Tali doa
Tali Doa (bahasa Yunani: κομποσκοίνι - komboskini; bahasa Rusia: чётки - chotki (most common term) or вервица - vervitsa (literal translation); bahasa Arab: مسبحة, translit. misbaḥa; Bahasa Rumania: metanii / metanier; Bahasa Serbia: бројаница / brojanica - broyanitsa; bahasa Bulgaria: броеница - broyenitsa; Bahasa Koptik: ⲙⲉⲕⲩⲧⲁⲣⲓⲁ - mequetaria / mequtaria; Geʽez: መቁጠሪያ/መቍጠርያ - mequteria / mequeteria) merupakan sebuah simpul berbentuk lingkaran yang terbuat dari anyaman buhul atau ikatan di ujungnya dibentuk tanda salib dan berbahan dasar katun atau sutra. Tali doa merupakan bagian terpenting dari praktik kehidupan para rahib gereja-gereja beritus Bizantium[1] dan tali doa ini digunakan sebagai penghitung berapa kali seseorang telah mendaraskan Doa Yesus ataupun doa-doa lainnya. Tali doa biasanya terdiri dari tiga puluh tiga (33) ikatan simpul yang menggambarkan 33 tahun lamanya Kristus tinggal di atas bumi.[2]
Bagian dari seri tentang |
Gereja Ortodoks Timur |
---|
Ikhtisar |
Deskripsi
suntingDahulu, biasanya tali doa memiliki 100 ikatan simpul, namun tali doa dengan jumlah ikatan simpul sebanyak 150, 60, 50, 33, dan 41 masih banyak digunakan hingga sekarang. Bahkan terdapat tali doa yang hanya terdiri dari 10 ikatan simpul yang biasa dipakai di jari tangan. Para petapa dalam tradisi gereja-gereja timur biasanya menggunakan tali doa yang terdiri dari 300 hingga 500 ikatan simpul.
Biasanya tali doa ini memiliki tanda salib di ujungnya yang juga dibuat dari ikatan-ikatan simpul yang juga berfungsi sebagai penghubung kedua ujung tali doa, sehingga tali doa dapat berbentuk seperti lingkaran. Selain itu, terkadang di bagian ujung tanda salib dari tali doa terdapat pula rumbai-rumbai yang menghiasinya. Rumbai tersebut diyakini sebagai bentuk pemuliaan terhadap Kerajaan Allah yang hanya dapat digapai dengan iman terhadap pengorbanan Kristus di kayu salib. Rumbai pada tali doa sering pula dimaknai sebagai bentuk tradisi doa yang diwariskan secara turun-temurun.
Pada tradisi Gereja Ortodoks Serbia, tali doa yang terdiri dari 33 ikatan simpul biasanya dikenakan di tangan kiri, saat berdoa ibu jari serta telunjuk tangan kiri memegang tali doa, dan biasanya tali doa digunakan saat mendaraskan Doa Yesus, Doa Tuhan Kasihanilah Kami, dan doa-doa lain. Jumlah 33 tersebut merupakan simbol 33 tahun kehidupan Kristus di alam dunia.[3]
Pada tradisi Gereja Ortodoks Oriental, tali doa biasanya terdiri dari 41, 64, atau 100 ikatan simpul dan biasanya digunakan saat mendaraskan Doa Yesus atau Doa Tuhan Kasihanilah Kami, atau bahkan doa yang lebih panjang seperti Doa Bapa Kami dan nyanyian pujian seperti Nyanyian pujian kepada sang Theotokos.
Sejarah
suntingSejarah penggunaan tali doa tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan kerahiban dalam agama Kristen. Penemuan penggunaan tali doa sendiri sering dikaitkan dengan Pakomius yang Agung pada abad keempat Masehi. Dia menemukan tali doa sebagai alat bantu bagi para rahib yang buta huruf untuk menyempurnakan konsistensi jumlah doa yang telah didaraskan dalam kamar masing-masing di biara. Sebelumnya, para rahib biasanya melempar kerikil untuk menghitung jumlah doa yang telah didaraskan, tetapi hal itu tidaklah efisien karena kegiatan tersebut tidak dapat dilakukan di pelbagai tempat. Penggunaan tali doa sangat memungkinkan pendarasan Doa Yesus secara terus-menerus tanpa henti.
Diyakini bahwa tradisi mengikat dan menyambungkan tali doa dimulai oleh seorang Bapa Gereja Ortodoks yaitu Santo Antonius Agung dari Mesir. Dia mengikat untaian tali doa dengan ikatan simpul yang sederhana kapanpun dia hendak mendaraskan Doa Tuhan Kasihanilah Kami, tetapi bapa segala dusta datang menghampiri untuk melepaskan ikatan tersebut sehingga Santo Antonius lupa dengan jumlah doa yang telah didaraskannya. Kemudian berkat penglihatannya menemui sang Theotokos, dia menemukan cara agar bapa segala dusta tidak lagi mengganggunya pada saat berdoa, yaitu dengan mengikat kedua ujung untaian tali doa sehingga membentuk tanda salib. Oleh karena itulah hingga sekarang, masih banyak dijumpai tali doa yang di ujung untaiannya diikat simpul yang pada akhirnya membentuk tanda salib.
Penggunaan
suntingKetika sedang berdoa, biasanya tali doa akan dikenakan di tangan kiri, sehingga tangan kanan dapat dengan leluasa membentuk Tanda Salib. Ketika tidak digunakan, biasanya tali doa dikenakan di pergelangan tangan kiri supaya menjadi pengingat bagi individu yang menggunakannya untuk terus berdoa tanpa henti. Jika hal tersebut dirasa menyulitkan, biasanya tali doa akan diletakkan di saku, namun tidak dikalungkan di leher ataupun digantungkan di sabuk pinggang, karena hal tersebut dianggap sebagai bentuk pamer yang merupakan penghinaan terhadap doa-doa yang selama ini didaraskan dengan tali doa tersebut.
Saat menjalani tonsur,[4] seorang biarawan atau biarawati Gereja Ortodoks akan menerima tali doa sambil dibacakan:
Terimalah, wahai (nama biarawan atau biarawati), ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, (Efesus 6:17) dalam Doa Yesus yang kekal dan yang dengannya dalam hatimu, ucapanmu, dan pikiranmu, kau terus menyebut nama Tuhan sambil berkata: "Tuhan Yesus, Putra Allah, kasihanilah aku, orang yang berdosa."
Gereja-gereja timur menganggap bahwa tali doa merupakan pedang Roh, karena doa yang didaraskan saat menggunakan tali doa merupakan karunia Roh Kudus untuk melawan kejahatan dan tipu muslihat bapa segala dusta.
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Robinson, N.F. (1916). Monasticism in the Orthodox Churches. Milwaukee, WI: Young churchman Company. ISBN 0-404-05375-0.
- ^ Using a Prayer Rope in Prayer
- ^ Lepavina Monastery, Duhovni razgovor o.Gavrila sa bratom Mladenom (in Serbian)
- ^ "The Monastic Tonsure". Orthodoxyinamerica.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-10-28. Diakses tanggal 2013-02-08.