Pātimokkha Sutta".[4]

Pārājika

sunting

Pārājika (disingkat Pj) adalah aturan-aturan yang apabila dilanggar dapat mengakibatkan pengusiran seumur hidup dari Sangha. Jika seorang biksu melanggar secara sengaja aturan-aturan ini, maka ia secara otomatis akan terusir dari kehidupan biara dan tidak akan dapat menjadi seorang biksu lagi pada masa yang akan datang. Niat atau unsur kesengajaan dalam pelanggaran terhadap aturan-aturan ini diperlukan untuk dianggap sebagai suatu pelanggaran. Berikut adalah empat poin pelanggaran aturan Pārājika, yaitu:[1][2][3]

  1. Hubungan seksual: terlibat dalam hubungan seksual apa pun
  2. Pencurian: pencurian apa pun yang bernilai lebih dari 1/24 troy ons emas (sebagaimana ditentukan oleh hukum setempat)
  3. Pembunuhan: mengakibatkan kematian manusia—baik dengan membunuh orang tersebut, mengatur pembunuh bayaran untuk membunuh orang tersebut, menghasut orang tersebut untuk mati, atau menjelaskan tentang keuntungan dari kematian[5]
  4. Kebohongan: berbohong kepada orang lain bahwa dirinya telah mencapai taraf manusia superior, seperti mengaku sebagai seorang Arahat padahal tahu bahwa dirinya bukan, atau mengaku telah mencapai salah satu jhāna padahal tahu bahwa dirinya belum mencapainya

Pārājika menyajikan aturan lanjutan dari empat aturan pertama dalam Pancasila Buddhis.

Saṅghādisesa

sunting

Tiga belas aturan Saṅghādisesa (disingkat Ss) adalah aturan yang mengharuskan pertemuan awal dan selanjutnya dari Sangha (pertemuan komunal). Jika seorang biksu melanggar aturan apa pun di sini, ia harus menjalani masa percobaan atau disiplin, yang setelahnya, jika ia menunjukkan penyesalan, ia dapat diterima kembali oleh sangha yang terdiri dari tidak kurang dari dua puluh biksu. Seperti aturan Pārājika, pelanggaran Saṅghādisesa hanya dapat terpenuhi jika ada niat dari biksu itu sendiri, dan bukan merupakan pelanggaran jika dilakukan secara tidak sengaja. Tiga belas poin pelanggaran Saṅghādisesa untuk biksu adalah:[1][2][3]

  1. Mengeluarkan air mani atau meminta seseorang mengeluarkan air mani secara sengaja, kecuali keluar air mani melalui mimpi.
  2. Bersentuhan secara fisik dengan wanita dengan birahi atau nafsu, termasuk berciuman atau berpegangan tangan.
  3. Mengatakan ucapan-ucapan cabul atau tidak senonoh terhadap wanita mengenai alat kelamin dan hubungan seksual
  4. Mengajak seorang wanita melakukan hubungan seksual
  5. Mengatur kencan, perselingkuhan, atau pernikahan antara seorang pria dan wanita
  6. Membangun sebuah pondok tempat tinggal biksu (kuti) tanpa izin dari Sangha atau membangun pondok (kuti) yang berukuran lebih dari 3 x 1,75 meter
  7. Memerintahkan atau meminta orang lain untuk mendirikan pondok (kuti) tanpa seizin sangha, atau berukuran lebih dari 3 x 1,75 meter
  8. Membuat tuduhan tidak berdasar terhadap biksu lain dengan harapan agar kebiksuannya gugur
  9. Membuat tuduhan yang menyesatkan tentang biksu lain dengan harapan agar kebiksuannya gugur
  10. Memicu perpecahan dalam Sangha, bahkan setelah ditegur sebanyak tiga kali
  11. Mendukung pemicu perpecahan dalam Sangha, bahkan setelah ditegur sebanyak tiga kali (hanya berlaku jika pendukungnya kurang dari empat)
  12. Menolak nasihat yang beralasan atau berdasar dari sesama biksu, bahkan setelah ditegur sebanyak tiga kali
  13. Mengkritik keadilan terkait gugurnya kebiksuan dirinya sendiri, bahkan setelah ditegur sebanyak tiga kali
  14. Menerima suap dan berkelakuan buruk

Aniyata

sunting

Aniyata (disingkat Ay) adalah dua aturan yang tidak pasti ketika seorang biksu dituduh telah melakukan pelanggaran dengan seorang wanita di tempat yang tertutup atau pribadi oleh seorang awam. Aturan ini disebut tidak pasti karena hasil akhirnya bergantung pada apakah biksu tersebut mengakui pelanggaran yang dilakukannya. Praduga tak bersalah diberikan kepada seorang biksu kecuali ada bukti yang kuat:[1][2][3]

  1. Duduk berduaan dengan seorang wanita di tempat yang cukup terpencil untuk melakukan hubungan seksual, atau mengucapkan kata-kata cabul, disaksikan oleh seorang upasaka-upasika lain, dan biksu tersebut mengakui pelanggarannya
  2. Duduk berduaan dengan seorang wanita di tempat yang tidak cukup terpencil untuk melakukan hubungan seksual, atau mengucapkan kata-kata cabul, disaksikan oleh seorang upasaka-upasika lain, dan biksu tersebut mengakui pelanggarannya

Jadi, tidak pantas bagi seorang biksu untuk berduaan dengan seorang wanita, terutama di tempat yang tertutup atau pribadi.

Nissaggiyapācittiya

sunting

Nissaggiya-pācittiya (disingkat Np) adalah tiga puluh peraturan yang sebagian besarnya mengatur perihal kepemilikan para biksu atas barang-barang yang tidak diizinkan atau barang-barang yang didapatkan dengan cara yang tidak diizinkan. Biksu tersebut harus menyerahkan barang tersebut dan kemudian mengakui kesalahannya kepada biksu lain. Ada tiga puluh poin pelanggaran Nissaggiya-pācittiya:[1][2][3]

  1. Menyimpan jubah tambahan selama lebih dari sepuluh hari
  2. Tidur di tempat yang terpisah dari ti civara
  3. Menyimpan lebih dari sebulan bahan jubah yang tidak mencukupi ketika sedang menantikan bahan jubah atau jubah baru
  4. Meminta seorang biksuni yang bukan sanak keluarganya untuk mencuci jubahnya
  5. Menerima hadiah jubah dari seorang biksuni
  6. Menerima bahan jubah atau jubah kepada umat awam, kecuali di saat yang tepat
  7. Menerima terlalu banyak jubah dari umat awam, kecuali di saat yang tepat
  8. Menerima jubah dari umat awam setelah mengatakan keinginannya untuk mendapatkan jubah bermutu baik
  9. Menerima jubah dari umat awam setelah meminta mereka untuk mendanai pembelian jubah baru yang lebih baik
  10. Menerima jubah setelah meminta kepada penyokongnya (dayaka) sebanyak lebih dari enam kali
  11. Menerima atau memiliki permadani yang terbuat dari bahan wol, sutra, atau gabungan dari keduanya
  12. Menerima atau memiliki permadani berbahan dasar wol hitam murni
  13. Menerima atau memiliki permadani berbahan dasar wol hitam dengan komposisi sebesar 50%
  14. Menerima atau memiliki permadani baru, kecuali sudah enam tahun menggunakan permadani yang lama
  15. Menerima atau memiliki permadani duduk yang tidak digabungkan dengan permadani lama dengan ukuran sebesar 25 cm persegi
  16. Membawa wol sejauh lebih dari 45 km saat sedang bepergian
  17. Meminta seorang biksuni untuk mencuci dan mewarnai wol
  18. Menerima uang dan merasa senang dengan uang yang disimpan
  19. Melakukan transaksi jual beli dan terlibat dalam proses jual beli
  20. Melakukan dan terlibat dalam proses tukar-menukar barang
  21. Menyimpan mangkuk tambahan selama lebih dari sepuluh hari
  22. Mengganti mangkuk dengan mangkuk yang baru sebelum mangkuk tersebut rusak
  23. Menyimpan dan menggunakan obat-obatan selama lebih dari tujuh hari
  24. Menggunakan dan menerima pakaian untuk musim hujan sebelum waktu yang tepat
  25. Mengambil jubah yang dipinjamkan dalam keadaan marah
  26. Meminta untuk dibuatkan jubah
  27. Menerima jubah yang sebelumnya terdapat permintaan untuk memperindah jubah tersebut
  28. Menyimpan jubah yang diberikan pada 10 hari menjelang masa Kaṭhina yang lebih dari masa vassa
  29. Tinggal terpisah dengan jubahnya selama lebih dari enam malam selama masa vassa
  30. Dengan sadar menyebabkan suatu pemberian yang seharusnya diberikan kepada Sangha, tetapi malah diberikan kepadanya

Pācittiya

sunting

Pācittiya (disingkat Pc) merupakan sekumpulan peraturan yang mengharuskan atau memerlukan adanya pengakuan dari biksu yang melanggar. Pācittiya juga disebut sebagai Sudhika Pācittiya untuk membedakannya dengan Nissaggiya-pācittiya. Sudhika Pacittiya merupakan peraturan yang tidak berdampak pengusiran atau penghapusan status seorang biksu sebagai seorang anggota Sanġha. Pacittiya terdiri atas 92 peraturan yang dibagi dalam 9 sub peraturan, yaitu:[1][2][3]

  1. Musāvāda Vagga, yaitu 10 larangan terkait kebohongan
  2. Bhūtagāma Vagga, yakni 10 peraturan tentang tetumbuhan
  3. Ovāda Vagga, yaitu 10 peraturan tentang cara mengajar
  4. Bhojana Vagga, yakni 10 peraturan terkait makanan
  5. Acelaka Vagga, yaitu 10 peraturan tentang petapa telanjang
  6. Surāpāna Vagga, yakni 10 larangan mengenai konsumsi minuman keras
  7. Sappāṇaka Vagga, yaitu 10 peraturan tentang makhluk-makhluk hidup
  8. Sahadhammika Vagga, yakni 12 peraturan terkait hal-hal yang sesuai dengan Dhamma
  9. Ratana Vagga, yaitu peraturan 10 mengenai hal-hal yang berkaitan erat dengan harta dan kekayaan

Pāṭidesanīya

sunting

Pāṭidesanīya (disingkat Pd) merupakan 4 peraturan yang pelanggarannya membutuhkan pengakuan dari pelanggar peraturan ini. Pelanggaran aturan Pāṭidesanīya terjadi jika seorang biksu:[1][2][3]

  1. Menerima makanan secara langsung dengan tangannya sendiri dari seorang biksuni yang tak mempunyai hubungan keluarga dengannya dan kemudian memakannya
  2. Menetap di wilayah atau hutan terpencil yang berbahaya dan dalam kondisi tidak sakit, tetapi tidak memberitahukan bahaya tersebut kepada umat awam yang hendak mengunjungi atau bederma makanan kepada biksu
  3. Tidak menghentikan tindakan seorang biksuni yang memerintahkan pemindahan makanan dari suatu tempat ke tempat lain saat seorang biksu sedang bersantap di suatu tempat atas undangan umat awam
  4. Jika tidak sakit, tetapi menerima dan menyantap makanan tanpa diundang dari suatu keluarga yang dianggap oleh Sanġha sebagai sekha (telah mencapai tingkat kesucian tertentu tapi masih dalam latihan)

Sekhiya

sunting

Sekhiyavatta (disingkat Sk), atau biasa disebut Sekhiya, merupakan 75 peraturan pelatihan yang berkaitan dengan tingkah laku yang tepat bagi seorang biksu. Sekhiya dibagi dalam 4 sub-peraturan, yaitu:[1][2][3]

  1. Sāruppa, yaitu 26 peraturan mengenai tingkah laku yang sesuai bagi seorang biksu
  2. Bhojana Paṭisaṁyutta, yakni 30 peraturan terkait tata cara makan
  3. Dhammadesanā Paṭisaṁyutta, yaitu 16 peraturan tentang tata cara mengajarkan Dhamma
  4. Pakiṇṇaka, yakni 3 aneka macam peraturan

Adhikaraṇasamatha

sunting

Adhikaraṇa-samatha (disingkat As) merupakan 7 peraturan tentang penyelesaian proses hukum terkait masalah perselisihan yang hanya melibatkan para biksu.[1][2][3]

  1. Ketika suatu permasalahan telah terselesaikan, keputusannya harus disampaikan di hadapan Sangha, pihak-pihak terkait, dan Dhamma
  2. Pembacaan pengumuman resmi oleh Sangha bahwa seseorang yang telah mencapai Arahat adalah orang yang penuh perhatian agar tak seorang pun menuduhnya melakukan āpatti ("pelanggaran aturan kebiksuan").
  3. Pembacaan pengumuman resmi oleh Sangha bagi seorang biksu yang sudah sembuh dari penyakit kejiwaan agar tidak seorang pun menuduhnya melakukan āpatti yang mungkin ia lakukan ketika ia masih sakit jiwa
  4. Penyelesaian suatu āpatti sesuai dengan pengakuan yang diberikan oleh si tertuduh yang mengakui secara jujur apa yang telah dilakukannya
  5. Keputusan dibuat sesuai dengan suara terbanyak
  6. Pemberian hukuman kepada orang yang melakukan kesalahan
  7. Pelaksanaan perdamaian antara dua pihak yang berselisih tanpa terlebih dahulu dilakukan penyelidikan tentang perselisihan itu

Pātimokkha Sutta

sunting

Selain berbagai bagian aturan terpisah, terdapat satu teks rangkuman yang juga dinamakan sebagai "Pātimokkha". Teks tersebut berisi aturan-aturan inti dari kehidupan monastik dalam bentuk daftar panjang dari berbagai jenis peraturan Suttavibhaṅga (Pārājika, Saṅghādisesa, Aniyata, Nissaggiyapācittiya, Pācittiya, Pāṭidesanīya, Sekhiya, dan Adhikaraṇasamatha) tanpa materi penjelasannya. Pada awalnya, teks Pātimokkha ini mungkin muncul sebagai teks independen, yang dikenal sebagai Pātimokkha Sutta. Hal ini dapat dilihat dari fakta bahwa suatu aturan terkadang merujuk pada aturan lain yang mendahuluinya, suatu hubungan yang kini terputus karena materi dalam Suttavibhaṅga memisahkan berbagai aturan satu sama lain.[4]

Terjemahan

sunting

Bahasa Inggris

sunting

The Book of the Discipline, tr I. B. Horner, volumes I-III, 1938–40, Pali Text Society [1], Lancaster.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i "Bhikkhu Pāṭimokkha: The Bhikkhus' Code of Discipline". Access To Insight. Diakses tanggal 17 September 2016. 
  2. ^ a b c d e f g h i "227 Sila Patimokkha" (dalam bahasa Indonesia). Samaggi Phala. Diakses tanggal 31 Agustus 2020. 
  3. ^ a b c d e f g h i "Peraturan Kedisiplinan Bhikkhu" (dalam bahasa Indonesia). Dhammacitta.org. Diakses tanggal 31 Agustus 2020. 
  4. ^ a b "Theravāda Vinayapiṭaka". SuttaCentral. Diakses tanggal 2024-10-29. 
  5. ^ Dari Buddhist Monastic Code 1, Chapter 4: Parajika. Hak cipta © 1994, 2007 Thanissaro Bhikkhu. Edisi Access to Insight © 2007.

Pranala luar

sunting