Zhuge Liang

Negarawan dan ahli strategi militer Tiongkok

Zhuge Liang (Hanzi: 诸葛亮 ; Pinyin: Zhūgě Liàng) (181234 AD), juga dikenal dengan nama kehormatan Kongming, adalah seorang politikus, ahli strategi militer, dan penemu yang hidup di Tiongkok kuno yang terkenal pada periode Tiga Kerajaan (220–280 AD). Ia menjabat sebagai perdana menteri Shu Han dengan kaisarnya bernama Liu Bei. Ia bernama lengkap Zhuge Kongming dan nama julukan Wòlóng, juga dikenal sebagai Chu-Khe-Liang atau Kong Ming di kalangan Tionghoa Indonesia. Ia membantu Liu Bei menaklukkan wilayah barat Tiongkok yang kemudian menjadi basis Liu Bei dalam memproklamirkan berdirinya negara Shu Han dan menjadi kaisar pertamanya. Zhuge Liang adalah seorang ahli strategi dan advisor dari Shu, dia sering dipanggil ”Sleeping Dragon” atau Naga Tidur. Dia jenius dalam banyak urusan, baik itu domestik dan urusan ke luar. Zhuge Liang acapkali dilukiskan memegang kipas yang terbuat dari bulu burung bangau.

Infobox orangZhuge Liang

Edit nilai pada Wikidata
Nama dalam bahasa asli(zh) 諸葛亮
(zh) 諸葛孔明
(zh-hans) 诸葛孔明
(zh-hans) 诸葛亮
(zh-hant) 諸葛亮 Edit nilai pada Wikidata
Posthumous name (en) Terjemahkan忠武 Edit nilai pada Wikidata
Biografi
Kelahiran181 (Kalender Masehi Gregorius) Edit nilai pada Wikidata
Yinan County (en) Terjemahkan Edit nilai pada Wikidata
Kematian23 Agustus 234 (Kalender Masehi Gregorius) Edit nilai pada Wikidata (52/53 tahun)
Kabupaten Qishan (Cao Wei) Edit nilai pada Wikidata
Tempat pemakamanGunung Dingjun Galat: Kedua parameter tahun harus terisi! Edit nilai pada Wikidata
Grand Chancellor of China (en) Terjemahkan Shu Han
221 – 234 Edit nilai pada Wikidata
Kegiatan
Pekerjaanzeni, strategist (en) Terjemahkan, politikus, pereka cipta, insinyur Edit nilai pada Wikidata
Periode aktif208 Edit nilai pada Wikidata –  234 Edit nilai pada Wikidata
KesetiaanShu Han Edit nilai pada Wikidata
Keluarga
Pasangan nikahHuang Yueying Edit nilai pada Wikidata
AnakZhuge Zhan, Zhuge Guo (en) Terjemahkan, Zhuge Qiao (en) Terjemahkan, Zhuge Huai (en) Terjemahkan Edit nilai pada Wikidata
AyahZhuge Gui (en) Terjemahkan Edit nilai pada Wikidata
SaudaraZhuge Jun (en) Terjemahkan dan Zhuge Jin Edit nilai pada Wikidata

Zhuge Liang
Hanzi tradisional: 諸葛亮
Hanzi sederhana: 诸葛亮
Courtesy name
Hanzi: 孔明

Zhuge Liang memerintah dengan paham Legalisme dan Konfusianisme. Ia kritis terhadap pemikiran Legalis Shang Yang,[1] dan menganjurkan kebajikan dan pendidikan sebagai prinsip menjadi seorang penguasa.[2] Ia membandingkan dirinya dengan Guan Zhong yang mengembangkan pertanian dan industri Shu menjadi kekuatan regional. Dia sangat mementingkan karya Shen Buhai dan Han Fei, menolak memanjakan elit lokal dan mengadopsi hukum yang ketat namun adil dan jelas. Untuk mengenang pemerintahannya, masyarakat setempat memelihara tempat suci untuknya selama berabad-abad.

Marga Zhuge adalah marga dua aksara yang cukup langka di kalangan masyarakat Tionghoa. Pada tahun 760, saat Kaisar Suzong dari Tang hendak membangun sebuah kuil untuk menghormati Jiang Ziya, ia memerintah untuk memahat patung 10 tokoh militer Tiongkok yang terkemuka untuk mengapit patung Jiang Ziya: Zhuge Liang, Bai Qi, Han Xin, Li Jing, Li Shiji, Zhang Liang, Sima Rangju, Sun Tzu, Wu Qi dan Yue Yi.[3]

Latar belakang keluarga

sunting

Keluarga besar Zhuge Liang berasal dari Kecamatan Yangdu di Kabupaten Langya, dekat wilayah moderen Yinan atau Yishui di Shandong.[4] Ada dua catatan lain tentang asal usul leluhurnya di Wu Shu (吳書) dan Fengsu Tongyi (風俗同意).

Wu Shu mencatat bahwa nama keluarga leluhurnya sebenarnya adalah Ge (葛) dan leluhurnya berasal dari Kabupaten Zhu (諸縣; barat daya Zhucheng saat ini, Shandong) sebelum mereka menetap di Kabupaten Yangdu. Karena sudah ada keluarga Ge lain di Kabupaten Yangdu sebelum mereka datang, penduduk setempat menyebut pendatang baru itu sebagai Zhuge – menggabungkan Zhu (Kabupaten) dan Ge – untuk membedakan mereka dari keluarga Ge lainnya. Seiring berjalannya waktu, leluhur Zhuge Liang mengadopsi Zhuge sebagai nama keluarga mereka.

Fengsu Tongyi mencatat bahwa leluhur Zhuge Liang adalah Ge Ying (zh:葛嬰), yang melayani di bawah Chen Sheng, seorang pemimpin pemberontak yang memimpin pemberontakan Dazexiang terhadap dinasti Qin. Chen Sheng kemudian mengeksekusi Ge Ying.[5] Pada awal Dinasti Han Barat, Kaisar Wen menganggap bahwa Ge Ying dihukum mati secara tidak adil sehingga ia mengangkat cucu Ge Ying sebagai Marquis dari Daerah Zhu untuk menghormati Ge Ying. Seiring berjalannya waktu, keturunan Ge Ying mengadopsi Zhuge sebagai nama keluarga mereka dengan menggabungkan Zhu (Daerah) dan Ge.

Zhuge Liang memiliki seorang kakak laki-laki, Zhuge Jin, seorang adik laki-laki, Zhuge Jun, dan dua kakak perempuan. Kakak perempuan yang lebih tua menikah dengan Kuai Qi, seorang keponakan Kuai Yue dan Kuai Liang, sementara yang lebih muda menikahi Pang Shanmin, sepupu Pang Tong.

Penampakan fisik

sunting

Penampakan fisik Zhuge Liang hanya dicatat dalam Sanguozhi yang mencatat bahwa Zhuge Liang memiliki tinggi sebesar delapan chi (kira-kira 1.84 meter) dengan "penampilan luar biasa".

Di terjemahan Moss Roberts dalam karya Kisah Tiga Negara, Zhuge Liang memiliki tampang berikut:

Kongming terlihat sangat tinggi, dengan wajah berkilau seperti batu giok dan pita sutra yang dikepang di kepalanya. Berbalut bulu burung bangau, dia memiliki aura spiritual yang luar biasa.

Teks original bahasa Tionghoa mencatat bahwa Zhuge Liang selalu digambarkan memakai sebuah guanjin (semacam topi atau jilbab) dan hechang (pakaian yang dipakai oleh pendeta Taoisme).[6]

Kehidupan awal (181-207)

sunting
 
Lukisan Zhang Feng (1654) yang menggambarkan Zhuge Liang sedang berbaring di sofa

Zhuge Liang pada masa kecilnya hidup sebagai anak yatim piatu. Ia dibesarkan oleh salah satu sepupu ayahnya, Zhuge Xuan. Ia menemani Zhuge Xuan ke Kabupaten Yuzhang (豫章郡; di wilayah modern Nanchang, Jiangxi) saat Zhuge Xuan ditunjuk sebagai bupati pada pertengahan 190-an. Setelah pemerintahan pusat Dinasti Han menunjuk Zhu Hao sebagai bupati baru, Zhuge Xuan membawa Zhuge Liang dan Zhuge Jun menuju ke Provinsi Jing untuk menetap bersama Liu Biao, yang merupakan sahabat lamanya.

Setelah Zhuge Xuan wafat, Zhuge Liang pindah ke Kecamatan Deng (鄧縣) di Kabupaten Nanyang (南陽郡), dan menetap di Longzhong (隆中), sebuah daerah 20 li dari ibukota Provinsi Jing, Xiangyang. Di Longzhong, ia hidup sederhana bagaikan seorang petani dan menghabiskan waktu luangnya membaca dan berpergian. Ia sering membaca Liangfu Yin (梁父吟), sebuah lagu daerah yang terkenal di daerah kampung halamannya di Shandong. Zhuge Liang memiliki hubungan persahabatan dengan berbagai cedekiawan seperti Sima Hui, Pang Tong dan Huang Chengyan. Namun, sastrawan lokal lainnya mencemoohnya ketika mereka mengetahui bahwa dia sering membandingkan dirinya dengan Guan Zhong dan Yue Yi. Hanya sedikit yaitu Cui Zhouping (崔州平), Xu Shu, Shi Tao (石韜) dan Meng Jian (孟建) yang berhubungan baik dengannya dan menyetujui bahwa Zhuge Liang bisa dibandingkan dengan Guan Zhong dan Yue Yi.

Antara akhir tahun 190an dan awal tahun 200an, Zhuge Liang sering belajar dan bepergian bersama Xu Shu, Shi Guangyuan, dan Meng Gongwei. Setiap kali dia membaca, dia hanya mengambil poin-poin penting dan melanjutkan. Sebaliknya, ketiga temannya fokus pada detail dan terkadang bahkan menghafalkannya. Sepanjang berada di Longzhong, dia menjalani kehidupan tanpa beban dan meluangkan waktunya untuk melakukan sesuatu. Dia sering duduk dengan tangan melingkari lutut, sesekali menghela nafas sambil berpikir keras. Ia pernah bercerita kepada ketiga temannya bahwa mereka akan menjadi administrator komando atau gubernur provinsi jika mereka bertugas di pemerintahan. Ketika ditanya apa ambisinya, dia hanya tertawa dan tidak memberikan jawaban.

Bertemu Liu Bei (207-208)

sunting

Rekomendasi Xu Shu dan Sima Hui

sunting

Saat itu, Liu Bei menetap di Xinye sebagai tamu bagi Liu Biao, Gubernur Provinsi Jing. Saat itu, Liu Bei bertemu dengan Sima Hui, seorang petapa, dan berkonsultasi dengannya mengenai kondisi politik negara. Sima Hui berpesan kepada Liu Bei: "Apa cedekiawan Konfusius dan pelajar tahu mengenai situasi negara sekarang? Hanya orang yang hebat dapat mengetahuinya. Di wilayah ini terdapat dua orang hebat: Naga Tidur dan Burung Phoenix Muda". Liu Bei menanyakan siapakah kedua orang tokoh itu dan Sima Hui menjawab bahwa keduanya adalah Zhuge Liang dan Pang Tong. Xu Shu yang sangat dihormati Liu Bei juga merekomendasikan Zhuge Liang dengan menyatakan bahwa Zhuge Liang adalah Naga Tidur yang dimaksud Sima Hui. Liu Bei meminta kepada Xu Shu untuk mengadakan pertemuan dengan Zhuge Liang namun Xu Shu menyarankan bahwa Liu Bei harus bertemu dengannya secara pribadi.

Tiga Kunjungan Liu Bei

sunting
 
Lukisan Kongming Meninggalkan Pegunungan (detail, dinasti Ming), menggambarkan Zhuge Liang (kiri, menunggang kuda) meninggalkan tempat peristirahatan pedesaannya untuk mengabdi pada Liu Bei (kanan, menunggang kuda)

Sanguozhi mencatat bahwa Liu Bei mengunjungi Zhuge Liang sebanyak tiga kali. Zizhi Tongjian mencatat bahwa tiga kunjungan tersebut terjadi pada tahun 207. Chen Shou juga mencatat tiga kunjungan tersebut dalam biografi tentang Zhuge Liang yang ditambahkan ke memoar yang disusun Chen Shou.

Dalam tiga pertemuan tersebut, Liu Bei dan Zhuge Liang mendiskusikan mengenai kondisi politik Dinasti Han dan Liu Bei meminta saran dari Zhuge Liang mengenai bagaimana caranya untuk mengalahkan para penguasa dan membangkitkan kembali Dinasti Han yang sekarat. Zhuge Liang menjelaskan Rencana Longzhong kepada Liu Bei, dimana ia menerawang visi dimana Dinasti Han akan terbagi menjadi tiga diantara Liu Bei, Cao Cao dan Sun Quan. Menurut rencana tersebut, Liu Bei harus merebut kekuasaan Provinsi Jing (sekarang wilayah Hubei dan Hunan modern) dari Liu Biao dan Provinsi Yi (yang mencakupi wilayah Sichuan dan Chongqing) dari Liu Zhang untuk membentuk sebuah pondasi kokoh untuk membangkitkan kembali Dinasti Han di barat daya. Liu Bei kemudian harus membentuk aliansi dengan Sun Quan yang memerintah Tiongkok Timur untuk melawan Cao Cao yang menguasai wilayah utara dan ibukota Han, Luoyang dan Chang'an.

Setelah pertemuan itu, Liu Bei memohon Zhuge Liang untuk bergabung kepadanya dan memintanya untuk merealisasikan rencana tersebut bersama-sama demi menegakkan kembali Dinasti Han. Zhuge Liang yang terharu kepada keikhlasan dan kemurnian hati Liu Bei yang setiap kali terus memikirkan nasib rakyat pada zaman peperangan tersebut menyatakan ketersediaannya untuk menghambakan diri kepada Liu Bei. Sejak itu, keduanya sering rapat bersama dan menjadi teman dekat, membuat Guan Yu dan Zhang Fei kecewa. Liu Bei menyadari dan menasihati kedua saudara angkatnya "Sekarang karena saya memiliki Kongming, saya merasa seperti seekor ikan yang menemukan air. Saya harap kalian berdua tidak melontarkan komentar yang tidak menyenangkan". Guan Yu dan Zhang Fei berhenti mengeluh sejak itu.

Pembentukan Aliansi Sun-Liu (208-209)

sunting

Evakuasi Liu Bei ke Xiakou

sunting
 
Peta pertempuran Changban

Pada musim gugur 208, tidak lama sebelum Liu Biao wafat, Cao Cao melancarkan kampanye selatan untuk menguasai Provinsi Jing. Saat ia mencapai Xiangyang, putra bungsu Liu Biao, Liu Cong yang menggantikan ayahnya sebagai gubernur, menyerah tanpa perlawanan kepada Cao Cao. Setelah mendengarkan berita penyerahan tersebut, Liu Bei melakukan evakuasi pasukan berserta rakyat dari Fancheng menuju Xiakou yang diduduki oleh putra sulung Liu Biao, Liu Qi. Sepanjang perjalanan, pasukan Cao Cao berhasil mengejar pengungsi Liu Bei dan mengalahkannya di Pertempuran Changban. Dengan hanya beberapa pengikut, Liu Bei berhasil kabur dan selamat sampai di Xiakou. Sesampai disana, Liu Bei mengutus Zhuge Liang untuk bertemu dengan Sun Quan untuk membahas aliansi melawan Cao Cao.

Bertemu Sun Quan

sunting

Saat itu, Sun Quan berada di Chaisang (柴桑; barat daya dari kota Jiujiang, Jiangxi moderen) dan mengamati secara dekat mengenai apa yang terjadi di Provinsi Jing. Saat Zhuge Liang bertemu dengan Sun Quan, ia berkata:

Negara sedang mengalami kekacauan. Jenderal, Anda mengangkat tentaramu dan menguasai Jiangdong, sementara Liu Bei mengumpulkan pasukan di bagian selatan Sungai Han. Kalian berdua sedang bersiap untuk bersaing dengan Cao Cao untuk menguasai seluruh Tiongkok. Sekarang, Cao Cao telah menyelesaikan ancaman internalnya, kurang lebih sudah mengamankan wilayahnya, dan sekarang memimpin pasukannya selatan untuk menguasai Provinsi Jing. Kekaisaran gemetar karena kekuatannya. Seorang pahlawan tanpa kesempatan untuk menunjukkan kehebatannya, Liu Bei telah mundur ke sini. Saya harap Anda, Jenderal, menilai kekuatan Anda dengan cermat dan memutuskan tindakan selanjutnya. Jika Anda memutuskan untuk memimpin pasukan Anda dari wilayah Wu dan Yue untuk melawan kekuatan pusat, Anda harus cepat memutuskan hubungan [dengan Cao Cao]. Jika Anda tidak bisa melawannya, kenapa tidak Anda meletakkan senjatamu, lepaskan baju bajamu, posisikan dirimu sebagai bawahan, dan layani dia? Jendral, walaupun dari penampilanmu Anda tampak siap untuk berjanji setia pada Cao Cao, dalam hatimu kau masih menyimpan pemikiran tentang kebebasan. Jika Anda tidak bisa mengambil keputusan pada saat genting seperti itu, tidak akan ada waktu lagi sampai Anda menemui bencana!

Saat Sun Quan bertanya kenapa Liu Bei tidak menyerah kepada Cao Cao, Zhuge Liang menjelaskan:

Tian Heng hanyalah seorang prajurit dari negara Qi, namun ia tetap setia kepada negaranya dan tidak menyerah. Bukankah kita seharusnya berharap lebih kepada Liu Bei, seorang keturunan keluarga kekaisaran Han? Heroisme dan bakatnya sudah dikenal sedunia. Tuan-tuan dan rakyat jelata semuanya menghormati dan mengaguminya. Seperti aliran sungai yang kembali ke laut; Seperti pergolakan dalam urusan zaman kita, inilah kehendakan Tuhan. Bagaimana dia bisa mengabaikan hal itu dan melayani Cao Cao?

Sun Quan yang geram mendengarkan pernyataan Zhuge Liang kemudian menyatakan bahwa ia tidak akan membiarkan siapapun selain dirinya untuk menguasai wilayah dan rakyat Wu. Sun Quan kembali bertanya bagaimana cara Liu Bei mengalahkan Cao Cao walaupun dengan kekalahan berat di Pertempuran Changban. Zhuge Liang kembali menjawab:

Pasukan Liu Bei mungkin saja kalah di Changban, namun sekarang banyak prajurit yang ditelantarkan pada pertempuran itu perlahan-lahan kembali ke dia, dan juga 10,000 pasukan elit marinir yang dipimpin Guan Yu, bergabung dengan pasukan bawahan Liu Qi sebesar 10,000 di Jiangxia. Pasukan Cao Cao telah berjalan jauh dan sudah lelah. Saya dengar bahwa kavaleri ringannya telah berjalan sebanyak 300 li dalam 24 jam untuk mengejar Liu Bei. Ini cocok dengan pepatah: 'bahkan sebuah panah kuat di akhir penerbangannya tidak bisa tembus sebuah kain sutra dari Lu'. Pertempuran seperti ini seharusnya dihindari menurut strategi militer yang menyatakan bahwa "ini akan menghasilkan kekalahan yang pasti untuk komandannya". Orang utara juga tidak begitu familiar dengan perang di perairan. Walaupun rakyat Provinsi Jing telah menyerah kepada Cao Cao, mereka dipaksa untuk bertekuk lutut dan tidak sepenuhnya loyal kepada Cao Cao. Sekarang, Jenderal, jika Anda mengirimkan jenderal-jenderal hebatmu untuk memimpin barisan depanmu yang luas agar dapat satukan tujuan dan bergabung dengan Liu Bei, maka kekalahan Cao Cao bisa dipastikan. Begitu kalah, Cao Cao akan terpaksa kembali ke utara, dan Provinsi Jing dan Wu akan bertahan kokoh seperti kaki tungku perunggu raksasa. Pemicu kemenangan dan kekalahan bergantung kepada Anda hari ini.

Rekomendasi Zhang Zhao

sunting

Yuanzi karya Yuan Zhun mencatat bahwa ketika Zhuge Liang berada di Chaisang, Zhang Zhao merekomendasikan agar dia mengalihkan kesetiaan dari Liu Bei ke Sun Quan, tetapi Zhuge Liang menolak. Ketika Zhang Zhao menanyakan alasannya, Zhuge Liang berkata, "[Sun Quan] adalah pemimpin yang baik. Namun, dari apa yang saya amati tentang karakternya, dia akan memanfaatkan kemampuan saya dengan baik tetapi tidak sepenuhnya. Itu adalah kenapa aku tidak ingin mengabdi di bawahnya."

Pei Songzhi mencatat betapa berbedanya episode ini menggambarkan hubungan khusus dan sui generis Zhuge Liang dengan Liu Bei, dan menunjukkan bahwa kesetiaannya kepada Liu Bei begitu kuat sehingga tidak ada yang akan membuatnya beralih kesetiaan kepada Sun Quan— bahkan jika Sun Quan dapat mewujudkannya sepenuhnya. penggunaan kemampuannya. Pei Songzhi kemudian mengutip contoh serupa tentang bagaimana Guan Yu, selama pelayanan singkatnya di bawah Cao Cao, mempertahankan kesetiaan yang tak tergoyahkan kepada Liu Bei meskipun Cao Cao memperlakukannya dengan sangat murah hati.

Pertempuran Chibi

sunting

Sun Quan yang awalnya tidak setuju dengan proposal aliansi dengan Liu Bei kemudian melakukan serangkaian konsultasi dengan Zhou Yu dan Lu Su yang condong pro-aliansi. Sun Quan akhirnya menyetujui proposal Zhuge Liang dan mengerahkan 30,000 pasukan yang dipimpin Zhou Yu, Lu Su dan Cheng Pu untuk bergabung dengan Liu Bei dan Liu Qi untuk melawan invasi Cao Cao. Sun Quan dan Liu Bei berhasil memenangkan pertempuran yang penting tersebut di Pertempuran Chibi. Cao Cao kemudian mundur ke Ye (sekarang Handan, Hebei) setelah kekalahannya.

Konsolidasi wilayah Provinsi Jing bagian selatan (209-211)

sunting

Setelah Pertempuran Tebing Merah, Liu Bei menominasikan Liu Qi sebagai Inspektur Provinsi Jing dan mengirim pasukannya untuk menaklukkan empat kabupaten di selatan Provinsi Jing: Wuling (武陵; dekat Changde, Hunan), Changsha, Guiyang (桂陽; dekat Chenzhou, Hunan) dan Lingling (零陵; dekat Yongzhou, Hunan). Para bupati keempat kabupaten tersebut menyerah kepada Liu Bei. Setelah Liu Qi meninggal pada tahun 209, atas saran Lu Su, Sun Quan setuju untuk "meminjamkan" wilayah di Provinsi Jing kepada Liu Bei dan mencalonkannya untuk menggantikan Liu Qi sebagai Gubernur Provinsi Jing.

Setelah menjadi gubernur Provinsi Jing selatan pada tahun 209, Liu Bei menunjuk Zhuge Liang sebagai Penasihat Militer Jenderal Rumah Tangga (軍師中郎將) dan menugaskannya untuk mengumpulkan pendapatan pajak dari komando Lingling, Guiyang, dan Changsha untuk pasukan militernya. Selama masa ini, Zhuge Liang ditempatkan di Kabupaten Linzheng (臨烝縣; sekarang Hengyang, Hunan) di Changsha.

Penobatan Liu Bei (214-223)

sunting

Pada akhir tahun 220, beberapa bulan setelah kematian Cao Cao, putra dan penerusnya Cao Pi merebut tahta Kaisar Xian, mengakhiri Dinasti Han Timur, dan mendirikan negara Wei dengan dirinya sebagai kaisar baru. Peristiwa ini menandai dimulainya periode Tiga Kerajaan di Tiongkok. Pengikut Liu Bei meminta agar Liu Bei mendeklarasikan dirinya sebagai Kaisar untuk melawan legitimasi Cao Pi, namun Liu Bei seringkali menolak.

Zhuge Liang menulis kepada Liu Bei untuk membujuknya:

Di masa lalu, saat Wu Han, Geng Yan dan yang lain membujuk Kaisar Guangwu untuk menduduki tahta kaisar, ia menolak sebanyak empat kali. Geng Chun kemudian berkata kepadanya: "Pata pahlawan dunia ini membutuhkan udara segar, mengharapkan apapun yang bisa diharapkan. Jika anda tidak mendengarkan pengikutmu, maka mereka akan mencari majikan lain dan tidak ada yang akan mengikutimu." Kaisar Guangwu merasa pernyataan Geng Chun sebagai pernyataan yang benar jadi ia akhirnya menerima tahta kaisar. Sekarang, keluarga Cao telah merebut tahta kaisar secara tidak sah, dan Tiongkok tidak memiliki kepala negara. Yang Mulia[a], dari keluarga kekaisaran Liu yang agung, Anda telah bangkit untuk mengatasi zaman. Tindakan yang tepat bagimu adalah mengambil posisi sebagai Kaisar. Pengikutmu akan mengikuti Yang Mulia di saat yang sangat sulit dan usaha yang besar karena mereka juga mengharapkan kesuksesan kecil, seperti apa yang dikatakan Geng Chun.

Pada 221, Liu Bei akhirnya mendeklarasikan dirinya sebagai Kaisar Zhaolie dan membentuk Shu Han sebagai penerus Dinasti Han. Ia menunjuk Zhuge Liang sebagai kanselir agung (丞相) melalui titah berikut:

Karena kemalangan keluarga kami yang bangkrut, kami telah diangkat ke jabatan yang memiliki otoritas besar. Dengan hati-hati kita mendekati upaya besar ini, tidak pernah berani menganggap enteng atau tenteram, memikirkan kebutuhan masyarakat, namun kita takut diri kita sendiri tidak mampu membawa kedamaian bagi mereka. Maka! Kanselir Kekaisaran Zhuge Liang akan memahami niat kami, tanpa kenal lelah memperbaiki kekurangan kami, dan membantu menyebarkan cahaya kebajikan kami, sehingga dapat menerangi seluruh Tiongkok. Tuan, karena itu Anda diperintahkan untuk melakukannya!

Zhuge Liang juga memegang penunjukan tambahan Lu Shangshu Shi (錄尚書事), Pengawas Sekretariat Kekaisaran, dan memiliki wewenang penjabat penuh kekaisaran. Setelah kematian Zhang Fei pada pertengahan tahun 221, Zhuge Liang mendapat penunjukan tambahan sebagai Kolonel-Direktur Pengikut (司隷校尉), yang sebelumnya dipegang oleh Zhang Fei.

Penunjukkan sebagai Penjaga (223)

sunting

Setelah kekalahannya di Pertempuran Xiaoting di 222, Liu Bei mundur ke Kecamatan Yong'an dan menderita sakit kronis pada awal 223. Ia memanggil Zhuge Liang dari Chengdu dan berkata; "Tuan, Anda 10 kali lebih hebat dibandingkan Cao Pi. Kamu tentu bisa membawa perdamaian di seluruh kekaisaran dan menyelesaikan misi hebat kita. Jika penerus saya bisa dibantu, maka bantulah dia; Jika ia ternyata bodoh, kamu boleh menentukan apa yang akan kamu lakukan."

Zhuge Liang dengan air mata yang berlinang menjawab: "Saya akan melakukan apapun yang bisa saya lakukan dengan kesetiaan penuh hingga wafat". Liu Bei kemudian berpesan kepada Pangeran Mahkota Liu Shan, putra dan penerusnya: "Jika kamu bekerja sama dengan Kanselir Kekaisaran Zhuge Liang, perlakukanlah dia seperti Ayahmu". Liu Bei kemudian menunjuk Zhuge Liang sebagai penjaga Liu Shan, dan Li Yan sebagai wakil penjaga. Liu Bei wafat pada 10 Juni 223.

Perintah terakhir Liu Bei terhadap Zhuge Liang diterjemah secara literal sebagai "kamu boleh mengambil keputusan sendiri" (君可自取) kedengaran ambigu. Chen Shou berkomentar bahwa Liu Bei memercayai Zhuge Liang sepenuhnya dan memperbolehkan dia untuk mengasumsi kekuasaan. Yi Zhongtian dalam "Analisis Tiga Kerajaan" menyajikan beberapa interpretasi atas pesan Liu Bei. Beberapa interpretasi menyatakan bahwa perintah ini adalah ujian kepada Zhuge Liang karena kakaknya Zhuge Jin bekerja untuk Sun Quan. Yang lain berkomentar bahwa frasa ambigu tersebut tidak berarti Zhuge Liang diizinkan naik takhta untuk dirinya sendiri, namun ia diizinkan, ketika situasinya menuntut, untuk menggantikan Liu Shan dengan diantara dua anak Liu Bei lainnya, yakni Liu Yong dan Liu Li.

Setelah kematian Liu Bei, Liu Shan naik takhta dan menggantikan ayahnya sebagai kaisar Shu. Setelah penobatannya, Liu Shan mengangkat Zhuge Liang sebagai Marquis Distrik Wu (武鄉侯) dan membentuk staf pribadi untuk membantunya. Kemudian, Zhuge Liang mendapat penunjukan tambahan sebagai Gubernur Provinsi Yi (益州牧). Dia secara pribadi mengawasi semua urusan negara dan mengambil keputusan terakhir dalam semua keputusan kebijakan.

Ketika pemberontakan pecah di wilayah Nanzhong di Shu selatan, Zhuge Liang tidak segera mengambil tindakan militer untuk menekan pemberontakan tersebut karena menurutnya hal itu tidak pantas dilakukan mengingat kematian Liu Bei baru-baru ini. Pada akhir tahun 223, ia mengirim Deng Zhi sebagai duta besar Shu ke Wu Timur untuk berdamai dan membangun kembali aliansi Wu–Shu melawan Cao Wei.

Pada masa pemerintahannya, Zhuge Liang menetapkan tujuan Shu sebagai pemulihan Dinasti Han, melanjutkan tujuan Liu Bei. Dia menunjuk sejumlah besar elit lokal sebagai pejabat tingkat rendah, meningkatkan hubungan antara birokrasi penaklukan Liu Bei, elit lokal, dan masyarakat Shu.

Menolak tunduk kepada Wei (223-225)

sunting

Tidak lama setelah menjadi penjaga bagi Liu Shan, Zhuge Liang menerima beberapa surat dari pejabat Cao Wei, termasuk dari Hua Xin, Wang Lang, Chen Qun, Xu Zhi dan Zhuge Zhang yang meminta agar Shu menyerah dan menjadi bagian dari Dinasti Wei. Zhuge Liang mengeluarkan sebuah pesan yang bernama Zheng Yi (正議; "Dorongan untuk Bertindak Perbaikan") yang bernada berikut:

Pada masa lalu, Xiang Yu tidak tidak bertindak berdasarkan kebajikan, jadi meskipun ia mendominasi Huaxia dan memiliki kekuatan untuk menjadi kaisar, ia meninggal dan direbus menjadi sup. Kejatuhannya telah menjadi kisah peringatan bagi banyak generasi. Wei tidak belajar dari contoh ini dan telah mengikuti jejaknya. Bahkan jika mereka memiliki keberuntungan untuk menghindarinya secara pribadi, malapetaka akan menimpa putra dan cucu mereka. Banyak dari mereka yang meminta saya untuk menyerah kepada Wei sudah berusia tua, mendorong kertas-kertas untuk melayani seorang penipu.

Mereka seperti Chen Chong dan Sun Song, yang menjilat Wang Mang, bahkan mendukungnya dalam perebutan tahta, namun berusaha menghindari hukuman mereka. Ketika Kaisar Guangwu membabat habis akar mereka, beberapa ribu prajuritnya yang lemah bangkit untuk menghancurkan pasukan ekspedisi Wang Mang yang berjumlah 400.000 orang di luar Kunyang. Ketika menegakkan Jalan dan menghukum orang jahat, jumlah tidaklah penting.

Begitu pula dengan Cao Cao, dengan segala kelicikan dan kekuatannya. Ia mengerahkan ratusan ribu pasukan untuk menyelamatkan Zhang He di Yanping, yang kekuatannya telah menyusut dan pilihan-pilihannya patut disesalkan. Setelah hampir tidak dapat melarikan diri, Cao Cao mempermalukan pasukannya yang gagah berani, dan menyerahkan wilayah Hanzhong kepada Liu Bei. Baru pada saat itulah Cao Cao menyadari bahwa Bejana Ilahi dari otoritas kekaisaran bukanlah sesuatu yang dapat diambil sesuka hati. Sebelum ia dapat menyelesaikan perjalanan pulang, niat jahatnya membunuhnya dari dalam. Cao Pi sangat ahli dalam kejahatan, yang ia tunjukkan dengan merebut takhta.

Andaikan mereka yang meminta penyerahanku sama fasih dan persuasifnya seperti Su Qin dan Zhang Yi, bahkan sampai memiliki kefasihan seperti Huan Dou yang dapat menipu Langit itu sendiri. Jika mereka ingin memfitnah Kaisar Tang dan mengkritisi Yu dan Hou Ji, mereka hanya akan menyia-nyiakan kemampuan mereka dengan meneteskan tinta yang tidak berguna dari kuas yang terlalu banyak digunakan. Ini adalah sesuatu yang tidak akan dilakukan oleh pria sejati atau pria Konfusianis.

Perintah Militer mengatakan: "Dengan 10.000 orang yang rela mati, Anda dapat menaklukkan dunia." Jika di masa lalu Huang Di – seluruh pasukannya berjumlah sekitar 50.000 orang – menguasai setiap wilayah dan menstabilkan seluruh dunia, betapa lebih hebat lagi jika dibandingkan dengan jumlah sepuluh kali lipatnya, yang memegang Jalan yang benar, berdiri di atas para penjahat ini?

Pertempuran di Dataran Wu Zhang

sunting

Tahun 229 AD Zhuge Liang kembali mengambil alih komando perang, kali ini di Chen Cang. Chen Cang yang merupakan daerah Wei yang dilindungi oleh Sima Yi. Lagi-lagi perang antara Zhuge Liang dan Sima Yi terjadi. Alhasil, walaupun Chen Cang yang terutama gerbang utamanya itu sangat terlindungi, tetapi dengan segala perlengkapan berat Shu, Chen Cang akhirnya jatuh ke tangan Zhuge Liang.

Perang besar utara ini tak berakhir sampai di Chen Cang, tetapi Zhuge Liang meneruskannya sampai ke dataran Wu Zhang. Pada awal kedatangan Shu ke daerah ini, Zhuge Liang sudah jatuh sakit dan berita ini sampai ke Sima Yi. Sebelum mulai perang terbuka, Zhuge Liang mengirimkan surat kepada kaisar Wu, Sun Quan, meminta untuk menyerang Wei dengan harapan Wei akan kekurangan pasukan ketika melawan Shu di Wu Zhang nanti. Kerajaan Wu meluluskan permintaan tersebut namun tidak dengan sepenuh hati dikarenakan hanya untuk menghargai aliansi Wu-Shu. Wu yang akhirnya menyerang istana He Fei milik Wei malah mengalami kekalahan. Tapi bagaimanapun perang di Wu Zhang harus tetap dimulai. Akhirnya pada tahun 234 AD Zhuge Liang mengumumkan perang terbuka terhadap Wei yang dikomandani oleh Sima Yi. Walaupun sakit, Zhuge Liang tetap mengomando pasukan Shu sampai akhirnya dia wafat ketika perang belum berakhir. Komando pasukan Shu diambil alih oleh Jiang Wei. Jiang Wei memerintahkan untuk menutupi kematian Zhuge Liang dari Wei. Namun Sima Yi yang merasakan keganjilan akan strategi yang Shu pakai berkesimpulan kalau Zhuge Liang sudah wafat. Dengan kesimpulan tersebut, dia membuat tentara Wei makin bersemangat dan membuat Jiang Wei harus mundur kembali ke Shu Han. Dan setelah perang berakhir, Sima Yi pergi ke sisa-sisa perkemahan Shu dan menganugerahi Zhuge Liang sebagai ’the greatest mind under heaven’

Kematian Zhuge Liang menjadi awal kemunduran bangsa Shu yang akhirnya menyerah kepada Wei pada tahun 263 AD (sekitar 30 tahun setelah Zhuge Liang wafat). Pada tahun 265 AD menteri negara Wei bernama Sima Yan (cucu dari Sima Yi) merebut kekuasaan dari keluarga Cao dan mendirikan negara Jin. Akhirnya pada tahun 280 AD Cina resmi dipersatukan di bawah Dinasti Jin yang akan berkuasa selama lebih dari 150 tahun berikutnya.

Kebesaran Zhuge Liang menyebabkannya digelari salah satu dari 6 perdana menteri terbesar dalam sejarah Tiongkok.

Penguburan dan penghargaan anumerta

sunting

Sebelum kematiannya, Zhuge Liang menyatakan bahwa ia ingin jasadnya dikubur secara sederhana di Gunung Dingjun dan kuburannya hanya cukup besar untuk peti matinya. Ia ingin dikubur dengan pakaian yang ia pakai saat ia wafat dan tidak mau dikubur dengan ornamen atau barang dekoratif apapun. Liu Shan menerbitkan sebuah dekrit dan memuliakan Zhuge Liang, memberikan gelar kehormatan "Marquis Zhongwu" (忠武侯).

Zhuge Liang pernah menulis sebuah pesan wasiat kepada Liu Shan dan berpegang teguh kepada janjinya hingga saat ia meninggal:

(Saya memiliki) 800 pohon murbai dan 15 qing lahan pertanian di Chengdu, dan keluarga saya hidup bercukupan untuk makan dan berpakaian. Saat saya sedang keluar (dari Chengdu) untuk menjalankan tugas, saya tidak memakai biaya lebih. Saya hanya bergantung pada gaji saya untuk pengeluaran pribadi. Saya tidak mendirikan sebuah perusahaan sendiri untuk menambahkan pendapatan tambahan. Jika pada saya meninggal saya masih memiliki kain sutra dan uang lebih, maka saya benar benar mengecewakan Yang Mulia.

Pada musim gugur 263 saat Penaklukan Shu oleh Wei, jenderal Wei Zhong Hui melewati kuil Zhuge Liang di Mianyang di perjalanan dan memberi hormat kepada kuburan Zhuge Liang. Ia memerintah pasukannya untuk tidak bertani dan menebang pohon disekitar kuburan Zhuge Liang di Gunung Dingjun.

Keluarga Zhuge Liang

sunting
  • Zhuge Gui
    • Zhuge Jin
      • Zhuge Ke
        • Zhuge Zhuo
        • Zhuge Song
        • Zhuge Jian
      • Zhuge Qiao
      • Zhuge Rong
    • Zhuge Liang
      • Zhuge Qiao (adopsi)
        • Zhuge Pan
          • Zhuge Xian
      • Zhuge Zhan
        • Zhuge Shang
        • Zhuge Jing
    • Zhuge Jun
  • Zhuge Xuan

Zhuge Luo

Zhuge Liang menikah dengan Huang Yueying, putri dari Huang Chengyan, seorang sarjana penyendiri yang tinggal di selatan Sungai Han. Xiangyang Ji (襄陽記) mencatat bahwa Huang Chengyan pernah bertanya kepada Zhuge Liang, "saya dengar Anda sedang mencari seorang istri. Saya memiliki seorang putri yang jelek dengan rambut kuning dan kulit gelap, namun bakatnya cocok dengan Anda". Saat itu, ada pepatah di desa tersebut, "Jangan seperti Kongming saat memilih istri. Ia berakhir dengan putri jelek [Huang Chengyan]". Huang Yueying hanya sebuah nama budaya populer, nama aslinya tidak dicatat dalam sejarah.

  • Zhuge Qiao (諸葛喬; 199–223), keponakan dan anak angkat Zhuge Liang. Karena awalnya Zhuge Liang tidak mempunyai anak kandung, ia mengadopsi anak kedua dari kakaknya Zhuge Jin sebagai anaknya sendiri. Zhuge Qiao mengabdi sebagai perwira militer Shu Han dan meninggal muda.
  • Zhuge Zhan (諸葛瞻; 227–263), putra pertama Zhuge Liang yang bekerja sebagai perwira militer Shu Han dan menikahi putri Kaisar Liu Shan. Ia gugur di pertempuran pada 263 saat Invasi Wei ke Shu.
  • Zhuge Huai (諸葛懷), putra ketiga Zhuge Liang. Ia hanya disebutkan dalam Silsilah Keluarga Zhuge (諸葛氏譜) yang dikutip dalam terbitan tahun 1960 Kumpulan Karya Zhuge Liang (諸葛亮集). Pada 269 saat Dinasti Jin, Kaisar Wu memanggil seluruh keturunan pejabat terkemuka Dinasti Han (seperti Xiao He dan Cao Shen dsb) untuk diberikan gelar kehormatan untuk mereka. Saat keturunan Zhuge Liang tidak hadir, Kaisar Wu memerintah pejabat untuk mencari keturunan Zhuge Liang. Mereka menemukan Zhuge Huai di Chengdu dan membawanya ke hadapan Kaisar Wu. Zhuge Huai menolak gelar bangsawan yang diberikan oleh Kaisar Wu karena ia merasa puas dengan harta kekayaan yang dimilikinya saat itu. Kaisar Wu tersentuh mendengarkan alasan Zhuge Huai dan tidak memaksanya untuk menerima gelar kehormatan tersebut.[7]

Cucu dan cicit

sunting
  • Zhuge Pan (諸葛攀), putra Zhuge Qiao. Pada 253, setelah Zhuge Ke dan keluarganya (yang membentuk silsilah keluarga Zhuge Jin) dimusnahkan akibat kudeta di Dong Wu, Zhuge Pan memutuskan untuk kembali ke garis keturunan kandungnya dan pergi menetap di Dong Wu untuk meneruskan silsilah keluarga Zhuge Jin.
  • Zhuge Shang (諸葛京), putra kedua Zhuge Zhan. Ia gugur bersama ayahnya saat Wei menginvasi Shu pada 263.

Sepupu lainnya

sunting
  • Zhuge Dan (諸葛誕; wafat 258), sepupu Zhuge Liang, bertugas di Cao Wei sebagai jenderal militer berpangkat tinggi pada pertengahan periode Tiga Kerajaan. Antara tahun 257 dan 258, ia memulai pemberontakan di Shouchun melawan Bupati Wei, Sima Zhao, namun akhirnya dikalahkan dan dibunuh.

Di Kisah Tiga Negara

sunting

Dalam Kisah Tiga Negara karya Luo Guanzhong, Zhuge Liang diwatak sebagai seorang strategis yang brilian yang bisa melakukan hal fantastis yang mirip seperti sihir seperti memanggil angin atau membuat labirin batu.

Ada beberapa bagian di cerita dimana kisah nyatanya tidak bisa dibedakan dengan kisah fiksi. Secara minimal, Siasat Pengosongan Kota didasarkan pada catatan sejarah, meskipun tidak dikaitkan dengan Zhuge Liang secara historis. Bagi masyarakat Tiongkok, pertanyaan ini sebagian besar tidak relevan, karena pengetahuan Zhuge Liang dipandang sebagai dalang, yang teladannya terus mempengaruhi banyak lapisan masyarakat Tiongkok. Mereka juga berpendapat, bersama dengan The Art of War karya Sun Tzu, masih sangat mempengaruhi pemikiran strategis, militer, dan keseharian Tiongkok modern.[8]

Di karya terjemahan oleh Moss Roberts, deskripsi fisik Zhuge Liang dideskripsikan sebagai berikut:

Kongming terlihat luar biasa tingginya, dengan wajah seperti batu giok berkilauan dan pita sutra yang dianyam di sekeliling kepalanya. Dengan mengenakan jubah bangau, dia memiliki aura spiritual yang transenden.

Teks asli Tiongkok dalam novel tersebut menyebutkan bahwa Zhuge Liang mengenakan guanjin (綸巾; sejenis topi) dan hechang (鶴氅; jubah yang biasa dikenakan oleh penganut Tao).[9]

Pertempuran Bowang

sunting

Secara historis Zhuge Liang tidak terlibat dalam pertempuran ini, namun di Kisah Tiga Negara pertempuran ini adalah sebuah perkenalan bagi pembaca terhadap sebagaimana pintarnya Zhuge Liang di bidang militer. Saat mendengarkan bahwa Cao Cao mengirimkan 100,000 pasukan dibawah komando Xiahou Dun untuk menyerang Liu Bei. Zhuge Liang memberikan siasat namun Zhang Fei dan Guan Yu enggan menuruti rencana Zhuge Liang. Maka Zhuge Liang meminta kepada Liu Bei untuk meminjam pedang dan stempel resminya sebagai simbol otoritas dan kemudian memerintah Guan Yu dan Zhang Fei untuk masing-masing membawa 1,000 pasukan untuk melakukan penyergapan sementara memerintah Guan Ping dan Liu Feng untuk membakar kemah musuh di Bowang. Zhao Yun diperintah untuk melawan Xiahou Dun dan mengelabuinya, sementara Liu Bei diberi perintah untuk membawa pasukan bala bantuan. Zhuge Liang juga meminta Liu Bei untuk menyiapkan jamuan makanan untuk merayakan kemenangan.

Strategi Zhuge Liang mujur dan bekerja dengan baik, Xiahou Dun menang melawan Zhao Yun tetapi ia juga dibawa Zhao Yun jauh dari pasukannya sendiri. Meskipun Yu Jin dan Li Dian memeringati Xiahou Dun untuk tidak terjebak dalam siasat musuh, Xiahou Dun dengan nada egois mengejar Zhao Yun dan Liu Bei yang tidak lama kemudian membantu Zhao Yun. Ini kemudian menyebabkan Xiahou Dun terjebak karena Zhang Fei dan Guan Yu melakukan serangan api terhadap gerbong persediaan Xiahou Dun, memaksanya mundur. Setelah pertempuran tersebut, Zhang Fei dan Guan Yu berubah sikap dan mulai menghormati Zhuge Liang secara penuh.

Misi diplomatik ke Jiangdong

sunting

Zhuge Liang diutus Liu Bei untuk berunding dengan Sun Quan untuk membentuk aliansi bersamanya untuk melawan Cao Cao. Ia ditemani oleh Lu Su yang pulang membawanya ke Wu. Sampai di Jiangdong, Lu Su memperkenalkan pegawai-pegawai Sun Quan kepada Zhuge Liang. Kebanyakan dari mereka mendukung untuk menyerah kepada Cao Cao dan mereka mulai berdebat dengan Zhuge Liang yang mendiamkan mereka satu persatu. Mereka yang berdebat antara lain adalah Zhang Zhao, Yu Fan, Bu Zhi, Xue Zong, Lu Ji, Yan Jun, dan Cheng Bing. Zhang Wen dan Luo Tong juga ingin berdebat namun mereka dihentikan oleh Huang Gai yang datang menyambutnya.[10]

Lu Su kemudian memperkenalkan Zhou Yu dan ketiganya berbincang di kediaman Zhou Yu. Zhuge Liang berkata kepada Zhou Yu bahwa ia ada rencana untuk menghentikan perang dengan Cao Cao: Kirimkanlah Qiao bersaudara. Ia juga berpura-pura tidak tahu bahwa Da Qiao adalah janda Sun Ce dan Xiao Qiao adalah istri Zhou Yu. Zhou Yu menanyakan bukti kepada Zhuge Liang dan Zhuge Liang membacakan sebuah puisi yang ditulis oleh Cao Zhi dan menjelaskan dimana bait puisi yang membuktikan hasrat nafsu Cao Cao terhadap Qiao bersaudara. Hal ini menyulut emosi Zhou Yu dan mengeraskan hasratnya untuk ganyang Cao Cao.[11]

Meminjam anak panah dengan perahu jerami

sunting

Zhou Yu merasa iri dengan bakat Zhuge Liang dan ia merasa bahwa Zhuge Liang akan menjadi ancaman besar bagi Sun Quan, maka ia memikirkan cara untuk membunuh Zhuge Liang agar ia tidak menahan hasrat ambisi Sun Quan. Saat ia meminta Zhuge Liang untuk membuat sebanyak 100,000 anak panah dalam 10 hari, Zhuge Liang dengan lugu berkata bahwa ia bisa membuatnya dalam 3 hari dan berjanji ia akan dihukum mati jika gagal menunaikan janji tersebut. Zhou Yu setuju dan Zhuge Liang mengambil sumpah, namun sebenarnya Zhou Yu sangat bahagia karena ia merasa Zhuge Liang tidak bisa menyelesaikan tugas itu dan berharap ia akan gagal.

Pada hari ketiga, Zhuge Liang dengan bantuan Lu Su menyiapkan 20 kapal yang ditutupi oleh jerami dan dilengkapi dengan manusia jerami. Pada dini hari, mereka berlayar menuju ke kamp Cao Cao pada saat kabut tebal. Ia kemudian memerintah awak kapal untuk membunyikan gendang perang dan pasukan Cao Cao menembak anak panah menuju ke kapal jerami tersebut karena mereka tidak bisa melihat posisi musuh di kabut yang tebal ini. Anak panah yang mendarat ke tutupan jerami tersebut membuat kapal mulai karam sebelah, maka Zhuge Liang memerintah awak kapal untuk berpindah sisi agar pasukan Cao Cao dapat menstabilkan kapal jerami Zhuge Liang dengan menembak sisi yang tidak tersentuh. Di dalam kapal, Zhuge Liang dan Lu Su menikmati teh mereka dan mereka berlayar kembali saat kabut mulai menghilang. Saat mereka kembali ke kamp, Zhuge Liang berhasil mengumpulkan lebih dari 100,000 anak panah, jadi Zhou Yu tidak bisa menghukumnya mati.[12]

Penilaian dan warisan

sunting

Penemuan

sunting

Zhuge Liang kerap dipercayai oleh masyarakat luas sebagai penemu makanan mantou, ranjau darat dan alat transportasi otomatis yang misterius namun efisien (awalnya digunakan untuk biji-bijian) yang disebut sebagai "sapi kayu dan kuda terbang" (木牛流馬), yang terkadang diidentikkan dengan gerobak dorong.

Ia juga dikenal sebagai penemu senjata Chu-Ko-Nu (諸葛弩) yang memiliki kemampuan memanah semi otomatis, namun sebenarnya versi yang dibuat oleh Zhuge Liang adalah sebuah perbaikan dari panah berulang yang dipakai di zaman Negara-negara Berperang. Ada sebuah perdebatan mengenai versi yang dibuat saat zaman negara berperang mengenai pertanyaan apakah panah berulang tersebut memiliki kemampuan semi otomatis atau bisa menembak beberapa anak panah dengan waktu yang sama. Namun secara jelas, versi yang dibuat Zhuge Liang dapat menembak lebih jauh dan lebih cepat.[13]

Kutipan penting

sunting

Frasa "Han dan bandit tidak berdiri bersama" (Han sederhana: 汉贼不两立; Han tradisional: 漢賊不兩立; pinyin: Hàn zéi bù liǎng lì) dari karya tulisnya Chu Shi Biao Baru sering digunakan untuk menarik garis di pasir dan menyatakan situasi di mana seseorang tidak tahan terhadap kejahatan. Kerap kali frasa ini digunakan oleh Generalissimo Chiang Kai-shek sebagai frasa favoritnya untuk membenarkan ideologi antikomunisme yang dianutnya.

Di budaya populer

sunting

Video game

sunting

Zhuge Liang bisa dimainkan sebagai seorang karakter di series Dynasty Warriors, Warriors Orochi, dan Kessen II. Ia juga muncul sebagai seorang karakter di Fate/Grand Order sebagai seorang karakter kelas Caster.

Referensi

sunting
  1. ^ (老子长于养性,不可以临危难。商鞅长于理法,不可以从教化。苏、张长于驰辞,不可以结盟誓。白起长于攻取,不可以广众。子胥长于图敌,不可以谋身。尾生长于守信,不可以应变。王嘉长于遇明君,不可以事暗主。许子将长于明臧否,不可以养人物。此任长之术者也。) Zhuge Liang ji, vol. 2.
  2. ^ (故为君之道,以教令为先,诛罚为后,不教而战,是谓弃之。) Zhuge Liang ji, vol. 3.
    (君臣之政,其犹天地之象,天地之象明,则君臣之道具矣。君以施下为仁,臣以事上为义。二心不可以事君,疑政不可以授臣。上下好礼,则民易使,上下和顺,则君臣之道具矣。君以礼使臣,臣以忠事君。君谋其政,臣谋其事。政者,正名也,事者,劝功也。) Zhuge Liang ji, vol. 3.
  3. ^ Ouyang Xiu; Song Qi, ed. (1060). "vol. 15: treatise 5 on rites and music". Xin Tang Shu 新唐書. 上元元年,尊太公為武成王,祭典與文宣王比,以歷代良將為十哲象坐侍。秦武安君白起、漢淮陰侯韓信、蜀丞相諸葛亮、唐尚書右僕射衛國公李靖、司空英國公李勣列於左,漢太子少傅張良、齊大司馬田穰苴、吳將軍孫武、魏西河守吳起、燕晶國君樂毅列於右,以良為配。 
  4. ^ Knechtges (2014), hlm. 2329.
  5. ^ Shiji, vol. 48: "葛嬰至東城,立襄彊為楚王。嬰後聞陳王已立,因殺襄彊,還報。至陳,陳王誅殺葛嬰。"
  6. ^ (玄德見孔明身長八尺,面如冠玉,頭戴綸巾,身披鶴氅,飄飄然有神仙之概。) Sanguo Yanyi ch. 38.
  7. ^ (《諸葛氏譜》:晋泰始五年己丑,王覽爲太傅,詔錄故漢名臣子孫蕭、曹、鄧、吳等後,皆赴闕受秩。孔明之後獨不至。訪知其第三子懷,公車促至,欲爵之。懷辭曰:"臣家成都,有桑八百株,薄田十五頃,衣食自有餘饒。材同欞櫟,無補于國,請得歸老牖下,實隆賜也。"晋主悅而從之。) Zhuge Liang ji, Gushi vol. 1.
  8. ^ Nojonen (2009).
  9. ^ (玄德見孔明身長八尺,面如冠玉,頭戴綸巾,身披鶴氅,飄飄然有神仙之概。) Sanguo Yanyi ch. 38.
  10. ^ Sanguo Yanyi ch. 43.
  11. ^ Sanguo Yanyi ch. 44.
  12. ^ Sanguo Yanyi ch. 46.
  13. ^ Needham (1994), hlm. 8.


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan